Penyakit autoimun adalah kelainan tubuh yang disebabkan oleh reaksi respon imun
terhadap sel tubuh sendiri yang dianggap sebagai antigen, sehingga menyebabkan kerusakan
organ tubuh. Biasanya antibodi yang menyerang diri sendiri ini bisa terbentuk karena adanya
rangsangan virus sebelumnya, sehingga antibodi ikut beredar ke seluruh tubuh dan dapat
memberikan kerusakan organ pada tubuh kita.
Gangguan autoimun dapat mempengaruhi satu atau lebih organ atau jaringan. Organ
dan jaringan yang umumnya terkena oleh gangguan autoimun adalah sel darah merah,
pembuluh darah, jaringan ikat, kelenjar endokrin seperti tiroid atau pankreas, otot, sendi, dan
kulit.
Hipersensitivitas adalah reaksi yang terjadi akibat terpajan antigen yang berulang yang
menyebabkan memicu reaksi patologi. Ada beberapa ciri-ciri yang umum pada
hipersensitivitas yaitu antigen dari eksogen atau endogen dapat memicu reaksi
hipersensitivitas, penyakit hipersensitivitas biasanya berhubungan dengan gen yang dimiliki
setiap orang, reaksi hipersensitivitas mencerminkan tidak kompaknya antara mekanisme
afektor dari respon imun dan mekanisme kontrolnya.
Hipersensitivitas dapat diklasifikasikan atas dasar mekanisme imunologis yang
memediasi penyakitnya. Klasifikasi ini juga membedakan antara respon imun yang
menyebabkan luka jaringan atau penyakit, patologinya, dan juga manifestasi klinisnya. Tipe-
tipe klasifikasi hipersensitivitas adalah:
Hipersensitivitas immediate (tipe I) respon imun dimediasi oleh sel TH2, antibodi IgE,
dan sel mast; yang pada akhirnya akan mengeluarkan mediator inflamasi.
Hipersensitivitas antibody-mediated (tipe II) antibodi IgG dan IgM dapat menginduksi
inflamasi dengan mempromosikan fagositosis atau lisis terhadap luka pada sel.
Antibodi juga mempengaruhi fungsi selular dan menyebabkan penyakit tanpatanpa ada
luka jaringan.
Hipersensitivitas kompleks imun (tipe III) antibodi IgG dan IgM mengikat antigen yang
biasanya ada di sirkulasi darah, dan kompleks antibodi-antigen mengendap di jaringan
yang pada akhirnya akan menginduksi proses inflamasi.
Hipersensitivitas cell-mediated (tipe IV) luka seluler dan jaringan akan menyebabkan
tersintesisnya sel limfosit T (TH1, TH2, dan CTLs). Sel TH2 menginduksi lesi yang
termasuk kedalam hipersensitivitas tipe I, tidak termasuk hipersensitivitas tipe IV.
Hipersensitivitas ini adalah reaksi imunologis cepat yang terjadi hanya setelah satu
menit kombinasi antigen dan antibodi terikat oleh sel mast. Reaksi ini biasa disebut dengan
alergi, dan antigen yang memicunya disebut dengan alergen. Hipersensitivitas immediate
dapat terjadi sebagai kelainan sistemik atau sebagai reaksi lokal. Biasanya, selama beberapa
menit pasien akan shok yang dapat berakibat fatal. Reaksi lokal berbeda-beda dan bermacam-
macam tergantung bagaimana masuknya alergen tersebut, contohnya bisa jadi localized
cutaneous sweeling (alergi kulit), hay fever, asma, atau allergic gasteroentritis (alergi
makanan). Banyak cepat yang terjadi mempunya ciri utama yaitu vasodilaatasi, vascular
leakage, dan tergantung dari lokasinya. Perubahan yang terjadi biasanya akan menjadi jelas
sekitar 5-30 menit setelah terekspos antigen, dan akan mereda setelah 60 menit, reaksi kedua
fase lambat akan terjadi 2-24 jam setelahnya tanpa harus terekspos oleh antigen dan akan
berakhir setelah beberapa hari. Reaksi fase lambat ini bercirikan adanya infiltrasi jaringan
dari eosinofil, neutrofil, basofil, monosit, dan sel T CD4+ yang mengakiatkan kerusakan
jaringan.
Kebanyakan reaksi hipersensitivitas ini dimediasi oleh antibodi IgE, aktivasi dari sel
mast, dan leukosit lainnya. Sel mast adalah derivat dari sumsum tulang blakang yang
terdistribusikan secara luas di jaringan. Sel mast terkumpul banyak di dekat pembuluh darah,
saraf, dan subephitelial tissue; yang memperjelas bahwa reaksi hipersensitivitas biasa
terjadidi daerah-daerah ini. Sel mast memiliki granula sitoplasmic yang berisikan berbagai
macam mediator aktif. Sel mast dapat teraktivasi oleh ikatan silang dari IgE Fc receptor yang
mempunya afinitas tinggi; sel mast juga dapat teraktivasi oleh komplemen seperti C5a dan
C3a (disebut sebagai anaphylatoxin karena dapat menimbulkan reaksi seperti anaphylaxis),
reaksinya dengan mengikat pada reseptor di membran sel mast. Basofil hampir sama dengan
sel mast dilihat dari reseptor dan granula sitoplasmiknya. Bedanya dengan sel mast adalah
basofil tersebar di sirkulasi darah. Reaksi yang diperankan oleh basofil dari hipersensitivitas
ini masih belum diketahui jelas yang pasti basofil akan tertarik ke daerah inflamasi akibat
dari granulasi sel mast.
Sel TH2 memiliki peran utama dalam menginisiasi reaksi hipersensitivitas immediate
ini dengan menstimulasi produksi IgE dan mempromosikan inflmasi. Sel TH2 muncul karena
adanya presentasi dari antigen dengan sel T helper CD4+, mungkin oleh sel dentritik yang
menangkap antigen dari tempat awal masuknya. Respon yang ditimbulkan akibat dari antigen
dan stimuli lain, termasuk sitokin (IL4), sel T akan berdiferensiasi menjadi sel TH2. Sel TH2
akan memproduksi sitokin dalam jumlah besar (IL4, IL5, dan IL13). IL4 akan bereaksi
terhadap sel B untuk menstimulasi produksi dari IgE dan mempromosikan lebih banyak lagi
sel TH2. IL5 akan terlibat dalam perkembangan dan pengaktivasian eosinofil, yang
merupakan efektor penting dalam hipersensitivitas ini. Efek dari IL13 adalah meningkatkan
produksi IgE dan menstimulasi produksi mukus pada sel epitel. Sel TH2 juga memproduksi
kemokin yang dapat menarik sel TH2 lebih banyak dan leukosit lain kedalam situs reaksinya.
Sel mast dan basofil memiliki reseptor dengan afinitas tinggi yang disebut FceRI, yang
speseifik terhadap IgE dan secara aktif berikattan dengan antibodi IgE. Pertamakali, antigen
(alergen) akan berikatan dengan antibodi IgE, lalu IgE akan melekat pada sel mast. Ikatan
IgE dengan reseptor Fce akan mengaktivasi sinyal transduksi ke sitoplasma sel mast. Sinyal
ini akan menyebabkan sel mast berdegranulasi yang akan mengakibatkan pelepasan mediator
aktif yang ada di granula sel mast. Mediator-mediator inilah yang bertanggung jawab
terhadap munculnya gejala-gejala hipersensitivitas immediate ini, dan menyebabkan akan
terjadinya reaksi fase-lambat dari hipersensitivitas ini.
Mediator yang terkandung dalam granula sel mast dapat dibagi menjadi 3 kategori
yaitu:
1. Vasoactive amines
Contohnya histamine yang menyebabkan kontraksi otot polos, permeability
vascular meningkat, dan sekresi mukus di hidung, bronkus, dan kelenjar
lambung
2. Enzymes
Enzim-enzim hidrolase
3. Preteoglycans
Contohnya heparin yang mempunyai efek anti coagulant dan chondroitin
sulfate
Ada juga mediator lipid yang teraktivasi, akibat dari reaksi membran sel mast akan
mengaktivasi phospholipase A2, enzim yang bereaksi di membran sel mast dan akan
menghasilkan asam arakidonat yang merupakan komponen utama dalam perubahan 5-
lipoxygenes dan cyclooxygenase menjadi leukotrien dan prostaglandin.
Sel mast juga mengeluarkan sitokin yang berperan penting juga dalam hipersensitivitas ini.
Sitokin (TNF, IL1, dan kemokin) akan memicu pengrekrutan leukosit (ciri dari reaksi fase-
lambat), IL4, dan beberapa lagi yang lain.
Orang dengan atopik biasanya mempunya level IgE yang tinggi dan IL4 yg lebih
banyak dibandingkan orang pada umumnya. Keluarga dengan tingkat alergi yang tinggi
50%nya adalah atopik. Meskipun belum ditemukan hubungan secara pasti, tetapi pasien
dengan asma ditemukan mempunya perbedaan pada beberapa lokus di DNAnya. Gen itu
adalah 5q31 dimana juga merupakan tempat pengkodean sitokin IL3, IL4, IL5, IL9, IL13
Kesimpulannya adalah hipersensitivitas immediate (tipe I) kelainan yg kompleks yang terjadi
akibat mediasi IgE yang memicu sel mast dan akumulasi sel radang pada situs tersebut.
Akumulasi ini terjadi karena adanya induksi dari sel TH2 yang menstimulasi produksi IgE
(mengaktifkan sel mast), menyebabkan akumulasi sel radang, dan memicu sekresi mukus.
Hipersensitivitas ini diinisiasi oleh antigen yang mengaktivasi limfosit T, termasuk sel
T CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+ yang memediasi hipersensitivitas ini dapat mengakibatkan
inflamasi kronis. Banyak penyakit autoimun yang diketahui terjadi akibat inflamasi kronis
yang dimediasi oleh sel T CD4+ ini. Dalam beberapa penyakit autoimun sel T CD8+ juga
terlibat tetapi apabila terjadi juga infeksi virus maka yang lebih dominan adalah sel T CD8+.
Reaksi inflamasi disebabkan oleh sel T CD4+ yang merupakan kategori hipersensitivitas
reaksi lambat terhadap antigen eksogen. Reaksi imunologis yang sama juga terjadi akibat dari
reaksi inflamasi kronis melawan jaringan sendiri. IL1 dan IL17 keduanya berkontribusi
dalam terjadinya penyakit organ-spesifik yang dimana inflamasi merupakan aspek utama
dalam patologisnya. Reaksi inflamasi yang berhubungan dengan sel TH1 akan didominasi
oleh makrofag sedangkan yang berhubungan dengan sel TH17 akan didominasi oleh
neutrofil.
Reaksi yang terjadi di hipersensitivitas ini dapat dibagi menjadi beberapa 2 tahap:
Proliferasi dan diferensiasi sel T CD4+ sel T CD4+ mengenali susunan peptida yang
ditunjukkan oleh sel dendritik dan mensekresikan IL2 yang berfungsi sebagai autocrine
growth factor untuk menstimulasi proliferasi antigen-responsive sel T. Perbedaan antara
antigen-stimulated sel T dengan TH1 atau Th17 adalah terrlihat pada produksi sitokin oleh
APC saat aktivasi sel T. APC (sel dendritik dan makrofag) terkadang akan memproduksi
IL12 yang menginduksi diferensiasi sel T menjadi TH1. IFN-γ akan diproduksi oleh sel TH1
dalam perkembangannya. Jika APC memproduksi sitokin seperti IL1, IL6, dan IL23; yang
akan berkolaborasi dengan membentuk TGF- β untuk menstimulasi diferensiasi sel T menjadi
TH17. Beberapa dari diferensiasi sel ini akan masuk kedalam sirkulasi dan menetap di
memory pool selama waktu yang lama.
Respon terhadap diferensiasi sel T efektor apabila terjadi pajanan antigen yang
berulang akan mengaktivasi sel T akibat dari antigen yang dipresentasikan oleh APC. Sel
TH1 akan mensekresikan sitokin (umumnya IFN-γ) yang bertanggung jawab dalam banyak
manifestasi dari hipersensitivitas tipe ini. IFN-γ mengaktivasi makrofag yang akan
memfagosit dan membunuh mikroorganisme yang telah ditandai sebelumnya.
Mikroorganisme tersebut mengekspresikan molekul MHC II, yang memfasilitasi
presentasi dari antigen tersebut. Makrofag juga mensekresikan TNF, IL1 dan kemokin yang
akan menyebabkan inflamasi. Makrofag juga memproduksi IL12 yang akan memperkuat
respon dari TH1. Semua mekanisme tersebut akan mengaktivasi makrofag untuk
mengeliminasi antigen. Jika aktivasi tersebut berlangsung secara terus menerus maka
inflamasi kan berlanjut dan jaringan yang luka akan menjadi semakin luas.
TH17 diaktivasi oleh beberapa antigen mikrobial dan bisa juga oleh self-antigen dalam
penyakit autoimun. Sel TH17 akan mensekresikan IL17, IL22, kemokin, dan beberapa sitokin
lain. Kemokin ini akan merekrut neutrofil dan monosit yang akan berlanjut menjadi proses
inflamasi. TH17 juga memproduksi IL12 yang akan memperkuat proses Th17 sendiri.
Reaksi sel T CD8+ sel T CD8+ akan membunuh sel yang membawa antigen. Kerusakan
jaringan oleh CTLs merupakan komponen penting dari banyak penyakit yang dimediasi oleh
sel T, sepert diabetes tipe I. CTLs langsung melawan histocompatibilitas dari antigen tersebut
yang merupakan masalah utama dalam penolakan pencakokan. Mekanisme dari CTLs juga
berperan penting untuk melawan infeksi virus. Pada infeksi virus, peptida virus akan
memperlihatkan molekul MHC I dan kompleks yang akan diketahui oleh TCR dari sel T
CD8+. Pembunuhan sel yang telah terinfeksi akan berakibat eliminasinya infeksi tersebut dan
juga akan berakibat pada kerusakan sel.
Prinsip mekanisme pembunuhan sel yang terinfeksi yang dimediasi oleh sel T
melibatkan perforins dan granzymes yang merupakan granula seperti lisosom dari CTLs.
CTLs yang mengenali sel target akan mensekresikan kompleks yang berisikan perforin ,
granzymes, dan protein yang disebut serglycin yang dimana akan masuk ke sel target dengan
endositosis. Di dalam sitoplasma sel target perforin memfasilitasi pengeluaran granzymes
dari kompleks. Granzymes adalah enzim protease yang memecah dan mengaktivasi caspase,
yang akan menginduksi apoptosis dari sel target. Pengaktivasian CTLs juga mengekspresikan
Fas Ligand, molekul yang homolog denga TNF, yang dapat berikatan dengan Fas expressed
pada sel target dan memicu apoptosis.
Sel T CD8+ juga memproduksi sitokin (IFN-γ) yang terlibat dalam reaksi inflamasi
dalam DTH, khususnya terhadap infeksi virus dan terekspos oleh beberapa agen kontak.
Daftar pustaka
Robbins and Cotran. 2004. Phatologic Basis of Disease 8th edition. Bab 6 Disease of the
imune system. Pg 197-208. SAUNDERS ELSEVIER: China
Abdul K Abbas, MBBS. 2004. Basic Immunology 2nd edition. Hypersensitivity Disease. Pg
193-208. SAUNDERS: China
NCBI. Immunobiology. Allergy and
Hypersensitivity.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=imm&part=A1
719[03Nov’10; 21:00]
Miriam K Anand, MD, FAAAAI, FACAAI. 2010. Hypersensitivity reaction
immediate.http://emedicine.medscape.com/article/136217-overview [03Nov’10;
21:00]