Anda di halaman 1dari 19

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok


pembahasan. Pembahasan pertama merupakan penjelasan detail tentang definisi
Supply Chain Management (SCM) atau Manajemen Rantai pasok (MRP) untuk
membuka wacana pembaca akan betapa luasnya lingkup Supply Chain
Management. Pembahasan kedua adalah tentang filosofi cikal bakal implementasi
Manajemen Rantai pasok, yaitu Supply Chain Orientation (SCO) atau Orientasi
Rantai pasok (ORP), dimana pada pembahasan ini akan dibahas bahwa untuk
meraih MRP, perusahaan atau individu harus terlebih dahulu memiliki ORP.
Pada bab ini akan dibahas juga variabel-variabel yang akan digunakan di
dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang
ada dengan kesediaan para pihak, terutama pengepul, dalam hal ini sebagai target
responden untuk berpartisipasi di dalam organisasi rantai pasok di Kepulauan
Seribu.
2.1. Manajemen Rantai pasok (MRP)
Disadari atau tidak, rantai pasok sesungguhnya selalu ada di dunia bisnis
manapun, terlepas dari apakah rantai pasok tersebut dikelola atau tidak. Walaupun
suatu organisasi tidak secara aktif menjalankan konsep dari rantai pasok, namun
sebagai fenomena bisnis, rantai pasok tersebut akan tetap ada. Ada banyak sekali
pembahasan tentang Manajemen Rantai pasok (MRP) di berbagai jurnal riset,
antara lain Jornal of Business Logistics, International Journal of Logistics
Management, Journal of Marketing, Journal of Management, sampai Harvard
Business Review, dan masih banyak lagi. Namun Mentzer et. al (2001) mereview,
mengklasifikasikan, dan mensintesa beberapa definisi yang sering digunakan
tentang rantai pasok dan manajemen rantai pasok pada tataran akademis maupun
praktek bisnis. Mereka mengembangkan sebuah definisi yang komprehensif
dengan tujuan agar pada masa yang akan datang, riset tentang MRP ini dapat lebih
maju dan tepat sasaran karena definisi yang ambigu dari sebuah terminologi telah
diperjelas di dalam jurnal yang dipublikasikannya, yang akan dibahas pada
tinjauan pustaka di bawah ini.
Pembahasan tentang definisi “rantai pasok” akan dibahas terlebih dahulu,
karena terminologi ini dirasa lebih umum dari pada terminologi “manajemen
rantai pasok”. La Londe dan Masters (1994) menyatakan bahwa suatu rantai
pasok merupakan serangkaian perusahaan yang mengalirkan barang-barang ke
hilir. Pada umumnya, perusahaan yang sering mempraktekkan rantai pasok ini
adalah perusahaan manufaktur yang membuat produk dan mengirimkannya
sampai ke tangan konsumen akhir melalui rantai pasok – mulai dari produsen
dengan bahan mentah dan komponen-komponennya, assembling produknya,
grosir, agen retail, dan perusahaan transportasi, semuanya merupakan anggota dari
rantai pasok (La Londe dan Masters, 1994). Masih dengan konsep yang sama,
Lambert, Stock, dan Ellram (1998) mendefinisikan rantai pasok sebagai aliansi
beberapa perusahaan yang menyampaikan barang atau jasa ke pasar. Dalam hal
ini dapat digaris bawahi bahwa kedua konsep tentang rantai pasok di atas
memasukkan konsumen akhir sebagai bagian dari rantai pasok.
Definisi lain menyatakan bahwa rantai pasok merupakan jaringan beberapa
organisasi yang terlibat dari hulu ke hilir, dengan proses dan aktivitas yang
berbeda yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa yang disampaikan
pada konsumen paling akhir (Christopher, 1992).
Mensintesa dari beberapa definisi di atas, Mentzer et al. (2001)
mendefinisikan rantai pasok sebagai serangkaian entitas yang terdiri dari tiga atau
lebih entitas (baik individu maupun organisasi) yang terlibat secara langsung dari
hulu ke hilir dalam aliran produk, jasa, keuangan, dan/ atau informasi dari sumber
kepada pelanggan. Mentzer et al. (2001) juga mengkategorikan rantai pasok
menjadi tiga macam berdasarkan tingkat kompleksitasnya, yaitu :
1) Direct Supply Chain
Direct supply chain terdiri dari satu perusahaan, satu pemasok, dan satu
pelanggan yang terlibat dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan,
dan/atau informasi (Gambar 3a).
2) Extended Suply Chain
Extended supply chain meliputi beberapa pemasok dari pemasok
penghubung dan beberapa pelanggan dari pelanggan penghubung,

8
semuanya terlibat di dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan,
dan/atau informasi (Gambar 3b).
3) Ultimate Supply Chain
Ultimate supply chain meliputi semua organisasi yang terlibat di dalam
aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan, dan/atau informasi (Gambar 3c).
Kategori rantai pasok ini merupakan kategori yang paling rumit yang
berlaku pada rantai pasok yang kompleks. Pada Gambar 3c dapat dilihat
peran pihak ketiga, yaitu penyedia jasa finansial yang mengurusi segala
urusan finansial, mengasumsikan resiko, dan memberikan saran finansial;
penyedia jasa logistik yang megurusi aktivitas-aktivitas logistik antara dua
perusahaan; dan perusahaan penyedia jasa riset pasar yang menyediakan
informasi tentang pelanggan terakhir kepada perusahaan untuk
memperkuat rantai pasok yang ada.

TIPE-TIPE RANTAI PASOK

SUPPLIER ORGANIZATION CUSTOMER

Gambar 3a. Direct Supply Chain

SUPPLIER’S CUSTOMER’S
SUPPLIER ... SUPPLIER ORGANIZATION CUSTOMER ... CUSTOMER

Gambar 3b. Extended Supply Chain

THIRD PARTY
LOGISTICS SUPPLIER
ULTIMATE ULTIMATE
SUPPLIER ... SUPPLIER ORGANIZATION CUSTOMER ... CUSTOMER

FINANCIAL MARKET
PROVIDER RESEARCH TEAM

Gambar 3c. Ultimate Supply Chain

Lebih jauh lagi, kita akan membahas tentang rantai pasok yang dikelola dan
dijadikan sebagai konsep yang sudah atau akan diimplementasikan pada suatu

9
Tabel 2. Definisi Manajemen Rantai Pasok oleh Beberapa Penulis
Penulis Definisi
Monczka, MRP merupakan fungsi-fungsi material yang terpisah yang
Trent, dan akan dikoordinasikan kepada eksekutif untuk keseluruhan
Handfield proses material, yang dalam hal ini diperlukan suatu
(1998) kerjasama antar pemasok lintas level. MRP adalah suatu
konsep, “yang tujuan utamanya adalah untuk
mengintegrasikan dan mengelola sumber daya, aliran, dan
kontrol material yang ada dengan perspektif sistem lintas
fungsional dan lintas pemasok secara total”.
La Londe dan Strategi rantai pasok meliputi: “... dua atau lebih perusahaan
Masters dalam satu rantai pasok dengan kesepakatan jangka panjang;
(1994) ... merupakan pengembangan kepercayaan dan komitmen
dalam suatu hubungan; ... integrasi aktivitas logistik yang
melibatkan sharing data permintaan dan penjualan; ... suatu
potensi perubahan lokus kontrol pada proses logistik.”
Stevens (1989) “Tujuan mengelola rantai pasok adalah untuk menyelaraskan
kebutuhan pelanggan dengan aliran material dari pemasok,
untuk mendapatkan keseimbangan atas ketimpangan tujuan
yang sering terjadi dalam memberikan pelayanan terbaik
untuk pelanggan, manajemen inventory rendah, dan biaya per
unit rendah.”
Houlihan Perbedaan antara manajemen rantai pasok dan kontrol
(1988) material serta manufaktur klasik adalah: “1) Rantai pasok
dipandang sebagai proses tunggal. Tanggung jawab untuk
berbagai segmen di dalam rantai tidak terpisah-pisah,
kemudian diserahkan pada ranah fungsional seperti
manufaktur, pembelian, distribusi, dan penjualan. 2)
Manajemen rantai pasok bergantung pada pengambilan
keputusan strategis. “Supply” merupakan tujuan bersama dari
semua fungsi di dalam rantai secara praktis dan signifikan
khususnya dalam hal strategis karena akan berdampak pada
keseluruhan biaya dan pangsa pasar. 3) Manajemen rantai
pasok memiliki perspektif yang berbeda pada inventory yang
digunakan sebagai suatu mekanisme keseimbangan untuk
alternatif terakhir. 4) Diperlukan sebuah pendekatan baru pada
sistem – integrasi lebih baik dari pada terpisah-pisah.
Jones dan “Manajemen rantai pasok berhubungan dengan total aliran
Riley (1985) material dari pemasok sampai konsumen akhir...”
Cooper et al. Manajemen rantai pasok adalah “... suatu filosofi terintegrasi
(1997) yang digunakan untuk mengelola total aliran dalam saluran
distribusi dari pemasok sampai konsumen terakhir”
organisasi. Manajemen rantai pasok didefinisikan dengan pengertian yang
berbeda-beda oleh beberapa penulis. Mentzer et al., (2001) telah merangkumkan

10
beberapa definisi dan penjelasan lainnya mengenai “manajemen rantai pasok”
yang digali dari beberapa penulis yang dapat dilihat pada Tabel 2.
2.1.1. Manajemen Rantai Pasok sebagai Filosofi Manajemen
Sebagai suatu filosofi, MRP mengambil pendekatan sistem untuk melihat
rantai pasok sebagai entitas tunggal. Bukan hanya sekedar rangkaian dari bagian
bagian yang terpisah, yang tiap bagiannya menjalankan fungsinya (Ellram dan
Cooper 1990; Houlihan 1988; Tyndall et al. 1998). Dengan kata lain, filosofi
manajemen rantai pasok telah meluas dari konsep kemitraan kepada usaha
beberapa perusahaan untuk mengelolan aliran total produk dari pemasok sampai
pada konsumen akhir (Ellram 1990; Jones dan Riley 1985). Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa MRP merupakan kompilasi kepercayaan dari beberapa
perusahaan di dalam rantai pasok yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kinerja semua anggota rantai pasok, sampai pada mata rantai yang
paling ujung, yang berarti juga mempengaruhi keseluruhan kinerja rantai pasok
(Cooper et al. 1997).
MRP sebagai filosofi manajemen mencari keselarasan dan konvergensi
kapabilitas operasional dan strategis baik di dalam perusahaan maupun antar
perusahaan menjadi sebuah kesatuan, menyatukan kekuatan pasar (Ross, 1998).
MRP sebagai suatu filosofi yang terintegrasi mengarahkan anggota rantai pasok
untuk fokus mengembangkan solusi-solusi inovatif untuk menciptakan nilai
pelanggan yang unik dengan sumberdaya tersendiri. Langley dan Holcomb (1992)
menyatakan bahwa tujuan MRP sebaiknya merupakan keselarasan dari
keseluruhan aktivitas rantai pasok untuk menciptakan nilai pelanggan. Sehingga
filosofi MRP menyatakan bahwa batasan MRP tidak hanya meliputi logistik,
namun juga keseluruhan fungsi-fungsi yang lain di dalam perusahaan dan di
dalam rantai pasok untuk menciptakan nilai dan kepuasan pada pelanggan. Dalam
konteks ini, memahami nilai dan kebutuhan pelanggan merupakan hal yang
penting (Ellram dan Cooper 1990; Tyndall et al. 1998) . Dengan kata lain, filosofi
MRP mengarahkan anggota rantai pasok untuk memiliki orientasi pelanggan.
Berdasarkan pembahasan di atas, Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa
MRP sebagai filosofi manajemen memiliki karakteristik sebagai berikut:

11
1) Suatu pendekatan sistem untuk melihat rantai pasok sebagai satu
kesatuan yang utuh, dan untuk mengelola total aliran inventory barang
dari pemasok kepada konsumen akhir.
2) Suatu orientasi strategis menuju usaha kooperatif untuk menyelaraskan
dan mempertemukan kapabilitas operasional dan strategis baik di dalam
perusahaan maupun antar perusahaan pada satu kesatuan yang utuh.
3) Suatu fokus pelanggan untuk menciptakan nilai pelanggan yang unik
dan sumber daya tersendiri, yang membawa pada kepuasan pelanggan.

2.1.2. Manajemen Rantai Pasok sebagai Serangkaian Aktivitas untuk


Mengimplementasikan Filosofi Manajemen

Dalam mengadopsi filosofi manajemen rantai pasok, perusahaan harus


membangun praktek-praktek manajemen yang membuat mereka berperilaku
secara konsisten dengan filosofi yang dimaksud. Seperti halnya banyak penulis
yang berfokus pada aktivitas yang mencirikan manajemen rantai pasok. Penelitian
berikut menyatakan beberapa aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk
mengimplementasikan filosofi MRP dengan sukses.
Aktivitas-aktivitas MRP tersebut antara lain :
1. Integrated Behavior (Perilaku yang terintegrasi)
Bowersox dan Closs (1996) berpendapat bahwa untuk mencapai
keefektifan yang penuh di lingkungan persaingan saat ini, perusahaan
harus memperluas perilaku terintegrasi mereka untuk mempertemukan
pelanggan dengan pemasok. Perluasan perilaku terintegrasi ini, melintasi
integrasi eksternal, mengacu pada Bowersox dan Closs (1996) sebagai
manajemen rantai pasok. Dalam konteks ini, filosofi MRP pada saatnya
akan berubah menjadi implementasi manajemen rantai pasok: Serangkaian
aktivitas yang menjunjung filosofinya. Serangkaian aktivitas ini
merupakan usaha yang terkoordinasi yang disebut manajemen rantai pasok
antara mitra-mitra rantai pasok, seperti pemasok, perantara, dan
manufaktur, untuk merespon kebutuhan konsumen secara dinamis (Greene
1991).

12
2. Mutually Sharing Information (Berbagi informasi satu sama lain)
Terkait dengan perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi satu sama lain
diantara anggota rantai pasok sangat diperukan untuk
mengimplementasikan filosofi MRP, terutama dalam hal perencanaan dan
proses monitoring (Cooper et al. 1997; Cooper, Lambert, dan Pagh 1997;
Ellram dan Cooper 1990; Novack, Langley, dan Rinehart 1995; Tyndall et
al. 1998). Cooper, Lambert, dan Pagh (1997) menyoroti tentang update
informasi yang rutin diantara anggota rnati pasokan agar manajemen rantai
supali menjadi efektif. The Global Logistics Research Team di Michigan
State University (1995) mendefinisikan berbagi informasi sebagai suatu
kesediaan untuk membuat data strategis dan taktis yang dapat diakses oleh
semua anggota rantai pasok. Keterbukaan dalam berbagi informasi seperti
tingkat inventory, peramalan, strategi promosi penjualan, dan strategi
pemasaran dapat mengurangi ketidakpastian diantara mitra pemasok dan
akhirnya dapat meningkatkan kinerja rantai pasok (Andel 1997; Lewis dan
Talalayevsky 1997; Lusch dan Brown 1996; Salcedo dan Grackin 2000).
3. Mutually Sharing Risk Dan Rewards (Berbagi resiko dan penghargaan
satu sama lain)

MRP yang efektif juga memerlukan aktivitas berbagi resiko dan


penghargaan satu sama lain untuk mendapatkan keuntungan kompetitif
(Cooper dan Ellram 1993). Berbagi resiko dan penghargaan sebaiknya
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang (Cooper et al. 1997).
Berbagi resiko dan penghargaan sangat penting untuk fokus jangka
panjang dan kerjasama diantara anggota rantai pasok (Cooper et al. 1997;
Cooper, Lambert, dan Pagh 1997; Ellram dan Cooper 1990; Novack,
Langley, dan Rinehart 1995; Tyndall et al. 1998).
4. Cooperation (Kerjasama)
Kerjasama diantara anggota rantai pasok diperlukan untuk MRP yang
efektif (Ellram dan Cooper 1990; Tyndall et al. 1998). Kerjasama dalam
hal ini mengacu pada kesamaan atau keharmonisan, aktivitas-aktivitas
yang terkoordinasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam
suatu hubungan bisnis untuk menghasilkan beberapa outcome atau

13
outcome yang superior yang merupakan harapan bersama dari waktu ke
waktu (Anderson dan Narus 1990). Kerjasama tidak terbatas pada
kebutuhan transaksi dan apa yang terjadi saat ini pada beberapa tingkat
manajemen (misalnya, pada manajer operasional ataupun manajer pada
tingkat atas), namun melibatkan koordinasi lintas fungsional diantara
anggota rantai pasok (Cooper et al. 1997). Tindakan bersama dalam
hubungan yang intim mengacu pada perwujudan aktivitas utama dalam
kerjasama atau cara yang terkoordinasi (Heide dan John 1990). Kerjasama
dimulai dari perencanaan bersama dan diakhiri dengan kontrol bersama
untuk mengevaluasi kinerja dari anggota rantai pasok, sebagaimana rantai
pasok sebagai satu kesatuan (Cooper et al. 1997). Perencanaan dan
evaluasi bersama melibatkan proses-proses yang telah dan sedang
berlangsung dalam beberapa tahun (Cooper et al. 1997). Dalam hal
perencanaan dan kontrol, diperlukan kerjasama untuk mengurangi
inventory rantai pasok dan mengejar efisiensi biaya rantai pasok secara
luas (Cooper et al. 1997; Dowst 1988). Lebih jauh lagi, anggota rantai
pasok harus bekerja bersama untuk pengembangan produk baru dan
keputusan-keputusan portofolio produk (Drozdowski 1986). Terakhir,
desain kontrol kualitas dan sistem pengiriman juga dilakukan dengan aksi
bersama (Treleven 1987).
5. The Same Goal Dan The Same Focus On Serving Customers (Tujuan
dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan)

La Londe dan Masters (1998) berpendapat bahwa suatu rantai pasok akan
sukses juka semua anggota rantai pasok tersebut memiliki tujuan dan
fokus yang sama dalam melayani pelanggan. Membangun tujuan dan
fokus yang sama diantara anngota rantai pasok merupakan satu bentuk
integrasi kebijakan. Lassar dan Zinn (1995) menyatakan bahwa hubungan
yang sukses bertujuan untuk mengintegrasikan kebijakan rantai pasok
untuk menghindari kerugian dan tumpang tindih pekerjaan, sambil
mencari tingkat kerjasama yang memungkinkan partisipan untuk bisa lebih
efektif pada tingkat biaya yang lebih rendah. Integrasi kebijakan akan

14
memungkinkan jika ada budaya dan teknik manajemen yang kompatibel
diantara anggota rantai pasok.
6. Integration of Processes (Integrasi proses)
Implementasi MRP memerlukan integrasi proses dari sumberdaya sampai
manufaktur dan distribusi lintas rantai pasok (Cooper et al. 1997; Ellram
dan Cooper 1990). Integrsi dapat dilaksanakan melalui tim lintas
fungsional, personel pemasok yang terpasang, dan penyedia jasa sebagai
pihak ketiga (Cooper et al. 1997).
Stevens (1989) mengidentifikasi empat tahapan integrasi rantai pasok dan
membahas implikasi perencanaan dan operasinya pada tiap-tiap tahap
sebagai berikut:
Tahap 1) Merepresentasikan kasus dasar. Rantai pasok merupakan suatu
fungsi dari operasi yang terpisah pisah di dalam perusahaan masing-
masing dan dicirikan melalui inventory yang bertahap, mdaniri, dan
memiliki sistem kontrol dan prosedur yang tidak kompatibel, dan
mengkotak-kotakkan fungsi-fungsi yang ada.
Tahap 2) Mulai fokus pada integrasi internal, dicirikan oleh munculnya
pengurangan biaya, belum pada perbaikan kinerja, inventory penyangga,
evaluasi awal transaksi internal, dan layanan pelanggan yang reaktif.
Tahap 3) Menuju tercapainya integrasi korporat internal dan dicirikan oleh
visibilitas penuh pembelian melalui distribusi, perencanaan jangka
mengengah, lebih mengutamakan hal-hal yang taktis daripada fokus
strategis, munculnya efisiensi, perluasan penggunaan dukungan elektronik
untuk akses jaringan, dan pendekatan reaktif yang berkelanjutan untuk
pelanggan.
Tahap 4) Mencapai integrasi rantai pasok dengan memperluas cakupan
integrasi di luar perusahaan untuk merangkul pemasok dan pelanggan.
7. Partners to Build dan Manintain Long-Term Relationships (Mitra
untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang)

Manajemen rantai pasok yang efektif diciptakan berdasarkan serangkaian


kemitraan, sehingga MRP memerlukan mitra untuk membangun dan
memelihara hubungan jangka panjang (Cooper et al. 1997; Ellram dan

15
Cooper 1990; Tyndall et al. 1998). Cooper et al. (1997) percaya hubungan
horison waktu akan meluas bukan hanya sebatas kontrak – mungkin belum
pasti – dan, pada waktu yang sama jumlah mitra sebaiknya dalam jumlah
yang kecil untuk memfasilitasi kerjasama yang meningkat. Gentry dan
Vellenga (1996) berpendapat bahwa bukan merupakan suatu yang biasa
jika semua aktivitas utama dalam rantai – logistik inbound dan outbound,
operasi, pemasaran, penjualan, dan jasa – akan diperlihatkan oleh salah
satu perusahaan untuk memaksimalkan nilai pelanggan. Sehingga,
penyusunan aliansi strategis dengan mitra rantai pasok seperti pemasok,
pelanggan, atau perantara (misalnya layanan transportasi dan/atau
pergudangan) memberikan keuntungan kompetitif melalui penciptaan nilai
pelanggan (Langley dan Holcomb 1992).

2.1.3. Manajemen Rantai Pasok sebagai Serangkaian Proses Manajemen


Davenport (1993) mendefinisikan proses sebagai serangkaian aktivitas yang
terstruktur dan terukur yang dibuat untuk menghasilkan output yang spesifik
untuk pelanggan atau pasar tertentu. La Londe (1997) berpendapat bahwa MRP
merupakan proses mengelola hubungan, informasi, dan aliran material lintas
batasan perusahaan untuk memberikan peningkatan layanan pelanggan dan nilai
ekonomi melalui manajemen yang telah diselaraskan pada aliran barang-barang
fisik dan informasi yang menyertainya dari sumber bahan baku hingga
konsumsinya. Ross (1998) mendefinisikan proses rantai pasok sebagai fungsi-
fungsi, institusi, dan operasi bisnis fisik aktual yang mencirikan jalannya
pergerakan barang dan jasa pada rantai pasok tertentu pada pasar melalui saluran
pipa pasokan. Dengan kata lain, suatu proses merupakan pengaturan yang spesifik
dari aktivitas lintas ruang dan waktu, dengan awalan dan akhiran, dengan jelas
teridentifikasi input dan output nya, serta suatu struktur untuk tindakan yang
dilakukan (Cooper et al. 1997; Cooper, Lambert, dan Pagh 1997; Ellram dan
Cooper 1990; Novack, Langley, dan Rinehart 1995; Tyndall et al. 1998).
Lambert, Stock, dan Ellram (1998) menyatakan bahwa untuk
mengimplementasikan MRP dengan sukses, semua perusahaan dengan suatu
rantai pasok harus menguasasi tiap divisi fungsional mereka sendiri dan
mengadopsi sutau pendekatan proses. Sehingga, fungsi-fungsi di dalam rantai

16
pasok bisa diatur kembali sebagai proses kunci. Perbedaan yang kritis antara
fungsi-fungsi tradisional dan apa itu pendekatan proses adalah bahwa fokus pada
setiap proses merupakan cara untuk menemukan kebutuhan pelanggan dan bahwa
perusahaan diatur di seputar proses ini (Cooper et al. 1997; Cooper, Lambert, dan
Pagh 1997; Ellram dan Cooper 1990; Novack, Langley, dan Rinehart 1995;
Tyndall et al. 1998). Lambert, Stock, dan Ellram (1998) menyatakan pada
umumnya proses-proses kunci meliputi manajemen hubungan pelanggan,
pengadaan, dan pengembangan produk, serta komersialisasi.

2.2. Orientasi Rantai Pasok (ORP)


Walaupun beberapa perspektif manajemen rantai pasok di atas sangat
membantu dalam pendefinisian, namun terdapat indikasi bahwa literatur yang ada
sesungguhnya mencoba untuk mendefinisikan dua konsep dengan satu
terminologi manajemen rantai pasok. Pertama, koordinasi suatu rantai pasok dari
perspektif sistem secara keseluruhan, dengan masing-masing aktivitas taktis aliran
distribusi terlihat dalam konteks strategis yang lebih luas (yang disebut MRP
sebagai suatu filosofi manajemen) lebih tepat disebut dengan Supply Chain
Orientation/ Orientasi Rantai pasok. Sedangkan yang kedua, implementasi yang
sesungguhnya dari orientasi ini, lintas perusahaan-perusahaan yang berbeda dalam
rantai pasok, lebih tepat disebut dengan Supply Chain Manajemen/ Manajemen
Rantai pasok. Perspektif ini membawa Mentzer et al., (2001) pada definisi salah
satu konsep krusial berikut :
Orientasi Rantai Pasok didefinisikan sebagai pengakuan oleh suatu
organisasi sistemik, implikasi strategis dari aktivitas taktis yang terlibat dalam
mengelola berbagai aliran dalam suatu rantai pasok. Sehingga suatu perusahaan
bisa disebut memiliki orientasi rantai pasok (ORP) hanya jika manajemennya bisa
melihat implikasi dari pengelolaan aliran produk, jasa, keuangan, dan informasi
dari hulu ke hilir dari pemasok ke pelanggan mereka. Berdasarkan definisi
tersebut, suatu perusahaan belum dikatakan memiliki orientasi rantai pasok jika
hanya melihat sistemik dan implikasi strategisnya dalam satu arah. Sehingga,
dalam Gambar 3a, perusahaan di tengah yang menjalankan rantai pasok dapat
dikatakan memiliki ORP, namun kedua perusahaan pada kedua ujungnya belum
bisa dikatakan memiliki ORP (karena pemasok hanya fokus di rantai pasok bawah

17
– orientasi “saluran” klasik – dan pelanggan hanya fokus pada rantai pasok atas –
orientasi “pengadaan” klasik).
Lebih jauh lagi, Mentzer et al. 2001 menyatakan bahwa perusahaan dengan
ORP pun belum tentu dapat mengimplementasikan rantai pasok – karena
implementasi semacam ini memerlukan suatu ORP lintas beberapa perusahaan
yang secara langsung terhubung di dalam rantai pasok. Perusahaan dengan ORP
dapat diimplementasikan secara individu, atau taktik relokasi rantai pasok (seperti
Just In Time delivery, atau Electronic Data Interchange dengan pemasok dan
pelanggan), namun bukan disebut manajemen rantai pasok kecuali mereka
terkoordinasi (sebuah orientasi strategis) di seluruh rantai pasok (orientasi
sistemik). Implementasi ORP memerlukan beberapa perusahaan dalam rantai
pasok untuk memanfaatkan proses–proses yang telah dibahas pada bab
sebelumnya untuk mewujudkan aktivitas MRP. MRP adalah implementasi ORP
lintas beberapa pemasok dan beberapa pelanggan. Perusahaan yang
mengimplmentasikan MRP harus terlebih dahulu memiliki ORP. Dalam extended
supply chain (Gambar 3b), semua perusahaan yang terlibat memiliki orientasi
rantai pasok, kecuali pemasok paling pertama dan pelanggan terakhir. Karena
pemasok pertama hanya fokus pada pelanggaannya, dan pelanggan terakhir hanya
fokus pada pemasoknya, sehingga belum bisa dikatakan memiliki orientasi hulu-
hilir. Dengan kata lain, ORP merupakan filosofi manajemen dan MRP merupakan
total dari keseluruhan aksi-aksi manajemen yang telah dilakukan untuk
mewujudkan filosofi tersebut.

2.2.1. Variabel - variabel Orientasi Rantai pasok


Pada umumnya hubungan dalam rantai pasok merupakan hubungan jangka
panjang dan memerlukan koordinasi strategis. Oleh karena itu Mentzer et al.
(2001) menguji variabel dan outcome dari manajemen rantai pasok pada tingkat
strategis. Variabel-variabel inilah yang akan menjadi referensi dasar yang akan
digunakan penulis sebagai input dalam metode penelitian tentang kesediaan
pengepul ikan hias untuk berpartisipasi dalam organisasi rantai pasok ikan hias di
Kepulauan Seribu.

18
Supply Chain
Orientation Supply Chain Consequences
Management
• Systemic View
• Strategic View
• Three or more
contigous companies
with a CSO
Single Company • Information Sharing
Antecedents • Shared Risk dan • Lower Cost
Rewards • Improved
Willingness to address: • Cooperation Customer Value
• Trust • Similar Customer dan Satisfaction
• Commitment Service Goals dan • Competitive
• Interdependence Focus Advantage
• Organizational • Integration of Key
Compatibility Processes
• Vision • Long-Term
• Key Processes Relationships
• Leader • Interfunctional
• Top Management Coordination
Support

Gambar 4. Variabel (antecedents) dan Outcome (consequences) Manajemen


Rantai pasok, (Mentzer et. al., 2001)

Gambar di atas mengilustrasikan bahwa ada beberapa hal yang seharusnya


dimiliki oleh suatu perusahaan agar dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut
memiliki orientasi rantai pasok. Selanjutnya, manajemen rantai pasok dapat
diimplementasikan, terlihat dari indikator-indikator outcome yang ada. Sehingga
pada akhirnya, dampak positif akan didapatkan oleh perusahaan-perusahaan yang
terlibat di dalam rantai pasok tersebut, meliputi penekanan biaya operasional,
peningkatan nilai dan kepuasan pelanggan, serta keunggulan kompetitif.
Berikut dijelaskan secara detail berdasarkan penelitian terdahulu yang telah
direview dan dianalisis oleh Mentzer et al. (2001) sebagai variabel-variabel yang
harus dimiliki perusahaan pada tingkat awal menuju orientasi rantai pasok:
1. Trust (kepercayaan)
Morgan dan Hunt (1994) menyatakan bahwa kerjasama akan muncul
secara langsung dari hubungan kepercayaan dan komitmen. Moorman,
Deshpdane, dan Zaltman (1993) mendefinisikan rasa percaya sebagai
suatu kesediaan untuk mengandalkan mitra lain yang telah memiliki
kepercayaan diri. Walaupun kepercayaan dan komitmen keduanya adalah
penting untuk membuat kerjasama dapat berjalan dengan baik,

19
kepercayaan merupakan faktor penentu yang paling utama untuk
hubungan komitmen (Achrol 1991). Maka dari itu, kepercayaan memiliki
hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kerjasama.
Dwyer, Schurr, dan Oh (1987) memberikan contoh peran kepercayaan
dalam suatu hubungan, antara lain untuk mengatasi permasalahan dalam
hal kekuatan, konflik, dan profitabilitas rendah. Dalam atikelnya juga
dinyatakan bahwa kepercayaan memiliki dampak dalam hal berbagi resiko
dan penghargaan.
2. Commitment (Komitmen)
Dwyer, Schurr, dan Oh (1987) mendefinisikan komitmen sebagai “suatu
jaminan implisit ataupun explisit akan keberlanjutan relasi antara para
mitra”. Komitmen merupakan faktor penting bagi suksesnya hubungan
jangka panjang yang merupakan satu komponen implementasi MRP
(Gundlach, Achrol, dan Mentzer 1995). Lambert, Stock, dan Ellram
(1998) juga menyatakan bahwa komitmen untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dari sumber daya manusia yang ada merupakan hal yang
penting dalam implementasi MRP. Morgan dan Hunt (1994) meletakkan
kepercayaan dan komitmen secara bersamaan, dan menyatakan bahwa
“Komitmen dan kepercayaan merupakan ‘kunci’ karena keduanya
mendorong pemasar untuk (1) berinvestasi pada pemeliharaan hubungan
kerjasama dengan mitra, (2) lebih berorientasi pada keuntungan jangka
panjang yang didapatkan dalam kerjasama dengan mitra yang ada, dari
pada alternatif alternatif jangka pendek yang atraktif, (3) melihat bahwa
tindakan-tindakan yang memiliki potensi resiko tinggi adalah hal yang
sensitif. Oleh karena itu mereka meyakini bahwa mitra mereka tidak akan
bersikap oportunis”.
3. Interdependence (Kesalingtergantungan)
Ketergantungan suatu perusahaan dengan mitranya (kesalingtergantungan)
mengacu pada kebutuan perusahaan untuk membina hubungan dengan
mitra untuk mencapai tujuannya (Frazier, 1983). Ketergantungan yang
dimaksud disini adalah kekuatan utama dalam pengembangan solidaritas
rantai pasok (Bowersox dan Closs 1996). Ketergantungan ini adalah apa

20
yang memotivasi keinginan untuk menegosiasikan transfer fungsional,
berbagi informasi kunci, dan berpartisipasi dalam perencanaan operaional
bersama (Bowersox dan Closs 1996). Terakhir, Genesan (1994)
menyatakan bahwa ketergantungan antara satu perusahaan dengan
perusahaan yang lain secara positif berhubungan dengan orientasi
hubungan jangka panjang perusahaan.
4. Organizational Compatibility (Kompatibilitas organisasi)
Filosofi kerjasama atau budaya dan teknik manajemen dari tiap
perusahaan dalam rantai pasok harus kompatibel untuk mencapai
keberhasilan dalam MRP (Cooper et al. 1997; Tyndall et al. 1998).
Kompatibilitas organisasi didefinisikan sebagai goal dan tujuan-tujuan
komplemen, sebagaimana juga dinyatakan dalam filosofi operasional dan
budaya korporat (Bucklin dan Sengupta 1993). Bucklin dan Sengupta
menunjukkan bahwa kompatibilitas organisasi antara beberapa perusahaan
dalam suatu aliansi memiliki dampak positif yang kuat terhadap
keefektifan suatu hubungan (misalnya persepsi bahwa suatu hubungan
tersebut produktif dan layak untuk dipertahankan). Cooper, Lambert, dan
Pagh (1997) juga perpendapat bahwa pentingnya budaya korporat dan
kompatibilitasnya lintas anggota rantai pasok tidak boleh dianggap remeh.
Dengan definisi ORP yang ditetapkan di atas serta beberapa pendapat
tentang kompatibilitas organisasi dalam rantai pasok, menunjukkan bahwa
setiap perusahaan harus memiliki ORP untuk mencapai MRP.
5. Vision (Visi)
Visi membantu perusahaan dengan goal yang spesifik dan strategis
tentang bagaimana mereka merencanakan segala sesuatunya untuk
mengidentifikasi dan mewujudkan kesempatan yang mereka harapkan
untuk menemukan pasar (Ross, 1998).
6. Key Processess (Proses-proses Kunci)
Lambert, Stock, dan Ellram (1998) berpendapat bahwa seharusnya ada
suatu kesepakatan tentang visi dan proses-proses kunci MRP. Ross (1998)
berpendapat bahwa kreasi dan komunikasi visi MRP milik pemenang
pasar kompetitif pun tidak hanya ditetapkan oleh perusahaan-perusahaan

21
secara individu, namun oleh keseluruhan rantai pasok (dengan definisi
ORP oleh Mentzer, et al., 2001). Hal ini sangat penting sebelum
implementasi MRP dimulai, misalnya dengan terlebih dahulu memenuhi
variabel-variabel MRP yang tergambar pada Gambar 5 di atas.
7. Leader (Pemimpin)
Dalam hal struktur kekuatan dan kepemimpinan dalam organisasi rantai
pasok, diperlukan satu perusahaan yang diasumsikan berperan sebagai
pemimpin (Lambert, Stock, dan Ellram 1998). Bowersox dan Closs (1996)
berpendapat bahwa rantai pasok perlu pemimpin sebagaimana juga
organisasi secara individu. Ellram dan Cooper (1990) menyatakan bahwa
seorang pemimpin rantai pasok berperan seperti seorang kapten saluran
dalam referensi saluran-saluran pasar yang ada, serta memainkan peran
kunci dalam mengkoordinasi dan mellihat secara keseluruhan gambaran
besar rantai pasok. Bowersox dan Closs (1996) berpendapat bahwa pada
banyak situasi, perusahaan tertentu bisa berfungsi sebagai pemimpin rantai
pasok sebagai solusi untuk ukuran, kekuatan ekonomi, dukungan
pelanggan, perdagangan waralaba yang komprehensif, atau inisiasi dari
hubungan antar perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Schmitz,
Frankel, dan Frayer (1994) menunjukkan fakta bahwa kesuksesan
manajemen rantai pasok secara langsung terhubung dengan adanya
kepemimpinan konstruktif yang mampu menstimulasi perilaku kooperatif
di antara perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi.
8. Top Management Support (Dukungan manajemen puncak)
Beberapa penulis menyatakan bahwa dukungan manajemen puncak
memiliki peran yang kritis dalam membentuk nilai, orientasi, dan arah
organisasi (Felton 1959; Hambrick dan Mason 1984; Kotter 1990; Tosti
dan Jackson 1990; Webster 1988). Day dan Lord (1988) menemukan
bahwa manajer puncak memiliki pengaruh yang penting pada kinerja
organisasi. Lambert, Stock, dan Ellram (1998) menyatakan bahwa
dukungan manajemen puncak, kepemimpinan, dan komitmen untuk
berubah merupakan variabel-variabel yang penting untuk implementasi
MRP. Dalam konteks yang sama, Loforte (1991) berpendapat bahwa

22
kurangnya dukungan manajemen puncak merupakan hambatan bagi
terimplementasinya MRP.

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa pengakuan akan pentingnya variabel-


variabel tersebut oleh perusahaan secara khusus direpresentasikan sebagai
variabel-variabel untuk ORP. Ketika perusahaan-perusahaan yang berdekatan di
di dalam rantai pasok masing-masing dapat meraih ORP, mereka dapat memulai
proses implementasi untuk mewujudkan MRP. Dengan kata lain, ORP merupakan
kesediaan dari satu perusahaan untuk mengatasi isu-isu yang terdaftar di Gambar
5 dari suatu perspektif strategik dan sistemik. Menajemen rantai pasok hanya akan
tercapai jika beberapa perusahaan berada dalam satu barisan dalam rantai pasok
dan memiliki orientasi serta bergerak menuju implementasi filosofi manajemen
ORP.

2.2.2. Model Manajemen Rantai Pasok (Mentzer et al, 2001)


Walaupun dari waktu ke waktu terminologi manajemen rantai pasok
memiliki beberapa definisi oleh beberapa penulis, namun Mentzer et al, 2001
mengembangkan satu definisi MRP tunggal yang dapat mewakili semua definisi
yang ada. Beberapa literatur mengilustrasikan bahwa manajemen rantai pasok
melibatkan beberapa perusahaan, beberapa aktivitas bisnis, dan koordinasi dari
segala aktivitas lintas fungsional dan lintas perusahaan di dalam rantai pasok.
Akhirnya, Mentzer et al. (2001) menyatukan beberapa aspek manajemen rantai
pasok dari beberapa literatur menjadi satu definisi tunggal sebagai berikut :

Supply Chain Management is defined as the systemic, strategic


coordination, of the traditional business functions dan the tactics across
these business functions within a particular company dan across businesses
within the supply chain, for the purposes of improving the long-term
performance of the individual companies dan the supply chain as a whole.

Definisi tersebut memiliki implikasi yang besar terhadap manajemen rantai


pasok, dan membawa pada pengembangan model konseptual yang di ilustrasikan
pada Gambar 5. Menurut Mentzer et al. (2001), suatu rantai pasok dapat
digambarkan sebagai pipa, sebagaimana terlihat pada Gambar 5 yang
memperlihatkan pipa dari penampang samping, menunjukkan arah aliran rantai

23
pasok (barang, jasa, sumber daya keuangan, informasi yang menyertai aliran
rantai pasok, dan aliran informasi tentang permintaan dan peramalan). Fungsi-
fungsi bisnis tradisional, yaitu pemasaran, penjualan, riset dan pengembangan,
peramalan, produksi, pengadaan, logistik, teknologi informasi, keuangan, dan
pelayanan pelanggan mengelola dan menyelesaikan aliran ini dari pemasok paling
awal sampai pada konsumen paling akhir untuk memberikan nilai dan kepuasan
pelanggan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan profitabilitas tinggi untuk
masing-masing perusahaan di dalam rantai pasok, dan rantai pasok secara
keseluruhan.
Koordinasi antar fungsional meliputi pengujiian akan peran kepercayaan,
komitmen, resiko, dan ketergantungan dalam viabilitas dalam berba gi fungsi
internal dan koordinasi. Koordinasi inter-corporate meliputi pergantian
fungsional di dalam rantai pasok, peran dari berbagai jenis penyedia pihak

The Supply Chain Supply


Chain
The Global Environment Flows

Inter-Corporate Coordination
(Functional Shifting, Third-Party Providers, Relationship Management, Supply Chain Structures) Products

Marketing
Sales Services Customer
Inter- Satisfaction/
Functional Research and Development Value/
Coordination Forecasting Information Profitability/
(Trust, Production Competitive
Commitment, Advantage
Risk, Purchasing Financial
Dependence, Logistics
Resources
Behaviors) Information Systems
Finance
Demand
Customer Service

Supplier’s Supplier Supplier Focal Firm Customer Customer’s Customer Forecasts

Gambar 5. Model Manajemen Rantai pasok (Mentzer et al., 2001)

ketiga, bagaimana hubungan antar perusahaan seharusnya dikelola, dan viabilitas


dari struktur rantai pasok yang berbeda.
Akhirnya, keseluruhan fenomena yang beraneka ragam tersebut dikemas
dalam sebuah rancangan global secara relevan, dan direpresentasikan oleh

24
Mentzer et al. (2001) pada Gambar 5. Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian
ini, penulis akan mengujikan definisi dan model Manajemen Rantai pasok oleh
Mentzer et al., (2001) ke dalam kasus yang sedang diteliti, dengan ruang lingkup
yang terbatas, yaitu tentang kesediaan nelayan dan pengepul ikan hias laut
(sebagai salah satu anggota rantai pasok yang langsung berhubungan dengan
perusahaan eksportir) untuk berpartisipasi dalam rantai pasok ikan hias laut non
sianida di Kepulauan Seribu.

25

Anda mungkin juga menyukai