Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan obstetric yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan
yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan
yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan
syok yang fatal. Salah satu sebabnya adalah plasenta previa. Oleh sebab itu,
perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya selagi perdarahan belum sampai
ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya. Antisipasi dalam perawatan
prenatal adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya penyakit ini
berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan yang tidak tertentu,
tanpa trauma. Perempuan hamil yang menderita plasenta previa harus segera
dirujuk dan diangkut ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan periksa dalam
karena perbuatan tersebut memprovokasi perdarahan berlangsung semakin deras
dengan cepat.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perdarahan Antepartum


2.1.1. Definisi
Perdarahan ante partum adalah perdarahan yang terjadi setelah
kehamian 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya
daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.2
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam
semasa kehamilan dimana umur kehamilan telah melebihi 28
minggu atau berat janin lebih dari 1000 gram.3
Karena perdarahan antepartum terjadi pada umur kehamilan
diatas 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan
pada trimester ketiga. Perdarahan antepartum digolongkan sebagai
berikut4 :
1. Perdarahan yang ada hubungannya dengan kehamilan
a. Plasenta previa
b. Solusi plasenta
c. Perdarahan pada plasenta letak rendah
d. Pecahnya sinus marginalis dan vasa previa
2. Perdarahan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan
a. Pecahnya varices vagina
b. Perdarahan polip serviks
c. Perdarahan perlukan seviks
d. Perdarahan karena keganasan serviks

2.1.2. Insiden
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh
persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975)
dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan. RS pirngadi Medan kira-
kira 10% dari seluruh persalinan.2

2
Pada kejadian perdarahan antepartum, kejadian yang
berbahaya umumnya bersumber pada kelainan letak plasenta dan
lepasnya plasenta dari tempat implantasinya sehingga
menyebabkan perdarahan, makapersalinan tidak dapat dihindarkan
walaupun umur kehamilan belum cukup bulan. Suatu penelitian
menjelaskan bahwa perdarahan antepartum juga merupakan
penyebab persalinan prematur dengan kejadian sebesar 14,1%.5
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Wiji Lestari dengan
judul Hubungan Antara Paritas dengan Kejadian Perdarahan
Antepartum di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (2007)
didapatkan hasil bahwa wanita multipara memiliki risiko 2,76 kali
lebih besar untuk mengalami terjadinya perdarahan antepartum
daripada wanita primipara.

2.2. Plasenta Previa


2.2.1. Definisi Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah Rahim demikian rupa sehingga menutupi atau sebagian dari ostium
uteri internum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya Rahim dan meluasnya
segmen bawah Rahim kea rah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah Rahim ikut berpindah mengikuti
perluasan segmen bawah Rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi.
Ostium uteri secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala
satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta.
Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta
previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun
dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan
digital. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara
berkala dalam asuhan antenatal ataupun intranatal.

3
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagin atau seluruh
ostium uteri internum.6
Plasenta previa digunakan untuk menggambarkan plasenta yang
berimplantasi di atas atau sangat berdekatan dengan ostium uteri
internum.7

2.2.2. Epidemiologi Plasenta Previa


Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas
tinggi dan pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada
kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut
mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit Umum
Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di
Negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin
disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan
meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetric yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa lebih tinggi. 1

2.2.3. Etiologi Plasenta Previa


Penyebab blastiksta berimplantasi pada segmen bawah Rahim
belumlah diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja
blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar
belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin
sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut,
cacat Rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, mionektomi, dan
sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di
endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor risiko bagi
terjadinta plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan
insiden dua sampai 3 kali. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi
plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon

4
monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan pertumbuhan plasenta
melebar ke segmen bawah Rahim sehinga menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum.1
Sebab-sebab terjadinya plasenta previa tak diketahui, tetapi faktor-
faktor predisposisi antara lain:6
1. Umur dan paritas merupakan faktor predisposisi yang sangat penting
karena:
a. Vaskularisasi desidua yang brkurang mungkin karena infeksi
b. Bekas-bekas luka endometrium bertambah dengan bertambahnya
umur dan paritas.
2. Besarnya plasenta
Jika plasenta demikian besarnya, maka implantasinya akan meluas
sampai segmen bawah rahim, misalnya pada eritrofoblasis fetalis atau
kehamilan kembar.
3. Plasenta tumbuh pada chorion leave zygote mengadakan implantasi di
bawah dekat ostium uteri internum.
Ibu yang memiliki paritas berisiko mempunyai peluang untuk
mengalami plasenta previa disbanding ibu yang memiliki paritas tidak
berisiko.
Usia ibu yang semakin lanjut meningkat risiko plasenta previa.
Insiden plasenta previa meningkat secara bermakna pada setiap
peningkatan kelompok usia ibu. Multiparitas juga berkaitan dengan
peningkatan risiko plasenta previa. Adanya peningkatan kejadian
plasenta previa pada riayat section sesaria.3

2.2.4. Klasifikasi Plasenta Previa


1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.1 Pada plasenta previa total dan
parsial, pemisahan plasenta spontan dalam derajat tertentu
merupakan konsekuensi yang tak terhindarkan akibat pembentukan
segmen bawah rahim dan pembukaan serviks. Pemisahan seperti ini

5
biasanya berkaitan dengan perdarahan. Selain itu, meskipun secara
teknis, kondisi ini merupakan solusio plasenta, biasanya pemisahan
ini tidak disebut demikian.7
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium internum
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah Rahim demikian rupa sehingganya tepi bawahnya
berada lada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak
yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.2 Plasenta letak
rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjai plasenta previa parsial
pada pembukaan 8 cm karena serviks yang membuka tidak lagi
menutupi plasenta.7

2.2.5. Gejala Klinis Plasenta Previa


Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus
keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi
pada akhir trimester kedua keatas. Perdarahan pertama berlangsung tidak
banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa suatu sebab

6
yang sangat jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada
setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti
mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu
mulai persalinan, perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada
solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim
tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian,
perdarahan bisa berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga
bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta
previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah
terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada
retensio plasenta. 1
1. Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa sebab, tanpa
rasa nyeri dan biasanya berulang (painless, recurrent bleeding),
darahnya berwarna merah segar.6
2. Bagian terbawah janin tinggi (floating) sering dijumpai kelainan
letak janin.
3. Perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan
tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya,
tetapi perdarahan berikutnya biasanya lebih banyak.6
4. Janin biasanya masih baik.6

Peristiwa yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan


tanpa nyeri, yang biasanya tidak terjadi hingga mendekati akhir trimester
kedua atau setelahnya. Namun perdarahan dapat terjadi sebelumnya, dan
terkadang aborsi dapat terjadi akibat lokasi abnormal plasenta yang sedang
berkembang.7
Pada banyak kasus plasenta previa, perdarahan dimulai tanpa
gejala peringatan dan tanpa disertai nyeri pada perempuan yang
sebelumnya mengalami riwayat prenatal normal. Untungnya, perdarahan
inisial ini jarang sedemikian masif sehingga fatal. Biasanya, perdarahan ini
berhenti, kemudian berulang kembali. Pada beberapa perempuan,

7
khususnya mereka dengan plasenta yang berimplantasi di dekat tetapi
tidak terjadi hingga terjadinya persalinan. Kemudian, perdarahan dapat
bervariasi, mulai dari ringan hingga masif, dan secara klinis, dapat
menyerupai solusio plasenta.7
Penyebab perdarahan ditekankan kembali jika plasenta terletak
menutupi ostium uteri internum, pembentukkan segmen bawah uterus dan
pembukaan ostium uteri internum akan menyebabkan perobekan
perlekatan plasenta. Perdarahan ini diperhebat oleh ketidakmampuan
bawaan serat miometrium di segmen bawah uterus berkontraksi dengan
buruk. Perdarahan dapat pula terjadi dari robekan di serviks dan segmen
bawah uterus yang rapuh, khususnya setelah pngeluaran manual plasenta
yang agak melekat.7

2.2.6. Patofisiologi Plasenta Previa


Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga
dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya
segmen bawah Rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan,
sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal
yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri.
Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah Rahim, maka
plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pad desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada
waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian
tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukkan segmen
bawah Rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan
terjadi. Perdarahan ditempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah Rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi
dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan
akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan

8
sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena
pembentukan segmen bawah Rahim itu akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan.
Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain
(causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri.
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan
terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah Rahim
terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri
internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Untuk berjada-jaga mencegah syok hal tersebut
perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada
kehamilan dibawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat
dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke
luar Rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam
sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati
pada plasenta previa.1
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah
Rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tofoblas,
akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering
terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang
petumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli bersama plasenta
previa. Plasent akreta dan iknkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah Rahim dan serviks yang
rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat
disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan

9
pasca persalinan pada plasenta previa misalnya dalam kala tiga karena
plasenta sukar mengelupas dengan sempurna (retensio plasenae) atau
setelah uri lepas karena segmen bawah Rahim tidak mampu berkontraksi
dengan baik.1

2.2.7. Diagnosis
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan
lanjut biasanya menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran
klinik yang klasik sangat menolong membedakan antara keduanya. Dahulu
untuk kepastian diagnosis pada kasus dengan perdarahan banyak, pasien
dipersiapkan, di dalam kamar bedah demikian rupa segala sesuatunya
termasuk staf dan perlengkapan anesthesia semua siap untuk tindakan
bedah sesar. Dengan pasien dalam posisi litotomi di atas meja operasi
dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal tocher) dalam lingkungan
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) secara hati-hati dengan dua jari telunjuk
dan jari tengah meraba forniks posterior untuk mendapat kesan ada atau
tidak ada bantalan antara jari dengan bagian terbawah janin. Perlahan jari-
jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk meraba jaringan
plasenta. Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti seluruh pembukaan
untuk mengetahui derajat atas klasifikasi plasenta. Jika plasenta lateralis
atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi dan diberi oksitosin drip
untuk mempercepat persalinan jika tidak terjadi perdarahan banyak untuk
kemudian dikemabalikan ke kamar bersalin. Jika terjadi perdarahan
banyak atau ternyata plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan dengan
seksio sesaria. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada indikasi
penyelesain persalinan. Persiapan yang demikian disebut dengan double
set-up examination. Perlu diketahui tindakan periksa dalam tidak
boleh/kontra indikasi dilakukan diluar persiapan double set-up
examnination. Periksa dalam sekalipun yang dilakukan dengan sangat
lembut dan hati-hati tidak menjamin tidak menyebabkan perdarahan yang

10
banyak. Jika terjadi perdarahan banyak diluar persiapan akan berdampak
pada prognosis yang lebih buruk bahkan bisa fatal.7
Dewasa ini double set-up examinationxion pada banyak rumah
sakit sudah jarang dilakukan berhubung telah tersedia alat ultrasonografi.
Transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih yang
dikosongkan akan memberi kepastian dalam diagnosis plasenta previa
dengan ketepatan tinggi sampai 96-98%. Walaupun lebih superior jarang
diperlukan transvaginal ultrasonografi untuk mendeteksi keadaan ostium
uteri internum. Di tangan yang tidak ahli pemakaian transvaginal
ultrasonografi bisa memprovokasi perdarahan lebih banyak. Di tangan
yang ahli dengan transvaginal ultrasonografi dapat dicapai 98% positive
predictive value dan 100% negative predictive value pada upaya diagnosis
plasenta previa. Transperineal sonografi dapat mendekati ostium uteri
intranum dan segmen bawah rahim, dan teknik ini dilaporkan 90% positive
predictive value dan 100% negative predictive value dengan diagnosis
plasenta previa Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat
dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta
previa. MRI kala praktis jika dibandingkan dengan USG, terlebih dalam
suasana mendesak.7

2.2.8. Diagnosis Banding


1. Solusio plasenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum pelahiran
telah disebut dengan berbagai istilah, yaiutu solusio plasenta.
Perdarahan akibat solusio plasenta umumnya menyusup diantara
membrane plasenta dan uterus, dan akhirnya keluar melalui
serviks, menyebabkan perdarahan eksternal.7 solusio plasenta
adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan
desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah

11
terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina,
rasa nyeri perut dan uterus tegang terus menerus mirip his partu
prematurus. Sejumlah penderita bahkan tidak menunjukkan tanda
atau gejala klasik, gejala yang lahir mirip tanda persalinan
premature saja.1
2. Vasa previa
Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada
di dalam selaput ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk
kemudian sampai ke dalam insersinya di tali pusat. Perdarahan
terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks
robek atau pecah dan vascular janin itupun ikut terputus.1

2.2.9. Pemeriksaan Penunjang


1. Penentuan letak sonografi
Metode yang paling sederhan aman dan akurat untuk menentukan
letak plasenta dilakukan dengan sonografi transabdominal. Akurasi
rata-rata pemeriksaan ini adalah 96%, bahkan pernah dilaporkan
angka akurasi setinggi 98%. Hasil positif semu umumnya
disebabkan oleh distensi kandung kemih. Karena itu, pemeriksaan
pada kasus yang diduga positif harus diulang setelah kandung kemih
dikosongkan. Penggunaan sonografi transvaginal telah meningkat
secara nyata ketepatan diagnostic plasenta previa. Meskipun
tampaknya berbahaya utuk memasukkan probe ultrasonografi
kedalam vagina pada kasus yang diduga plasenta previa, teknik ini
telah terbukti aman. Sonografi transperineal dilaporkan akurat untuk
menentukan letak plasenta previa membuktikan keakuratannya pada
75 perempuan yang memiliki plasenta previa yang telah divisualisasi
dengan sonografi transabdominal.7
2. Magnetic Resonanse Imaging (MRI)
Sejumlah peneliti telah menggunakan MRI untuk memvisualisasikan
abnormalitas plasenta termasuk plasenta previa.7

12
2.2.10. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil
yang menderita plasenta previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak dan fatal. 1
1. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim terjadi ritmik, maka
pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang
dan semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat
dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan
kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan
sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta
inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta
akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum
masuk ke dalam myometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh
permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan
tetapi menjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah
terlepas timbullah perdaraha dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang sudah pernah mengalami section
sesaria.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh
darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang
banyak. Oleh karena itu harus sangat hati-hati pada semua tindakan
manual ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak
melaluii insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak
terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan
pada segmen bawah rahim, ligase arteri uterine, ligase arteri ovarika,
pemasnagan tampon, atau ligase arteria hipogastrika maka pada

13
keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah
melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini
tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5. Kelahiran premature dari gawat janin sering tidak terhindarkan
sebagian oleh karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa
dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada kehamilan < 37
minggu dapat dilakukan amniosen untuk mengetahui kematangan
paru janin dan pembrian kortikosteroid untuk mempercepat
pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam
kepustakaan selain masa rawatan yang lebih lama, adalah berisiko
tinggi untuk solusio plasenta, seksio sesaria, kelainan letak janin,
perdarahan pasca persalinan, kematian maternal akibat perdarahan,
dan disseminated intravascular coagulation (DIC).

2.2.11. Penanganan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam
trimester kedua atau trimester ketiga harus dirawat dalam rumah sakit.
Pasien diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap
termasuk Golongan darah dan faktorRh. Jika Rh negatif RhoGam perlu
diberikan kepada pasien yang berlu pernah mengalami sensitasi. Jika
kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam
keadaan sehat dan masih dalam keadaan premature dibolehkan pulang
dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan dengan syarat telah
mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar dengan
segera kembali ke rumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun
kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak ada
keberatan pasien dirawat di rumah atau dirawat jalan. Sikap ini dapat

14
dibenarkan berdasarkan hasil penelitian yang mendapatkan tidak ada
perbedaan antara morbiditas ibu dan janin bila pada masing-masing
kelompok diberlakukan rawat inap dan rawat jalan. Rawat inap kembali
diberlakukan bila keadaan menjadi serius.
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah adaptasi fisiologik
perempuan hamil yang memperlihatan seolah keadaan klinis dengan
tanda-tanda vital dan hasil pemeriksaan laboratorium yang masih normal
padahal bisa tidak mencerminkan keadaanya yang sejati. Jika perdarhan
terjadi dalam trimester kedua perlu diwanti-wanti karena perdarahan
ulangan biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovolemik seperti
hipotensi dan takikardia, pasien tersebut mungkin telah mengalami
perdarahan yang cukup berat, lebih berat daripada penampakannya secara
klinis. Transfuse darah yang banyak perlu segera diberikan.
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam rawatan di luar rumah
sakit berhubungan sesuai isteri dan kerja rumah tangga dihindari kecuali
jika setelah pemeriksaan ultrasonografi ulangan, dianjurkan minimal
setelah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauhi ostium
uteri internum. Bila hasil usg tidak demikian, pasien tetap dinasehati untuk
mengurangi kegiatan fisiknya dan melawat ke tempat jauh tidak diberikan
sebagai antisipasi terhadap perdarahan ulang sewaktu-waktu.
Selama rawat inap mungkin perlu diberikan tranfusi darah dan
terhadap pasien dilakukan pemantauan kesehatan janin dan observasi
kesehatan maternal yang ketat berhubung tidak bisa diramalkan pada
pasien mana dan bilamana perdarahan ulang akan terjadi. Perdarahan pada
plasenta previa berasal dari ibu karenanya keadaan janin tidak sampai
membahayakan. Pasien dengan plasenta previa dilaporkan berisiko tinggi
untuk mengalami solusio plasenta.
Perdarahan dalam trimester ketiga perlu pengawasan lebih ketat
dengan istirahat baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam
keadaan yang serius cukup alasan untuk merawatnya sampai melahirkan.
Serangan perdarahan ulang yang banyak bisa saja terjadi sekalipun pasien

15
diistirahat baringkan. Jika pada waktu masuk terjadi perdarahan yang perlu
segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viable. Bila
perdarahannya tidak sampai demikian banyak, pasien diistirahatkan
sampai usia kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosintesis
menunjukkan paru janin telah matang, terminasi dapat dialkukan dan jika
perlu melalui seksio sesaria.
Pada pasien yang pernah seksio sesaria perlu diteliti dengan
ultrasonografi, color Doppler, atau MRI untuk melihat kemungkinan
adanya plasenta skreta, inkreta, atau perkreta. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan baik oleh mereka yang ahli berpengalaman. Dengan
USG dapat dilihat demarkasi antara lapisan Nitabuch dengan desidua
baslis yang terputus. Dengan color dopler terlihat adanya turbulensi aliran
darah dalam plasenta yang meluas ke jaringan sekitar. Dengan MRI dapat
diperlihatkan perluasan jaringan plasenta ke dalam myometrium (plasenta
inkreta atau perkreta).
Apabila diagnosis belum pasti atau tidak terdapat fasilitas
ultrasonografi transvaginal atau terduga plasenta previa marginalis atau
plasenta previa parsialis deilakukan double set-up examination bila inpartu
ataupun sebelumnya bila perlu. Paseien dengan semua klasifikasi plasenta
previa dalam trimester ketiga yng dideteksi dengan ultrasonografi
transvaginal belum ada pembukaan pada serviks persalinannya dilakukan
melalui seksio sesaria. Seksio sesaria juga dilakukan apabila ada
perdarahan banyak yang mengkhawatirkan.
Kebanyakan seksio sesaria pada plasenta previa dapat dilaksanakan
melalui insisi melintang pada segmen bawah rahim bagian anterior
terutama bila plasentanya terletak di belakang dan segmen bawah rahim
telah terbentuk dengan baik. Insisi yang demikan dapat juga dikerjakan
oleh dokter ahli yang cekatan pada plasenta yang terletak anterior dengan
melakukan insisi pada dinding bawah rahim dan plasenta dengan cepat
dan dengan cepat pula mengeluarkan janin dan menjepit tali pusatnya
sebelum janin sempt mengalami perdarahan (fetal exsanguination) akibat

16
plasentanya terpotong. Seksio sesaria klasik dan insisi vertical pada rahim
hanya dilakukan bila janin dalam letak lintang atau terdapat varises yang
luas pada segmen bawah rahim. Anesthesia regional dapat diberikan pada
pengendalian tekanan darah dapat dikendalikan dengan baik di tangan
special anestesi. Pertimbangan ini dilakukan mengingat perdarahan
intraoperasi dengan anestesi regional tidak sebanyak perdarahan pada
pemakaian anestesi umum. Namun, pada pasien dengan perdarahan berat
sebelumnya anesthesia umum lebih baik mengingat anestesi regional bila
menambah berat hipotensi yang biasanya telah ada dan memblokir respons
normal simpatetik terhadap hipovolemia.

1. Ekspektatif
a. Perdarahan sedikit kadar Hb > 8 g%, keadaan umumnya baik
b. Usia kehamilan < 37 minggu
c. Janin hidup
d. Belum inpartu

Tindakan
a. Tirah baring mobilisasi tetap
b. Steroid pada kehamilan < 32 minggu
i. 12 mg/24 jam IV/IM  2x
ii. 6 mg/12 jam IV/IM  4x
c. USG sekuensial
d. Profil biofisik
e. Amniosentesis: L/S ratio

2. Aktif
Kriteria
a. Perdarahan banyak, KU jelek dan syok
b. Inpartu
c. Usia kehamilan > 37 minggu atau taksiran berat janin >2500 g

17
d. Janin mati

Tindakan
a. Perbaiki KU: infus, atasi syok dan tranfusi darah
b. Bila KU jelek setelah syok teratasi segera seksio sesaria,
sedangkan bila KU baik PDMO (Pemeriksaan Dalam di Meja
Operasi).

Perempuan dengan plasenta previa dapat digolongkan ke salah satu


kategori berikut:
1. Janin kurang bulan dan tidak terdapat indikasi lain untuk pelahiran.
2. Janin cukup matur
3. Persalinan telah dimulai
4. Perdarahan sedemikian hebat sehingga harus dilakukan pelahiran tanpa
memperdulikan usia gestasional.
Tatalaksana pada kasus dengan janin kurang bulan, tetapi tanpa
perdarahan aktif uterus yang menetap, terdiri atas pemantauan ketat. Untuk
sebagian perempuan, mungkin sebaiknya dilakukan pemanjangan masa rawat
inap. Namun, seorang perempuan biasanya diizinkan pulang setelah
perdarahan berhenti dan janinnya telah dinilai sehat. Perempuan tersebut
beserta keluarganya harus sepenuhnya memahami kemungkinan komplikasi
yang dapat terjadi dan siap segera mengantarkan komplikasi yang dapat
terjadi dan siap segera mengantarkan perempuan tersebut ke rumah sakit.
Pada pasien-pasien yang memenuhi kriteria tertentu, rawat inap untuk
plasenta previa tampaknya tidak memiliki manfaat lebih dibandingkan
dengan rawat jalan.

Pelahiran
Pelahiran Caesar diperlukan pada semua perempuan yang mengalami
plasenta previa. Pada sebagian besar kasus, insisi melintang pada uterus dapat
dilakukan. Namun, karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi

18
melintang yang menembus plasenta anterior, insisi vertical terkadang
dilakukan. Akan tetapi, bahkan jika insisi mengiris plasenta, kesejahteraan
ibu atau janin jarang terganggu.7
Teknik bedah alternative dengan membuat bidang pemotongan setelah
insisi uterus. Operator meraba bagian terbawah plasenta menuju tempat
terdekat sebelah plasenta yang utuh. Karena sifat segmen bawah uterus yang
kurang dapat berkontraksi, dapat terjadi perdarahan tidak terkontrol, setelah
pengangkatan plasenta. Apabila perdarahan dari alas plasenta tidak dapat
dikendalikan dengan cara konservatif, metode lain dapat dicoba. Penjahitan di
tepi robekan di lokasi implantasi dengan benang kromik 0 dapat membantu
hemostasis. Pada beberapa perempuan, ligase arteri iliaka interna ataupun
ateri uterine bilateral dapat membantu hemostasis. Penjahitan terputus dengan
benang kromik 0 dengan interval 1 cm sehingga menghasilkan jahitan
berbentuk lingkaran di sekitar daerah segmen bawah yang berdarah. Metode
ini berhasil mengendalikan perdarahan pada keadaan perempuan yang
menajalankan tindakan ini. Perdarahan dapat dihentikan dengan
menggunakan kasa yang dipadatkan dibawah segmen bawah uterus. Kasa
yang dipadatkan tersebut dikeluarkan melalui vagina 12 jam kemudian.7

2.2.12. Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik
jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini
dan tidak invasive dengan USG disamping ketersediaan tranfusi darah dan
infus cairan telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap
yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan
dengan seksio sesaria atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang
diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi
berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden
plasenta previa.6

19
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. RK
Umur : 35 tahun
Alamat : Lr. Terusan I RT 43/09 5 ULU seberang ulu I/ Kota
Palembang/ Sumatera Selatan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
MRS : 20 Maret 2018

3.2 Anamnesa
3.2.1 Keluhan Utama
G2P1A0 hamil kurang bulan datang dengan keluhan perdarahan
pervaginam sejak kurang lebih 2 jam sebelum datang ke RSUD
Palembang Bari.

3.2.2 Keluhan Tambahan


Pasien mengatakan celana pasien terasa basah ketika pasien
bangun tidur. Perdarahan dirasakan tanpa disertai rasa nyeri. Pasien tidak
merasakan mulas yang menjalar ke pinggang yang semakin lama terasa
semakin sering dan berat.

3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke PONEK RSUD Palembang BARI dengan
keluhan keluar darah dari kemaluan. Keluhan tidak disertai rasa nyeri.
Keluhan dirasakan pertama kalinya. Pasien tidak merasakan mulas yang

20
menjalar ke pinggang yang semakin lama terasa semakin sering dan berat.
Darah tampak berwarna merah terang. Gerakan janin masih dirasakan
Perdarahan muncul secara berulang. Pasien mengatakan tidak
mengalami jatuh sebelumnya serta tidak pernah mengurut bagian perut.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-), DM (-), asma (-), alergi (-)

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien tidak mengetahui riwayat penyakit pada keluarganya.

3.2.6 Riwayat Menstruasi


Menarche pertama kali : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Lama Haid : 7 hari
Banyak : 2 sampai dengan 3 kali ganti
pembalut
Keluhan pada saat menstruasi : Tidak ada
HPHT : tidak diketahui

3.2.7 Riwayat Perkawinan


Menika satu kali, usia perkawinan

3.2.8 Riwayat Persalinan


1. 2017/ laki-laki/ 2800 gram/ lahir spontan/ hidup/ penolong
persalinan bidan.
2. Saat ini

3.2.9 Riwayat KB
Pasien tidak menggunakan KB

21
3.2.10 Riwayat Operasi
Belum pernah dilakukan operasi

3.2.11 Riwayat ANC


Pasien mengatakan tidak pernah memeriksakan kandungannya ke
dokter, bidan maupun puskesmas.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
TB : 150 cm
BB : 64 kg
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,80C
Kepala : Normocephali, rambut tidak mudah
rontok
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik
(-/-), edema palpebral (-/-)
THT : edema pada telinga (-/-) secret pada
telinga (-), edema pada hidung (-),
secret pada hidung (-/-), T1/T1
tidak hiperemis.
Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks : Simetris, retraksi dinding dada (-)
Pulmo : nafas vesikuler, ronki (-), wheezing

22
(-)
Cor : BJ1 (+)/ BJ2(+), suara jantung
tambahan (-)
Abdomen : status obstetric
Ekstremitas : Akral dingin (-), CRT<3

3.3.2 Status Obstetrik


1. Pemeriksaan Luar
Leopold I : TFU: 4 jari diatas pusat/teraba
bokong
Leopold II : teraba punggung di kanan
Leopold III : bagian terbawah kepala
Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul’
Djj : 140x/menit
His :-
2. Pemeriksaan Dalam
Tidak dilakukan pemeriksaan dalam, karena perdarahan aktif
3. Pemeriksaan Penunjang
USG didapatkan hasil plasenta menutupi seluruh ostium uteri
internum dengan kesan plasenta previa totalis.

3.3.3 Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan genitalia

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Hb : 6,0 g/dl
Leukosit : 18.300/ ul
Trombosit : 662.000 /ul
Hematokrit : 18%
Hitung Jenis : 0/1/2/73/22/2

23
HbsAg : Negatif

3.5 Diagnosis
G2P1A0 hamil 30-31 minggu belum inpartu dengan hemoragik
antepartum et causa plasenta previa totalis dengan anemia berat dan infeksi
intrapartum dan partus premature iminens janin tunggal hidup presentasi kepala.

3.6 Penatalaksanaan
1. IVFD Dextrose 5% + MgSO4 1 flash gtt 20x/menit
2. Injeksi dexametason 2x 12 gram
3. Injeksi cefotaxim 2x1 gram
4. Rencana sectio secaria cito
5. Rencana tranfusi darah

Terhadap Bayi Apabila Telah Lahir


1. Penilaian terhadap bayi apakah membutuhkan resusitasi atau tidak
2. Pemberian profilaksis pada infeksi mata
3. Pemberian imunisasi hepatitis B
4. Pemberian vitamin K
5. ASI
6. Perawatan tali pusat

3.7 Prognosis
1. Quo ad Vitam : Bonam
2. Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
3. Quo ad Sanationam : Bonam

24
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Apakah diagnosis sudah tepat?


Ny. R, 35 tahun mengaku hamil kurang bulan datang ke Pelayanan
Obstetri Neonatologi Emergensi Komprehensif (PONEK) RSUD Palembang Bari
pada tanggal 20 Maret 2018 dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak
kurang lebih 2 jam sebelum datang ke RS. Pasien mengatakan ketika bangun
tidur, celana penuh dengan darah. Keluar darah dari kemaluan tanpa disertai nyeri.
Pasien mengatakan tidak mengalami mulas yang menjalar ke pinggang yang
semakin lama terasa semakin berat.
Pengambilan data pada kasus ini dilakukan dengan menggunakan data
primer melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik langsung kepada pasien serta
data sekunder yaitu melalui rekam medik. Dalam kesempatan kali ini dilakukan
telaah kasus mulai dari identitas pasien sampai pada lembar follow up pasien.
Keluhan keluar darah dari kemaluan sudah pernah dirasakan sebelumnya,
namun hanya sedikit darah yang keluar dan hanya terjadi sebentar. Pasien
mengatakan tidak mengalami demam sebelumnya dan mual muntah. Gerakan bayi
masih dirasakan. Riwayat abortus disangkal. Riwayat trauma, pernah diurut
atauoun coitus sebelumnya disangkal.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan TFU 4 jari diatas pusar, pada fundus
uteri teraba bokong. Bagian terbawah kepala dan belum memasuki pintu atas
panggul. Dari pemeriksaan 4 cm cairan ketuban ada atau tidak.

Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis pada kasus ini adalah G2P1A0 hamil 30-31 minggu
belum inpartu dengan hamoragik ante partum (HAP) et causa plasenta previa
totalis (PPT) + anemia berat + PPI janin tunggal hidup presentasi kepala.
Pada kasus terdapat keluhan perdarahan pervaginam pada kehamilan 30-
31 minggu tanpa disertai rasa nyeri yang terjadi sejak kurang lebih 2 jam sebelum
masuk RS. Berdasarkan teori, pasien mengalami perdarahan obstetric pada

25
trimester ketiga yang disebabkan oleh plasenta previa, dimana plasenta previa
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yang dapat
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.2
Pasien juga mengatakan bahwa perdarahan tanpa disertai rasa nyeri dan
merupakan perdarahan yang berulang, namun pada perdarahan sebelumnya hanya
sedikit dan sebentar. Hal ini telah sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
gejala utama dari plasenta previa adalah perdarahan tanpa diserta nyeri dan
biasanya berulang, serta darah berwarna merah segar. Menurut teori penyebab
perdarahan jika plasenta terletak menutupi ostium uteri internum, pembentukkan
segmen bawah uterus dan pembukaan ostium uteri internum akan menyebabkan
perobekan perlekatan plasenta.2,3
Dalam penegakkan diagnosis plasenta previa, tentunya harus dilakukan
anamnesis, dimana pada kasus pada kehamilan 30-31 minggu terdapat perdarahan
pervaginam tanpa disertai rasa nyeri sejak kurang lebih 2 jam yang lalu, serta
merupakan keluhan yang berulang. Berdasarkan hasil anamnesis, hal ini sejalan
dengan teori yang mendukung diagnosis plasenta previa. Lalu pada pemeriksaan
fisik, khususnya pada pemeriksaan luar akan didapatkan tanda-tanda kehamilan.
Pada kasus sudah sesuai dengan teori, dimana pada plasenta previa tidak
dilakukan tindakan pemeriksaan dalam, dikarenakan pasien sedang mengalami
perdarahan aktif dan apabila dilakukan tindakan pemeriksaan dalam dapat
menyebabkan perdarahan makin aktif.1
Dalam penegakkan diagnosis plasenta previa, menurut teori dapat
dilakukan double set-up examination. Dimana menurut teori double set-up
examination adalah pemeriksaan merupakan untuk kepastian pada kasus dengan
perdarahan banyak, pasien dipersiapkan di kamar bedah demikian rupa segala
sesuatunya termasuk staf dan perlengkapan anesthesia semua siap untuk tindakan
bedah sesar. Pada kasus, tidak dilakukan double set-up examinationxion dan
langsung dilakukan USG. Menurut teori, dewasa ini double set-up
examinationxion pada banyak rumah sakit sudah jarang dilakukan berhubung
telah tersedia alat ultrasonografi.1

26
Pada pemeriksaan USG tampak plasenta menutupi seluruh ostium uteri
internum dimana apabila dikaitkan dengan teori, pasien mengalami plasenta
previa totalis. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.1
Dalam penegakkan diagnosis plasenta previa, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang lain seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI), dimana
dapat dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta
previa. Namun pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
Magnetic Resonance Imaging (MRI) karena dengan pemeriksaan USG sudah
dapat ditegakkan diagnosisnya.
Kemungkinan diagnosis banding lain dengan keluhan perdarahan
pervaginam adalah solusio plasenta. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta
dari tempat implantasinya sebelum pelahiran. Pada solusio plasenta terjadinya
perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina, rasa nyeri perut dan uterus
tegang terus menerus mirip his partu prematurus. Berdasarkan kasus,
kemungkinan diagnosis banding dari solusio plasenta dapat disingkirkan karena
pada kasus terdapat perdarahan pervaginam tanpa disertai rasa nyeri, sedangkan
pada solusio plasenta perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri perut dan
perdarahan pada plasenta previa berwarna merah segar, sedangkan pada solusio
plasenta berwarna gelap.1,3 Jadi, kemungkinan diagnosis banding solusio plasenta
dapat disingkirkn.
Kemungkinan diagnosis banding lain adalah vasa previa. Menurut teori,
vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada di dalam selaput
ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam
insersinya di tali pusat.1 Pada kasus, ditemukan plasenta yang menutupi ostium
uteri internum sehingga, kemungkinan diagnosis banding vasa previa dapat
disingkirkan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil berupa Hb 6,0 g/dl.
Berdasarkan teori, pada kasus kemungkinan telah mengalami komplikasi utama.
Pada ibu hamil yang menderita plasenta previa, mengalami perdarahan yang
cukup banyak dan fatal karena pembentukan segmen bawah rahim terjadi ritmik,

27
maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan
semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga
penderita menjadi anemia bahkan syok,1
Berdasarkan teori, pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi
sehingga memicu penigkatan produksi eritropietin. Akibatnya, volume plasma
bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan
volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengn
peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb)
akibat hemodilusi.1
Berdasarkan nilai batas untuk anemia pada perempuan hamil pada
trimester ketiga apabila Hb < 11,0 g/dl dan hematokrit < 32%. Pada kasus,
didapatkan Hb 6,0 g/dl dan hematokrit 18%. Berdasarkan teori, pada kasus dapat
dinyatakan mengalami anemia berat.1
Pada hasil pemeriksaan labrotorium juga didapatkan hasil leukosit sebesar
18.300/ul. Bila dikaitkan dengan teori kemungkinan dapat terjadi infeksi
intrapartum. Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam persalinan
yang ditandai dengan kenaikan suhu > 38oC, air ketuban keruh coklat, berbau dan
leukosit darah >15.000/mm3. Faktor predisposisi yang mungkin menyebabkan
infeksi intrapartum pada kasus adalah keadaan umum yang lemah akibat adanya
perdarahan yang masif yang disebabkan karena plasenta previa totalis. Sehingga,
kemungkinan pada kasus faktor predisposisi dari infeksi intrapartum adalah
keadaan yang lemah, hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa, terdapat
banyak faktor risiko yang berperan dalam terjadinya infeksi intrapartum seperti
ketuban pech sebelum waktunya (KPSW), distosia, pemeriksaan dalam lebih dari
2 kali, keadaan umum yang lemah, dan gizi kurang.2
Namun, dari klinis dan hasil pemeriksaan pada kasus yang menunjang
untuk terjadinya infeksi intrapartum adalah hasil laboratorium dengan leukosit >
15.000/mm3, sedangkan pada pasien tidak didapatkan keluhan keluar air-air yang
bisanya ketuban sudah pecah, serta pada pemeriksaan suhu didapatkan suhu
36,80C. pasien juga menyangkal mengalami demam dan keluar air-air sebelum
terjadinya perdarahan. Jadi, perlu dipikirkan untuk pemeriksaan penunjang lain

28
yang berguna untuk mencari kemungkinan-kemungkinan lain yang menyebabkan
infeksi pada kasus.
Pada kasus, pasien mengalami partus premature iminens. Berdasarkan
teori, peralinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan
20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. WHO menyatakan bahwa
bayi premature adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau
kurang.1
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa pada kasus
merupakan faktor janin dan plasenta yang merupakan kondisi berisiko selama
kehamilan.1 Jadi, dapat disimpulkan pada kasus memiliki kondisi berisiko untuk
mengalami partus premature iminens.

4.2 Apakah penatalaksanaan sudah tepat?


Pada kasus dilakukan penatalaksanaan terhadap perdarahan obstetric
adalah melakukan penilaian apakah terdapat tanda-tanda syok atau tidak berupa
pucat, nadi >100x/menit dan lemah, tekanan darah diastolic <90 mmHg. Pada
pasien tidak terdapat tanda-tanda syok. Maka penilaian selanjutny adalah apakah
pasien terdapat tanda-tanda inpartu atau tidak seperti keluar lender bercampur
darah, kontraksi uterus 2 kali dalam 10 menit selama 10 detik. Pada pasien
dilakukan pemasangan kanul intravena dan pemberian cairan. Diberikan resusitasi
cairan IVFD D5% + MgSO4 40% satu flash gtt 20x/menit yang berfungsi sebagai
tokolotik untuk mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi premature.
Diberikan antibiotic cefotaxim dengan dosis 2x 1 gram. Antibiotic
diberikan untuk mengatasi infeksi intrapartum yang ditandai dengan leukosit
18.300/mm3. Menurut depkes, cefotaxime merupakan obat dengan kategori B,
dimana pada reproduksi hewan tidak dapat menunjukkan risiko pada fetus, pada
studi control wanita hamil/ studi reproduksi hewan tidak menujukkan efek
samping (selain dari penurunan fertilitas) yang tidak dikonfirmasikan pada studi
control wanita hamil pada trimester pertama, dikatakan aman digunakan pada
wanita hamil. Cefotaxime dapat masuk ke dalam ASI dengan konsentrasi rendah,
umumnya dianggap aman.5

29
Terapi kortikosteroid dexametason diberikan dengan dosis 2x12 mg untuk
pematangan surfaktan paru janin. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia
kehamilan kurang dari 35 minggu. Seharusnya kortikosteroid diberikan selama 2
hari. Namun pada kasus tidak diberikan selama 2 hari dikarenakan, pasien
mengalami perdarahan masif akibat plasenta previa totalis, sehingga harus segera
melakukan tindakan sectio secaria cito.
Kebanyakan seksio sesaria pada plasenta previa dapat dilaksanakan
melalui insisi melintang pada segmen bawah rahim bagian anterior terutama bila
plasentanya terletak di belakang dan segmen bawah rahim telah terbentuk dengan
baik.1
Untuk mengatasi anemia, dilakukan tranfusi darah. Tranfusi darah yang
diberikan kepada pasien berupa sel darah merah. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan, indikasi untuk pemberian sel darah meraha adalah untuk
meningkatkan daya angkut oksigen pada perempuan dengan anemia. Dalam
pemberian tranfusi darah, harus dilakukan identifikasi secara benar setiap unit
darah adalah sangat penting. Hanya salin normal (NaCl 0,9%) yang bisa diinfus
melalui jalur yang sama dengan darah atau komponen-komponen darah.1
Apabila nanti saat bayi sudah lahir, maka untuk perawatan bayi preterm
lahir perlu diperhatikan keadan umum, kemampuan bernafas, kelainan fisik, dan
kemapuan minum. Setelah itu, lakukan penghitungan scor APGAR berguna untuk
mengidentifikasi neonates yang membutuhkan resusitasi atau tidak. Keadaan
kritis bayi premature yang harus dihindari adalah kedinginan, pernafasan yang
tidak adekuat atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk mencegah hipotermia
pada neonates (suhu badan <36, 50 c), bila mungkin bayi sebaiknya dirawat
KANGURU untuk menghindari hipotermia. Kemudian dibuat perencanaan
pengobatan dan asupan cairan. Berikan perawatan pencegahan seperti profilaksis
infeksi mata, imunisasi hepatitis B, pemberian vitamin K serta perawatan tali
pusat. Lakukan edukasi kepada pasien untuk memberikan bayinya ASI, dan
jangan diberikan susu formula serta tambahan apapun terhadap bayi. Apabila, ASI
tidak keluar, edukasikan juga kepada ibu untuk terus memberikan ASI kepada
anaknya agar menstimulasi produksi keluarnya ASI. Selain itu, edukasi juga

30
kepada ibu mengenai perawatan tali pusat, dimana dilakukan penggantian kassa
apabila, sesudah mandi dan kasa menjadi basah. Jelaskan kepada ibu untuk tidak
memberikan apapun kepada tali pusat bayi.

BAB V
PENUTUP

31
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan
terhadap Ny. R, didapatkan hasil mengalami plasenta previa, yang juga
didukung dengan pemeriksaan penunjang yang menentukan jenis plasenta
previa yang dialami adalah plasenta previa totalis. Serta melihat dari usia
kehamilan dan memiliki keadaan yang berisiko untuk menjadi PPI dengan
hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan bahwa pasien
mengalami anemia berat dan infeksi intrapartum
2. Secara garis besar, penegakkan diagnosis pada pasien sudah sesuai dengan
teori. Tetapi, masih dibutuhkan pemeriksaan penunjang terhadap pasien
untuk mengetahui lebih lanjut infeksi yang di alami oleh pasien seperti
dengan melakukan pemeriksaan labortorium tambahan.
3. Secara garis besar, penatalaksanaan pada kasus sudah sesuai dengan teori,
namun pada penatalaksanaan PPI, pematangan paru tidak dilakukan
selama 2 hari karena pasien mengalami perdarahan aktif. Sehingga
nantinya apabila bayi tersebut lahir, kemungkinan akan mengalami
masalah pernapasan seperti Respiratory Distress Syndrom (RDS).

DAFTAR PUSTAKA

32
1. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Indonesia: Jakarta.
2. Mochtar, R. 2008. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi & Patologi. Jilid 1.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia
3. Manuaba. I. Chandranita. M. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia.
4. Nugroho, Taufan. 2011. Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
5. Uma, S, dkk.2007. A Prospective analysis of etiology and outcome of
preterm labor. Department of Obstetrics and Gynecology of India,
KGMU, Lucknow (UP)
6. Universita Sriwijaya. Protap Obgyn. Palembang: Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang. Hal 13-14.
7. Cunningham, Gary. Dkk. 2013. Obstetri Williams. Vol 2. Ed 23. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Indonesia: Jakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai