Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TBC HEMOPTOE

DI RUANG INSTALANSI GAWAT DARURAT

RUMAH SAKIT PARU JEMBER

oleh

Putri Aulia Pratama

NIM 152310101060

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018

1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Batuk darah atau hemoptisis/hemaptoe adalah pendarahan saluran
pernafasan bawah yaitu dari glotis ke distal. Batuk darah terjadi karena
penyumbatan trakea dan saluran nafas, sehingga timbul sufokal yang
sering fatal. Batuk darah dikatakan masif apabila darah yang dikeluarkan
yaitu 600 ml dalam waktu 24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru
disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah
pada dinding kapitas. Batuk darah merupakan tanda atau gejala dari
penyakit yang mendasari, oleh karena itu penyebabnya harus segera
ditemukan dengan pemeriksaan yang lebih lanjut. (Dzen, 2009). Batuk
darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas,
sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi.
Hemaptoe atau Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut
dengan cara dibatukkan. Perawat perlu mengkaji apa yang menjadi
penyebab dari pendarahannya. Darah yang berasal dari paru biasanya
berwarna merah terang atau merah segar. Penyakit yang menyebabkan
hemoptisis antara lain: bronchitis kronik, bronchiectasis, TB paru, cystic
fibrosis, upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia,
kanker paru dan abses.
Berdasarkan penyebabnya, hemaptoe dapat dibedakan menjadi dua
macam, antara lain sebagai berikut :
1. Hemaptoe idiopatik dimana penyebabnya tidak diketahui.
2. Hemaptoe sekunder dimana penyebabnya dapat dipastikan bisa karena
infeksi, penyakit kardiovaskuler, neoplasma dan kejadian yang lainnya.

2
B. Epidemiologi
Di Indonesia penyebab hemoptisis paling sering disebabkan oleh
penyakit TB. Batuk darah (hemaptoe) terjadi dua kali lebih banyak pada
laki-laki daripada perempuan, terutama di usia sekitar 30 tahun.
Berikut adalah tabel penyebab hemaptoe beserta insidensinya:

Sebab Insidensi
Infeksi : TB, abses paru, bronchitis, bronkiektasis, infeksi jamur, 60%
parasit necrotizing pneumonia.
Neoplasma : karsinoma bronkogenik, lesi metastasis, adenoma 20%
bronkus.
Penyakit kardiovaskuler : emboli paru, stenosis mitral, 5-10%
malformasi arteriovena, aneurisma aorta, edema paru.
Lain-lain : bronkolitiasis, hemosiderosis idiopatik, sindrom 5-10%
Goodpasture, terapi antikoagulan.
Sumber : Amin Z. Manifestasi klinik dan pendekatan pada pasien dengan
kelainan sistem pernapasan. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadribata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Ed. 5,
Jakarta : Interna Publishing; 2009.

C. Etiologi
Batuk darah atau hemoptisis secara etiologi dibedakan atas 2 hal,
yaitu ideopatik dan sekunder. Untuk ideopatik penyebab pastinya belum
diketahui, sedangkan untuk penyebab sekunder dibagi menjadi 4, yaitu
infeksi, neoplasma, kelainan kardiovaskuler dan hal lain yang jarang
kejadiannya.
Penyebab yang paling sering yaitu dari adanya infeksi. Di
Indonesia kejadian hemaptoe paling sering terjadi karena adanya infeksi
paru akibat mycobacterium tuberculosis dengan kata lain pasien yang
didiagnosa medis TB paru.
Untuk penyebab neoplasma seperti Ca paru, kemudian kelainan
kardiovaskuler seperti stenosis mitral dan hal lain seperti trauma pada paru
akibat kecelakaan atau lain sebagainya.

3
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan hemaptoe :
1. Batuk darah dengan darah merah segar dan dipastikan dari saluran
pernafasan bukan dari gasterointestinal.
2. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan.
3. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara yang bercampur
darah di dalam saluran nafas.
4. Hipertemi.
5. pH alkalis.
6. Sesak nafas.
7. Darah dibatukan dengan rasa panas di tenggorokan.
8. Anemia dapat terjadi jika hemaptoe masif dana atau kronik.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan hemaptoe :
1. Asfiksia, terjadi karena sumbatan bekuan darah pada saluran
pernafasan sehingga dapat terjadi hipoksemia atau hypercapnia.
2. Anemia, terjadi karena terlalu banyak darah yang dikeluarkan.
3. Renjatan hipovolemik, sama halnya anemia yaitu karena terlalu
banyak cairan yang dikeluarkan.
4. Aspirasi, terjadi karena masuknya bekuan darah atau cairan darah
ke dalam paru yang sehat saat inspirasi.

E. Patofisiologi dan Clinical Pathway

Patofisiologi
Batuk darah disebabkan oleh satu atau lebih dari kerusakan, yang
meliputi kerusakan pembuluh darah, hipertensi pulmonum hebat, dan
masalah pembekuan darah.
Batuk darah atau hemoptisis menyebabkan kehilangan darah dalam
jumlah yang relatif sedikit, akan tetapi apabila hemoptisisnya masif atau
kronik beresiko mengalami kurang darah atau anemia, asfiksia dan
hipovolemia.
Secara anatomi dan fisiologi, saluran pernapasan manusia terdiri
atas berbagai saluran yang dimulai dari rongga hidung sampai saluran
mikron alveoli yang ada di paru–paru. Setiap saluran ini terdapat
pembuluh darah untuk memberikan makanan berupa nutrisi dan oksigen.
Secara umum terjadinya batuk darah disebabkan karena robeknya lapisan
saluran pernapasan, sehingga pembuluh darah yang berada di bawahnya

4
ikut robek dan darah mengalir keluar ke saluran nafas. Adanya darah di
saluran nafas oleh tubuh dianggap sebagai benda asing karena saluran
nafas adalah jalur khusus untuk gas. Kemudian muncul refleks batuk untuk
mengeluarkan benda asing berupa darah. Batuk darah yang masif yakni
>600cc dapat membahayakan karena darah yang berada di saluran nafas
dapat menyumbat saluran pernafasan, dan menimbulkan kematian.

F. Gejala Klinis
Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari
nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut
benar-benar batuk darah dan bukan muntah darah.
Tabel 1.Tabel membedakan batuk darah dengan muntah darah

No Keadaan BATUK DARAH MUNTAH DARAH

1 Prodromal Darah dibatukkan dengan Darah dimuntahkan


rasa panas di tenggorokan dengan rasa mual (Mual
Stomach Distress)
2 Onset Darah dibatukkan, dapat Darah dimuntahkan, dapat
disertai dengan muntah disertai dengan batuk
3 Tampilan Darah berbuih Darah tidak berbuih
4 Warna Merah segar Merah tua
5 Isi Lekosit, mikroorganisme, Sisa makanan
hemosiderin, makrofag
6 Ph Alkalis Asam
7 Riwayat Penyakit paru Peminum alkohol, ulcus
penyakit dahulu pepticum, kelainan hepar
(RPD)
8 Anemis Kadang tidak dijumpai Sering disertai anemis
9 Tinja Blood test (-) / Blood Test (+) /
Benzidine Test (-) Benzidine Test (+)

5
Kriteria batuk darah:
1.Batuk darah ringan (<25cc/24 jam)
2.Batuk darah berat (25-250cc/ 24 jam)
3.Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang mengeluarkan darah
sedikitnya 600 ml dalam 24 jam).

Kriteria yang paling banyak dipakai untuk hemoptisis masif:


1.Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam
pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2.Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi
lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk
darahnya masih terus berlangsung.
3.Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi
lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama
pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah
tersebut tidak berhenti.

6
Basil Tuberkulosis Droplet nukeat

Menyebar ke udara
Clinical Pathway
Peningkatan mukus
Infeksi melalui airbone dan masuk saluran nafas

Implantasi kuman pada respiratori Obstruksi pada jalan nafas


Fokus primer bronkial atau alveoli
Pasca primer
Sesak nafas
Tuberkulosis primer
Reaktivitas kuman leukositosis
Gejala respiratorik Gangguan Pola
Reinfeksi endogen Nafas
Batuk rajan

Tuberkulosis pasca primer


Terjadi robekan ankurisna arteri pulmonalis pada dinding kavitas

Gejala sistemik

Hemaptoe
Terjadi infeksi
Sputum darah menumpuk pada saluran nafas

Nutrisi
kurang
dari 7
Bersihan jalan Intoleransi keb.
Perdarahan perfusi (syok Mual muntah
tidak efektif Aktivitas
Kelemahan
Anoreksia tubuh
Stesol
hemoragik)
Sputum darah menumpuk pada saluran nafas
Hipermeabilitas

Mual muntah
Perdarahan perfusi (syok hemoragik)
Nutrisi Kurang
Anoreksia Dari Kebutuhan
Stesol Tubuh
Kelemahan

Bersihan Jalan
Tidak Efektif Intoleransi
Aktivitas

8
G. Penatalaksanaan Medis

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk pasien dengan


hemaptoe antara lain:
1. Fotothorax
2. Bronkoskopi
3. CT Scan
4. Pemeriksaan sputum darah, untu mengetahui apakah darah dari
saluran nafas atau gastro intestinal.
Pada pasien dengan hemaptoe ringan, sebenarnya batuk bisa berhenti
dengan sendirinya, yang perlu mendapat perhatian khusus yaitu untuk
hemoptisis yang masif. Tujuan utama terapi untuk pasien dengan
hemaptoe adalah untuk mencegah tersumbatnya saluran nafas, mencegah
penyebaran infeksi dan menghentikan pendarahan. Prinsip terapi yang
dapat dilakukan yakni terapi konservatif dan terapi definitif atau
pembedahan.
Terapi Konservatif yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yaitu posisi miring
(lateral). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat atau dengan posisi
supinasi tanpa bantal.
b. Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
c. Batuk secara perlahan-lahan untuk mengeluarkan darah di dalam
saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
d. Dada dikompres dengan es-kap, hal ini biasanya menenangkan
penderita, tujuannya untuk vaso kontriksi pembuluh darah.
e. Pemberian obat-obat penghenti perdarahan (obat-obat hemostasis),
misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
f. Pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
g. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan
yang terjadi.
h. Pemberian oksigenasi untuk mengurangi sesak.
Terapi Definitif yang dapat dilakukan pada pasien dengan hemaptoe :
Pembedahan ini sifatnya terapi pilihan, hal ini biasanya digunakan
untuk hemaptoe yang masif dan membahayakan nyawa pasien.

9
Pembedahan yang dilakukan berkisar antara segmentektomi, lobektomi
dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti,

H. Penatalaksanaan Keperawatan
H.1 Pengkajian
1. Biodata
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan, pekerjaan pasien dan penanggung jawab
pasien serta tanggal masuk rumah sakit.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Keluhan utama
pada pasien dengan Hemaptoe biasanya nyeri tenggorokan saat batuk
dan sesak nafas.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan hemaptoe biasanya diawali dengan tanda-tanda
seperti sesak nafas, nyeri saat batuk, dan batuk produtif dengan
dahak darah. Perlu juga ditanyakan sejak kapan keluhan ini muncul,
apa tindakan yang dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhan tersebut.
c. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC baru, bronkitis atau riwayat penyakit paru lainnya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui penyebab batuk darah.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit paru atau pernah mengalami batuk darah.
3. Pengkajian pola fungsional gardon yang terkait
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien, selain itu juga perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum pasien sebelum dan selama MRS pasien
dengan hemaptoe akan mengalami penurunan nafsu makan akibat

10
dari sesak nafas dan nyeri pada tenggorokan. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses inflamasi pada saluran
pernafasan yang mengalami pendarahan. Pasien dengan hemaptoe
keadaan umumnya lemah nutrisi dan metabolik.
b. Pola persepsi sensori dan kognitif
Akibat dari batuk terus menerus adalah timbulnya rasa nyeri dan
tidak nyaman.
c. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan dan suplai Oksigen tubuh tida
seimbang sehingga pasien mudah lelah. Untuk memenuhi kebutuhan
dasar pasien dibantu perawat dan keluarga.
d. Istirahat dan tidur
Karena adanya nyeri, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akibat dari infeksi akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan
tidur dan istirahatnya.
e. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : pasien tampak sesak nafas dan lemah
b. Tingkat kesadaraan : composmetis
c. TTV:
RR : 23 / Takhipnea
N : 98 / Thakikardia
S : 39, 1 / Hipertermia karena infeksi saluran pernafasan yang
menyebabkan hemaptoe.
TD : 120/90, akan tetapi bisa hipotensi
d. Kepala : mesochepal
e. Mata : conjungtiva anemis
f. Hidung : sesak nafas, cuping hidung
g. Dada : gerakan pernafasan meningkat dan dalam
h. Sistem Respirasi
 Inspeksi : terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas,
tampak penggunaan otot bantu nafas. RR cenderung meningkat
dan pasien biasanya dyspneu.
 Palpasi : suhu tubuh hipertermia
 Perkusi : pekak (skonidulnes) pada palpasi paru jika
pendarahan pada saluran di paru.

11
 Auskultasi : bunyi nafas bisa ronchi jika darah dalam saluran
pernafasan cair, dan weezing jika darah sudah beku di saluran
nafas.
i. Sistem Kardiovaskuler
 Inspeksi : perhatikan letak ictus cordis, normal berada pada
ICS – 5 pada mid-claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
 Palpasi : hitung frekuensi jantung dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
 Perkusi : untuk menentukan batas jantung. saat perkusi
daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan adakah pembesaran jantung.
 Auskultasi : untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala
payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
j. Sistem Pencernaan
 Inspeksi : abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu
juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
 Auskultasi : dengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali per menit.
 Palpasi : adakah nyeri tekan abdomen,
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
 Perkusi : suara abdomen normal tympani, adanya massa
padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
k. Sistem Neurologis
 Inspeksi : kaji ingkat kesadaran disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau
comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.

12
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
l. Sistem Muskuloskeletal
 Inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
 Palpasi : pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
Lakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan
antara kiri dan kanan.
m. Sistem Integumen
 Inspeksi : mengenai keadaan umum kulit, higiene, warna,
ada tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya
akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport
O2.
 Palpasi : perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

H.2 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul


1. Gangguan pola nafas b.d obstruksi jalan nafas.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan darah dalam saluran
pernafasan
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

H.3 Perencanaan/ Nursing Care Plan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Gangguan pola NOC: NIC:
nafas b.d Respiratory status : Ventilation 1. Posisikan pasien untuk
obstruksi jalan Respiratory status : Airway memaksimalkan ventilasi
nafas patency 2. Pasang mayo bila perlu
Vital sign Status 3. Keluarkan sekret dengan
Setelah dilakukan tindakan batuk atau suction
keperawatan selama 3x24 jam 4. Auskultasi suara nafas, catat

13
pasien menunjukkan adanya suara tambahan
keefektifan pola nafas, 5. Berikan bronkodilator
dibuktikan dengan kriteria 6. Pertahankan jalan nafas yang
hasil: paten
a. Mendemonstrasikan 7. Observasi adanya tanda tanda
batuk efektif dan suara nafas hipoventilasi
yang bersih, tidak ada 8. Monitor adanya kecemasan
sianosis dan dyspneu pasien terhadap oksigenasi
(mampu mengeluarkan 9. Monitor vital sign
sputum, mampu bernafas dg 10. Informasikan pada pasien dan
mudah, tidak ada pursed keluarga tentang teknik relaksasi
lips) untuk memperbaiki pola nafas.
b. Menunjukkan jalan 11. Ajarkan bagaimana batuk
nafas yang paten (klien efektif
tidak merasa tercekik, irama 12. Monitor pola nafas
nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang 16-24
x/menit, tidak ada suara
nafas abnormal)
c. Tanda Tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah: sistolik =
90-120 mmHg, diastole =
60-80 mmHg , nadi = 60-
100 x/menit, pernafasan =
16-24 x/menit).

2. Bersihan jalan NOC: NIC:


nafas tidak Respiratory status : Ventilation 1. Ajarkan batuk efetif
2. Auskultasi suara nafas, catat
efektif b.d Respiratory status : Airway
adanya suara tambahan
penumpukan patency
3. Anjurkan pasien untuk istirahat

14
darah dalam Aspiration Control dan napas dalam
4. Posisikan pasien untuk
saluran Setelah diakukan perawatan
memaksimalkan ventilasi
pernafasan selama 3x24 pasien
5. Keluarkan sekret dengan batuk
menunjukkan keefektifan jalan
atau suction
nafas dibuktikan dengan 6. Berikan bronkodilator
7. Kolaborasikan pemberian
kriteria hasil :
antibiotic
a. Mampu mengeluarkan
8. Jelaskan pada pasien dan keluarga
sputum, bernafas dengan
tentang penggunaan peralatan : O2,
mudah,
Suction, Inhalasi.
b. Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama nafas
= reguler, frekuensi
pernafasan = 16-24 x/menit,
tidak ada suara nafas
abnormal)
c. Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah faktor yang
penyebab.
d. Saturasi O2 = 95-100%.

3. Intoleransi NOC: NIC:


aktivitas b.d Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan
kelemahan Toleransi aktivitas klien dalam melakukan aktivitas
2. Kaji adanya faktor yang
Konservasi eneergi
menyebabkan kelelahan
Setelah dilakukan perawatan
3. Monitor pasien akan adanya
selama 3x 24 jam pasien
kelelahan fisik dan emosi secara
bertoleransi terhadap aktivitas
berlebihan
dengan kriteria hasil : 4. Monitor respon
a. Berpartisipasi dalam kardiovaskuler terhadap aktivitas
aktivitas fisik tanpa disertai (takikardi, disritmia, sesak nafas,
peningkatan tekanan darah, diaporesis, pucat, perubahan
nadi dan RR. hemodinamik)

15
b. Mampu melakukan 5. Kolaborasikan dengan Tenaga
aktivitas sehari hari Rehabilitasi Medik dalam
(ADLs) secara mandiri. merencanakan program terapi
c. Keseimbangan aktivitas
yang tepat
dan istirahat 6. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan.
7. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
8. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
9. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
4. Nutrisi kurang NOC: NIC:
dari kebutuhan Nutritional Status : food and Weight Management
tubuh b.d Fluid Intake 1. Diskusikan bersama pasien
anoreksia Nutritional Status : nutrient mengenai hubungan antara intake
Intake makanan, latihan, peningkatan
Weight control BB dan penurunan BB
2. Diskusikan bersama pasien
Setelah dilakukan perawatan
menangani kondisi medis yang
selama 3x24 jam Ketidak
dapat mempengaruhi BB
seimbangan nutrisi lebih
3. Diskusikan bersama pasien
teratasi dengan kriteria hasil:
mengenai kebiasaan, gaya hidup
a. Mengerti faktor yang
dan faktor herediter yang dapat
meningkatkan berat badan
mempengaruhi BB
b. Memodifikasi diet dalam
4. Diskusikan bersama pasien
waktu yang lama untuk
mengenai risiko yang

16
mengontrol berat badan berhubungan dengan BB berlebih
c. Peningkatan berat badan 1-
dan penurunan BB
2 kg atau gr 5. Dorong pasien untuk merubah
d. Menggunakan energi untuk
kebiasaan makan
aktivitas sehari hari 6. Perkirakan BB badan ideal pasien
Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih
(sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
8. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
9. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
10. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Weight reduction Assistance
1. Fasilitasi keinginan pasien untuk
meningkatkan BB
1. Beri pujian/reward saat pasien
berhasil mencapai tujuan
2. Ajarkan pemilihan makanan

17
Implementasi

No. Diagnosa Implementasi


1. Bersihan Jalan 1. Mencuci tangan
2. Menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan,
Nafas Tidak
kacamata, dan masker) sesuai kebutuhan
Efektif
3. Memilih dengan cara yang tepat ukuran dan tipe
tube orofaringeal dan nasofaringeal
4. Memposisikan pasien dan kepala sesuai
kebutuhan
5. Melakukan sunksion mulut dan orofaring
6. Memasukkan tube oro/nasofaring, pastikan
mencapai dasar lidah dan tahan lidah agar tidak
jatuh ke belakang
7. Merekatkan tube oro/nasofaring dengan cara yang
tepat
8. Memonitor adanya hemoptoe, mengorok saat
tubeoro/nasofaring terpasang pada tempatnya
9. Mengganti selang oro/nasofaring setiap hari dan
inspeksi mukosa
10. Memonitor status pernafasan, sesuai dengan
kebutuhan
11. Membuka jalan nafas dengan teknik chin lift atau
jaw thrust, sebagai mana mestinya
12. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
13. Melakukan fisioterapi dada, sebagaimana
mestinya
14. Membuang secret atau hemoptoe dengan
memotivasi pasien untuk melakukan batuk dan
menyedot lender
15. Memotivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam,
berputar dan batuk
16. Menginstruksikan bagaimana agar bisa
melakukan batuk efektif
17. Memposisikan untuk meringankan sesak nafas

18
18. Memonitor status pernafasan dan oksigenasi,
sebagaimana mestinya

Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini adalah
untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik
atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.

N Diagnosa Evaluasi
o Keperawatan
1. Ketidakefektifan Hasil yang diharapkan/evaluasi :
Pasien
bersihan jalan
Mampu mengidentifikasi faktor penyebab yang
nafas menghambat jalan nafas dan dapat mencegahnya

Frekuensi nafas dalam rentang normal


Mampu bernafas dengan mudah dan normal
Suara nafas bersih, tidak ada suara nafas
tambahan
Tidak ada dispnea dan sianosis
Mampu mengeluarkan sputum dengan mudah

DAFTAR REFERENSI

Atmoko, Wanda and Suyatno Hadi S. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn “A”
Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Hemaptoe Di Ruang Leci Rumah
Sakit Paru Surabaya. Other thesis, Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Diakses melalui http://repository.um-surabaya.ac.id/1214/ [pada tanggal 9
Januari 2018]

19
Doenges, E Mailyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed3. Jakarta:
EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Hidayat, Aziz Halimul S. Kp, dkk. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta : EGC

Potter, Patricia A, dkk. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Proses dan Praktik, E/4, VOL.2. Jakarta : EGC

Somantri ,Irman.2008.Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika

Nuratif A.H, Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Ed revisi jilid 3. Yogyakarta :
Mediaction.

NANDA Internasional. 2015. Nursing: Definition and Classification 2015-2017.


USA: Willey Black Publcation

20

Anda mungkin juga menyukai