Anda di halaman 1dari 36

KASUS RESIKO BUNUH DIRI DENGAN TERAPI KOGNITIF

Oleh :

KELOMPOK I

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang
berjudul “Kasus Resiko BunuhDiri dengan Terapi Kognitif”
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak akan terlaksana dengan
baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada dosen yang telah memberikan bimbingan serta tambahan pengetahuan pada penulis.
Namun penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
demi tercapainya kesempurnaan di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita pembaca terutama bagi kami sendiri, dan
dapat berguna dimasa yang akan datang.

Padang, April 2014

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................i


DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................
1.2 Tujuan ............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................
BAB III KASUS ................................................................................................
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................
3.2 Saran ..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terapi Kognitif

Kognisi adalah suatu tindakan atau proses memahami. Terapi kognitif menjelaskan

bahwa bukan suatu peristiwa yang menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptif

melainkan harapan masyarakat, penilaian, dan interpretasi dari setiap peristiwa ini. Sugesti

bahwa perilaku maladaptif dapat diubah oleh berhubungan langsung dengan pikiran dan

keyakinan orang (Stuart, 2009).

Secara khusus, terapis kognitif percaya bahwa respon maladaptif muncul dari distorsi

kognitif. Distorsi kognitif merupakan kesalahan logika, kesalahan dalam penalaran, atau

pandangan individual dunia yang tidak mencerminkan realitas. distorsi dapat berupa positif atau

negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten dapat melihat kehidupan dengan cara yang

realistis positif dan dengan demikian mengambil peluang berbahaya, seperti menyangkal

masalah kesehatan dan mengaku sebagai "terlalu muda dan sehat untuk serangan jantung".

distorsi kognitif mungkin juga negatif, seperti yang diungkapkan oleh orang yang menafsirkan

semua situasi kehidupan disayangkan sebagai bukti kurang lengkap diri. Distorsi kognitif umum

tercantum dalam tabel di bawah ini (Stuart, 2009)

Tabel Bentuk Distorsi Kongnisi (Stuart, 2009)


N Kelainan Kongnisi Pengertian Contoh
o
1 Overgeneralization Mengrkan Seseorang mahasiswa
kesimpulan secara yang gagal dalam satu
menyeluruh segala ujian mengatakan :
sesuatu berdasarkan “kayaknya saya enggak
kejadian tunggal. akan lulus dalam setiap
ujian”.
2 Personalization Menghubungkan “ atasan saya
kejadian diluar mengatakan
terhadap dirinya produktivitas
meskipun hal tersebut perusahaan sedang
tidak beralasan. menurun tahun ini, saya
yakin kalau pernyataan
ini ditujukan pada diri
saya”.
3 Dichotomus Berfikir ekstrim, “ Bila suami saya
thinking menganggap segala meninggalkan saya,
sesuatunya selalu saya pikir saya lebih
sangat bagus atau baik mati”.
buruk.
4 Catastrophizing Berfikir sangat buruk “saya lebih baik tidak
tentang orang dan mengisi formulir
kejadian. promosi jabatan itu,
sebab saya tidak
menginginkan dan tidak
akan nyaman dengan
jabatan itu”.
5 Selective abstraction Berfokus pada detail, Seorang istri percaya
tetapi tidak relavan bahwa suaminya tidak
dengan informasi mencintainya sebab ia
yang lain. datang terlambat dari
pekerjaannya, tetapi ia
mengabaikan
perasaannya, hadiah dari
suaminya tetap diterima
dan libur bersama tetap
direncanakan.
6 Arbitary inference Menggambarkan Teman saya tidak
kesimpulan yang pernah lama menyukai
salah tanpa didukung saya sebab ia tidak mau
data. diajak pergi.
7 Mind reading Percaya bahwa Mereka pasti berfikir
seseorang bahwa dirinya terlalu
mengetahui kurus atau terlalu
pemikiran orang lain gemuk.
tanpa mengecek
kebenarannya.
8 Magnification Exaggregating the Saya telah
importance of events. meninggalkan makan
malam saya, hal ini
menunjukkan betapa
tidak kompetennya saya.
9 Externalization of Menentukan tata nilai Saya sudah berusaha
self worth sendiri untuk untuk kelihatan baik
diterapkan pada setiap waktu tetapi
orang lain. teman-teman saya yang
tidak menginginkan
saya berada di
sampingnya.

Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek terstruktur berorientasi terhadap masalah

saat ini dan bersifat individu. Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan
terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan

dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi (Singgih, 2007).

2.2 Tujuan Terapi Kognitif

Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping dengan menggunakan terapi

kognitif adalah sebagai berikut :

1. Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menentang keakuratan

kognisi negative klien. Selain itu, juga untuk memperkuat persepsi yang lebih akurat dan

mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi. Dalam beberapa

penelitian, terapi ini sama efektifnya dengan terapi depresan.

2. Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.

3. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara

berpikir atau mengembangkan pola piker yang rasional.

4. Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang maladaptive,

pikiran yang mengannggu secara otomatis, serta proses pikir tidak logis yang dibesar-

besarkan. Berfokus pada pikiran individu yang menentukan sifat fungsionalnya.

5. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala depresi

dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir maladaptive dan

otomatis. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan-kepercayaan

yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan yang dapat

menyebabkan depresi. Klien menyadari kesalahan cara berpikirnya. Kemudian klien

harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan

perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran dan
harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantun klien mengidentifikasi

kondisi negative, mencari alternative, membuat skema yang sudah ada menjadi lebih

fleksibel, dan mencari kognisi perilaku baru yang lebih adaptif.

6. Membantu menargetkan proses berpikir serta perilaku yang menyebabkan dan

mempertahankan panik atau kecemasan. Dilakukan dengan cara penyuluhan klien,

restrukrisasi jognitif, pernapasan rileksasi terkendali, umpan balik biologis,

mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, dan reframing.

7. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif

kompulsif dan selanjutnya mencegah responsnya. Misalnya dengan cara pelimpahan atau

pencegahan respons, mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif melalui

psikoedukasi.

8. Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hirarki situasi fobia, dan

kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap mempertahankan

respons rileksasi misalnya dengan cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif

bertujuan untuk mengubah persepsi klien terhadap situasi yang ditakutinya.

9. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup dan

bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukturisasi kognitif.

10. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system keyakinan yang salah.

11. Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan praktik untuk

meningkatkan aktivitas sosialnnya.

12. Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal.

2.3 Indikasi Terapi Kognitif


Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri

yang lazim, terutama:

1. Depresi (ringan sampai sedang).

2. Gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan.

3. Indiividu yang mengalami stress emosional.

4. Gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi

pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan –

jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi.

5. Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik).

6. Gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder).

7. Gangguan makan (anoreksia nervosa).

8. Gangguan mood.

9. Gangguan psikoseksual

10. Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.

2.4 Teknik Terapi Kognitif

Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif terapi yang harus diketahui oleh perawat

jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi

secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain

seperti teknik komter, milieu therapy dan counseling. Beberapa teknik tersebut antara lain:

1. Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive)

Perawat berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan pengamatan terhadap

pemikiran dan perasaan yang muncul. Teknik restrukturasasi dimulai dengan cara
memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran yang mungkin

muncul. Biasanya dengan menggunakan pendekatan 5 kolom. Masing-masing kolom

terdiri atas perasaan dan pikiran yang muncul saat menghadapi masalah terutama yang

dianggap menimbulkan kecemasan saat ini.

Perawat jiwa dapat memberikan blanko restructuring cognitive, untuk kemudian diisi oleh

klien. Setelah mendapat penjelasan seperlunya, maka hasil analisa klien dan blanko yang

sudah terisi dibahas secara bersama.

2. Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence)

Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan menuangkan pikiran-pikiran

abtraknya secara konkrit dalam bentuk tulisan untuk memudahkan menganalisanya. Tahap

selanjutnya yang harus dilakukan perawat saat memfasilitasi kognitif terapi adalah

mencari fakta untuk mendukung keyakinan dan kepercayaannya. Klien yang mengalami

distorsi dalam pemikirannya seringkali memberikan bobot yang sama terhadap semua

sumber data atau data-data yang tidak disadarinya, seringkali klien menganggap data-data

itu mendukung pemikiran buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau anggota

lain dalam masyarakat sebagai support dalam lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut

dapat memberikan masukan yang lebih realistik kepada klien dibanding dengan

pemikiran-pemikiran buruknya. Dalam hal ini penemuan fakta dapat berfungsi sebagai

penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya. Berdasarkan data-data yang bisa

dipercaya klien bisa mengambil kesimpulan yang tepat tentang perasaanya selama ini.

3. Teknik penemuan alternatif ( examing alternatives)


Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak adanya alternative

pemecahan lagi. Khususnya pada pasien depresi dan percobaan bunuh diri. Latihan

menemukan dan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah klien bisa dilakukan

antara klien dengan bantuan perawat. Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya.

Mengurutkan masalah-masalah paling ringan dulu. Kemudian mencari dan menemukan

alternatifnya. Klien depresi atau klien klien gangguan jiwa lain menganggap masalahnya

rumit karena akumulasi berbagai masalah seperti: listrik belum dibayar, suami selingkuh,

anak sakit, genteng bocor dan lain-lain. Bila diurutkan dari yang paling ringan biasanya

klien bisa menemukan alternatif – alternatif yang bisa dilakukan. Sebagai contoh

alternatif listrik belum dibayar klien boleh memikirkan tentang : mungkin perlu surat

keterangan tidak mampu, menerima pemutusan sementara, mengganti dengan alat

penerangan lain, gabung dengan tetangga, bermusyawarah dengan keluarga yang lebih

mampu dan sebagainya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien

agar berani berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani “berpikir beda”.

4. Dekatastropik (decatastrophizing)

Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan apa ( the what-if then ). Hal ini

meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien

mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk melatih

beradaptasi dengan hal terburuk debngan apa-apa yang mungkin terjadi.

Pertanyaan – pernyataan yang dapat diajukan perawat adalah:

“ apa hal terburuk yang akan terjadi bila…”

“ apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi…?”
“ tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi…?”

Tujuannya adalah untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan. Dimana

tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Sebagai contoh klien yang tinggal

dipantai harus berani berfikir : “ apa yang akan saya lakukan bila tsunami tiba-tiba

datang?; gempa tiba-tiba melanda?; suami tiba-tiba tenggelam?; dan sebagainya.

5. Reframing

Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau perilaku.

Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari masalah atau

mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja. Perawat jiwa

penting untuk memperluas kesadaran tentang keuntungan-keuntungan dan kerugian-

kerugian dari masalah. Hal ini dapat menolong klien melihat masalah secara seimbang dan

melihat dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan negatif dari

masalah yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran dirinya. Strategi ini juga dapat

memicu kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan makna baru, sebab begitu

makna berubah maka akan berubah perilaku klien. Sebagai contoh, PHK dapat dipandang

sebagai stressor tetapi setelah klien merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK

merupakan kesempatan untuk belajar bisnis, menemukan pengalaman baru, banyaknya

waktu bersama keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih peluang kerja yang

lainnya.

6. Thought Stopping
Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti bola salju bagi klien.

Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik

berhenti memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik digunakan pada saat klien mulai

memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat menggambarkan bahwa masalahnya

sudah selesai. Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi. Menghayalkan sebuah bata di

dinding yang digunakan untuk menghentikan berpikir dysfunctional. Untuk memulainya,

klien diminta untuk menceritakan masalahnya dan mengatakan rangkuman masalahnya

dalam khayalan. Perawat menyela khayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras

“berhenti”. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari

perawat. Selanjutnya klien mencoba menerapkannya dalam situasi keseharian.

7. Learning New Behavior With Modeling

Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan kemampuan

dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah

memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa urutan kesulitannya.

Kemudian klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan masalah

yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol lingkungannya. Setelah

itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan model. Awalnya klien melakukan

pemecahan secara bersama dengan fasilitator. Selanjutnya klien mencoba

memecahkannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya bersama fasilitator.

Sebagai contoh pada klien yang memiliki stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut

magang dulu sambil belajar bisnis atau berdagang dengan orang lain, setelah mendapat

pengalaman klien bisa melakukannya sendiri.


8. Membentuk Pola ( shaping )

Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement. Misalnya anak

yang bandel dan tidak akur bdengan orang lain berniat untuk damai dan hangat dengan

orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien diberi pujian.

9. Token Economy

Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan pada

kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini dilakukan

secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk atau melakukan hal

yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien mendapat permen, setiap bangun

kesiangan mendapat tanda silang atau gambar bunga berwarna hitam. Kegiatan

berlangsung terus menerus sampai suatu saat jumlahnya diakumulasikan.

10. Role Play

Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya melalui

kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan

perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan berdasarkan

konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita. Klien biasa melihat akibat-akibat yang

akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan. Misalnya klien melihat role play tentang

seorang pasien yang tidak mau makan obat, tidak mau mandi dan sering merokok.

11. Social skill Training.


Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan apapun diperoleh sebagai

hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah:

a. Feedback

Sebagai contoh bagi klien pemalas ( abulia ), dapat diajarkan keterampilan

membersihkan lantai, perawat mendemonstrasikan cara membersihkan lantai yang

baik, selanjutnya perawat mengupayakan agar klien mempraktikkan sendiri. Perawat

melakukan feedback dengan cara menilai dan memperbaiki kegiatan yang masih

belum selesai harapan.

12. Anversion Theraphy

Anversion theraphy bertujuan untuk menghentikan kebiasan-kebiasan buruk klien dengan

cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya

kebiasaan menggigit penghapus saat boring dengan cara membayangkan bahwa

penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang menjijikan. Setiap klien kegemukan

melakukan kebiasaan ngemil makanan, maka ia dianjurkan untuk membayangkan kotoran

kambing yang dimakan terus.

13. Contingency Contracting

Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara therapist dalam hal

ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat dengan punishment dan reward. Misalnya

bila klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan merokok maka pada

saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan diberikan reward. Konsekuensi yang berat
telah disepakati antara klien dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan

buruk yang sudah disepakati untuk ditinggalkan.

Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang digunakan dalam melakukan terapi kkognitif

adalah sebagai berikut:

1. Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan

keyakinan yang menyebabkan khawatir.

2. Menggunakan teknik pertanyaan Socratic yaitu meminta klien untuk

menggambarkan, menjelaskan dan menegaskan pikiran negative yang

merendahkan dirinya sendiri. Dengan demikian, klien mulai melihat bahwa

asumsi tersebut tidak logis dan tidak rasional.

3. Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realities mengenai diri sendiri, nilai diri

dan dunia. Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru, dan

distress enmosional menjadi hilang.

Berikut ini adalah teknik terapi kognitif dari Aaron Beck:


1. Mengisi kekosongan: Prosedur dasar untuk membantu pasien
mengidentifikasikan pikiran otomatisnya, ia melatihnya mengobservasi urutan
peristiwa ekstrem dan reaksinya terhadap peristiwa tersebut. Pasien dapat
melaporkan sejumlah lingkungan di mana ia merasakan kegelisahan. Biasanya
ada gap (jarak) antara situmul (rangsangan) dengan respon (tanggapan)
emosional. Kegelisahan emosional menjadi dapat dipahami, jika ia
mengumpulkan kembali pikirannya yang timbul selama gap tersebut.
2. Distancing dan Decentering: Proses yang mengarahkan pikiran secara obyektif
disebut distancing (menempatkan jarak). Seorang dapat memeriksa pikiran
otomatisnya sebagai fenomena psikologi ketimbang identik terhadap realita,
berarti ia berkapasitas atas distancing. Misalnya, saja seorang pasien karena tak
ada alasan yang dapat dibenarkan, mempunyai pikiran bahwa ”orang itu
musuhku” Jika ia secara otomatis menyamakan pikiran tersebut dengan realita,
distancignya jelek. Kalau ia bisa menganggap ide tersebut sebagai hipotesa dari
pada menerimanya sebagai fakta, maka distancingnya baik. Kemampuan
membedakan hal demikian sangat penting dalam sector tersebut dari reaksi
pasien yang terkena distorsi. Tekni membuka dengan paksa guna mengendurkan
pola dari anggapan dirinya sebagai titik vocal dari semua peristiwa, disebut
decentering.
3. Pembuktian kesimpulan: Setelah pasien mampu memperjelas pembedaan
antara proses mental intern dengan dunia luar yang merangsangnya, masih
penting untuk mendidik sehubungan dengan prosedur guna memperoleh
pengatuhan yang akurat. Teknik yang dapat dilakukan adalah dengan
penjelajahan kesimpulan dan mengetes terhadap realita. Ahli terapi bekerja
dengan pasien guna menerapkan peraturan dari bukti terhadap kesimpulannya.
Ini terdiri dari pengecekan observasi, lalu rute menuju kepada kesimpulan.
4. Perubahan peraturan: Kita tahu bahwa orang menerapkan peraturan (rumusan,
persamaan, dasar pikiran) dalam mengatur kehidupannya sendiri dan dalam
mencoba mengubah tingkah laku orang lain. Mereka menamakan, menafsirkan
dan mengevaluasi menurut peraturan mereka sendiri. Peraturan perlu di ubah
bentuknya, sehingga menjadi lebih singkat dan akurat, kurang egosentris serta
lebih elastis. Jika peraturan salah maka ahli dan pasien bekerja sama untuk
mengganti dengan peraturan yang lebih realities dan adaptif.
5. Strategi secara keseluruhan: Prinsip membentuk kerangka bagi terapi kognitif
yaitu: menjelaskan distorsi pasien, perintah sendiri, dan pendekatan sendiri yang
membawa kepada ketidakmampuan atau kesukaran. Dan membantu pasien
mengadakan perubahan peraturan yang menghasilkan sinyal kesalahan sendiri.
Ahli terapi harus menggunakan strategi secara keseluruhan afar tidak mengalami
proses yang tidak menentu.
Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) merupakan proses terapi yang mengambil banyak
bentuk, secara ringkas, Beth Horwin mengemukakan proses konseling kognitif- behavioral ini,
sebagai berikut:
 Membantu klien dalam mengenali, menganalisis dan mengelola keyakinannya.
 Membiarkan klien bersandar pada memorinya, dan berusaha untuk memvalidasimya.
 Menempatkan dan menitikberatkan pada keyakinan klien, tentang siapa dirinya dan
apa tujuan hidup dia di dunia ini
 Menjaga fokus pada upaya meningkatkan “kepuasan hidup secara menyeluruh”,
bukan pada upaya penurunan emosi yang negatif
 Membelajarkan dan mendidik yakni memberikan kesempatan kepada klien untuk
memeriksa/memguji kembali apa yang telah diucapkannya dengan kenyataan
dirinya.
 Mengidentifikasi dan berbagai keterampilan praktis (misalnya, tentang penetapan
tujuan dan pemecahan masalah). Melanjutkan untuk melakukan pekerjaan ini untuk
waktu jangka panjang, setelah proses konseling selesai.

Tiga hal langkah penting yang dapat kita ambil ketika mengalami kekecewaan dan
menderita ialah:
1. Pusatkan perhatian pada pemikiran otomatis yang negative terseut dan tuliskan
semuanya. Jangan membiarkan semua itu berterbangan di benak anda;
“ikatlah” semuanya itu di atas kertas.
2. Bacalah lagi daftar sepuluh distorsi kognitif. Pelajari baik-baik bagaimana
anda telah memutar balik dan “menggelembungkan” suatu hal melebihi
proporsi yang sebenarnya.
3. Gantilah dengan pikiran yang obyektif, yang akan mengalahkan pemikiran
penyebab rendah diri anda. Pada saat anda mengerjakan ini, anda akan mulai
merasa baik. Anda akan meningkatkan harga diri anda, dan perasaan
ketidakberhargaan (tentu saja depresi) akan lenyap.

2.5 Langkah-Langkah Melakukan Terapi Kognitif


Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif dipraktikan diluar sesi terapi dan menjadi

modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang

terdiri atas:

1. Fase awal (sesi 1-4)

a. Membentuk hubungan terapeutik dengan klien.

b. Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan terhadap

emosi dan fisik.

c. Menentukan tujuan terapi.

d. Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang otomatis.

2. Fase pertegahan (sesi 5-12)

a. Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah.

b. Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta mempraktikan

keterampilann berespons terhadap hal-hal yang menimbulkan depresi dan

memodifikasinya.

3. Fase akhir (13-16)

a. Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang

relevan untuk terjadinya kekambuhan.

b. Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.

2.6 Strategi Pendekatan

Menurut Setyoadi, dkk (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara lain:

1. Menghilangkan pikiran otomatis.

2. Menguji pikiran otomatis.


3. Mengidentifikasi asumsi maladaptive.

4. Menguji validitas asumsi maladaptive.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. B DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI
RUANG MAWAR RSJ PROF DR HB SAANIN PADANG

Kasus
Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo.
Status menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami masalah,
akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk
salah satunya Tn. B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk, sehingga membuat istrinya
meminta cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Dan Tn. B pun
menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

Tgl MRS : 5 Januari 2014


Tgl Pengkajian : 10 April 2014
Ruang : Mawar

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama Lengkap : Tn. B
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Alamat : Tabing
Diagnosis : Depresi
Tingkat keparahan : Keparahan sedang, dengan resiko tinggi bunuh diri.

2. Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi rumah
pasien
3. Faktor Predisposisi
Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan
tempat ia bekerja dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami
gangguan jiwa.

4. Faktor Presipitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja.
Masalah Keperawatan:
a. Resiko bunuh diri
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah

5. Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien
menurun dan klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N:
80x/mnt, TD 120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm.

6. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
b. Identitas
Klien sudah menikah dan mempunyai seorang istri.
c. Peran Diri
Klien adalah kepala rumah tangga dan belum mempunyai anak.
d. Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung harus
mendapat pekerjaan dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana membangun
keluarganya seperti dulu.
e. Harga diri
Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
7. Hubungan Sosial
Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman kantor yang satu
agama. Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya, klien sering diam,
menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasi dan selalu bermusuhan dengan
teman yang lain, sangat sensitive.

8. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: Klien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering mempersalahkan
Tuhan atas hal yang menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

9. Status Mental
a. Penampilan:
Pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak
pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti
tidak intrest, kurang mendengarkan.
b. Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek
datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang
tajam, terkadang terjadi blocking.
c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas
d. Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat
berkomunikasi.
e. Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
10. Mekanisme Koping
Mal adaptif : Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak
menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya, klien
tidak mau melakukan aktifitas.

3.2 Penatalaksanaan
Terapi yang akan dijalani adalah terapi kognitif, berupa:
 Wawancara
 Merumuskan masalah dan bersama-sama mencari jalan keluar
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

SP 1 Pasien: Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri


ORIENTASI
Salam:
“Assalamualaikum, selamat pagi Pak B”. “Perkenalkan saya Perawat A”.
“Nama bapak siapa, senang dipanggil apa?”
“Hari ini saya dinas pagi di ruangan ini, mulai pukul 07.00 – 14.00. Selama di rumah sakit ini
saya yang akan merawat Pak B”
Evaluasi validasi:
“Bagaimana kabar Pak B hari ini?”
“Bagaimana tidur tadi malam Pak B, nyenyakkan Pak?”
Kontrak:
“Baiklah Pak bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang bapak alami selama ini?”
“Berapa lama kita bercakap- cakap? 20 menit bagaimana Pak? Oiya, mau dimana kita
bercakap- cakapnya? Disini saja bagaimana Pak?”
Tujuan:
“Baiklah pak, tujuan kita bercakap-cakap hari ini yaitu untuk melindungi Pak B dari tingkah
laku yang dapat melukai diri sendiri ”.

KERJA
“Bagaimana perasaan bapak setelah kejadian itu terjadi Pak? Apakah bapak merasakan
penderitaan yang luar biasa? Apakah bapak merasakan kehilangan yang sangat dalam? kalau
saya boleh tahu apakah bapak sudah memiliki anak? Apakah dengan kejadian ini pak B merasa
menjadi merasa tidak berguna lagi bagi orang- orang disekitar bapak? Atau pernahkah bapak
menyalahkan diri bapak sendiri? Oiya pak, pernahkah terlintas dipikiran bapak untuk menyakiti
diri bapak sendiri atau bahkan ada dorongan untuk mencoba bunuh diri? Apa sebabnya?
Bagaimana caranya Pak? Apa yang bapak rasakan?”
Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera lanjutkan dengan tindakan
keperawatan untuk melindungi pasien dari keinginannya untuk melakukan bunuh diri, yaitu
dengan mengatakan: “Baiklah, sepertinya Bapak B membutuhkan pertolongan untuk
mengendalikan dorongan bunuh diri yang sering bapak rasakan”. Pak, saya ingin memeriksa
seluruh isi kamar Bapak untuk memastikan tidak ada benda- benda yang membahayakan Bapak
B. Begini pak B, karena Bapak masi memiliki keinginan untuk melakukan bunuh diri, maka saya
tidak akan meninggalkan Pak B sendiri di kamar.”
“Pak, kalau boleh tahu apa yang bapak lakukan jika dorongan bunuh diri itu muncul?
Oo..begitu, ya bagus pak. Ada cara lain untuk mengatasi jika dorongan itu muncul, yaitu Bapak
bisa langsung memanggil perawat yang ada di ruangan dan minta bantuan pada perawat
tersebut. Contohnya begini: suster..tolong, dorongan untuk melakukan bunuh diri itu muncul.
Selain kepada perawat bapak juga bisa minta bantuan kepada keluarga atau orang yang sedang
membesuk bapak. Jadi, Pak B tidak boleh sendirian ya. Begitu Pak B. Coba Pak B lakukan
seperti yang saya lakukan tadi. Ya begitu Pak. Bagus! Coba sekali lagi Pak! Bagus! Nah, latih
terus ya Pak!”

TERMINASI
Evaluasi subjektif:
“Bagaimana perasaan Pak B setelah melakukan latihan ini?”
Evaluasi objektif:
“Pak, bisa Bapak praktikkan kembali bagaimana caranya mengendalikan dorongan bunuh diri?
Masih ingatkan Pak? Bagus!!”
Rencana tindak lanjut:
“Baiklah Pak, bapak dapat melakukan cara ini jika dorongan bunuh diri ada. Bagaimana kalau
latihan ini kita masukkan ke dalam jadwal harian bapak? Beri tanda kalau sudah dilakukan.”
Kontrak:
“Oiya pak, bagaimana kalau besok kita bercakap-cakap tentang melindungi pasien dari isyarat
bunuh diri? Bapak maunya jam berapa? Mau dimana? Baiklah mungkin itu saja latihan kita
hari ini. Besok kita ketemu lagi ya Pak.”
“Terima kasih. Assalamu’alaikum.”
Sp II Pasien: meningkatkan harga diri dan menidentifikasi aspek positif pasien isyarat
bunuh diri
ORIENTASI
Salam :
“Assalamualaikum Pak B, bagaimana perasaannya Bapak saat ini? ”
Evaluasi dan validasi :
“Pak, kemarin kita sudah bercakap-cakap tentang cara mengendalikan dorongan bunuh diri
yang Bapak rasakan. Apakah Bapak sudah mempraktekkannya?”
“Boleh saya lihat jadwal latihannya, Pak?” Bagus!”
Kontrak :
“Seperti janji kita kemarin, hari ini kita akan bercakap-cakap tentang aspek positif Bapak,
bagaimana cara berfikir positif dan menghargai diri sebagai individu yang berharga”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang, Pak?”
“Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit tentang hal
tersebut?”
Tujuan :
“Nah Pak, nanti kita harapkan Bapak bisa untuk berfikir positif terhadap diri dan mampu
menghargai diri sendiri.”

KERJA
“Apa pekerjaan Bapak dahulu?”
“Bagaimana prestasi Bapak selama bekerja?”
“Apakah Bapak suka berorganisasi?” Organisasi apa?” Apa jabatan Bapak?”
“Adakah hal yang membahagiakan yang dulu pernah Bapak rasakan?”
“Apa kegiatan sehari-hari Bapak dahulu?”
“Keterampilan apa yang Bapak miliki? Apa hobby Bapak? (Melukis)
“Wah.., rupanya Bapak bisa melukis ya, tidak semua orang bisa melukis lho Pak”(atau yang
lain sesuai yang diucapkan pasien).
“Bisa Bapak ceritakan kepada saya kapan pertama kali ibu belajar melukis? siapa yang dahulu
mengajari Bapak melukis? Dimana?”
“Bisa Ibu certitakan bagaimana cara melukis yang baik itu?”
“ Bagus!!”
“Coba kita buat jadual untuk kemampuan Bapak ini ya, berapa kali sehari/seminggu Bapak mau
melukis?”
“Oh ya Pak, 3 kali seminggu ya. Senin, Rabu, dan Jum’at”
“Apa yang Bapak harapkan dari kemampuan melukis ini?”
“Bagaimana pendapat bapak tentang keluarga Bapak? Apakah mereka menyayangi Bapak? “
“Bagaimana Bapak menunjukkan Kasih sayang Bapak?”
“Bapak masih mempunyai keluarga yang memperhatikan dan menyayangi bapak. Selain itu,
bapak juga memiliki fisik dan kepintaran. Bukankah itu modal yang bagus untuk memulai hidup
baru?”

“Apa yang sedang bapak fikirkan sekarang?”


“Apakah Bapak tahu apa saja cara yang bisa kita lakukan agar selalu berfikir positif?”
“Pertama Buat daftar ucapan syukur harian. Buatlah minimal 5 hal yang Bapak syukuri setiap
hari. Kedua, Berbicara positif pada diri sendiri. Jadikan diri Bapak sendiri sebagai teman bukan
musuh, lalu rangkul dan berpikirlah positif kepada diri sendiri. Ketiga, Nyatakan kata-kata
positif kepada orang lain dan kepada diri sendiri seharian penuh. Buatlah sebuah usaha untuk
mengisi tiap-tiap hari dengan kata-kata dan pikiran optimis. Keempat, Ketahui cita-cita, impian
dan minat Bapak. Fokus untuk memperoleh hal-hal yang Bapak minati dalam hidup. Impian
Bapak adalah pemberi motivasi dan Bapak menginginkan untuk mengejar sebuah masa depan
yang positif.
“Apakah Bapak memunyai suatu Impian, cita-cita, dan atau minat?”
“Nah Bagus sekali, Bapak sudah punya Impian”
“Apa Usaha Bapak untuk mncapai Impian itu?”
“Coba Kita masukkan dalam jadwal harian Bapak. Bapak mau latihannya berapa kali?”
“Tiga kali seminggu juga?” Hari apa aja Pak?”
“Selasa, Rabu, Sabtu?”

“Apa sajakah menurut bapak berharga di dalam diri Bapak?”


(Ini bisa sifat, watak, skill, pengetahuan, kelebihan, pedoman hidup yang Bapak yakini, kebaikan
Bapak, sikap, atribut akademik, modal sosial yang Bapak miliki, dan lain-lain)
“Apa sajakah pekerjaan yang menurut Bapak itu bernilai atau berharga buat diri bapak? (
entah itu untuk hari ini atau hari esok). Untuk meningkatkan Rasa menghargai diri Bapak bisa
memulai dengan menyadari kelebihan dan kekurangan diri, kemudian kelebihan itu Bapak
maksimalkan untuk dipacai, selanjutnya latihlah diri untuk memiliki jiwa yang lebih besar,
pikiran yang lebih besar atau pertimbangan yang lebih bijak. Latihlah menghadapi persoalan
dengan keputusan. Jauhi hal – hal yang berpotensi menegatifkan perasaan dan pikiran.

TERMINASI
Evaluasi Subjektif :
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang aspek positif Bapak,
bagaimana cara berfikir positif dan menghargai diri sebagai individu yang berharga”
“Apakah ada yang ingin Bapak tanyakan?”
Evaluasi Objektif :
“Jadi Pak, sudah tahukan tentang aspek positif Bapak? Bisa Bapak jelaskan lagi?”
“Tadi kan kita sudah bagaimana cara berfikir positif dan menghargai diri sebagai individu yang
berharga”
“Bagaimana caranya Pak?”
“Setelah ini coba bapak lakukan latihan bagaimana cara berfikir positif dan menghargai diri
sebagai individu yang berharga”
“Nanti kalau Bapak ada masalah, Bapak bisa mempraktekkan cara yang telah kita pelajari
tadi.”
Rencana tindak lanjut :
“Ini ada format kegiatan cara berfikir positif dan menghargai diri. Nanti kalau Bapak
melakukan sesuai dengan jadwal kita, bapak kasih contreng ya disini.”
Kontrak Waktu :
“Besok kita ketemu lagi ya , Pak?”
“Bapak maunya jam berapa?”
“Tampatnya dimana?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang pola yang efektif Pak , setuju?”
Wasslakum wr. wb
SP III Pasien: Meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah (pola koping)
pasien isyarat bunuh diri
ORIENTASI
Salam :
“Assalamu’alaikum Pak B”
Evaluasi Validasi :
“Bagaimana perasaan Pak B saat ini? Masih adakah dorongan untuk mengakhiri kehidupan
pak?”
Kontrak Waktu :
“Baiklah pak, masih ingat dengan janji kita kemaren pak? Iya, benar sekali pak. Jadi sesuai
janji kita kemaren hari ini kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang
masih Bapak B miliki. Bapak maunya berapa lama kita bercakap-cakap? 20 menit? Iya baiklah
pak. Bapak maunya dimana? Disini saja? baiklah pak.”
Tujuan :
“Baiklah pak, tujuan kita bercakap-cakap hari ini yaitu untuk meningkatkatkan harga diri
bapak, bahwa banyak hal yang perlu disyukuri dalam hidup ini, ya pak.”

KERJA
“Baiklah Pak B Menurut bapak, apa saja yang yang patut Pak B syukuri dalam hidup ini? Coba
bapak pikirkan siapa saja kira-kira yang akan sedih dan merasa dirugikan dan kehilangan kalau
Pak B meninggal? Sekarang coba bapak ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan bapak.
Keadaan yang bagaimana yang akan membuat Pak B merasa puas? Iya bagus pak. Ternyata
dalam kehidupan bapak masih ada hal-hal baik yang patut Pak B syukuri kan? Bagaimana
menurut bapak? Coba bapak sebutkan kegiatan apa yang masih dapat Pak B lakukan selama
ini? Nah bagaimana kalau Pak B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih pak.”

TERMINASI :
Evaluasi Subjectif :
“Bagaimana perasaan Pak B setelah kita bercakap-cakap buk?”
Evaluasi Objectif :
“Bisa bapak sebutkan kembali apa-apa saja yang patut bapak syukuri dalam kehidupan Pak B.“
Rencana Tindak Lanjut :
“Nah jadi jika terjadi dorongan untuk mengakhiri kehidupan, ingat dan ucapkan berulang-ulang
hal-hal yang baik dalam kehidupan pak B. Iya, bagus pak. Selain itu coba bapak ingat-ingat lagi
hal-hal lain yang masih Pak B miliki dan patut untuk disyukuri. Iya begitu pak. Nah, bagaimana
kalau kegiatan yang kita latih tadi dimasukkan ke dalam jadwal harian bapak, maunya jam
berapa pak? Iya baiklah pak. Jangan lupa ditandai dalam jadwal harian kalau sudah dilakukan
ya pak seperti M (mandiri) kalau dilakukan sendiri, B (Bantu) kalau diingatkan dan T (tidak)
kalau tidak melakukan.”
Kontrak Yang Akan Datang :
“Baiklah pak sepertinya waktu kita sudah habis sesuai dengan janji kita tadi. Besok jam 10.00
saya akan datang lagi dan kita akan membahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik.
Bapak maunya dimana? Disini saja? Baiklah pak. Tapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak
terkendali segera hubungi saya ya pak!”
Salam :
“Baiklah pak, saya permisi dulu. Assalamu’alaikukum pak”
Sp IV Pasien: Menyusun rencana Masa depan
ORIENTASI
Salam :
“Asslammualaikum Pak B, selamat pagi ? “
Evaluasi validasi :
“Bagaimana perasaan Pak B hari ini ?” baik….! Alhamdulillah….Bagaimana Pak B apakah
sudah dijalankan jadual kegiatannya? “Bagus….”
Tujuan :
“Baiklah Pak B pada hari ini kita akan membuat suatu rencana kedepan yang mau pak B capai
tujuannya supaya Pak B dapat mengontrol keinginan Pak B untuk bunuh diri itu dengan
melaksanakan rencana – rencana yang pak B buat untuk mencapai masa depan Pak B
nantinya” “Bagaimana pak B apakah bapak setuju…..?” bagus…..”
Kontrak :
“ Berapa lama kita bicara pak?” 20 menit ya…..?” Bapak mau dimana…..?” disini saja ya
pak?” baiklah.”

KERJA
“Pak, apa yang menjadi keinginan dalam hidup Pak B selama ini?”
“Benarkah Pak B ingin menjadi seorang Penjual Lukisan?”
“Lalu apakah pak B sudah punya rencana /ancang- anacang kegiatan/ persiapan untuk memulai
jualan lukisan tersebut ?” “ sudah…… bagus ?”
“Kalau saya boleh tau apa yang sudah Pak B siapkan untuk itu?”
“o… jadi Pak B sudah lama menabung untuk modal usaha tersebut… bagus”
“Lalu apa lagi yang Pak B siapkan selain modal / uang ?” wah… ternyata Pak B ini berbakat
jadi pengusaha karena Pak sudah banyak kenalan orang – orang dibidang penjualan lukisan
ternyata”,
“Lalu apakah Pak B sudah melirik tempat- tempat yang strategis untuk tempat penjualan lukisan
tersebut?” “ wah …. Cemerlang sekali ide Pak B itu, jadi Pak B sudah merencanakan untuk
menjual lukisan tersebut di pasar dan mempromosikannya kepada teman – teman Pak yang
pengagum lukisan gitu…..wah bagus sekali…?”
“Baiklah Pak B jika itu yang Pak inginkan selama ini maka saya berharap supaya Pak B dapat
melaksanakannya dengan sepenuh hati, apalagi untuk berjualan lukisan kita memang
memerlukan kesabaran dan keterampilan dalam mengembangkanya namun itu semua akan
dapat Pak B lalui apabila Pak B bersungguh – sunguh dalam menjalaninya dan jangan lupa pak
B bero’a selalu kepada Tuhan supaya Pak B dapat menjalani usaha itu dengan terampil dan
sabar, dan saya harap dengan kesibukan Pak B nanti bapak tidak lagi terfikir untuk bunuh diri
lagi “.

TERMINASI
Evaluasi subjektif :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita membicarakan mengenai rencana bapak kedepannya
?’’
Evaluasi objektif :
“Bisakah Pak B sebutkan lagi apa- apa saja rencana yang bapak siapkan untuk jualan lukisan
….!” “ baik…”
Rencana tindak lanjut:
“Baiklah pak, besok kita sambung lagi bincang- bincang kita, saya akan melihat apa- apa saja
yang pak B siapkan lagi untuk keinginan bapak tersebut”
Kontrak yang akan datang :
“Pak B besok pukul 9:00 saya akan datang ke sini lagi untuk melihat kegiantan- kegiatan yang
selalu bapak lakukan “
“Apakah Bapak bersedia?” “tempatnya disini saja ya Pak?”
“Baiklah pak B saya permisi dulu sampai ketemu besok, asslammua’alaikum”
BAB IV
PENUTUP

4.1.Kesimpulan
4.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.

Setyoadi, dkk. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta:

Salemba Medika.

Stuart, G.W. (2009). Principle and Practice of Psychiatric Nursing. St Louis: Mosby.

Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditamam.

Anda mungkin juga menyukai