Republik A
Republik A
Dalam surah at-Tahrim ayat ke-8, Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada
Allah dengan tobat nasuha (taubat yang semurni-murninya)." Lantas, apa yang dimaksud dengan tobat
nasuha? Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur'an al-'Azhim menjelaskan, tobat nasuha, yaitu tobat yang jujur,
yang didasari atas tekad yang kuat, yang menghapus kejelekan-kejelekan di masa silam, yang
menghimpun dan mengentaskan pelakunya dari kehinaan.
Dalam kitab Riyadh as-Shalihin dijelaskan, jika kemaksiatan itu menyangkut urusan seorang hamba
dengan Allah saja, tidak ada hubungannya dengan hak manusia, tobatnya harus memenuhi tiga syarat.
Pertama, hendaklah berhenti melakukan maksiat. Kedua, menyesal karena telah melakukan
kemaksiatan. Ketiga, berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-
lamanya. Apabila tobatnya berkenaan dengan hubungan sesama manusia, tiga syarat tersebut ditambah
satu lagi. Orang yang bertobat itu harus meminta kehalalan dari orang yang diambil hak-haknya atau
dizalimi.
Rasulullah mengajarkan kita mengiringi keburukan dengan kebaikan, niscaya dengan kebaikan itu akan
gugur tiap-tiap keburukan. Karena, seperti sabda Nabi dari Abdullah bin Umar, "Sesungguhnya Allah
menerima tobat hamba selama ruhnya belum sampai di kerongkongan." Manusia tak akan pernah bisa
lepas dari cahaya Allah, segelap apa pun lakon hidupnya. Dalam bahasa Chairil Anwar, dia terlafaz,
Tuhanku/di pintu-Mu aku mengetuk/aku tak bisa berpalin.