Budaya Korea
Budaya Tradisional Korea diwarisi oleh rakyat Korea Utara dan Korea Selatan, walaupun
keadaan plitik yang berbeda telah menghasilkan banyak perbedaan dalam kebudayaan modern Korea.
Budaya Perkawinan
Kebudayaan garis keluarga di Korea adalah berdasarkan atas sistem Patrilinial. Pria
memegang peranan penting dalam kesejahteraan keluarkan dan diwajibkan untuk bekerja. Wanita
diperbolehkan untuk bekerja hanya kalau diperbolehkan oleh suami atau jika hasil kerja suaminya
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tugas utama wanita adalah untuk mengasuh anak
dan menjaga rumah.
Budaya perkawinan Korea sangat menghormati kesetiaan. Para janda, walaupun jika suami
mereka mati muda, tidak dizinkan menikah lagi dan harus mengabdikan hidupnya untuk melayani
orang tua dari suaminya. Begitu juga yang terjadi pada seorang duda yang harus melayani orang tua
dari istrinya walaupun istrinya tersebut mati muda.
Dalam budaya Korea , keturunan atau anak dianggap sebagai sebuah anugerah yang amat
besar dari Tuhan. Oleh karena itu, setiap keluarga disarankan untuk memiliki paling tidak seorang
keturunan. Oleh karena budaya yang amat menghormati anugerah Tuhan tersebut, aborsi yang bersifat
sengaja akan diberikan hukuman yang amat berat secara adapt, yaitu hukuman mati kepada sang Ibu
dan orang lain yang mungkin terlibat di dalamnya, seperti suaminya (jika suaminya yang memaksa),
dokter (jika dokter yang memberikan sarana untuk aborsi), dan lain-lain. Akan tetapi, secara hukum,
tidak akan diadakan hukuman mati. Hukuman mati biasanya hanya dilaksanakan di daerah pedalaman
Korea di mana adat masih berpengaruh secara kuat.
Pembagian harta warisan dalam budaya ini amatlah adil. Tanpa memperdulikan jenis kelamin,
keturunan dari seseorang akan mendapatkan pembagian harta dengan jumlah yang sama dengan
saudara-saudaranya. Akan tetapi, dalam prakteknya ini tidak selalu terjadi. Kebanyakan orang tua
menyisihkan lebih banyak harta warisan kepada anak tertua mereka.
Budaya Makanan
Dalam budaya Korea , ada satu makanan khas yang memiliki suatu arti yang tidak dimiliki
oleh makanan lainnya. Makanan ini disebut kimchi. Di setiap session makanan, ketidakberadaan
kimchi akan memberikan kesan tidak lengkap.
Kimchi adalah suatu makanan yang biasanya merupakan sayuran yang rendah kalori dengan
kadar serat yang tinggi (misalnya bawang, kacang panjang, selada, dan lain-lain) yang dimasak
sedemikian rupa dengan bumbu dan rempah-rempah sehingga menghasilkan rasa yang unik dan
biasanya pedas. Dalam kenyataannya (menurut hasil penelitian kesehatan WHO), jenis-jenis kimchi
memiliki total gizi yang jauh lebih tinggi dari buah manapun.
Hal yang membuat kimchi menjadi makanan yang spesial ada banyak faktornya. Faktor
pertama adalah pembuatannya. Kimchi (dalam hal ini adalah kimchi yang dihidangkan untuk acara-
acara spesial, bukan kimchi untuk acara makan biasa dan sehari-hari) dibuat oleh wanita dari keluarga
bersangkutan yang mengadakan acara tersebut dan hanya bisa dibuat pada hari di mana acara tersebut
dilaksanakan. Semakin banyak wanita yang turut membantu dalam pembuatan kimchi ini, semakin
“bermakna” pula kimchi tersebut. Kimchi juga merupakan faktor penentu kepintaran atau kehebatan
seorang wanita dalam memasak. Konon katanya, jika seorang wanita mampu membuat kimchi yang
enak, tidak diragukan lagi kemampuan wanita tersebut dalam memasak makanan lain. Faktor ketiga
adalah asal mula kimchi. Kimchi pada awalnya dibuat oleh permaisuri dari Raja Sejong sebagai
hidangan untuk perayaan Sesi.
Kebiasaan / Tradisi
Ada sebuah tradisi / kebiasaan yang cukup terkenal di Korea. Tradisi ini dinamakan “sesi
custom”. Tradisi sesi dilaksanakan sekali setiap tahun. Sesi adalah sebuah tradisi untuk
mengakselerasikan ritme dari sebuah lingkaran kehidupan tahunan sehingga seseorang dapat lebih
maju di lingkaran kehidupan tahun berikutnya.
Tradisi sesi dilaksanakan berdasarkan kalender bulan (Lunar Calender). Matahari, menurut
adat Korea , tidak menunjukkan suatu karakteristik musiman. Akan tetapi, Bulan menunjukkan suatu
perbedaan melalui perubahan fase bulan. Oleh karena itu, lebih mudah membedakan adanya
perubahan musim atau waktu melalui fase bulan yang dilihat.
Dalam tradisi sesi, ada lima dewa yang disembah, yaitu irwolseongsin (dewa matahari bulan
dan bintang), sancheonsin(dewa gunung dan sungai), yongwangsin (raja naga), seonangsin (dewa
kekuasaan), dan gasin (dewa rumah). Kelima dewa ini disembah karena dianggap dapat mengubah
nasib dan keberuntungan seseorang.
Pada hari di mana sesi dilaksanakan, akan diadakan sebuah acara makan malam antar sesama
keluarga yang pertalian darahnya dekat (orang tua dengan anaknya). Acara makan wajib diawali
dengan kimchi dan lalu dilanjutkan dengan "complete food session".
Ada juga mitos lain dalam memperoleh keberuntungan menurut tradisi Korea, antara lain “nut
cracking” yaitu memecahkan kulit kacang-kacangan yang keras pada malam purnama pertama tahun
baru, “treading on the bridge” yaitu berjalan dengan sangat santai melewati jembatan di bawah bulan
purnama pada malam purnama pertama tahun baru yang katanya dapat membuat kaki kita kuat
sepanjang tahun, dan “hanging a lucky rice scoop” yaitu menggantungkan skop (sendok) pengambil
nasi di sebuah jendela yang katanya akan memberi beras yang melimpah sepanjang tahun.
Kesenian
Kesenian tradisional di Korea, dalam hal ini musik dan tarian, diperuntukkan khusus sebagai
suatu bagian dalam penyembahan “ lima dewa”.
Ada beberapa alat musik tradisional yang digunakan, misalnya hyeonhakgeum(sejenis alat
musik berwarna hitam yang bentuknya seperti pipa dengan tujuh buah senar) dan gayageum (alat
musik mirip hyeonhakgum tetapi bentuk, struktur, corak, dan cara memainkannya berbeda dan
memiliki dua belas buah senar).
Tarian tradisional yang cukup terkenal di Korea antara lain cheoyongmu (tarian
topeng), hakchum (tarian perang), dan chunaengjeon (tarian musim semi).
Tarian chunaengjeon ditarikan sebagai tanda terima kasih kepada dewa irwolseongsin dan
dewa sancheonsin atas panen yang berhasil.
Bahasa
Bahasa yang digunakan di Korea adalah bahasa Korea . Penulisan bahasa Korea dinamakan
Hangeul. Hangeul diciptakan oleh Raja Sejong pada abad ke 15. Hangeul terdiri dari 10 huruf vokal
dan 14 konsonan yang bisa dikombinasikan menjadi banyak sekali huruf-huruf dalam bahasa Korea .
Hangeul sangat mudah dibaca dan dipelajari. Hangeul juga dianggap sebagai bahasa tulisan yang
paling sistematik dan scientific di dunia. Berikut adalah contoh Hangeul.
Peninggalan Bersejarah
Di Korea terdapat banyak peninggalan sejarah yang berasal dari masa Dinasti Joseon, seperti
Taman Jongmyo yang didalamnya terdapat banyak prasasti-prasasti dan disini biasa dilaksanakan
upacara-upacara keagamaan atau mistik yang besar. Ada juga istana-istana Dinasti Joseion antara
lain Gyeongbokgung(dibangun pada tahun 1394), Changdeokgung (tidak diketahui kapan dibangun
tetapi bangunan ini ditemukan pada tahun 1592), Changgyeonggung (anak istana dari
istana Changdeokgung), dan Deoksugungyang saat ini telah dijadikan sebagai kantor Walikota Seoul .
D. Nasionalisme
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah
negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalisme
adalah suatu ideologi yang meletakan bangsa dipusat masalahnya dan berupaya mempertinggi
keberadannya, maksudnya adalah suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan
otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi yang sejumlah anggotanya bertekad untuk
membentuk suatu ” bangsa ” yang aktual atau ” bangsa ” yang pontesial. Nasionalisme berasal dari
kata nation yang berarti bangsa. Bangsa mempunyai dua pengertian, yaitu : dalam pengertian
Antropologis serta sosiologis dan dalam pengertian politis. Dalam pengertian antropologis dan
sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu perseketuan hidup yang berdiri
sendiri dan masing anggota perseketuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama,
sejarah dan adat istiadat. Persekutuan hidup semacam ini dalam suatu Negara dapat merupakan
persekutuan hidup yang mayoritas dan dapat pula persekutuan hidup yang minoritas. Sedang dalam
pengertian politik adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk kepada
kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi keluar dan kedalam.
Berikut arti nasionalisme menurut para ahli :
Ernest Renan
Nasionalisme adalah kehendak untuk bersatu dan bernegara.
Hans Kohn
Nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya National Counciousness.
Dengan perkataan lain nasionalisme adalah formalisasi (bentuk) dan rasionalisasi dari
kesadaran nasional berbangsa dan bernegara sendiri.
L. Stoddard
Nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu
di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di
dalam suatu bangsa.
Encyclopaedia Britannica :
Nasionalisme merupakan keadaan jiwa, dimana individu merasa bahwa setiap orang
memiliki kesetiaan dalam keduniaan (sekuler) tertinggi kepada Negara kebangsaan.
Huzser dan Stevenson :
Nasionalisme adalah menentukan bangsa mempunyai rasa cinta secara alami kepada
tanah airnya.
International Encyclopaedia of the Social Science :
Nasionalisme adalah suatu ikatan politik yang mengikat kesatuan masyarakat modern
dan memberi pengabsahan terhadap klaim (tuntutan) kekuasan.
Secara umum nasionalisme diartikan bentuk dari rasa cinta tanah air, dimana seseorang atau
sekolompok manusia tinggal dan memperoleh kehidupan. Rasa cinta ini timbul karena adanya karena
adanya perasaan senasib antara sesama manusia yang ada dalam sebuah kelompok dan mendiami
suatu daerah.
Pengaruh globalisasi
(Krisna, 2005) Sebagai proses, globalisasi belangsung melalui dua dimensi dalam interksi
antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin diersingkat
dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan
seperti bidang ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanaan keamanan dan lain-lain. Oleh
karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Kehadiran globalisasi tentunya membawa
pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu
pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Globalisasi menimbulkan berbagai akibat, baik positif maupun negatif. Akibat yang timbul
harus disikapi dengan baik, antara lain:
Pengaruh Positif
1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis.
Pemerintahan yang transparan dan demokratis akan menimbulkan kepercayaan
masyarakat terhadap negara yang berujung pada meningkatnya rasa nasionalisme.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan
kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Terpenuhinya kebutuhan dasar
warga negara akan mempengaruhi warganegara dalam hal pengabdian kepada negara.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita mencontoh pola piker dan tingkah laku yang baik
seperti etos kerja yang tinggi, disiplin, profesionalisme dari bangsa lain yang untuk
diaplikasikan yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa
nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif
1. Globalisasi membawa paham liberalisme yang selalu diidentikkan dengan kemajuan dan
kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi
Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme
bangsa akan hilang.
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
karena banyaknya produk luar negeri. Kebanggaan terhadap produk asing
mengakibatkan minder yang justru menyurutkan rasa nasionalisme.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai
bangsa Indonesia. Budaya barat selalu dianggap yang paling baik sehingga melupakan
budaya bangsa.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin,
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat
menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu
kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku
sesama warga.
Mencegah efek negatif.
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai
nasionalisme antara lain yaitu :
1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk
dalam negeri.
2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-
benarnya dan seadil- adilnya.
5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya
bangsa
Maka kita harus bijak dalam mensikapi globalisasi.Jangan sampai kita hanya terpengaruh
dengan efek negatifnya saja.
Menurut pengalaman selama ini, kebudayaan nasional lebih merupakan gagasan (atau bahkan
retorika) politik, daripada suatu konsep yang dapat diuraikan secara ilmiah. Dengan mudah suatu
tindakan pada masa lalu dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan nasional, tetapi tidak
pernah dijelaskan nilai-nilai mana saja yang dapat diterima sebagai sistem-nilai kebudayaan nasional.
Seperti biasanya, istilah politik lebih mudah berfungsi sebagai antikonsep, yang dapat diterapkan
secara arbitrer apabila dibutuhkan secara politik, daripada sebagai suatu kerangka konseptual yang
jelas batas-batasnya dan dapat dideskripsikan unsur-unsurnya. Apakah ada upacara perkawinan
nasional? Apakah ada jenis makanan nasional? Apakah ada pencak silat nasional? Hal-hal terakhir ini
lebih mudah diidentifikasikan sebagai produk budaya suatu daerah atau suatu kelompok etnik tertentu.
Kesulitan tersebut muncul dari sifat khas nasionalisme yang tumbuh dan berkembang di
Indonesia, dan di banyak negara berkembang lainnya. Di negeri-negeri ini nasionalisme telah lahir
sebagai gerakan untuk menentang dan mengakhiri suatu pemerintahan dan kekuasaan kolonial. Yang
terjadi adalah adanya bangsa yang merdeka mendahului lahirnya suatu negara yang berdaulat. Dalam
kenyataannya sering terjadi bahwa sekalipun bangsa itu telah merdeka, negara yang diproklamasikan
oleh bangsa tersebut tetap meneruskan watak dari negara kolonial sebelumnya. Nasionalisme jenis ini
sangat berbeda dari nasionalisme di negara-negara Eropa di mana beberapa negara modern terbentuk
mendahului adanya bangsa.
Sebelum menyingsingnya fajar masa modern, di Eropa Barat telah terbentuk negara-negara
yang relatif berdaulat, seperti negara Perancis, Inggris, Spanyol, dan Belanda, yang kemudian
menjelma menjadi bangsa pada saat memasuki masa modern. Perubahan negara menjadi bangsa di
tempat-tempat tersebut menjadi mantap pada masa-masa setelah Perang Napoleon (1804-1815). Di
negara-negara ini dapatlah dikatakan, kesatuan negara mendahului kesatuan bangsa. Varian lainnya
adalah Jerman dan Italia, di mana kesatuan budaya di negeri itu jauh lebih dahulu ada dan baru
kemudian mendapatkan ekspresi politisnya. Dengan lain perkataan, di kedua negara yang tersebut
terakhir ini tidak ada masalah dengan kebudayaan nasional seperti halnya di Indonesia, karena
kesatuan budaya jauh mendahului kesatuan politik. Kebudayaan Jerman dan kebudayaan Italia sudah
mantap pembentukannya sebelum terbentuknya bangsa Jerman atau bangsa Italia.
DI Indonesia, yang terjadi adalah bahwa pembentukan bangsa itu berlangsung melalui
pergerakan nasional dan mendahului pembentukan negara RI maupun pembentukan kebudayaan
nasional Indonesia. Ada dua akibat yang sangat terasa sampai sekarang.
Dari satu segi, negara Indonesia merdeka harus berusaha (dengan tidak selalu berhasil)
melepaskan diri dari sifat-sifat negara kolonial yang mendahuluinya, baik negara kolonial Belanda
maupun negara kolonial Jepang. Orientasi utama ke pasar luar negeri dalam ekonomi misalnya,
merupakan warisan langsung dari negara kolonial Hindia Belanda. Demikian pun, peranan besar
militer dalam bidang sosial-politik dalam masa Orde Baru adalah salah satu warisan pemerintahan
Jepang. Dari pihak lainnya, kebudayaan Indonesia harus didefinisikan dalam hubungan dengan
kebudayaan daerah maupun kebudayaan asing.
Demikian pula, kebudayaan nasional dicoba dikonsepsikan dalam perbedaan, dan bahkan
pertentangannya dengan kebudayaan Barat. Ketakutan terhadap kebudayaan Barat sebagai ancaman
bagi kebudayaan nasional muncul dengan nyata, baik dalam masa pemerintahan Soekarno maupun
dalam masa pemerintahan Soeharto. Tetapi, apa yang sebetulnya dinamakan kebudayaan Barat oleh
kedua penguasa itu?
Soekarno memang menolak musik rock ‘n roll, tetapi membaca dengan lahap kepustakaan
politik, filsafat, dan sejarah kebudayaan Barat. Soeharto menolak oposisi dalam politik sebagai
refleksi kebudayaan Barat, tetapi dengan tangan terbuka menerima modal-modal asing yang sebagian
terbesar berasal dari negara-negara Barat. Anehnya, sikap bermusuhan terhadap kebudayaan asing ini
hanya ditujukan kepada apa yang dibayangkan sebagai kebudayaan Barat, sedangkan kebudayaan
Cina, Parsi, India, dan kebudayaan luar lainnya tidak dianggap sebagai kebudayaan asing.
Sekalipun Indonesia sejak awal mendengungkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, namun
jelas bahwa persatuan merupakan ide yang dominan, yang telah muncul dari nasionalisme yang
bersifat antikolonial. Perjuangan nasional itu diandaikan mengharuskan adanya persatuan nasional,
yaitu persatuan semua kelompok etnik di Nusantara ke dalam bangsa Indonesia, dan juga suatu negara
kesatuan yang tidak mengijinkan adanya kedaulatan lain di samping kedaulatan RI dalam batas-batas
teritorial negara ini.
Sadar-tak-sadar, ide negara kesatuan dan persatuan bangsa ini kemudian menggiring
pemikiran ke arah kebudayaan nasional, yang dalam bentuk konkretnya berarti kebudayaan persatuan.
Tetapi, persatuan secara budaya merupakan hal yang tidak mudah, karena menimbulkan pertanyaan:
mengapa kebudayaan-kebudayaan harus dipersatukan, dan kalau dipersatukan, maka persatuan
kebudayaan itu mengikuti pola yang mana? Dalam hal inilah kelihatan sikap yang serba mendua
dalam politik Indonesia, yang tentu saja telah muncul dari desakan politik yang ada, yang kemudian
harus dijawab secara pragmatis belaka, tanpa mempertimbangkan implikasi budayanya.
Persoalan asimilasi kelompok etnik Tionghoa merupakan contoh soal yang baik, bahwa suatu
kelompok budaya dan kelompok etnis yang dianggap asing diminta untuk meninggalkan
kebudayaannya sendiri dan bergabung dengan kelompok budaya yang lebih besar. Atau, dalam
bahasa antropologi budaya, kebudayaan kelompok etnik Tionghoa harus diperlakukan sebagai
subkultur dari suatu dominant culture yang lain, entah Jawa, Batak, atau Sunda. Persoalan ini tentu
saja menyangkut masalah dwi-kewarganegaraan orang-orang keturunan Tionghoa yang pernah
muncul, yang kemudian dipertegas oleh masalah sikap nasional Indonesia terhadap komunisme.
Dengan demikian, persoalan asimilasi bukanlah persoalan kebudayaan, tetapi persoalan politik
semata-mata, karena penduduk Timur asing lainnya, seperti keturunan Arab atau India, tidak diminta
melakukan asimilasi, karena tidak ada urgensi politik yang mengharuskannya.
Kebudayaan Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah bangkitnya kebudayaan-
kebudayaan daerah, entah karena berakhirnya etatisme dan sentralisme Orde Baru, maupun karena
penerapan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 dan UU
Nomor 25 Tahun 1999. Diberikannya hak-hak pemerintahan yang besar kepada daerah (kabupaten)
jelas memungkinkan daerah bersangkutan menghidupkan kebudayaan lokal yang menjadi ciri daerah
tersebut. Apakah hidupnya budaya daerah ini kemudian semakin menunjang atau menghalangi proses
demokratisasi, harus dilihat nanti.
Kalau kebudayaan daerah itu semakin memperkuat feodalisme lokal atau mengembalikan lagi
patriarki yang dibenarkan oleh adat-istiadat setempat, maka hidupnya kebudayaan lokal membawa
tantangan dan risiko baru untuk demokratisasi. Sebaliknya, kalau munculnya kebudayaan daerah itu
memungkinkan pluralisasi ekspresi-ekspresi budaya, yang menjadi representasi dari kesadaran
nasional yang sama atas cara yang lebih beragam, maka kita akan mengalami suatu masa di mana
kebangsaan dan kebudayaan tidak saling menghambat, tetapi justru saling memperkaya.
Gerakan untuk otonomi daerah, tuntutan untuk kesamaan hak hidup budaya kaum minoritas
sebagaimana diperjuangkan dalam gerakan-gerakan multikultural, menguatnya filsafat politik
komunitarian di Amerika Serikat sebagai antitese yang kuat terhadap demokrasi liberal, hidupnya
kembali lokalitas sebagai countervailing movement terhadap superimposisi yang keras dari proses
globalisasi, jelas akan ada pengaruhnya terhadap nasionalisme dan rasa kebangsaan. Bangkitnya
negara-negara berbasis etnis di Eropa Timur dan bekas daerah kekuasaan Uni Soviet menjadi pratanda
bahwa yang akan kita hadapi di masa depan barangkali bukanlah the clash of
civilizations sebagaimana diramalkan Samuel Huntington, tetapi sangat mungkin the clash of
nationalities yang didukung oleh identifikasi kebudayaan yang kuat.
Sumber:
http://www.angelfire.com/gundam/sartohalim/sosial_budaya.htm
http://imliakawaii.blogspot.co.id/2013/03/kebudayaan-memperkuat-nilai-nasionalisme.html
D AFTAR PUSTAKA