Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Supervisi berasal dari kata uper (latin= diatas) serta videre (latin=melihat),
maka supervisi berarti melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh
atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila
ditemu-kan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung
guna mengatasinya.
Supervisi mencakup semua aktivitas yang diyakini manajemen akan
membantu mencapai tujuan administrasi. Kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian
integral dari supervisi dalam keperawatan menca-kup pelaporan, pembagian tugas,
pemberian arahan, pengamatan, penilaian, pem-bimbingan, dan pendidikan pekerja.
Supervisi keperawatan meyakinkan bahwa semua pasien menerima asuhan
seperti yang seharusnya. Hal ini dimulai dengan memberikan laporan tentang setiap
pasien kepa-da para staf perawat. Perawat dalam melaksanakan tugas sebagai
penyelenggara layanan keperawatan, bukanlah sebagai pelaksana pasif, melainkan
sebagai partner kerja yang memiliki ide-ide, pendapat dan pengalaman yang perlu
didengar, dihargai, dan diikutsertakan dalam usaha-usaha perbaikan proses
keperawatan, dengan arti bahwa supervisi itu merupakan suatu aktifitas pembinaan
yang direncanakan untuk membantu para tenaga keperawatan dan staf lainnya dalam
mela-kukan pekerjaan mereka secara aktif untuk menciptakan suatu pelayanan yang
bermutu.
Azwar, menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu adalah
pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik yang sudah ditetapkan. (Pitman, 2011).

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Menjelaskan pengertian supervisi dalam manajemen keperawatan
2. Menjelaskan model-model supervisi
3. Menjelaskan tujuan supervisi
4. Menjelaskan sasaran supervisi

1
5. Menjelaskan prinsip-prinsip supervisi
6. Menjelaskan teknik supervisi

b. Tujuan Khusus
1. Pembaca dapat memahami pengertian, model-model, tujuan, sasaran, prinsip-
prinsip dan teknik supervisi
2. Pembaca khususnya mahasiswa ilmu keperawatan dapat memahami prinsip
supervisi dalam manajemen keperawatan
3. Perawat dapat menerapkan prinsip dalam manajemen keperawatan
4. Perawat dapat memahami cara supervisi tindakan terapi bermain oleh kepala
ruangan terhadap perawat pelaksana di ruang anak.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Supervisi
1. Pengertian Supervisi
Supervisi adalah mengawasi, memeriksa, meneliti yang dipandang sebagai proses
yang dinamis dengan memberikan dorongan dan partisipasi dalam perkembangan
perawat pelaksana Yura, (dalam Widyanti, 2009)
Supervisi adalah proses kemudahan menggunakan smber-sumber yang
diperlukan staf keperawatan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya (Swanberg &
Russel (dalam Siswana,2009))
Supervisi adalah suatu proses fasilitasi sumber-sumber yang diperlukan staf,
dilaksanakan dengan perencanaan, pengarahan, bimbingan, motivasi, evaluasi dan
perbaikan agar staf dapat melaksanakan tugasnya secara optimal (Mankunegara,
2005)
2. Model-model Supervisi
a. Model konvensional
Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan
kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk
mengoreksi kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan
untuk mengoreksi kesalahan perawat.
b. Model ilmiah
Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga
tidak hanya mencari kesalahan atau masalah saja.
1) Dilakukan secara berkesinambungan
2) Dilakukan dengan prosedur instrumen dan standar supervisi yang baku
3) Menggunakan data yang obyektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan
bimbingan
c. Model klinis
Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam
mengembangkan profesionalisme sehingga pemampilan dan kinerjanya dalam
pemberian asuhan keperawatan dapat meningkat.
3. Tujuan Supervisi
a. Tujuan supervisi adalah untuk inspeksi, mengevaluasidan peningkatakan hasil
kerja atau prestasi kerja Gillies (dalam Widyanti, 2009)

3
b. Tujuan supervisi dalam membimbing atau membina tenaga perawat secara
individu agar keterampilannya optimal dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan keterbatasan tugas tenaga keperawatan sesuai dengan keterbatasan
tugas tenaga keperawatan tersebut Kron (dalam Widyanti, 2009)
c. Tujuan supervisi adalah memfasilitasi penggunaan sumber-sumber untuk
penyelesaian tugas staf keperawatan Swanburg (dalam Widyanti,2009)
4. Sasaran Supervisi
Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi antara lain sebagai berikut :
a. Pelaksanaan tugas keperawatan
b. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis
c. Sistem dan prosedur tidak menyimpang
d. Pembagian tugas dan wewenang
e. Penyimpangan/penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan
5. Prinsip-prinsip
a. Didasarkan atas hubungan profesional dan bukan pribadi
b. Kegiatan direncanakan secara matang
c. Bersifat edukatif, supporting dan informal
d. Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksana keperawatan.
e. Membentuk hubungan kerjasama yang demokratis antara supervisordan staf
f. Harus objektif dan sanggup mengadakan “self evaluation”.
g. Harus progresif, inovatif, flesibel dan dapat mengembangkan kelebihan masing-
masing perawat yang disupervisi.
h. Konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan
kebutuhan.
i. Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan.
6. Teknik Supervisi
a. Supervisi langsung
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangung. Pada
supervisi modern, diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan
dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Adapun cara
memberikan pengarahan yang efektif adalah :
1) Pengarahan harus lengkap
2) Mudah dipahami

4
3) Menggunakan kata-kata yang tepat
4) Berbicara jelas dan lambat
5) Berikan alasan yang logis
6) Hindari memberikan banyak arahan pada suatu waktu
7) Pastikan bahwa arahan dapat dipahami
8) Yakinkan bahwa arahan supervisor dilaksanakan sehingga perlu kegiatan
tindak lanjut
b. Supervisi tidak lansung
Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan pasien dan catatan
asuhan keperawatan pada setiap shif pagi, sore, malam. Dapat juga dilakukan
dengan menggunakan laporan lisan seperti saat timbang terima shif, ronde
keperawatan maupun rapat bilamana memungkinkan memanggil secara khusus
para ketua tim dan kepala ruangan. Supervisor tidak melihat langsung kejadian
dilapangan, sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Oleh karena itu
klarifikasi dan umpan balik diberikan agar tidak terjadi salah persepsi dan
masalah segera dapat diselesaikan.

B. Terapi Bermain
1. Pengertian Terapi Bermain
Ada beberapa defenisi bermain menurut para ahli, antara lain sebagai berikut :
a. Landert, (2001)
Bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik
untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, keterampilan komunikasi,
perkembangan emosi, keterampilan social, keterampilan pengambilan keputusan
dan perkembangan kognitif anak (Irwandy, 2010)
b. Wong, (2000)
Bermain merupakan cermin kemampuan fisik, intelektual, emosional dan
social; dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri
dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya dan mengenal
waktu, jarak serta suara (Supartini, 2004).

5
c. Probel
Lebih menekankan pentingnya bermain dalam belajar karena berdasarkan
pengalamannya sebagai guru, dia menyadari bahwa kegiatan bermain maupun
mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik perhatian serta
mengembangkan pengetahuan mereka. Sebagai kegiatan yang mempunyai nilai-
nilai praktis, artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan
keterampilan bagi anak.
2. Fungsi Bermain
Fungsi bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas serta
untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pemberian stimulasi akan
lebih efektif apabila memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap
perkembangan antara lain melalui alat permainan (Supartini, 2004).
3. Tujuan Bermain untuk anak di rumah sakit
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress
baik bagi anak maupun orang tua. Lingkungan rumah sakit itu sendiri juga merupakan
penyebab stress bagi anak maupun orang tuanya baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial. Perasaan seperti takut, cemas, nyeri dan perasaan tidak
menyenangkan lainnya sering kali dialami oleh anak.
Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaan
tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan.
Salah satu media yang paling efektif adalah melalui kegiatan permainan. Permainan
yang terapeutik didasarkan oleh pandanagn bahwa permainan bagi anak merupakan
aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang anak dan
memungkinkan untuk dapat menggali dan mengekspresikan perasaan dan pikiran
anak.
Aktivitas bermain yang diberikan perawat pada anak di rumah sakit akan
memberi keuntungan sebagai berikut :
a. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat.
Dengan melaksanakan kegiatan bermain, perawat mempunyai kesempatan untuk
membina hubungan yang baik dan menyenangkan anak dan keluarga.
b. Perawat di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak

6
c. Permainan pada anak di rumah sakit akan membantu anak mengekspresikan
perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang dan nyeri
d. Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku positif
e. Permainan dapat memberikan kesempatan pada anak untuk berkompetisi secara
sehat, serta dapat menurunkan ketegangan pada anak dan keluarga.
4. Prinsip permainan anak di rumah sakit
a. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan
pada anak
b. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana
c. Permainan yang harus mempertimbangkan keamanan anak
d. Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama
e. Melibatkan orang tua (Supartini, 2004)
5. Klasifikai Bermain
Ada beberapa jenis permainan, baik ditinjau dari isi permainan maupun karakter
sosialnya. Berdasarkan isi permainan, ada social affective play, sense-pleasure play,
skill play, games, unoccupied behavior, dan dramatic play. Apabila ditinjau dari
karakter, ada social onlooker play, solitary play, dan parallel play. Berikut ini
diuraikan satu persatu:
a. Berdasarkan Isi Permainan
1) Social Affective Play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan
kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang
tuanya dan/atau orang lain.
2) Sense of Pleasure Play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang
pada anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan
pasir, anak akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang
dapat dibentuknya dengan pasir. Bisa juga dengan menggunakan air anak
akan melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-mindahkan
air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan
semakin lama semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan
dengan permainan yang dilakukannya sehingga susah dihentikan.

7
3) Skill Play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan miningkatkan
keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan motorik halus. Misalnya,
bayi akan terampil memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari
satu tempat ke tempat lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi,
keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan
yang dilakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin
terampil.
4) Games atau Permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan dan/atau skor. Permainan ini bisa
dilakukan oleh anak sendiri dan/atau dengan temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang modern.
Misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.
5) Unoccupied Behaviour
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum,
tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja
yang ada di sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat
permainan tertentu, dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya yang
digunakan sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik
dengan situasi serta lingkungannya tersebut.
6) Dramatic Play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran
sebagai orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian
meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan
sebagainya yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan
terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.
Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu.
b. Berdasarkan Karakter Sosial
1) Onkooker Play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi,
anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap
permainan yang sedang dilakukan temannya.

8
2) Solitary Play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan,
tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat
permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan
temannya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan teman
sepermainannya.
3) Parallel Play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain
sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama
lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
4) Associative Play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan
anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan ini tidak jelas. Contoh, permainan jenis ini
adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.
5) Cooperative Play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan
jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin
permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam
permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut.
Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan,
aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai
tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke
gawang lawan mainnya. (Supartini, 2004).
6. Persiapan Alat
a. Persiapan alat
1) Boneka
2) Format Penilaian
3) Pulpen
4) Alas (Tikar)
b. Persiapan klien dan lingkungan
1) Menjelaskan prosedur kepada keluarga dan klien
2) Menyiapkan lingkungan dengan menutup tabir disekeliling tempat tidur

9
3) Siapkan alas (tikar) untuk kenyaman pasien dan perawat saat melakukan
tindakan.
c. Pelaksanaan
1) Mencuci tangan
2) Siapkan alat-alat yang dibutuhkan.
3) Melakukan tindakan untuk menghilangkan cemas pada anak dengan
menggunakan boneka, dimana di sini perawat akan bercerita menggunakan
boneka tersebut.
4) Bercerita tentang seekor monyet dan ulat.
5) Bereskan alat-alat yang telah digunakan beserta lingkungannya
6) Beri klien posisi yang nyaman
7) Perawat mencuci tangan.

10
C. Role Play Supervisi Keperawatan Terapi Bermain
Pemeran Role Play
KARU : Carolin Rahayu Kristiawati
KATIM : Ana Violeta
PP 1 : Basilia Enti
Pasien : Ayong Hera
Ibu pasien : Ayistina
An. A berusia 3 tahun di rawat di Rs. Antonius Pontianak sakit dengan keluhan
demam dan pilek serta batuk, serta An. A cemas dan takut setiap kali perawat melakukan
asuhan keperawatan pada An. A. Keadaan umum pasien : pasien tampak berbaring lemah
dengan kesadaran compos mentis, terpasang infus Ring-AS 20 tts/menit, tanda-tanda
vital : S : 38,3oC, N : 90 x/menit, Rr : 35 x/menit.
Pada tanggal 10 April 2018, kepala ruangan akan melakukan supervisi terhadap
tindakan yang akan dilakukan oleh perawat pelaksana. Kepala ruangan akan
menyampaikan maksud dan tujuan supervisi kepada perawat pelaksana di ruang
keperawatan.
(Di ruang keperawatan)
Ayu : Selamat pagi, apa semuanya sudah lengkap?
Enti : Sudah bu, semuanya sudah lengkap.
Ayu : Baik, sebelum kita memulai aktivitas kita pada pagi hari ini sebaiknya kita
berdoa terlebih dahulu yang akan di pimpin oleh Ana.
(Perawat Berdoa di ruang keperawatan)
Ayu : Baik, pada pagi hari ini saya akan melakukan supervisi pada jam 09.00 wib.
Jadi, maksud dan tujuan dilakukan supervisi ini adalah untuk mempelajari
dan memperbaiki tindakan yang akan dilakukan kepada pasien-pasien kita.
Enti : (Perawat mengangkat tangan) bu, tindakan apa yang akan dilakukan untuk
supervisi pada hari ini ya bu?
Ayu : Pada hari ini, saya akan melakukan supervisi terhadap tindakan perawatan,
sesuai dengan jadwal pasien yang bernama An. A kamar no. 8 bed 5 dengan
diagnose Pneumonia dan pasien merasa cemas dan takut sehingga kita akan
melakukan tindakan terapi bermain.
Enti : Iya bu, hari ini kita akan melakukan tindakan terapi bermain pada An. A
kamar no.8 bed 5 dengan diagnosa pneumonia.
Ayu : Kalau begitu, tolong persiapkan alat-alat nya terlebih dahulu

11
Enti : Baik bu.
Ana : Baik teman-teman, segera dipersiapkan alat-alat untuk tindakan terapi
bermainnya ya.
Enti : iya.
Ayu : Baik, pada hari ini kita mempunyai 1 pasien yang akan dilakukan tindakan
terapi bermain. Jadi, saya akan melakukan penilaian melalui format
penilaian supervisi di dalam format penilaian, saya akan memberikan
penilaian teknik tindakan terapi bemain yang benar. Mungkin ini ada
beberapa format/instrument penilaian silahkan di baca dahulu.
Enti : Baik bu.
Ayu : Ada yang ingin ditanyakan dari format penilaian tersebut?
Enti : Tidak ada yang perlu saya tanyakan bu.
Ayu : bagaiamana perlengkapan untuk tindakan terapi bermainnya? Apakah sudah
lengkap dan sudah siap?
Enti : Sudah bu. Saya juga sudah kontrak dengan pasien bu.
Ayu : Oke, kita ke pasien sekarang ya?

( KARU dan Perawat Pelaksana menuju ruang perawatan)


Enti : Selamat pagi bu (ibu An. A) Masih ingat dengan saya bu?
Ibu An. A : Selamat pagi juga Bruder. Iya, saya masih ingat bruder.
Enti : Bagaimana kabarnya An. A hari ini bu? Apakah An. A tidur semalam
nyenyak? Apakah An. A sudah sarapan pagi ini?
Ibu An. A : Demamnya sudah tidak lagi tapi batuknya masih suster. Jadi, semalam An.
A kurang tidur karena batuk terus.
Enti : Bu, kami akan melakukan tindakan terapi bermain karena An. A ini kan
kelihatan cemas dan takut saat diberikan obat, jadi kami akan melakukan
tindakan bermain pada An. A.
Ibu An. A : Ya, boleh suster.
Enti : Apa ada yang ingin ditanyakan bu?
Ibu An. A : Tidak ada
(Perawat Enti melakukan tindakan terapi bermain pada An. A)
Enti : Bu, kami sudah melakukan tindakan terapi bermain pada An. A, bagaimana
perasaan An. A ?
Ibu An. A : An. A sudah tidak terlalu takut dan cemas lagi suster.

12
Enti : Baiklah bu, saya sudah selesai melakukan tindakan terapi bermain pada An.
A. Nanti sekitar 15 menit saya akan memberikan obat batuk untuk An. A
ya bu. Saya permisi dulu ya bu.
(Di ruang Keperawatan)
Ayu : Baik, tadi saya sudah melakukan penilaian terhadap hasil kerja tindakan
keperawatan terapi bermain untuk menghilangkan rasa cemas dan takut An.
A saat asuhan keperawatan dilakukan. Secara prosedur tindakan terapi
bermain.
Enti : iya bu.
Ayu : Baiklah, sekian dari saya.
Enti : Baik bu, terimakasih bu.

13

Anda mungkin juga menyukai