Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda
persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan
(Manuaba, 1998).
Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada
sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001).
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah
kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat
terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan
aterm. (saifudin,2002)
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal
dari vagina serviks. (Sarwono Prawiroharjo, 2002)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila
pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
(Sarwono Prawirohardjo, 2005)

B. Klasifikasi
1. Ketuban pecah dini saat preterm yaitu KPD pada usia < 37 minggu
- Insiden : 2-4 % dari kehamilan tunggal dan 7-10 % dari kehamilan kembar
- Ketuban pecah dini usia < 37 minggu dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
- Ketuban pecah dini pada kehamilan > 35 minggu
- Ketuban pecah dini pada kehamilan 32-35 minggu
- Ketuban pecah dini pada kehamilan < 32 minggu
2. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm ( usia cukup bulan ) > 37 minggu
- Insiden : 8-10 % dari kehamilan cukup bulan
( Errol Norwitz, 2007 )

Preterm dan term PROM akan diklasifikasikan lagi menjadi :

- Early PROM  cairan telah keluar selama <12 jam


- Prolonged PROM  cairan telah keluar selama 12 jam atau lebih

3. Berdasarkan penyebabnya PROM dibagi menjadi :


a. PROM Spontan
terjadi karena lemahnya selaput ketuban atau kurang terlindungi
karena cervix terbuka (incompetent cervical)
b. PROM dengan penyebab sebelumnya
Hal ini dapat terjadi karena adanya trauma jatuh, coitus, hidramnion,
infeksi, dll.

4. Berdasarkan waktunya , ketuban pecah dini dibedakan menjadi :


a. Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik
sebelum onset persalinan atu disebut juga Premature Rupture Of
Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM.
b. Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran
Chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of
Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM

5. Berdasarkan jumlah air ketuban dibedakan menjadi :


a. Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal yaitu kurang dari 500 mL. Marks dan Divon (1992)
mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan USG
ditemukan bahwa index kantong amnion 5 cm atau kurang dan insiden
oligohidramnion 12% dari 511 kehamilan pada usia kehamilan 41
minggu. Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion
hampir selalu berhubungan dengan obstruksi saluran traktus urinarius
janin atau renal agenesis.
b. Polihidramnion atau disebut juga denganhidramnion adalah keadaan
dimana air ketuban melebihi 2000 ml. Hidramnion akutadalah
penambahan air ketuban secara mendadak dan cept dalam beberapa
hari, biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke 5
dan ke 6. Hidramnion kronisadalah penambahan air ketuban secara
perlahan-lahan, biasanya terjadi pada kehamilan lanjut. Diagnosis pasti
bisa didapatkan dari pemeriksaan ultrasonografi (USG). Insidensi
hidramnion adalah 1% dari semua kehamilan. Biggio dkk (1999)
melaporkan dari Alabama, insisden hidramnion 1% diantara lebih dari
36.000 kehamilan.
 Mild hydramnion (hidramnion ringan), bila kantung amnion
mencapai 8-11 cm dalam dimensi vertikal. Insiden sebesar
80% dari semua kasus yang terjadi.
 Moderate hydramnion (hidramnion sedang), bila kantung
amnion mencapai 12-15 cm dalamnya. Insiden sebesar 15%.
 Severe hydramnion (hidramnion berat), bila janin ditemukan
berenang dengan bebas dalam kantung amnion yang mencapai
16 cm atau lebih besar. Insiden sebesar 5%.

6. Berdasarkan warnanya dibedakan menjadi :


- Warna coklat-kehijauan : hipoksia janin sehingga menyebabkan
relaksasi sfingter ani dan sisa metabolisme yang disebut mekonium.
- Warna kekuningan : hipoksia 36 jam atau lebih sebelum ketuban
pecah, penyakit hemolisis janin, infeksi intra uterin.
- Warna kemerahan : abrupsio plasenta (plasenta lepas dini)
7. Berdasarkan pH :
- Kuning pH 5,0 dan Kuning seperti warna minyak zaitun pH 5,5
- Hijau seperti warna minyak zaitun pH 6,0 Ketuban mungkin pecah :
diperiksa cairan amnion yang bersifat basa
- Hijau-biru pH 6,5
- Kelabu-hijau pH 7,0
- Biru tua pH 7,5

C. Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih
belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan
menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun
faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang
menjadi faktor predesposisi adalah :
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh
beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya
KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena
biasanya disertai infeksi.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
5. Keadaan sosial ekonomi
6. Faktor lain
a. Faktor golongan darah
b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit
ketuban.
c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
e. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

D. Faktor Resiko
Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm
1) kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2) riwayat persalinan preterm sebelumnya
3) perdarahan pervaginam
4) pH vagina di atas 4.5
5) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
6) flora vagina abnormal
7) fibronectin > 50 ng/ml
8) kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya
pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
9) Inkompetensi serviks (leher rahim)
10) Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
11) Riwayat KPD sebelumya
12) Trauma
13) servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek
(<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
14) Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm

1) iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatic


2) maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-
eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi intraamnion
subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis
akut, Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm.
3) fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan
janin terhambat, gawat janin, kematian janin.
4) cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban pecah
pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.
5) placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau
lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia.
6) uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis,
aktifitas uterus idiopatik

Menurut Taylor menyelidiki bahwa ada hubungan dengan hal-hal berikut :

 Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.
Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis terdapat
bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
 Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban )
 Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis )
 Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi,
disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain.
- Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan
terlalu dini.
Fisiologi

Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion
dan lapisan korion terdapat likuora amnii (air ketuban). Volume likuor amnii pada
hamil cukup bulan adalah 1.000-1.500 ml. Warna putih, agak keruh serta mempunyai
bau yang khas yaitu bau amis dan berasa amis. Reaksinya agak alkalis dan netral
dengan berat jenis 1.008. Komposisinya terdiri atas 98% air dan sisanya terdiri atas
garam organik serta bahan organik dan bila teliti dengan benar terdapat rambut
lanugo sel-sel epitel dan vernik kaseosa, protein ditemukan rata-rata 2,6% gr/liter
sebagian besar sebagai albumen.

Peredaran cairan ketuban sekitar 500 cc/jam atau sekitar 1% terjadi gangguan
peredaran pada air ketuban melebihi 1.500 cc air ketuban dapat digunakan sebagai
bahan penelitian untuk kematangan paru-paru janin (Sarwono, 199)

Faal air ketuban :

a. Untuk proteksi janin


b. Mencegah pelengketan janin dengan amnion.
c. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
d. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
e. Meratakan tekanan intra uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban
pecah.
f. Menyebarkan kekuatan his sehingga serviks membuka.
g. Sebagai pelicin saat persalinan.
E. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :
 Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi.
 Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan
mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
 Banyak teori, yang menentukan hal – hal diatas seperti defek kromosom,
kelainan kolagen sampai infeksi.
 Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler
korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi
dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan.
F. Pathway
G. Tanda dan Gejala
Menurut mansjoer, 2001 manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah :
1) Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan
sedikit atau sekaligus banyak, keluarnya terasa nyeri pada perut
2) Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3) Janin mudah diraba
4) Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih
5) Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan
air ketuban sudah kering.
6) Jika penyebab KPD adalah infeksi maka terjadi peningkatan nadi > 100x/m,
DJJ > 160x/m, dan ibu mengeluh nyeri pada perut bagian bawah ketika
disentuh.
7) Sensasi tidak bias menahan kencing atau tidak bias berhenti kencing
8) Keputihan meningkat atau basah yang lebih dari biasanya
9) Perdarahan vagina
10) Tekanan pada panggul

Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah
keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis
dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes, disertai dengan demam atau menggigil, bercak vagina yang banyak,
denyut jantung janin bertambah cepat, juga nyeri pada perut, keadaan seperti ini
dicurigai mengalami infeksi. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin
yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat”
kebocoran untuk sementara (Nugroho, 2011).
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan
dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari
vagina adalah 4 - 4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1 - 7,3. Tes tersebut
dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas,
darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.
1) Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin
atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.
2) Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru
janin.
3) Pemantauan janin
Membantu dalam mengevaluasi janin
4) ProteinC-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis

I. Penatalaksaan
Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi dalam
rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensial. Oleh karena
itu, penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci,
sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam
rahim. Memberikan profilaksis antibiotik dan membatasi pemeriksaan dalam
merupakan tindakan yang perlu diperhatikan. Disamping itu makin kecil umur
kehamilan makin besar peluang terjadi infeksi dalam lahir yang dapat memicu
terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg (Manuaba,
1998).
a. Penanganan Konservatif
1) Rawat di rumah sakit
2) Berikan antibiotika (Ampicillin 4 x 500 mg/eritromisin) dan
Metronidazole.
3) Jika umur kehamilan 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Jika umur kehamilan 34-37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi
berikan tokolitik, deksametason dan induksi sesudah 2 jam.
5) Jika umur kehamilan 34-37 minggu ada infeksi beri antibiotik dan lakukan
induksi.
6) Nilai tanda-tanda infeksi.
7) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid untuk memicu
kematangan paru janin (Sarwono, 2001).
b. Penanganan Aktif
1) Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi oxytiksin bila gagal seksio
caesaria dapat pula diberikan Misoprostol 50 mg intra vaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
kehamilan diakhiri.

J. Pengobatan
1. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas
perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan
resiko terjadinya sindrom distress pernafasan (20–35,4%), hemoragi
intraventrikular (7,5–15,9%), enterokolitis nekrotikans (0,8–4,6%).
Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason (celestone)
intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari.
National Institute of Health merekomendasikan pemberian
kortikosteroid sebelum masa gestasi 30–23 minggu, dengan asumsi viabilitas
fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik.Pemberian kortikosteroid setelah
masa gestasi 34 minggu masih kontroversial dan tidak direkomendasikan
kecuali ada bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis
(Danielsson, 2009; Medina, 2006)
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan
infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang
digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg
setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg dan
eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang mendapat
kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankan kandungan selama 3
minggu setelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari (Medina,
2006).
3. Agen Tokolitik
Pemberian agen tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode
latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. Tidak banyak data yang
tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah dini.
Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini
masih menunggu hasil penelitian lebih jauh (Medina, 2006).

K. Komplikasi
1. infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.
2. persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
3. prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia
(sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).
4. oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban
habis.
Komplikasi infeksi intrapartum

1. komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia),


sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi
sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu.
2. komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.

L. Pencegahan
1) Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan
2) Motivasi untuk menambah Berat badan ketika hamil, khususnya dengan berat
badan dibawah 45 kg
3) Anjurkan untuk menghentikan koitus pada trimester akhir bila ada
predisposisi
4) Menganjurkan ibu hamil agar memenuhi kebutuhan nutrisi saat hamil
5) Menjaga kebersihan daerah kemaluan dengan membersihakan dari depan ke
belakang
6) Segera periksakan jika ditemukan keputihan yang berbau dan berwarna
7) Pemeriksaan kehamilan teratur untuk mengetahui tumbuh kembang janin

(Morgan and Hamilton, 2003)


DAFTAR PUSTAKA

Nanda International, Nursing Diagnosis: Deffintion & Classification 2009-2011.

Herdman, Heather T. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-


2011. Jakarta : EGC. Allih bahasa: Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Etsu Tiar.

Wilkinson, M. Judith. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta :


EGC.

Prawirohajo, sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT bina pustaka.

Manjoer, arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Aesculapius.

Jhonson, Marion., Meridean Maas. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC).


St. Louis: Mosby

Anda mungkin juga menyukai