Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KEAMANAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) KONTRUKSI

(TSI 538)

PERALATAN DAN RAMBU-RAMBU KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA


PROYEK KONTRUKSI

DISUSUN OLEH:
RIDHA ALYUSMAN

(1404101010092)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui , berdasarkan data statistik, kasus kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja dalam pekerjaan konstruksi sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena masih banyak
pengurus maupun tenaga kerja belum mengenal dan memahami peraturan K3 yang berkaitan
dengan pekerjaan mereka. Dengan demikian perlu adanya upaya pengendalian, pembinaan,
penyuluhan dan pelatihan tentang K3 dalam bidang konstruksi sehingga dapat dicapai kondisi dan
lingkungan kerja yang aman. Melalui topic-topik yang dibahas dalam modul ini diharapkan dapat
membantu para calon ahli K3 dalam pemahaman peraturan K3 di bidang konstruksi.
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi.
Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja
di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa
konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja,
disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan
pertambangan. Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta
orang, 53% di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah
Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan
formal apapun. Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau
borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan
ini tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan
metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3 yang
diterapkan pada perusahaan konstruksi.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Cakupan Masalah Konstruksi Bangunan

Pekerjaan kontruksi bangunan merupakan pekerjaan yang mengandung potensi bahaya,


sehingga dalam memberi perlindungan keselamatan kerja kepad pekerja diperlukan syarat-syarat
keslamatan dan kesehatan kerja yang sangat tinggi. Tahapan dalam konstruksi bangunan
berhubungan dengan seluruh tahapan yang dilakukan di tempat kerja. Diantara tahapan yang ada
yakitu pekerjaan penggalian, pekerjaan pondasi, pekerjaan beton, pekerjaan baja, dan
pembongkaran.
Penggalian. Penyebab kecelakaan yang timbul dari pekerjaan penggalian antara lain, pekerjan
yang disa tertimbun dan terkubur di dalamnya akibat runtuhnya dinding galian, pekerja tertimpa
dan luka akibat terjatuhnya material di dalam galian, kondisi tidak aman baik di dalam maupun
diluar galian akibat licinnya galian.
Pondasi. Pekerjaan pondasi merupakan suatu kegiatan pemasangan struktur bawah bangunan
yang dapat digunakan untuk menahan beban bangunan.
Pekerjaan Beton. Pada saat proses pengecoran berlangsung pada umumnya pekerja selalu pada
posisi tetinggian tertentu yang dapat berakibat pekerja terjatuh, material pencampur yang tidak
boleh bersinggungan dengan kulit bahkan terhirup oleh pernapasan pekerja.
Pekerjaan Baja. Bahaya yang timbul dari pekerjan pemasangan baja pekerja dapat jatuh dari
ketinggian tertentu dari permukaan tanah, terperosok, tertimpa material bangunan.
Pembongkaran. Bahaya yang di timbulkan dari pembongkaran bangunan adalah pekerja dapat
tertimpa atau runtuhnya bangunan, terperosok dari ketinggian tertentu dari permukaan tanah.

2.2 Pedoman Dasar Hukum K3 Konstruksi

a. Undang-undang Dasar 1945


b. Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu
melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman,
pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang
undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerjayaitu upah, kesejahteraan, jaminan
sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 1/Men/1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan


Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi
bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis
konstruksi lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi
untuk pelanggaran terhadap peraturan ini sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah.

d.Surat keputusan besama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No
Kep174/Men/1986 dan No 104/Kpts/1986 tentang K3 Tempat Kegiatan Kontruksi
Bangunan
Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut, pemerintah
menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja
No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai ”Pedoman K3
Konstruksi” ini merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di
Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti
karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan
deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangan-kekurangan tersebut tentunya sangat menghambat
penerapan pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan
di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.

2.3 Pengertian atau Istilah K3 Konstruksi


Istilah-istilah tentang K3 kontruksi dan sarana bangunan:
1. Kontruksi bangunan
2. Tempat kerja kegiatan kontruksi bangunan
3. Sarana bangunan
4. Perancah bangunan
5. Kontraktor
6. Sub Kontraktor
7. Pekerja Kontruksi beton
8. Tahapan pekerjaan kontruksi bangunan, yang mengunakan bahan bangunan
9. Pekerjaan konstruksi baja
10. Pekerja penggali
11. Pekerja Pondasi
12. Wajib lapor pekerja konstruksi bangunan
13. Kepala proyek
14. Scaffolder adalah pekerja pemasang, penguna dan pembongkar perancah
15. Safety officer adalah pekerja yang melaksanakan K3 di bidang konstrusi bangunan
16. Ahli K3 kontruksi
17. Instalasi: lift orang, lift barang, listrik, penyalur petir, plambing, tata udara
18. Penanganan bahan
2.4 Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Konstruksi dan Sarana Bangunan
Dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja pada tempat proyek atau konstruksi,
para pelaksana konstruksi wajib melaksanakan syarat-syarat teknis keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi
a. Pekerjaan penggalian
Ketentuan Umum:
 Stabilitas tanah harus diuji dahulu sebelum dilakukan penggalian
 Melakukan pemeriksaan atas segala instalansi bawah tanah
 Prasarana umum harus dimatikan atau diputuskan alirannya, apabila tidak
bisa maka prasarana tersebut harus dipagari, ditarik ke atas atau dilindungi
 Tanah harus dibersihkan dari pohon, batu besar dan rintangan lain
 Lokasi penggalian harus diperiksa secara teliti setelah pekerjaan terputus
melebihi 1 hari, setelah setiap peledakan, ada longsoran, ada kerusakan pada
konstruksi penyangga dan hujan lebat.
 Jalan keluar masuk yang aman
 Dilarang bekerja di tanah lepas yang kemiringannya terlalu terjal
 Harus ada konstruksi penyangga yang cukup
 Ada penerangan yang cukup
 Galian bebas dari air
 Ada jalan keluar untuk menyelamatkan diri
 Tidak ada yang diizinkan masuk ruang bawah tanah yang belum diuji bebas
gas
 Pengujian gas harus dilengkapi dengan sabuk pengaman, tali penyelamat dan
alat-alat pernapasan
 Ventilasi mekanis harus disediakan
 Tindakan penceghan harus diambil untuk melindungi runtuhnya bangunan

Persyaratan K3 pada pekerjaan penggalian :


 Tepi penggalian atau saluran harus dibuat dengan kemiringan tertentu,
biasanya 45 derajat
 Penggalian diatas 1,2 m harus dipasang perancah bai yang terbuat dari kayu
 Penggalian tidak boleh dilakuakn pada batas bangunan atau suatu struktur.
 Material dan peralatan harus diletakkan berjauhan dari pinggir galian
 Tanah hasil galian atau sampah galian tidak diletakkan di tepi galian
 Meletakkan Stopblock di lokasi tempat kendaraan menurunkan material ke
dalam galian
 Tersedia penerangan yang cukup
 Pekerja harus diinformasikan secara jelas tentang prosedur penggalian
 Menggunakan pelindung kepala dan kaki saat penggalian berlangsung
 Melakukan koordinasi dengan instansi lain mengenai instalansi llistrik, gas,
air dsb
 Tidak menggunakan alat penggalian mesin (excavator) pada jarak 50 cm dari
pipa gas
b. Pekerjaan Pondasi
Persyaratan Umum:
 Mesin pemancang harus ditumpu oleh dasar yang kuat, diberi tali atau rantai
penguat secukupnya dan tidak boleh digunakan di dekat jaringan listrik
 Lantai kerja dan tempat kerja operator harus terlindungi dari cuaca
 Saluran uap atau udara harus dibuat dari pipa baja atau semacamnya
c. Pengerjaan Beton
Persyaratan Umum
 Konstruksi beton bertulang yang berat untuk kerangka atap dan kerangka
atas lainnya harus didasarkan pada gambar rencana
 Selama pembangunan harus dicatat data sehari-hari mengenai kemajuan
pembangunan, termasuk data yang mempengaruhi kekuatan beton menurut
waktunya

d. Pekerjaan Konstruksi Baja


Persyaratan umum
 Penjaminan keselamatan pekerja dengan penyediaan dan pemakaian tangga,
gang, peralatan kerja tetap, pelataran kerja, tali pengaman dan sabuk
pengaman serta jaring pengaman
 Kerangka baja yang sedang dipasang harus disangga dan dikopel secukupnya
2.4.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana Bangunan
a. Perancah
Peraturan umum
 Perancah harus dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak bias dikerjakan
secara aman dalam ketinggian
 Perancah hanya dapat dibuat dan dirubah oleh pengawas yang ahli.
b. Pelataran Tempat Kerja
Peraturan umum
 Semua perancah harus dilengkapi dengan platform untuk bekerja
 Pelataran paling sedikit dari tepi luarnya berjarak 60 cm dari sisi dinding
bangunan
 Penyediaan tempat yang bebas dari rintangan dan timbunan
 Pelataran bekerja harus menggunakan papan pengaman kakai berukuran
tebal min 2,5 cm dan lebar min 15 cm
 Harus benar-benar berkonstruksi kuat
c. Plambing/Pemipaan
a. Fungsi instalansi plambing:
 penyediaan air bersih
 membuang air kotor

b. Jenis-jenis plambing :
 Instalansi plambing air bersih
 Instalansi plambing air kotor
 Instalansi plambing air hujan

c. Pemeriksaan dan pengujian


Objek pemeriksaan dan pengujian adalah instalansi pipa penyalur, tangki,
hydrostos, alat-alat perlengkapan dan pengaman
d. Pengesahan
Sebelum instalansi plambing dipakai, pemilik mengajukan permohonan
pengesahan penggunaan kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota. Sebelum
dikeluarkan pengesahan, harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian pertama.
2.5 Pengawasan K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan

a. Wajib Lapor Pekerjaan/Proyek Konstruksi Bangunan


Setiap pekerjaan konstruksi bangunan yang akan dilakukan wajib dilaporkan
kepada direktur atau pejabat yang ditunjuk
b. Akte Pengawasan Ketenagakerjaan Proyek Konstruksi Bangunan
i. Pengertian
Terdiri dari: data pelaksana konstruksi/pengawas-perencana konstruksi, data
teknis proyek, berita acara pemeriksaan, kartu pemeriksaan dan lembaran pemeriksaan.

ii. Batasan
Tempat kerja/pekerjaan konstruksi bangunan dengan waktu proyek 6 bulan atau
lebih harus diterbitkan akte ini dan akte harus diserahkan Pelaksana Konstruksi kepada
Pemberi Tugas/Pemilik setelah proyek selesai
iii. Pengesahan Akte
1. Setelah meneliti wajib lapor pekerjaan proyek/konstruksi bangunan
2. Melakukan pemeriksaan K3 proyek oleh pengawas spesialis K3 konstruksi
3. Menerbitkan akte pengawasan
4. Melakukan pemeriksaan berkala, sampai proyek selesai.
SERTIFIKAT ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001 sebagai
prasyarat Tender
Dewasa ini, banyak tender-tender baik yang dilakukan oleh lembaga permerintahan
maupun swasta menjadikan prasyarat bagi perusahaan yang berminat mengikuti tender.
Sehingga, tak dapat dipungkiri bahwa sertifikat ISO 9001 dipandang sebagai syarat wajib
bagi perusahaan yang ingin meningkatkan pendapatan perusahaan melalui keikutsertaan
dalam tender.

Jenis Jenis Sertifikat Iso Yang Digunakan Dalam Bidang Konstruksi

Sebagian besar perusahaan kontraktor / konstruksi banyak menerapkan ISO


9001dalam menjalankan bisnisnya, dan memang biasanya syarat untuk tender meminta
sertifikasi ISO 9001 ini, baik ISO 9001:2008 maupun ISO 9001:2015, dengan diperolehnya
sertifikat ISO 9001 ini sebagia salah satu pengakuan bahwa perusahaan menjalankan sistem
manajemen Mutu dengan baik,

Selanjutnya yang sering digunakan oleh perusahaan konstruksi / Kontraktor adalah


Sisitem Manajemen K3 / OHSAS 18001:2007 , mengingat jasa konstruksi banyak
mengandung resiko yang terkait dengan K3, maka sangat pantas bahkan mungkin wajib
apabila perusahaan menerapkan sisitem manajemen K3 , sehingga perusahaan dapat
menurunkan bahkan menghilangkan tingkat resiko Kecelakaan kerja di perusahaan / pada
aktivitas kegiatan perusahaan sehari-hari

kemudian beberapa kontraktor terutama yang terkait dengan pekerjaan yang


menggunakan bahan B3, tentunya akan menerapkan Sisitem Manajemen Lingkungan atau
ISO 14001, ISO 14001 ini sebagai bukri bahwa perusahaan telah menjalankan tindakan
pencegahan terkait dengan proses / aktivitas perusahaan yang bisa berpotensi untuk
mencemari lingkungan.
Jenis Jenis Akreditasi Iso Untuk Persyaratan Tender

Di Indonesia banyak sekali jenis Akreditasi ISO, diantaranya adalah

1. KAN adalah akreditasi ISO lokal dari Indonesia, di bawah KAN banyak sekali badan
sertifikasi yang bisa mengeluarkan sertifikat ISO dengan logo Akreditasi KAN.

2. JAS ANZ , Akreditasi dari Audtralia – New Zealand, hampir sebagian besar perusahaan
kontraktor/ konstruksi menggunakan standard akreditasi dari JAS ANZ, harga yang bersaing
dan kualitas akreditasi yang baik, menjadi kan JAS ANZ sebagai primadona untuk
memperoleh sertifikat ISO bagi perusahaan konstruksi / Kontraktor

3. UKAS, adalah Akreditasi sertifikasi ISO dari Inggris, Perusahaan perusahaan yang punya
kepentingan bisnis dengan customer dari Luar negeri biasanya banyak yang menggunakan
Akreditasi dari UKAS, UKAS mendapatkan reputasi yang ssayaangat baik, sehingga rata rata
harga sertifikasi yang terkareditasi UKAS, sedikit lebih mahal.

4. DAC , Akreditasi yang juga banyak dipakai ada dari India , meskipun belum begitu dikenal
oleh masyarakat Indonesia, aun banyak juga perusahaan kontraktor / konstruksi yang
menggunakan sertifikat ISO dengan Akreditasi DAC.

5. DLL

Biaya Sertifikat ISO untuk persyaratan TENDER

hal hal yang dapat mempengaruhi harga sertifikasi ISO 9001, 14001, OHSAS 18001 ini
adalah.

1. Jumlah Karyawan Perusahaan : semakin banyak jumlah karyawan semakin besar pula
biaya sertifikasinya
2. Akreditasi, Akreditasi akan berpengaruh terhadap biaya sertifikasi ISO, apabila
menggunakan akreditasi dengan reputasi baik tentu saja harganya menjadi mahal, lain lagi
apabila sertifikasi ISO yang tanpa akreditasi, wah ini sangat tidak disarankan ya ?
3. Lokasi Perusahaan tentu akan berpengaruh terhadap biaya, terutama transportasi bagi
auditor maupun konsultan
Pemenuhan Standard Sertifikat ISO Konstruksi dan Melebihi Ekspektasi

Perusahaan Konstruksi Dewasa ini sangat berkomitmen untuk memenuhi kualitas,


integritas, keunggulan, dan kepuasan pelanggan. Itu sebabnya sedikit perusahaan
konstruksi Indonesia yang telah mendapatkan Sertifikat ISO Konstruksi.

Sertifikasi ISO Konstruksi merupakan salah satu standar kualitas yang paling
komprehensif diterima di seluruh dunia. Hal ini membutuhkan komitmen untuk menjalankan
ISO di bagian-bagian dalam organisasi seperti kepuasan pelanggan, administrasi kontrak,
komitmen manajemen; tanggung jawab, sistem mutu, pembelian, dan data; pengendalian
dokumen.

Manfaat Sertifikat ISO Konstruksi

Kualitas pekerjaan yang konsisten Dokumentasi yang dapat diandalkan untuk


kegiatan, tindakan, masalah dan keputusan Metodologi pelanggan dan komunikasi proyek
Struktur yang konsisten untuk proyek dan kantor pencatatan Harapan pelanggan dan
pengembangan umpan balik dan identifikasi Pola pikir positif untuk perbaikan terus-
menerus Pelacakan dan kesadaran kebutuhan pelatihan, sambil memberikan karyawan
dan peluang manajemen untuk mengevaluasi manfaat pelatihan
PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen K3
menyesuaikan: PerMenaker No. 05 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen K3

Selama ini acuan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) adalah PerMenaker No. PER.05/MEN/1996 kemudian muncullah PP No. 50 Tahun
2012 tentang SMK3. Namun, di PP 50 Tahun 2012 tersebut tidak dijelaskan tentang status
Permenaker No. PER.05/MEN/1996 apakah masih berlaku atau tidak.
Berikut sekilas analisa mengenai hal tersebut;
Hirarki peraturan perundangan terkait Sistem Manajemen K3;
1) UUD 45 Tahun 1945, pasal 27 ayat 2; "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan"
2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Pasal 86;
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 87;
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi
dengan sistem manajemen perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
CATATAN:
1. Pasal 86, ayat (2) dikorelasikan dengan telah diterbitkannya UU No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja
2. Pasal 87, ayat (2) menyatakan dengan jelas bahwa Sistem Manajemen K3 diatur dengan
Peraturan Pemerintah, bukan dengan Peraturan Menteri. Hal bisa jadi merupakan kelambatan
pemerintah untuk menyusun PP tentang SMK3, setelah UU No. 13 Tahun 2003 dikeluarkan.
Setelah sekarang dikeluarkannya PP No. 50 Tahun 2012, maka status Permenaker No. 05 Tahun
1996 bukannya menjadi tidak berlaku, namun statusnya disesuaikan/diangkat tingkat
hirarkinya dari Peraturan Menteri menjadi Peraturan Pemerintah. Dan isi dari PP No. 50 Tahun
2012 juga menyempurnakan Permenaker No. 05 Tahun 1996

Anda mungkin juga menyukai