Anda di halaman 1dari 14

VII.

BUBU DASAR DAN BUBU LIPAT

VII.1. Pengertian Bubu Dasar dan Bubu Lipat

Bubu (portable trap) merupakan salah satu alat tangkap yang umum digunakan

oleh masyarakat nelayan untuk menangkap ikan-ikan dasar, ikan karang dan biota

laut lainnya termasuk kepiting rajungan, karena konstruksinya sederhana, relatif

murah dan mudah dioperasikan dengan kapal atau perahu ukuran kecil. Sayangnya,

praktek pengoperasian bubu tradisional biasanya bersifat merusak, dimana nelayan

menutup alat tangkap dengan patahan karang hidup untuk menarik spesies target

(Reppie(2010) dalam Chalim et al. 2017).

Menurut Reppie (2010) dalam Bab et al. (2014) menyatakan bahwa bubu dasar

merupakan salah satu alat tangkap yang umum digunakan oleh masyarakat nelayan

untuk menangkap ikan-ikan karang, karena kontruksi sederhana, relatif murah dan

mudah dioperasikan dengan kapal atau perahu ukuran kecil. Sayangnya praktek

pengoperasian bubu tradisional biasanya bersifat merusak, karena nelayan menutup

alat tangkap dengan patahan karang hidup untuk menarik ikan target. Walaupun alat

tangkap ini telah berkembang sejak lama, efesiensi penangkapan ikan dan

selektivitasnya masih memiliki potensi pengembangan untuk memenuhi kriteria

ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Bubu lipat merupakan alat tangkap berupa perangkap dan masuk ke dalam

kategori traps. Alat tangkap ini di rancang agar fish target dapat masuk ke dalam

bubu melewati pintu dan tidak dapat keluar kembali. Alat tangkap bubu lipat ini

bersifat pasif atau diam di suatu tempat tanpa adanya usaha tetapi karena masuknya
sasaran tangkap ke dalam bubu atas minat dan inisiatif gerak dari sasaran tangkap itu

sendiri (rajungan). Umpan merupakan hal pokok dalam penangkapan ikan. Pembelian

umpan setiap nelayan berbeda-beda, hal ini disebabkan perbedaan jumlah bubu lipat

yang digunakan (Shalichaty et al.2014).

VII.2. Klasifikasi Bubu Dasar dan Bubu Lipat

Menurut Brandt (1984), klasifikasi bubu dapat dibagi menjadi beberapa jenis,

yaitu:

1. Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung

a. Perangkap menyerupai sisir (brush trap)

b. Perangkap bentuk pipa (eel tubes)

c. Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots)

2. Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang

a. Perangkap yang terdapat dinding / bendungan

b. Perangkap dengan pagar-pagar (fences)

c. Perangkap dengan jeruji (grating)

d. Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers)

3. Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh

a. Perangkap kotak (boxtrap)

b. Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap)

c. Perangkap bertegangan (torsiontrap)

4. Berdasarkan dari bahan pembuatnya

a. Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps)


b. Perangkap dari alam (smooth tubular)

c. Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap)

5. Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilerfgkapi dengan penghalang

a. Perangkap bentuk jambangan bunga (pots)

b. Perangkap bentuk kerucut (conice)

c. Perangkap berangka besi

VII.3. Konstruksi Bubu Dasar dan Bubu Lipat

7.3.1. Konstruksi bubu dasar

a. Kontruksi bubu dasar

Menurut Mahulette (2015) menyatakan bahwa bentukrancangan dari bubu juga

menentukan sampai sejauhmana kedudukan bubu akan dipengaruhi oleh

arus,upwelling,maupun tempat ikan itu berada. Bubuyang dirancang dalam percobaan

ini terbuat dari besidengan dua pintu,yangdilengkapi alat pemberatbesi dengan

perlengkapan tali dan pelampung. Bubu tradisional biasanya terbuat dari batang

bambu atau rotan yang dipotong, selanjutnya dibagi lagi sekecil mungkin sesuai

dengan keinginan. Di Pulau Nusa Penida pada umumnya bubu ini dibuat dari bambu,

karena murah dan mudah didapat. Bubu bambu ini rata-rata berbentuk trapesium

dengan menggunakan satu anakan yang merupakan mulut atau pintu masuknya ikan.

Pada bagian bawah dari bubu itu terletak ruang untuk mengambil hasil tangkapan.

Bubu trapesium dianyam dari potongan bambu dengan ukuran 1-1,5 cm. Pada bagian

dalam atau luar dari bubu diletakkan 4 buah pemberat, tergantung ukuran besar

kecilnya bubu.
Menurut Puspito et. al. (2015) bentuk perangkap lipat menyerupai balok yang

disangga oleh 5 batang besi berdiameter 0,5 cm dan diselimuti oleh jaring PE 210D/6

dengan ukuran mata 1,25”. Pada kedua sisinya terdapat 2 mulut masuk yang masing-

masing terdiri atas lintasan atas dan bawah yang bersudut 25o sertacelah masuk.

Perangkap dapat dilipat ketika tidak dioperasikan sehingga mudah disimpan.

Penggunaan perangkap lipat oleh nelayan Indonesia dilakukan secara apa adanya.

Sedikit perubahan hanya terdapat pada ukurannya yang lebih kecil. Tiga ukuran

perangkap yang biasa digunakan terdiri atas ukuran kecil 40×25×15 (cm), sedang

45×28×18 (cm), dan besar 50×30×20 (cm). Ini disesuaikan dengan kapasitas perahu

pengangkutnya. Untuk keberhasilan penangkapan, perangkap lipat seharusnya diteliti

lebih dahulu secara ilmiah. Konstruksinya disesuaikan dengan jenis kepiting yang

menjadi tujuan penangkapan. Ini mengingat perangkap lipat di negara asalnya tidak

digunakan untuk menangkap kepiting bakau, tetapi untuk menangkap rajungan dan

kepiting laut dalam.

a. hasil dan pembahasan

Hasil yang diperoleh pada pengukuran Bubu Dasar adalah sebagai berikut:

Tabel . Pengukuran Bubu Dasar


Bagian yang Arah Ukuran Diameter Jenis Jumlah Jumlah Mesh size
diukur pilinan (cm) (cm) bahan mata (cm)
Panjang bubu Z 100 0,1025 PE - 68 2,102
Lebar bubu Z 50 0,1025 PE - 29 2,102
Tinggi bubu Z 50 0,1025 PE - 31 2,102
Bahan jarring Z - - PE - - -
Material - - 0,70125 Besi 1 - -
bubu
Pemberat - - - - - - -
Sumber: Praktikum Metode Penangkapan Ikan 2017.
Berdasarkan hasil dari praktikum darat yang kami dapatkan panjang bubu dasar

100 cm dengan jumlah mata 68 dan mesh size 2,102cm menggunakan jenis bahan PE

dengan arah pilinan Z. Lebar bubu 50 cm dengan jumlah mata 29 dan mesh size 2,102

cm menggunkan jenis bahan PE memiliki arah pilinan Z.Tinggi bubu 50 cm dengan

jumlah mata 31 dan mesh size 2,102 cm menggunkan jenis bahan PE memiliki arah

pilinan Z. Bahan jarring yang digunakan PE mempunyai arah pilinan Z. Material bubu

yang digunakan yaitu besi memiliki diameter 0,615 cm. Bubu dasar memiliki bentuk

kotak dengan rangka terbuat dari besi yang digunakan untuk menangkap ikan

demersal.

Menurut Irhamsyah (2015) dalam pembuatan perangkap bahan yang sering

digunakan adalah dari anyaman bambu, anyaman rotan, dan anyaman kawat. Untuk

pembuatan bubu, biasanya digunakan bambu untuk konstruksi bagian luar dan untuk

hinjap atau handut dibuat dari rotan agar elastis. Untuk bubu udang konstruksi bagian

kurungan depan dibuat dari anyaman bambu, anyaman kulit kayu atau nipah. Bentuk

bubu bermacam-macam yaitu silinder, bundar, gendang, segi empat memanjang, bulat

setengah lingkaran, segitiga memanjang dan bentuk lainnya. Untuk menangkap udang

biasanya digunakan bentuk silinde. Bentuk alat tangkap ayunan ini adalah empat

persegi panjang dengan menggunakan bahan dari bilahan bambu dengan tinggi

ayunan 30 cm, lebar 1 m, panjang 1 m, dan jarak antar bilahan bambu 1- 1,5 cm.

Bagian-bagian alat ini terdiri dari mulut ayunan, bilahan bambu, tempat perangkap,

tempat pengambilan serta menggunakan alat bantu rumpon berupa pelepah kelapa

sehingga ikan-ikan yang ada di sungai berkumpul di dekat ayunan dan dapat
terperangkap ke dalam ayuna. Ayunan adalah salah satu jenis alat tangkap yang

bersifat tradisional dan termasuk golongan perangkap (trap).

7.3.2. Konstruksi bubu lipat

a. Kontruksi bubu lipat

Menurut Yokasing et.al.(2013) menyatakan bahwa bentuk bubu bervariasi, ada

seperti sangkar(cages), silinder (cylindrical), gendang, segitigamemanjang (kubus)

atau segi banyak, bulat setengahlingkaran, dan lain-lain. Secara umum, bubu terdiri

daribagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeh,pintu.Badan (body), berupa

rongga, tempat dimanaikan-ikan terkurung. Mulut (funnel), berbentuk seperti

corong,merupakan pintu dimana ikan dapat masuktidak dapat keluar.Pintu, bagian

tempat pengambilan hasil tangkapan.

Menurut Puspito et.al. (2015) bentuk perangkap lipat menyerupai balok yang

disangga oleh 5 batang besi berdiameter 0,5 cm dan diselimuti oleh jarring PE. Pada

kedua sisinya terdapat 2 mulut masuk yang masing-masing terdiri atas lintasan atas

dan bawah yang bersudut 25O serta celah masuk. Perangkap dapat dilipat ketika tidak

dioperasikan sehingga mudah disimpan. Penggunaan perangkap lipat oleh nelayan

Indonesia dilakukan secara apa adanya. Sedikit perubahan hanya terdapat pada

ukurannya yang lebih kecil. Tiga ukuran perangkap yang biasa digunakan terdiri atas

ukuran kecil 40×25×15 (cm), sedang 45×28×18 (cm), dan besar 50×30×20 (cm). Ini

disesuaikan dengan kapasitas perahu pengangkutnya. Untuk keberhasilan

penangkapan, perangkap lipat seharusnya diteliti lebih dahulu secara ilmiah.

Konstruksinya disesuaikan dengan jenis kepiting yang menjadi tujuan penangkapan.


b. hasil dan pembahasan

Hasil yang diperoleh pada pengukuran Bubu Lipat adalah sebagai berikut:

Tabel . Pengukuran Bubu Lipat


Bagian Arah Ukuran Diameter Jenis Jumlah Jumlah Mesh size
yang diukur pilinan (cm) (cm) bahan mata (cm)
Panjang bubu Z 45 0,135 PE - 27 3,202
Lebar bubu Z 30 0,135 PE - 19 3,202
Tinggi bubu Z 20 0,135 PE - 12 3,202
Bahan jarring Z - - PE - - -
Material bubu - - 0,5 Besi 1 - -
Pemberat - - - - - - -

Sumber: Praktikum Metode Penangkapan Ikan 2017.

Berdasarkan hasil dari praktikum darat yang kami dapatkan panjang bubu 45

cm, jumlah mata 27 dan mesh size 3,202cm dengan jenis bahan PE memiliki arah

pilinan Z. Lebar bubu 30 cm, jumlah mata 19 dan mesh size 3,202cm dengan jenis

bahan PE memiliki arah pilinan Z.Tinggi bubu 20 cm, jumlah mata 12 dan mesh size

3,202cm dengan jenis bahan PE memiliki arah pilinan Z. Bahan jaring terbuat dari PE

memiliki arah pilinan Z berdiameter 0,2075 cm. Material bubu terbuat dari besi dengan

diameter 0,001 cm. Bubu lipat ini dapat dilipat sehingga dapat memudahkan dalam

membawanya dan hasil tangkapannya berupa crustacea dan ikan demersal.

Menurut Iskandar (2013), bubu lipat menjadi alat tangkap yangbanyak

digunakan oleh nelayan karena mudahdioperasikan, bisa dilipat sehingga mudah

untukdibawa di kapal dengan jumlah yang banyakdan harga relatif murah dibanding

jenis alattangkap lainnya. Penggunaan bubu lipatselanjutnya semakin luas tidak hanya

digunakanuntuk menangkap rajungan, namun juga digunakan untuk menangkap

kepiting bakau.Bubu lipatyang digunakan mempunyai dimensi p x l x t =45 x 30 x 18


cm. Mulut bubu atau funnelberbentuk celah dengan lebar sebesar 1 cmmemanjang

secara horizontal dengan panjang29 cm.

7.4. Gambar Kontruksi dan Desain Bubu Dasar dan Bubu Lipat

7.4.1 Gambar kontruksi bubu dasar


1

Gambar. Kontruksi Bubu Dasar


Keterangan:

1. Rangka bubu Tempat umpan


2. Badan bubu
3. Pintu bubu
Mulut bubu

7.4.2 Gambar desain bubu dasar


50 cm

100 cm

Gambar . Desain Bubu Dasar Tampak Atas.

50 cm

100 cm
Gambar . Desain Bubu Dasar Tampak Samping.

7.4.3 Gambar kontruksi bubu lipat


1
2

4
Gambar . Kontruksi Bubu Lipat.

Keterangan :

1. Rangka bubu Mulut bubu


2. Badan bubu
Pintu bubu
7.4.4 Gambar desain bubu lipat

30 cm

45 cm

Gambar . Desain Bubu Lipat Tampak Atas.


30 cm
Gambar . Bubu Lipat Tampak Samping.

20 cm

45 cm
cm Tampak Depan.
Gambar. Bubu Lipat

7.5. Metode Pengoperasian Bubu Dasar dan Bubu Lipat

7.5.1 Metode pengoperasian bubu dasar

Pengoperasian bubu dasar bisa tunggal dan bisa ganda. Pengoperasian tunggal

umumnya dilakukan dengan bubu yang berukuran besar, sedangkan pengoperasian

ganda dilakukan dengan bubu yang berukuran kecil atau sedang yang nantinya akan

dirangkai dengan tali panjang pada jarak tertentu. Bubu dipasang di perairan karang

atau diantara krang-karang atau bebatuan. Bubu dilengkapi dengan pelampung yang
dihubungkan dengan tali panjang. Setelah bubu diletakkan di daerah operasi, bubu

ditinggalkan untuk kemudian diambil setelah 24 jam atau beberapa hari setelah

dipasang.

Menurut Reppie (2010) yang menyatakan bahwa tiga unit bubu menggunakan

umpan malalugis yang diberikan atau disuntikkan larutan minyak cumi, sedangkan 3

unit bubu lainnya menggunakan umpan malalugis tanpa minyak cumi. Alat tangkap

yang telah berumpan diturunkan sore hari di dasar perairan pada kedalaman sekitar

15-20m, dibiarkan semalam kemudian diangkat pada besok paginya. Jarak

penempatan tiap unit bubu diupayakan cukup berjauhan untuk menghindari saling

interaksi. Pengoperasian bubu dilakukan sebanyak 10 trip pada saat bulan gelap.

Hasil tangkapan dicatat dan diidentifikasi berdasarkan perlakuan dan trip operasi.

7.5.2 Hasil dan pembahasan

7.5.3. Metode pengoperasian bubu lipat

Pengoperasian bubu lipat bisa tunggal dan bisa ganda. Pengoperasian tunggal

umumnya dilakukan dengan bubu yang berukuran besar, sedangkan pengoperasian

ganda dilakukan dengan bubu yang berukuran kecil atau sedang yang nantinya akan

dirangkai dengan tali panjang pada jarak tertentu. Bubu dipasang di perairan karang

atau diantara krang-karang atau bebatuan. Bubu dilengkapi dengan pelampung yang

dihubungkan dengan tali panjang. Setelah bubu diletakkan di daerah operasi, bubu

ditinggalkan untuk kemudian diambil setelah 24 jam atau beberapa hari setelah

dipasang.

Memurut Iskandar (2013) yang menyatakan bahwa pengoperasian bubu lipat

dilakukan sebanyak 10 trip dengan 2 kali operasi penangkapan per trip, yaitu pada
pagi dan sore. Pada penelitian ini bubu dioperasikan dengan system tunggal dengan

kedalaman 1-5m. Lokasi bubu ditandai dengan adanya pelampung yang terbuat dari

busa yang dipasang pada tali pelampung dan diikat pada tiap bubu. Bubu tersebut

dipasang pada 6 stasiun yang terpisah.

7.5.4. Hasil dan pembahasan

7.6. Hasil Penangkapan Bubu Dasar dan Bubu Lipat

7.6.1. Hasil tangkapan bubu dasar dan bubu lipat

Daerah operasional bubu dasar dan bubu lipat berada di dasar perairan.

Pengoperasian bubu yaitu dengan dipasang di perairan karang atau diantara krang-

karang atau bebatuan.Hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap bubu dasar

dan bubu lipat biasanya terbagi dalam beberapa jenis ikan dan udang. Beberapa hasil

tangkapan bubu dasar dan bubu lipat meliputi: baronang (Siganus sp), kerapu

(Epinephelus sp), kakap (Lutjanus sp), udang baronang, kepiting, rajungan dan lain-

lain.

Menurut Iskandar (2013), hasil tangkapan bubu lipat selama penelitian

berjumlah 261 ekor dengan proporsi hasil tangkapan kepiting bakau sebagai hasil

tangkapan utama sebanyak 36% dari total hasil tangkapan yang setara dengan 94

ekor. Adapun hasil tangkapan sampingan selama penelitian sebanyak 64% dari total

hasil tangkapan atau setara dengan 167 ekor. Adapun untuk hasil tangkapan

sampingan yang tertangkap selama penelitian antara lain udang peci (Penaeus

indicius), kepiting batu (Thalamita sp), kepiting bolem (Leptodius sp), rajungan

(portunus pelagicus) dan beloso (Saurida tumbil)


7.6.2. Hasil dan pembahasan

Anda mungkin juga menyukai