Kasus Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Kognitif Kelompok 1
Kasus Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Kognitif Kelompok 1
Oleh :
KELOMPOK I
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang
berjudul “Kasus Resiko BunuhDiri dengan Terapi Kognitif”
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak akan terlaksana dengan
baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada dosen yang telah memberikan bimbingan serta tambahan pengetahuan pada penulis.
Namun penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
demi tercapainya kesempurnaan di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita pembaca terutama bagi kami sendiri, dan
dapat berguna dimasa yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Kognisi adalah suatu tindakan atau proses memahami. Terapi kognitif menjelaskan
bahwa bukan suatu peristiwa yang menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptif
melainkan harapan masyarakat, penilaian, dan interpretasi dari setiap peristiwa ini. Sugesti
bahwa perilaku maladaptif dapat diubah oleh berhubungan langsung dengan pikiran dan
Secara khusus, terapis kognitif percaya bahwa respon maladaptif muncul dari distorsi
kognitif. Distorsi kognitif merupakan kesalahan logika, kesalahan dalam penalaran, atau
pandangan individual dunia yang tidak mencerminkan realitas. distorsi dapat berupa positif atau
negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten dapat melihat kehidupan dengan cara yang
realistis positif dan dengan demikian mengambil peluang berbahaya, seperti menyangkal
masalah kesehatan dan mengaku sebagai "terlalu muda dan sehat untuk serangan jantung".
distorsi kognitif mungkin juga negatif, seperti yang diungkapkan oleh orang yang menafsirkan
semua situasi kehidupan disayangkan sebagai bukti kurang lengkap diri. Distorsi kognitif umum
Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek terstruktur berorientasi terhadap masalah
saat ini dan bersifat individu. Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan
terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan
Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping dengan menggunakan terapi
kognisi negative klien. Selain itu, juga untuk memperkuat persepsi yang lebih akurat dan
mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi. Dalam beberapa
3. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara
pikiran yang mengannggu secara otomatis, serta proses pikir tidak logis yang dibesar-
5. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala depresi
dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir maladaptive dan
yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan yang dapat
harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan
perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran dan
harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantun klien mengidentifikasi
kondisi negative, mencari alternative, membuat skema yang sudah ada menjadi lebih
7. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif
kompulsif dan selanjutnya mencegah responsnya. Misalnya dengan cara pelimpahan atau
psikoedukasi.
8. Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hirarki situasi fobia, dan
9. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup dan
10. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system keyakinan yang salah.
11. Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan praktik untuk
pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan –
jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi.
8. Gangguan mood.
9. Gangguan psikoseksual
Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif terapi yang harus diketahui oleh perawat
jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi
secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain
seperti teknik komter, milieu therapy dan counseling. Beberapa teknik tersebut antara lain:
pemikiran dan perasaan yang muncul. Teknik restrukturasasi dimulai dengan cara
memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran yang mungkin
terdiri atas perasaan dan pikiran yang muncul saat menghadapi masalah terutama yang
Perawat jiwa dapat memberikan blanko restructuring cognitive, untuk kemudian diisi oleh
klien. Setelah mendapat penjelasan seperlunya, maka hasil analisa klien dan blanko yang
abtraknya secara konkrit dalam bentuk tulisan untuk memudahkan menganalisanya. Tahap
selanjutnya yang harus dilakukan perawat saat memfasilitasi kognitif terapi adalah
mencari fakta untuk mendukung keyakinan dan kepercayaannya. Klien yang mengalami
distorsi dalam pemikirannya seringkali memberikan bobot yang sama terhadap semua
sumber data atau data-data yang tidak disadarinya, seringkali klien menganggap data-data
itu mendukung pemikiran buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau anggota
lain dalam masyarakat sebagai support dalam lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut
dapat memberikan masukan yang lebih realistik kepada klien dibanding dengan
pemikiran-pemikiran buruknya. Dalam hal ini penemuan fakta dapat berfungsi sebagai
penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya. Berdasarkan data-data yang bisa
dipercaya klien bisa mengambil kesimpulan yang tepat tentang perasaanya selama ini.
pemecahan lagi. Khususnya pada pasien depresi dan percobaan bunuh diri. Latihan
antara klien dengan bantuan perawat. Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya.
alternatifnya. Klien depresi atau klien klien gangguan jiwa lain menganggap masalahnya
rumit karena akumulasi berbagai masalah seperti: listrik belum dibayar, suami selingkuh,
anak sakit, genteng bocor dan lain-lain. Bila diurutkan dari yang paling ringan biasanya
klien bisa menemukan alternatif – alternatif yang bisa dilakukan. Sebagai contoh
alternatif listrik belum dibayar klien boleh memikirkan tentang : mungkin perlu surat
penerangan lain, gabung dengan tetangga, bermusyawarah dengan keluarga yang lebih
mampu dan sebagainya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien
agar berani berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani “berpikir beda”.
4. Dekatastropik (decatastrophizing)
Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan apa ( the what-if then ). Hal ini
meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien
mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk melatih
“ apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi…?”
“ tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi…?”
Tujuannya adalah untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan. Dimana
tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Sebagai contoh klien yang tinggal
dipantai harus berani berfikir : “ apa yang akan saya lakukan bila tsunami tiba-tiba
5. Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau perilaku.
Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari masalah atau
mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja. Perawat jiwa
kerugian dari masalah. Hal ini dapat menolong klien melihat masalah secara seimbang dan
melihat dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan negatif dari
masalah yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran dirinya. Strategi ini juga dapat
memicu kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan makna baru, sebab begitu
makna berubah maka akan berubah perilaku klien. Sebagai contoh, PHK dapat dipandang
sebagai stressor tetapi setelah klien merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK
waktu bersama keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih peluang kerja yang
lainnya.
6. Thought Stopping
Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti bola salju bagi klien.
Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik
berhenti memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik digunakan pada saat klien mulai
sudah selesai. Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi. Menghayalkan sebuah bata di
dalam khayalan. Perawat menyela khayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras
“berhenti”. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari
Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan kemampuan
dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah
Kemudian klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan masalah
yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol lingkungannya. Setelah
itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan model. Awalnya klien melakukan
Sebagai contoh pada klien yang memiliki stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut
magang dulu sambil belajar bisnis atau berdagang dengan orang lain, setelah mendapat
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement. Misalnya anak
yang bandel dan tidak akur bdengan orang lain berniat untuk damai dan hangat dengan
orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien diberi pujian.
9. Token Economy
Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan pada
kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini dilakukan
secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk atau melakukan hal
yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien mendapat permen, setiap bangun
kesiangan mendapat tanda silang atau gambar bunga berwarna hitam. Kegiatan
Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya melalui
kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan
perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan berdasarkan
konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita. Klien biasa melihat akibat-akibat yang
akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan. Misalnya klien melihat role play tentang
seorang pasien yang tidak mau makan obat, tidak mau mandi dan sering merokok.
hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah:
a. Feedback
melakukan feedback dengan cara menilai dan memperbaiki kegiatan yang masih
cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya
penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang menjijikan. Setiap klien kegemukan
Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara therapist dalam hal
ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat dengan punishment dan reward. Misalnya
bila klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan merokok maka pada
saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan diberikan reward. Konsekuensi yang berat
telah disepakati antara klien dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan
Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang digunakan dalam melakukan terapi kkognitif
3. Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realities mengenai diri sendiri, nilai diri
dan dunia. Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru, dan
Tiga hal langkah penting yang dapat kita ambil ketika mengalami kekecewaan dan
menderita ialah:
1. Pusatkan perhatian pada pemikiran otomatis yang negative terseut dan tuliskan
semuanya. Jangan membiarkan semua itu berterbangan di benak anda;
“ikatlah” semuanya itu di atas kertas.
2. Bacalah lagi daftar sepuluh distorsi kognitif. Pelajari baik-baik bagaimana
anda telah memutar balik dan “menggelembungkan” suatu hal melebihi
proporsi yang sebenarnya.
3. Gantilah dengan pikiran yang obyektif, yang akan mengalahkan pemikiran
penyebab rendah diri anda. Pada saat anda mengerjakan ini, anda akan mulai
merasa baik. Anda akan meningkatkan harga diri anda, dan perasaan
ketidakberhargaan (tentu saja depresi) akan lenyap.
modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang
terdiri atas:
b. Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan terhadap
memodifikasinya.
a. Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang
Menurut Setyoadi, dkk (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara lain:
Kasus
Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo.
Status menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami masalah,
akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk
salah satunya Tn. B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk, sehingga membuat istrinya
meminta cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Dan Tn. B pun
menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama Lengkap : Tn. B
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Alamat : Tabing
Diagnosis : Depresi
Tingkat keparahan : Keparahan sedang, dengan resiko tinggi bunuh diri.
2. Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi rumah
pasien
3. Faktor Predisposisi
Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan
tempat ia bekerja dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami
gangguan jiwa.
4. Faktor Presipitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja.
Masalah Keperawatan:
a. Resiko bunuh diri
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah
5. Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien
menurun dan klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N:
80x/mnt, TD 120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm.
6. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
b. Identitas
Klien sudah menikah dan mempunyai seorang istri.
c. Peran Diri
Klien adalah kepala rumah tangga dan belum mempunyai anak.
d. Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung harus
mendapat pekerjaan dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana membangun
keluarganya seperti dulu.
e. Harga diri
Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
7. Hubungan Sosial
Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman kantor yang satu
agama. Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya, klien sering diam,
menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasi dan selalu bermusuhan dengan
teman yang lain, sangat sensitive.
8. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: Klien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering mempersalahkan
Tuhan atas hal yang menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
9. Status Mental
a. Penampilan:
Pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak
pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti
tidak intrest, kurang mendengarkan.
b. Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek
datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang
tajam, terkadang terjadi blocking.
c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas
d. Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat
berkomunikasi.
e. Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
10. Mekanisme Koping
Mal adaptif : Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak
menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya, klien
tidak mau melakukan aktifitas.
3.2 Penatalaksanaan
Terapi yang akan dijalani adalah terapi kognitif, berupa:
Wawancara
Merumuskan masalah dan bersama-sama mencari jalan keluar
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KERJA
“Bagaimana perasaan bapak setelah kejadian itu terjadi Pak? Apakah bapak merasakan
penderitaan yang luar biasa? Apakah bapak merasakan kehilangan yang sangat dalam? kalau
saya boleh tahu apakah bapak sudah memiliki anak? Apakah dengan kejadian ini pak B merasa
menjadi merasa tidak berguna lagi bagi orang- orang disekitar bapak? Atau pernahkah bapak
menyalahkan diri bapak sendiri? Oiya pak, pernahkah terlintas dipikiran bapak untuk menyakiti
diri bapak sendiri atau bahkan ada dorongan untuk mencoba bunuh diri? Apa sebabnya?
Bagaimana caranya Pak? Apa yang bapak rasakan?”
Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera lanjutkan dengan tindakan
keperawatan untuk melindungi pasien dari keinginannya untuk melakukan bunuh diri, yaitu
dengan mengatakan: “Baiklah, sepertinya Bapak B membutuhkan pertolongan untuk
mengendalikan dorongan bunuh diri yang sering bapak rasakan”. Pak, saya ingin memeriksa
seluruh isi kamar Bapak untuk memastikan tidak ada benda- benda yang membahayakan Bapak
B. Begini pak B, karena Bapak masi memiliki keinginan untuk melakukan bunuh diri, maka saya
tidak akan meninggalkan Pak B sendiri di kamar.”
“Pak, kalau boleh tahu apa yang bapak lakukan jika dorongan bunuh diri itu muncul?
Oo..begitu, ya bagus pak. Ada cara lain untuk mengatasi jika dorongan itu muncul, yaitu Bapak
bisa langsung memanggil perawat yang ada di ruangan dan minta bantuan pada perawat
tersebut. Contohnya begini: suster..tolong, dorongan untuk melakukan bunuh diri itu muncul.
Selain kepada perawat bapak juga bisa minta bantuan kepada keluarga atau orang yang sedang
membesuk bapak. Jadi, Pak B tidak boleh sendirian ya. Begitu Pak B. Coba Pak B lakukan
seperti yang saya lakukan tadi. Ya begitu Pak. Bagus! Coba sekali lagi Pak! Bagus! Nah, latih
terus ya Pak!”
TERMINASI
Evaluasi subjektif:
“Bagaimana perasaan Pak B setelah melakukan latihan ini?”
Evaluasi objektif:
“Pak, bisa Bapak praktikkan kembali bagaimana caranya mengendalikan dorongan bunuh diri?
Masih ingatkan Pak? Bagus!!”
Rencana tindak lanjut:
“Baiklah Pak, bapak dapat melakukan cara ini jika dorongan bunuh diri ada. Bagaimana kalau
latihan ini kita masukkan ke dalam jadwal harian bapak? Beri tanda kalau sudah dilakukan.”
Kontrak:
“Oiya pak, bagaimana kalau besok kita bercakap-cakap tentang melindungi pasien dari isyarat
bunuh diri? Bapak maunya jam berapa? Mau dimana? Baiklah mungkin itu saja latihan kita
hari ini. Besok kita ketemu lagi ya Pak.”
“Terima kasih. Assalamu’alaikum.”
Sp II Pasien: meningkatkan harga diri dan menidentifikasi aspek positif pasien isyarat
bunuh diri
ORIENTASI
Salam :
“Assalamualaikum Pak B, bagaimana perasaannya Bapak saat ini? ”
Evaluasi dan validasi :
“Pak, kemarin kita sudah bercakap-cakap tentang cara mengendalikan dorongan bunuh diri
yang Bapak rasakan. Apakah Bapak sudah mempraktekkannya?”
“Boleh saya lihat jadwal latihannya, Pak?” Bagus!”
Kontrak :
“Seperti janji kita kemarin, hari ini kita akan bercakap-cakap tentang aspek positif Bapak,
bagaimana cara berfikir positif dan menghargai diri sebagai individu yang berharga”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang, Pak?”
“Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit tentang hal
tersebut?”
Tujuan :
“Nah Pak, nanti kita harapkan Bapak bisa untuk berfikir positif terhadap diri dan mampu
menghargai diri sendiri.”
KERJA
“Apa pekerjaan Bapak dahulu?”
“Bagaimana prestasi Bapak selama bekerja?”
“Apakah Bapak suka berorganisasi?” Organisasi apa?” Apa jabatan Bapak?”
“Adakah hal yang membahagiakan yang dulu pernah Bapak rasakan?”
“Apa kegiatan sehari-hari Bapak dahulu?”
“Keterampilan apa yang Bapak miliki? Apa hobby Bapak? (Melukis)
“Wah.., rupanya Bapak bisa melukis ya, tidak semua orang bisa melukis lho Pak”(atau yang
lain sesuai yang diucapkan pasien).
“Bisa Bapak ceritakan kepada saya kapan pertama kali ibu belajar melukis? siapa yang dahulu
mengajari Bapak melukis? Dimana?”
“Bisa Ibu certitakan bagaimana cara melukis yang baik itu?”
“ Bagus!!”
“Coba kita buat jadual untuk kemampuan Bapak ini ya, berapa kali sehari/seminggu Bapak mau
melukis?”
“Oh ya Pak, 3 kali seminggu ya. Senin, Rabu, dan Jum’at”
“Apa yang Bapak harapkan dari kemampuan melukis ini?”
“Bagaimana pendapat bapak tentang keluarga Bapak? Apakah mereka menyayangi Bapak? “
“Bagaimana Bapak menunjukkan Kasih sayang Bapak?”
“Bapak masih mempunyai keluarga yang memperhatikan dan menyayangi bapak. Selain itu,
bapak juga memiliki fisik dan kepintaran. Bukankah itu modal yang bagus untuk memulai hidup
baru?”
TERMINASI
Evaluasi Subjektif :
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang aspek positif Bapak,
bagaimana cara berfikir positif dan menghargai diri sebagai individu yang berharga”
“Apakah ada yang ingin Bapak tanyakan?”
Evaluasi Objektif :
“Jadi Pak, sudah tahukan tentang aspek positif Bapak? Bisa Bapak jelaskan lagi?”
“Tadi kan kita sudah bagaimana cara berfikir positif dan menghargai diri sebagai individu yang
berharga”
“Bagaimana caranya Pak?”
“Setelah ini coba bapak lakukan latihan bagaimana cara berfikir positif dan menghargai diri
sebagai individu yang berharga”
“Nanti kalau Bapak ada masalah, Bapak bisa mempraktekkan cara yang telah kita pelajari
tadi.”
Rencana tindak lanjut :
“Ini ada format kegiatan cara berfikir positif dan menghargai diri. Nanti kalau Bapak
melakukan sesuai dengan jadwal kita, bapak kasih contreng ya disini.”
Kontrak Waktu :
“Besok kita ketemu lagi ya , Pak?”
“Bapak maunya jam berapa?”
“Tampatnya dimana?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang pola yang efektif Pak , setuju?”
Wasslakum wr. wb
SP III Pasien: Meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah (pola koping)
pasien isyarat bunuh diri
ORIENTASI
Salam :
“Assalamu’alaikum Pak B”
Evaluasi Validasi :
“Bagaimana perasaan Pak B saat ini? Masih adakah dorongan untuk mengakhiri kehidupan
pak?”
Kontrak Waktu :
“Baiklah pak, masih ingat dengan janji kita kemaren pak? Iya, benar sekali pak. Jadi sesuai
janji kita kemaren hari ini kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang
masih Bapak B miliki. Bapak maunya berapa lama kita bercakap-cakap? 20 menit? Iya baiklah
pak. Bapak maunya dimana? Disini saja? baiklah pak.”
Tujuan :
“Baiklah pak, tujuan kita bercakap-cakap hari ini yaitu untuk meningkatkatkan harga diri
bapak, bahwa banyak hal yang perlu disyukuri dalam hidup ini, ya pak.”
KERJA
“Baiklah Pak B Menurut bapak, apa saja yang yang patut Pak B syukuri dalam hidup ini? Coba
bapak pikirkan siapa saja kira-kira yang akan sedih dan merasa dirugikan dan kehilangan kalau
Pak B meninggal? Sekarang coba bapak ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan bapak.
Keadaan yang bagaimana yang akan membuat Pak B merasa puas? Iya bagus pak. Ternyata
dalam kehidupan bapak masih ada hal-hal baik yang patut Pak B syukuri kan? Bagaimana
menurut bapak? Coba bapak sebutkan kegiatan apa yang masih dapat Pak B lakukan selama
ini? Nah bagaimana kalau Pak B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih pak.”
TERMINASI :
Evaluasi Subjectif :
“Bagaimana perasaan Pak B setelah kita bercakap-cakap buk?”
Evaluasi Objectif :
“Bisa bapak sebutkan kembali apa-apa saja yang patut bapak syukuri dalam kehidupan Pak B.“
Rencana Tindak Lanjut :
“Nah jadi jika terjadi dorongan untuk mengakhiri kehidupan, ingat dan ucapkan berulang-ulang
hal-hal yang baik dalam kehidupan pak B. Iya, bagus pak. Selain itu coba bapak ingat-ingat lagi
hal-hal lain yang masih Pak B miliki dan patut untuk disyukuri. Iya begitu pak. Nah, bagaimana
kalau kegiatan yang kita latih tadi dimasukkan ke dalam jadwal harian bapak, maunya jam
berapa pak? Iya baiklah pak. Jangan lupa ditandai dalam jadwal harian kalau sudah dilakukan
ya pak seperti M (mandiri) kalau dilakukan sendiri, B (Bantu) kalau diingatkan dan T (tidak)
kalau tidak melakukan.”
Kontrak Yang Akan Datang :
“Baiklah pak sepertinya waktu kita sudah habis sesuai dengan janji kita tadi. Besok jam 10.00
saya akan datang lagi dan kita akan membahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik.
Bapak maunya dimana? Disini saja? Baiklah pak. Tapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak
terkendali segera hubungi saya ya pak!”
Salam :
“Baiklah pak, saya permisi dulu. Assalamu’alaikukum pak”
Sp IV Pasien: Menyusun rencana Masa depan
ORIENTASI
Salam :
“Asslammualaikum Pak B, selamat pagi ? “
Evaluasi validasi :
“Bagaimana perasaan Pak B hari ini ?” baik….! Alhamdulillah….Bagaimana Pak B apakah
sudah dijalankan jadual kegiatannya? “Bagus….”
Tujuan :
“Baiklah Pak B pada hari ini kita akan membuat suatu rencana kedepan yang mau pak B capai
tujuannya supaya Pak B dapat mengontrol keinginan Pak B untuk bunuh diri itu dengan
melaksanakan rencana – rencana yang pak B buat untuk mencapai masa depan Pak B
nantinya” “Bagaimana pak B apakah bapak setuju…..?” bagus…..”
Kontrak :
“ Berapa lama kita bicara pak?” 20 menit ya…..?” Bapak mau dimana…..?” disini saja ya
pak?” baiklah.”
KERJA
“Pak, apa yang menjadi keinginan dalam hidup Pak B selama ini?”
“Benarkah Pak B ingin menjadi seorang Penjual Lukisan?”
“Lalu apakah pak B sudah punya rencana /ancang- anacang kegiatan/ persiapan untuk memulai
jualan lukisan tersebut ?” “ sudah…… bagus ?”
“Kalau saya boleh tau apa yang sudah Pak B siapkan untuk itu?”
“o… jadi Pak B sudah lama menabung untuk modal usaha tersebut… bagus”
“Lalu apa lagi yang Pak B siapkan selain modal / uang ?” wah… ternyata Pak B ini berbakat
jadi pengusaha karena Pak sudah banyak kenalan orang – orang dibidang penjualan lukisan
ternyata”,
“Lalu apakah Pak B sudah melirik tempat- tempat yang strategis untuk tempat penjualan lukisan
tersebut?” “ wah …. Cemerlang sekali ide Pak B itu, jadi Pak B sudah merencanakan untuk
menjual lukisan tersebut di pasar dan mempromosikannya kepada teman – teman Pak yang
pengagum lukisan gitu…..wah bagus sekali…?”
“Baiklah Pak B jika itu yang Pak inginkan selama ini maka saya berharap supaya Pak B dapat
melaksanakannya dengan sepenuh hati, apalagi untuk berjualan lukisan kita memang
memerlukan kesabaran dan keterampilan dalam mengembangkanya namun itu semua akan
dapat Pak B lalui apabila Pak B bersungguh – sunguh dalam menjalaninya dan jangan lupa pak
B bero’a selalu kepada Tuhan supaya Pak B dapat menjalani usaha itu dengan terampil dan
sabar, dan saya harap dengan kesibukan Pak B nanti bapak tidak lagi terfikir untuk bunuh diri
lagi “.
TERMINASI
Evaluasi subjektif :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita membicarakan mengenai rencana bapak kedepannya
?’’
Evaluasi objektif :
“Bisakah Pak B sebutkan lagi apa- apa saja rencana yang bapak siapkan untuk jualan lukisan
….!” “ baik…”
Rencana tindak lanjut:
“Baiklah pak, besok kita sambung lagi bincang- bincang kita, saya akan melihat apa- apa saja
yang pak B siapkan lagi untuk keinginan bapak tersebut”
Kontrak yang akan datang :
“Pak B besok pukul 9:00 saya akan datang ke sini lagi untuk melihat kegiantan- kegiatan yang
selalu bapak lakukan “
“Apakah Bapak bersedia?” “tempatnya disini saja ya Pak?”
“Baiklah pak B saya permisi dulu sampai ketemu besok, asslammua’alaikum”
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
4.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA
Setyoadi, dkk. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta:
Salemba Medika.
Stuart, G.W. (2009). Principle and Practice of Psychiatric Nursing. St Louis: Mosby.