Anda di halaman 1dari 19

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arief Mansjoer, dkk, 2002)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru,
dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005).

Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan
oleh mikro-organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui
inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau
alveolus. (Elishabeth, 2001: hal 414).

B. Klasifikasi

Klasifikasi Tuberculosis Paru, yaitu :


a. Pembagian secara patologis:
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).
2) Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis)
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Tuberkulosis Paru BTA positif
2) Tuberkulosis Paru BTA negative
c. Pembagian secara aktivitas radiologis :
1) Tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif ,
2) Tuberculosis paru non aktif
3) Tuberculosis quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang
diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:
a. Kategori 0 : Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negatif.
b. Kategori I : Terpajan tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi disini riwayat
kontak positif, tes tuberculin negatif.
c. Kategori II : Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif,
radiologis dan sputum negatif.
d. Kategori III : Terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikasi berdasarkan kelainan klinis, dan mikro biologis:


a. Tuberculosis paru.
b. Bekas tuberculosis paru.
c. Tuberkulosis tersangka .
Tuberculosis tersangka terbagi menjadi tuberculosis tersangka yang diobati, disini
sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. dan tuberculosis paru tersangka yang
tidak diobati, disini sputum BTA negatiaf, dan tanda-tanda lain juga meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termaksuk TB paru
aktif atau bekas TB paru. Dalam klsifikasi ini perlu dicantumkan: status biakan
bakteriologi, mikriskopik sputum BTA, (langsung), biakan sputum BTA, status
radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru, dan status kemoterapi, riwayat
pengobatan dengan obat anti tuberkuosis.

WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu:


a. Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan
bentuk TB berat.
b. Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA
positif.
c. Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan yang tidak luas dan
kasus TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I
d. Kategori IV ditujikan kepada : TB kronik
C. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1 – 4 mm dan tebal 0,3 - 0,6 mm. Tergolong dalam kuman
Myobacterium tuberculosae complex adalah : M. Tuberculosae, Varian Asian, Varian
African I, Varian African II, M. bovis.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen.
Oleh karena itu M. Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan
oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
tuberkulosis. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan
asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman TB cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat
yang gelap dan lembab. Hal ini terjadi karena dalam jaringan tubuh kuman bersifat dormant,
tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif
lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid.

Cara penularan TB (Depkes, 2006)


 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
 Tuberculosis ini ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu
yang terinfeksi, melalui bicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet
akan menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

D. Patofisiologi

Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan,


dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveoli biasanya diinhalasi
sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus dan
tidak menyebabkan penyakit. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis
bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas (lambat).
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau
bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit
polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh organisme
tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler
ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat
juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak, dalam sel basil juga
menyebar melalui gestasi bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn dengan mengalami pengapuran.
respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair
lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan
terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring,
telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas
keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain.
Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.

E. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Menurut Sudoyo, dkk (2009: hal 2234), Tanda dan gejala tuberculosis Paru, yaitu :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadang-
kadang dapat mencapai 40-41 oC. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
influsnza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk lebih dari 3 minggu atau batuk darah
Gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus di setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah batuk
berkembang dalam jaringan paru yakini setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non Produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang
lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi
pada ulkus dinding bronkus.
c. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian
berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan menjadi
kental bila sudah terjadi pengejuan.
d. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
e. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik atau melepaskan napasnya.
f. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur
F. Komplikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien
dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening,
sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju
ronggal pleura, iga atau columna vertebralis.
b. Efusi pleura
Keluarnya cairan dari pembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan
selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura.
Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat
pleura yang kaya akan protein.
c. Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga
pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium
tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
d. Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran
pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah,
dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu
infeksi mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru,
otak, ginjal, dan saluran pencernaan.
f. Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru,
sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim
yang terinfeksi.
g. Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal
napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay O2 ke seluruh jaringan tubuh.
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer, dkk (1999 : hal 472), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.
b. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan
ini tidak spesifik karena hanya 30 – 70 % pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase).
d. Tes Mantoux / Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB. Dimana Reaksi positif reaksi positif
(area indurasi > 6 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif.

e. Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)Deteksi growth indeks


berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh mikobakterium
tuberculosis.
f. Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
o Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah
o Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular )
o Adanya kavitas, tunggal atau ganda
o Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
o Adanya klasifikasi
o Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
o Bayangan millier

H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi mycobacterium
tuberkuloisi adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).
c. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
d. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi
udara, dan penyinaran matahari di rumah.
e. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor
(polusi).
f. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.

2. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi (agen antituberkulosis)
selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah
Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin( SM ), Etambutol ( EMB ), dan
Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin,kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat,
amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).
Prinsip pengobatan

a. OAT (Obat Anti Tuberkulosis) harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa
jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1
& 2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran : EGC
 Doenges, ME at.all., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi III, Cetakan I, EGC, Jakarta
 Price, S., & Wilson. (2003). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit,
Edisi.2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
 Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
 Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
 Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Doenges (2000), fokus pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan
Tuberculosis Paru (TB) :
a. Aktivitas atau Istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada
malam hari, menggigil atau berkeringat.
Tanda : Takikardia. takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap
lanjut).

b. Integritas EGO
Gejala : Adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah, perasaan tidak
berdaya/tidak ada harapan. Populasi budaya/etnik, missal orang Amerika asli atau
imigran dari Asia Tenggara/benua lain.
Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas, ketakutan, mudah
terangsang.

c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak subkutan.

d. Nyeri atau kenyamanan


Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

e. Pernafasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat tuberculosis terpajan
pada individu terinfeksi.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru
pleura), pengembangan pernafasan tidak simetri (efusi pleura), perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural), bunyi nafas
menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral (efusi pleural/pneumotorak),
bunyi nafas tubuler dan bisikan pectoral di atas lesi luas, krekels tercabut di atas
aspek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes posttussic).
Karakteristik sputum : Hijau, puluren, muloid kuning atau bercak darah
Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

f. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun. (contoh: AIDS, kanker). Tes HIV positif.
Tanda : Demam rendah atau sedikit panas akut.

g. Interaksi sosial
Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan bisa dalam
tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

h. Penyuluhan atau pembelajaran


Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk, gagal
untuk membaik/ kambuhnya TB, tidak berpartisipasi dalam terapi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret, sekret
kental, atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
2. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/
tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan pathogen.
3. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan, sering
batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan
kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak
lengkap informasi yang ada.

C. Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret, sekret


kental, atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas
Kriteria Hasil :
 Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif secara mandiri
 Klien dapat mengeluarkan secret
 Menunjukkan perilaku mempertahankan jalan napas
 Tidak ada dipsnea
 Frekuensi pernafasan normal
Intervensi :
a. Kaji fungsi pernapasan seperti bunyi napas, irama, kedalaman.
Rasional : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi menunjukan
akumulasi secret.
b. Jelaskan pentingnya melakukan batuk efektif.
Rasional :Batuk efektif membantu mengeluarkan sekret sulit, jika secret kental,
sputum berdarah, diakibatkan oleh kerusakan paru-paru.
c. Ajarkan pasien dan keluarga tekhnik napas dalam dan cara melakukan batuk efektif.
Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam mambantu
ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret
d. Anjurkan untuk minum air hangat
Rasional :Air hangat membantu untuk mengencerkan secret.
2. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/
tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan pathogen.
Tujuan :
Dapat menentukan intervensi mencegah / menurunkan resiko penyebaran infeksi
Kriteria hasil :
Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
a. Jelaskan patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi ' melalui droplet udara
selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
Rasional : Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program
pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang atau komplikasi serta membantu
pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke
orang lain.
b. Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga, sahabat karib/teman.
Rasional : Orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran/terjadinya infeksi.
c. Anjurkan untuk memakai masker
Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma
sosial sehubungan dengan penyakit menular.

d. Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari
meludah
Rasional : Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
e. Awasi suhu sesuai indikasi
Rasional : Reaksi demam indicator adanya infeksi lanjut
f. Jelaskan pentingnya pemberian makanan sedikit tetapi sering
Rasional : adanya anorexia dan / atau malnutrisi sebelumnya merendahkan terhadap
proses infeksi dan mengganggu penyembuhan. Makan kecil dapat meningkatkan
pemasukan semua
3. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal.
Tujuan : Bebas dari distress pernapasan dan pertukaran gas efektif
Kriteria Hasil :
Perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan adekuat dengan gas darah dalam
rentang normal.
Intervensi :
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian kecil
bronkopnemonia sampai inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis
luas. Efek pernapasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai distress penapasan.
b. Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan
kulit, selaput mukosa dan warna kuku .
Rasional : Akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi oragan vital
c. Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan,
khususnya dengan pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional : membantu tahanan melawan udara luar untk mencegah kolaps atau
penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan
menghilangkan/menurunkan napas pendek.
d. Anjurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan
pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.
e. Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan
Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder terhadap
ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering
batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perilaku atau perubahan
pola hidup.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional : berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
c. Selidiki adanya anorexia
Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan
masalah untuk meningkatkan pemasukan / penggunaan nutrient.
d. Anjurkan periode istirahat sering
Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolic
meningkat saat demam.
e. Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein karbohidrat.
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang perlu/kebutuhan
energi dari makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster.
f. Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : Dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga dengan
obat atau efek pengobatan pernapasan perut yang penuh.

5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan


kurang informasi tentang penyakit / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif
dan tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.
Tujuan :
Menunjukkan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan
Kriteria Hasil :
Keluarga dan pasien mengerti tentang proses penyakit/ prognosis kebutuhan pengobatan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.
Rasional : Menentukan tingkat pengetahuan pasien.
b. Jelaskan tentang kondisi pasien
Rasional : Agar keluarga mengetahui kondisi pasien
c. Jelaskan tentang penyakit TB Paru (pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pengobatan) dan potensial penyebaran infeksi ' melalui droplet udara selama batuk,
bersin, meludah, bicara, tertawa.
Rasional : Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang TB Paru ( pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, pengobatan,) serta membantu pasien atau orang terdekat
untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.
d. Anjurkan keluarga yang tinggal serumah dengan pasien untuk memeriksakan
kesehatan
Rasional : Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga lain yang menderita TB
selain pasien
e. Anjurkan untuk memakai masker
Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma
sosial sehubungan dengan penyakit menular selain itu mencegah terjadinya
penyebaran penyakit

f. Jelaskan pentingnya tidak menghentikan terapi obat selama 6 bulan sesuai dengan
indikasi dan program pengobatan
Rasional : Minum obat TBC selama enam bulan adalah metode yang paling efektif
untuk memastikan bahwa bakteri TBC telah dibunuh seluruhnya. Jika terapi di
hentikan sebelum enam bulan, atau melewatkan dosis (obat tidak diminum teratur,),
maka infeksi TBC dapat menjadi resisten (kebal) terhadap antibiotik yang
sebelumnya diberikan. Hal ini berpotensi serius karena jika ini terjadi, maka penyakit
TBC resisten akan sulit diobati sehingga akan memerlukan pengobatan yang lebih
lama.
LAPORAN PENDAHULUAN TB Paru
DIRUANGAN POLI ANAK
RSUD SYEKH YUSUF
KAB.GOWA

SRI ANDI NIRWANA HASAN


PO.71.4.201.14.1.043

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN KEPERAWATAN
2016

Anda mungkin juga menyukai