Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin meningkatnya harga bahan pakan ternak, menjadi


masalah utama yang dihadapi peternak ayam pedaging maupun petelur.
Pemanfaatan sumber bahan pakan lokal secara optimal merupakan salah
satu cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan pakan.
Indonesia akan tetap kekurangan sumber protein utamanya bungkil kedelai
karena untuk kebutuhan pangan masih diperlukan impor kedelai lebih dari
1 juta ton/tahun, maka dari itu perlu adanya inovasi untuk mengganti atau
mensubtitusi bahan pakan dengan bahan pakan lokal. Jenis leguminosa
yang dapat digunakan sebagai bahan pakan alternative antara lain adalah
kacang Gude. Kacang-kacangan yang berpotensi sebagai pengganti
kedelai yaitu kacang gude. Kacang gude Cajanus cajanmill.sp. tergolong
tanaman kacang-kacangan yang cukup potensial untuk dikembangkan
sebagai bahan pangan yang adaptif lokasi. Hal ini karena nilai gizi yang
tidak kalah tinggi dibandingkan kacang-kacangan lain seperti kedelai
(Marsono et. al, 2005). Di luar negeri kacang gude dikenal sebagai: shu
tuo (China), kagios, kalios, kadios, gablas (Tagalog); straucherbse
(Jerman), pigeon pea (Inggris) (Rensisca, 2008).

Klasifikasi Ilmiah Kacang Gude


Kingdom : Plantae – Tumbuhan
Subkingdom : Tracheobionta – Tumbuhan berpembuluh
Superdivision : Spermatophyta – Tumbuhan berbiji
Division : Magnoliophyta – Tumbuhan berbunga
Class : Magnoliopsida – Berkeping ganda
Subclass : Rosidae
Order : Fabales
Family : Fabaceae – Famili kacang-kacangan
Genus : Cajanus Adans.
Species : Cajanus cajan (L.) Millsp. – Kacang gude
Sumber ;(Anonim, 1997). Cajanus cajan (L.) Millsp (Center for
New Crops and Plants Products

1
Keunggulan dari kacang Gude adalah mudah ditanam, mempunyai
daya adaptasi yang luas, toleran terhadap kekeringan, tahan rebah dan
polong tidak mudah pecah. Sehingga mempunyai potensi yang baik untuk
dikembangkan di daerah kering dan agak tandus (Syam, 1988, Karsono
dan Sumarno, 1989). Selain itu kacang Gude mempunyai kandungan
nutrisi cukup baikya itu sebagai sumber protein (20-30%) vitamin (A, B
dan C) dan mineral (kalsium, besi dan fosfor) (Syam,1985). Belum banyak
yang menggunakan kacang gude sebagai bahan pakan sehingga kacang
gude masuk pada golongan pakan inkonvensional maka dari itu makalah
ini kami buat agar masyarakat lebih mengatahui masih terdapat banyak
potensi lokal yang belum diujicobakan yang sebenarnya kandungan nutrisi
dan dari segi palatabilitas pada ternak tidak jauh berbeda.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kandungan Nutrisi Kacang Gude

Tabel. 1 Kandungan Gizi Kacang gude (per 100 g)


Berat (gr) pada Kacang Gude:
Komposisi
Tua Dikeringkan Muda
Air 15,2 9,9 69,5
Protein 22,3 19,5 7,2
Lemak (diekstrak dengan 1,7 1,3 0,6
ether)
Mineral 3,6 3,8 1,4
Karbohidrat 57,2 65,5 21,3
Ca 9,1 0,161 0,029
P 0,26 0,285 0,135
Vitamin A (karoten) 220 IU 55 g 145g
Vitamin B1(Thiamin) 150 IU 0,72 mg 0,40 mg

Sumber :(Anonim, 1997)


Dilihat dari kandunganya kacang gude sama seperti kacang-
kacangan lainya yaitu sebagai pakan sumber protein karena kacang Gude
memiliki kandungan protein lebih dari 20%. Menurut (Messakh, 2004)
kacang Gude (Cajanus Cajan (L.) Millsp.) merupakan jenis kacang-
kacangan yang tumbuh sepanjang tahun dan mampu tumbuh pada
lahan kering. Komposisi kacang gude dalam 100 gram biji yaitu 62,0
gram karbohidrat; 20,7 gram protein dan 1,4 gram lemak. Kacang Gude
sangat berpotensi sebagai pengganti kedelai jika dilihat dari kandungan
yang dikandung kacang Gude. Hal ini sependapat dengan (Syam, 1985)
yang menyatakan bahwa kacang Gude sangat berpotensi sebagai
pengganti kacang kedelai sebagai pakan ternak terutama unggaskarena
kacang Gude mempunyai kandungan nutrisi cukup baik yaitu sebagai
sumber protein (20-30%) , vitamin (A, B dan C) dan mineral (kalsium,
besi dan fosfor).

3
2.2. Antinutrien Kacang Gude

Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan kacang Gude yaitu


seperti jenis kacang kacangan lainnya, mengandung zat anti nutrisi seperti
inhibitor protease, fitohemaglutinin dan asam pitat yang dapat
menurunkan nilai hayatinya (Singhet al .,1984). Asam amino pembatas
pada kacang Gude adalah metionin, sistein dan triptofan, tetapi
mengandung lisin dan arginin yang cukup tinggi (Kay, 1979) . Untuk
meningkatnyn pendaya gunaannya, maka perlu dilakukan pengolahan
terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pakan. Menurut (Sathe
dan Salunke (1981) bahwa zat anti nutrisi tersebut dapat dihilangkan
dengan perendaman, pemasakan, fermentasi dan beberapa perlakuan
lainnya. Kacang gude dilaporkan mengandung senyawa antigizi, yaitu
senyawa polifenol (tannin) yang menghambat enzim tripsin, kimotripsin,
dan amilase (inhibitor tripsin, inhibitor kimotripsin dan inhibitor amilase)
yang dapat mengurangi atau menghambat aktivitas amilase dan lipase
pada pankreas; serta asam pitat yang merupakan inhibitor penyerapan Fe
(Torres et al., 2006). Senyawa-senyawa ini menyebabkan masalah apabila
kacang gude dikonsumsi dalam jumlah besar. Namun, senyawa antigizi
kacang gude sudah lebih sedikit dibanding kacang kedelai, kacang polong,
serta kacang pada umumnya.

Ada beberapa perlakuan untuk mengurangi zat antinutrien dari kacang Gude,
yaitu:

a. Perendaman, pengupasan kulit, dan pengukusan

Menurut Tranggono et al. (1992) aktivitas tripsin inhibitor pada masing-


masing kacang-kacangan (gude, koro benguk dan kacang tolo) mempunyai
kecenderungan pola yang sama. Aktivitas tripsin inhibitor akan menurun
sebanyak 91-97% terjadi selama tahapan proses perendaman, pengupasan
kulit dan pengukusan.

4
b. Fermentasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Torres et al. (2006), fermentasi
dapat mengurangi asam pitat (48%), dan aktivitas inhibitor tripsin (39%).
Dan Tranggono et al. (1992) melaporkan bahwa dengan fermentasi,
akvitas enzim tripsin meningkat 45-72%. Namun, fermentasi ini tidak
mempunyai pengaruh nyata pada kandungan tannin.

Kacang gude juga memiliki senyawa beracun, yaitu fitolektin.


Fitolektin berinteraksi dengan glikoprotein pada permukaan sel darah
merah kemudian menyebabkan penggumpalan. Senyawa ini memang ada
pada kacang gude tetapi sangat sensitif terhadap perlakuan panas sehingga
pengaruhnya pada tubuh tidak signifikan (Singh dan Diwakar, 1993).

Di kawasan pertanian di pedalaman Pulau Jawa, sering kita


temukan tanaman kacang-kacangan, berupa terna berkayu setinggi 1,5 sd.
2 m. Pada ranting tanaman ini, terdapat tangkai dengan tiga helai daun.
Masing-masing helai daun berbentuk ramping, dengan pangkal dan ujung
meruncing. Panjangnya 6 cm, dengan bagian paling lebar 2 cm. Warnanya
hijau tua. Permukaan daun, tangkai, ranting serta kulit batang berbulu
halus. Pucuk daun berwarna kecokelatan. Bunganya berbentuk kupu-kupu
berwarna keunguan dan muncul dari pucuk ranting.

Oleh masyarakat pedesaan, tanaman ini disebut gude (gu-dé), atau


kacang gude. Buah gude berupa polong, berbentuk mirip kedelai, namun
berukuran lebih besar dan lebih panjang. Permukaan kulit polong juga
berbulu halus. Warna polong hijau, dan akan berubah menjadi ungu
kecokelatan setelah tua. Di dalam polong terdapat biji dengan bentuk
seperti kedelai, namun berukuran sedikit lebih besar. Warna kulit biji
bervariasi mulai dari hijau, kuning kecokelatan, cokelat sampai ke ungu
tua. Polong gude bisa dipanen dalam keadaan tua (segar), tetapi bisa pula
ketika sudah benar-benar tua, dan kulitnya agak mengering.

5
Di Jawa, biji gude segar maupun yang sudah kering, biasa dijual di
pasar-pasar tradisional. Masyarakat Jawa mengolah biji gude menjadi
sayur yang disebut jubleg, atau dibuat bongko. Bumbunya bawang merah,
bawang putih, kencur, daun salam, garam dan parutan kelapa yang masih
agak muda. Kalau sayur gude hanya cukup direbus dalam wadah, maka
bongko dibungkus satu per satu dengan daun pisang, baru kemudian
dikukus. Rasa kacang gude sangat khas, hingga sulit untuk dibandingkan
dengan kacang-kacangan lain.

Di Jawa, gude dibudidayakan secara monokultur maupun tumpang


sari. Biasanya gude ditumpangsarikan dengan jagung, padi ladang, kacang
tanah, dan palawija serta sayuran lainnya. Petani juga menanam gude di
pematang sawah. Gude tidak mungkin ditumpangsarikan dengan tanaman
berumur setahun, dengan tajuk yang terlalu rapat. Misalnya singkong.
Tanaman kacang-kacangan ini juga tidak mungkin dibudidayakan di
bawah tegakan tanaman keras. Misalnya albisia. Sebab gude menghendaki
lahan terbuka, dengan sinar matahari penuh.

Meskipun areal jagung juga rapat, namun umur tanaman ini hanya
3,5 bulan, hingga pada bulan-bulan selanjutnya gude dapat menerima sinar
matahari penuh, sampai dengan saat panen pada musim kemarau.
Pengolahan lahan untuk budidaya gude secara monokultur, tidak perlu
sebaik pada penanaman tumpangsari. Sebab gude mampu tumbuh dengan
cukup baik, di lahan-lahan marjinal. Bahkan lahan alang-alang yang
dibabat serta dibakar pun, bisa ditanami gude dengan cara ditugal. Tidak
lama kemudian alang-alang memang akan tumbuh, dan menutup tanaman
gude yang masih muda.

Namun tidak lama kemudian, tanaman gude akan meninggi, hingga


mampu mengalahkan alang-alang, dalam berkompetisi merebut cahaya
matahari. Penanaman gude ditanam dalam lubang yang dibuat dengan
tugal. Ke dalam lubang itu dimasukkan tiga biji gude. Biji akan tumbuh

6
pada hari keempat sampai dengan kelima. Kalau tiga biji ini tumbuh
semua, tetap harus dibiarkan besar hingga kelihatan, mana tanaman yang
tumbuh kerdil dan harus dibuang. Kalau tiga individu tanaman ini tumbuh
sama suburnya, maka tiga-tiganya harus dipelihara.

Kalau di Indonesia gude hanya sebatas dimasak sebagai sayur,


maka di India dan Kepulauan Karibia, jenis kacang ini dimanfaatkan
secara luas. Mulai dari untuk sayuran seperti di Jawa, dibuat tahu,
ditepungkan dan dibuat cake, serta digiling kasar, untuk dicampurkan pada
nasi. Di Dominika dan Hawaii, gude sudah dibudidayakan secara modern,
dan biji segarnya dikalengkan. Di Puerto Riko, sebuah negara pulau di
Laut Karibia, gude merupakan bahan menu nasional, yang sering meraih
penghargaan dalam banyak kontes memasak internasional.

Selain sebagai penghasil bahan makanan, tanaman gude juga bisa


menghasilkan lak. Di Thailand, gude dibudidayakan secara monokultur,
sebagai tempat pembiakan kutu lak (ordo Homoptera, superfamily
Coccoidea, dengan sekitar 8.000 spesies). Setelah berkembang biak cukup
banyak, kutu lak ini dipanen dan diproses lebih lanjut menjadi bahan
pelitur. Di Indonesia budidaya kutu lak dilakukan oleh Perum Perhutani,
pada tanaman kosambi (Schleichera oleosa). Kayu gude, biasanya
dimanfaatkan oleh petani sebagai bahan bakar. Namun ada pula petani
yang memanfaatkannya sebagai ajir bagi tanaman marambat.

Tanaman gude juga mampu meningkatkan kesuburan lahan.


Pertama-tama kesuburan lahan itu disebabkan oleh daun gude yang rontok
dan hancur menjadi pupuk hijau. Kedua, akar tanaman gude juga mampu
bersimbiosis dengan bekteri Rhizobium, dan membentuk bintil akar untuk
menyimpan oksigen, yang ditangkap oleh daun langsung dari udara.
Dalam tiap areal gude seluas satu hektar, potensi nitrogen yang bisa
dikumpulkan mencapai 40 kg. Meskipun berupa terna berkayu, gude tetap

7
tanaman semusim. Setelah dipanen, tanaman gude akan mati, hingga
diperlukan penanaman baru dengan benih baru.

2.3 Morfologi Kacang Gude

Gambar 2. Kacang Gude

Tanaman gude tumbuh setinggi 1 – 4 m, agak berkayu, dan


walaupun merupakan tanaman tahunan berumur pendek, biasanya
dibudidayakan sebagai tanaman setahun. Tanaman ini dapat dipertahankan
hingga 3 – 4 tahun jika akan digunakan untuk pakan ternak. Daun
berbentuk lanset dengan panjang 5 – 10 cm. Kacang gude biasanya
diperbanyak dengan biji, tetapi stek batang juga dapat digunakan.
Perakarannya tipis- tipis, mencapai kedalaman 2 m. Diameter batangnya
sampai 15 cm. Bercabang banyak dan langsing- langsing. Perakaran yang
dalam inilah yang mampu menjadikan tanaman kacang gude ini tahan
terhadap kekeringan, karena mampu menjangkau sumber air yang dalam

Daun berselang- seling, beranak daun tiga, berkelenjar berbintil,


anak daun jorong (elliptic), berukuran (3-13,7) cm x (1,3- 5,7) cm. Bunga-
bunga dalam tandan semu, kadang- kadang menggerombol dan bersinkron
(untuk yang tumbuh terbatas), tetapi umumnya menyebar dan muncul
dalam jangka waktu yang panjang (untuk yang tumbuh tak terbatas),

8
berbentuk kupu- kupu, daun mahkota kuning atau krem, bendera pada
bagian dorsalnya berwarna merah, jingga atau ungu.

Buah berbentuk polong lurus atau berbentuk sabit, berisi (2-4-9)


butir biji yang bundar sampai menjorong (ellipsoid) atau agak bersegi
empat. Biji berwarna putih, krem, coklat, keungu- unguan sampai hampir
hitam, mulus atau terpecik (mottled), sumbat lembaga (strophiole)
biasanya benar- benar menghilang. Semainya berkecambah hipogeal,
kedua daun pertamanya tunggal.

2.1.3 Kandungan Gizi Kacang Gude

Table 2.2. Perbandingan Nilai Gizi Kacang Gude dan Kacang Lain.

Dalam perdagangan internasional, gude disebut pigeon pea


(Cajanus cajan, Cajanus indicus). Di India, gude disebut arhar, red gram,
toovar, toor. Gude diduga berasal dari India, dan telah dibudidayakan
paling sedikit sekitar 1.000 tahun sebelum masehi. Kemudian tanaman ini
menyebar ke Asia Tenggara, dan Afrika Timur. Oleh bangsa Eropa, gude
dibawa ke kepulauan Karibia dan Amerika Tengah serta Latin. Sekarang,
tanaman gude sudah dibudidayakan dan dimanfaatkan secara luas di
kawasan tropis serta sub tropis di seluruh dunia.

9
BAB III

KESIMPULAN

Kacang Gude merupakan jenis kacang-kacangan yang tumbuh


sepanjang tahun dan mampu tumbuh pada lahan kering. Komposisi kacang
gude dalam 100 gram biji yaitu 62,0 gram karbohidrat; 20,7 gram protein dan 1,4
gram lemak.

Kacang Gude mengandung senyawa antigizi, yaitu senyawa polifenol


(tannin) yang menghambat enzim tripsin, kimotripsin, dan amilase (inhibitor
tripsin, inhibitor kimotripsin dan inhibitor amilase) yang dapat mengurangi atau
menghambat aktivitas amilase dan lipase pada pankreas; serta asam pitat yang
merupakan inhibitor penyerapan Fe (Torres et al., 2006). Senyawa-senyawa ini
menyebabkan masalah apabila kacang gude dikonsumsi dalam jumlah besar.

Kandungan Nutrisi Kacang Gude

Berat (gr) pada Kacang Gude:


Komposisi
Tua Dikeringkan Muda
Air 15,2 9,9 69,5
Protein 22,3 19,5 7,2
Lemak (diekstrak dengan 1,7 1,3 0,6
ether)
Mineral 3,6 3,8 1,4
Karbohidrat 57,2 65,5 21,3
Ca 9,1 0,161 0,029
P 0,26 0,285 0,135
Vitamin A (karoten) 220 IU 55 g 145g
Vitamin B1(Thiamin) 150 IU 0,72 mg 0,40 mg

Kacang gude juga memiliki senyawa beracun, yaitu fitolektin. Fitolektin


berinteraksi dengan glikoprotein pada permukaan sel darah merah kemudian
menyebabkan penggumpalan. Senyawa ini memang ada pada kacang gude tetapi
sangat sensitif terhadap perlakuan panas sehingga pengaruhnya pada tubuh tidak
signifikan.

10
Perbandingan Nilai Gizi Kacang Gude dan Kacang Lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1997. Cajanus cajan (L.) Millsp(Center for New Crops and Plants
Products).http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy/Cajanus_caja
n.

Geervani, P. 1980 . Nutritional evaluation of pigeonpea (variety hyderabad 3A)


processed by traditional method . Proceeding of the International
Workshop on Pigeonpeas. December, 15 - 19 th 1980.

Karsono, S dan Sumarno. 1989. Kacang Gude. Balittan Pangan Malang. Hal 39-
42.

Kay, D .E . 1979 . Food Legumes . Tropical Products Institute Corp and Product
Digest. No. 3 . London.

Marsono, Y., Ratu-Safitri dan Z. Nur. 2005. Antioksidan dalam Kacang-


kacangan: Aktivitas dan Potensi serta Kemampuannya Menginduksi
Pertahanan Antioksidan pada Model Hewan Percobaan. Laporan Hasil
Penelitian Hitbah Bersaing XII/2. Lembaga Penelitian Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Messakh, O. S. 2004. Kacang-kacangan : Sumber Protein dan Pupuk Nitrogen.


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hal 32.

Reniwati, H. 1998. Respon ayam Pedaging terhadap Pemberian Kacang Gude


(Cajanus Cajan Mill. SP) dalam Ransum. Seminar Nasional Peternakan
dan Veteriner 1998.

Sathe, S .K . and D .K . Salunke. 1981 . Functional properties of the great norther


bean (Phaseolus vulgaris L .) protein : emultion, foaming, viscosity and
gelation properties. J. ofFood Sci . 46 : 71.

Singh, Faujdar dan B. Diwakar. 1993. Nutritive Value and Uses of Pigeonpea and
Groundnut. International Crops Research Institute for the Semi-Arid
Tropics.India. http://www.icrisat.org/Training/sds.14.

12
Singh, U.K ., C . JAIN, R . JA2vIBuNATHAN, and D.G. FAms . 1984 .
Nutritional quality of vegetable pigeonpeas (Cajanus Cajan L) : Dry
Matter accumulation, carbohydrates and protein . Journal ofFood Science
49 (3) : 799 – 802.

Syam, M. 1985. Kacang Glide (Kacang Hiris) prospeknya cukup baik untuk
dikembangkan . Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 7 : 2 – 3.

Torres, Alexia; J. Frias; M. Granito; and C. Vidal-Valverde. 2006. Fermented


Pigeon Pea (Cajanuscajan) Ingredients in Pasta Products. Journal of
Agricultural and Food Chemistry.Vol/No: 54/18. Pg: 6685–6691.
http://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/jf0606095. DiaksespadaSenin, 14
September 2009.

Tranggano, Sutardi, danBambangKuswijayanto. 1992.AktivitasTripsin Inhibitor


Selama Proses Pembuatan Tempe Kara Benguk (Mucunapruriens),
KacangTolo (Vignaungulgulata), Dan Gude (Cajanuscajan).http://i-
lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=3501..

13

Anda mungkin juga menyukai