Edang Gutawan 153030010 Tugas Pai (Al Quran Dan Politik)
Edang Gutawan 153030010 Tugas Pai (Al Quran Dan Politik)
NRP : 153030010
TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
2017
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpah kan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalahtentang Al Quran dan politik.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Al Quran dan Politik
ini memberikan manfaat maupun inspirasi terhada pembacanya.
Edang Gutawan
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................... 2
Daftar Isi.............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupaka agama rahmatan lil ‘alamin. Ajaran Islam tidak hanya
mencakup hubungan vertical antara Tuhan dengan hamba-Nya, akan tetapi
Islam juga telah mengatur hubungan horizontal antar sesama makhluk.
Hubungan horizontal atau yang lebih dikenal dengan sebutan hablum minannas
merupakan bentuk interaksi antar sesame manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan, atau dengan makhluk lainnya.
Di dalam kajian Islam yang memiliki sumber primer Al-Qur’an dan Al-
Hadits, hubungan tersebut telah diatur sedemikian rupa agar terbentuk pola
komunikasi dan interaksi yang harmonis antar-sesama makhluk.Setiap peraturan
yang ada, terus disesuaikan dengan dinamika kehidupan manusia yang semakin
berkembang.Meski demikian, praktik ideal dari setiap peraturan yang dibuat
harus berlandaskan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an.
Dalam makalah ini, akan lebih spesifik dibahas mengenai politik dalam
pandangan Al-Qur’an. Politik merupakan salah satu pola interaksi horizontal
yang tidak terlepas dari pola vertical.Pola ini disusun sebagai sebuah system
yang berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia.Aristoteles bahkan menilai
politik sebagai sebuah jalan untuk mencapai kebahagiaan.
Pembahasan politik berdasarkan ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an
dirasa perlu.Hal ini dikarenakan telah banyak penyimpangan yang dilakukan
oleh para elit politik dalam menggunakan kekuasaannya di panggung
politik.Untuk itu, makalah ini coba dihadirkan untuk membenahi nilai-nilai
politik berdasarkan Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah kajian mengenai wawasan politik berdasarkan AlQur’an,
maka dibutuhkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengertian politik?
2. Bagaimanakah macam-macam politik?
3. Bagaimanakah fungsi politik?
4. Bagaimanakah hikmah politik?
5. BagaimanakahPandangan Islam Mengenai Politik Menghalalkan Segala Cara
6.BagaimanakahPandangan Islam Mengenai Pemerintahan Otoriter
4
7.BagaimanakahPandangan Islam Tentang Perang Negara Islam Dengan Negara
Barat
C. Tujuan Penulisan
Sealur dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
ialah:
1. Mendeskripsikan pengertian politik
2. Mendeskripsikan macam-macam politik
3. Mendeskripsikan fungsi politik
4. Mendeskripsikan hikmah politik
5. Mendeskripsikan Pandangan Islam Mengenai Politik Menghalalkan Segala
Cara
6. Mendeskripsikan Pandangan Islam Mengenai Pemerintahan Otoriter
7. Mendeskripsikan Pandangan Islam Tentang Perang Negara Islam Dengan
Negara Barat
5
BAB II
PEMBAHASAN
7
Memang ada empat ayat yang menggunakan redaksi tersebut, tetapi ada
dua hal yang harus digarisbawahi dalam hubungan ini.
Pertama, keempat ayat yang menggunakan redaksi tersebut dikemukakan
dalam konteks tertentu. Perhatikan ayat-ayat berikut:
َضلَ ْلتُ إِذا ً َو َما أَنَا ْ ِمن
َ ّللاِ قُل لَّ أَت َّبِ ُع أ َ ْه َواء ُك ْم قَ ْد ِ قُ ْل إِ ِنهي نُ ِهيتُ أ َ ْن أ َ ْعبُدَ الَّذِينَ ت َ ْدعُونَ ِمن د
ُون ه
َّعلَى بَ ِيهنَ ٍة ِ همن َّر ِبهي َو َكذَّ ْبتُم ِب ِه َما ِعندِي َما ت َ ْست َ ْع ِجلُونَ ِب ِه ِإ ِن ْال ُح ْك ُم ِإل َ قُ ْل ِإ ِنهي-٥٦- َْال ُم ْهتَدِين
-٥٧- َاصلِين ِ َص ْال َح َّق َو ُه َو َخي ُْر ْالف
ُّ ُِ هلِلِ َيق
Katakanlah, “Sesungguhnya aku dilarang menyembah apa-apa yang
kamu sembah selain Allah”.Katakanlah, “Aku tidak akan mengikuti hawa
nafsumu.Sungguh tersesatlahaku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku
termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk”.Katakanlah, “Sesungguhnya
aku berada diatas bukti yang nyata (Al-Qur’an).Bukanlah wewenangku untuk
menurunkan azab yang kamu tuntut disegerakan kedatangannya.Menetapkan
hukum hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia
Pemberi Keputusan yang baik” (QS Al-An’am [6]: 56-57).
Ayat ini seperti terbaca berbicara dalam konteks ibadah serta keputusan
menjatuhkan sanksi hukum yang berkaitan dengan wewenang Allah.
Dalam surat Yusuf (12): 40, dan 67 redaksi serupa juga ditemukan . Ayat
40 berbicara dalam konteks mengesakan Allah dalam ibadah:
Menetapkan hukum adalah hak Allah, Dia memerintahkan agar kamu
tidak menyembah selain Dia.
Sedangkan ayat 67 berbicara tentang kewajiban berusaha dan keterlibatan
takdir Allah.
َ ب ُّمتَفَ ِ هرقَ ٍة َو َما أ ُ ْغ ِني
عن ُكم ِ همنَ ه
ّللاِ ِمن ٍ اح ٍد َوا ْد ُخلُواْ ِم ْن أ َب َْوا ٍ ي لَ ت َ ْد ُخلُواْ ِمن بَا
ِ ب َو َّ ِو ََقَا َل يَا بَن
-٦٧- َعلَ ْي ِه فَ ْل َيت َ َو َّك ِل ْال ُمت َ َو ِ هكلُون
َ علَ ْي ِه تَ َو َّك ْلتُ َو
َ ِش ْيءٍ ِإ ِن ْال ُح ْك ُم ِإلَّ ِ هلِل
َ
Wahai anak-anakku, jangan masuk dalam satu pintu gerbang, tetapi
masuklah dari pintu gerbang yang berlain-lainan.Namun demikian aku tidak
dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari takdir Allah.Keputusan yang
menetapkan sesuatu hanyalah hak Allah.Kepada-Nya saja orang-orang yang
bertawakal berserah diri.
Ayat keempat dan terakhir menggunakan redaksi yang sedikit berbeda,
yang terdapat dalam surat Al-An’am (6): 62,
-٦٢- َق أَلَ لَهُ ْال ُح ْك ُم َو ُه َو أَس َْرعُ ْال َحا ِسبِين
ِ ّللا َم ْولَ ُه ُم ْال َح ه
ِ ثَُ َّم ُردُّواْ إِلَى ه
Kemudian (setelah kematian) mereka dikembalikan kepada (putusan)
Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya .Ketahuilah bahwa segala hukum
(pada hari itu) hanya milik-Nya saja.Dialah pembuat perhitungan yang paling
cepat.
8
Sebagaimana terbaca, ayat ini berbicara tentang tentang ketetapan hukum
yang sepenuhnya berada ditangan Allah sendiri pada hari kiamat.
Di sisi lain, ditemukan sekian banyak ayat yang menisbahkan hukum pada
manusia, baik dalam kedudukannya sebagai nabi maupun manusia biasa,
Perhatian firman Allah dalam dalam surat Al-Baqarah (2):213 yang berbicara
tentang diutusnya para nabi, dan diturunkannya kitab suci kepada mereka
dengan tujuan-menurut redaksi Al-Qur’an:
ليحكم بين الناس فيما اختلفوا فيه
Agar masing-masing Nabi memberi keputusan tentang perselisihan antar
manusia.
Di samping perintah kepada Nabi-nabi, ada juga perintah yang ditujukan
kepada seluruh manusia yang berbunyi:
ْاس أَن ت َ ْح ُك ُموا ِ ّللاَ يَأ ْ ُم ُر ُك ْم أَن تُؤدُّواْ األ َ َمانَا
ِ َّت ِإلَى أ َ ْه ِل َها َو ِإذَا َح َك ْمت ُم بَيْنَ الن ِإ َّن ه
-٥٨- ً صيرا ِ َس ِميعا ً ب َ َّللاَ َكانظ ُكم ِب ِه ِإ َّن ه ِب ْال َع ْد ِل ِإ َّن ه
ُ ّللاَ نِ ِع َّما يَ ِع
Dan apabila kamu berhukum (menjatuhkan putusan) diantara manusia,
maka hendaklah kamu memutuskan dengan adil (QS An-Nisa’[4]:58).
Kedua, kalaupun ayat-ayat yang berbicara tentang kekhusuan Allah dalam
menetapkan hukum atau kebijaksanaan, dipahami terlepas dari konteksnya,
maka kekhusuan tersebut bersifat relatif, atau apa yang diistilahkan oleh ulama-
ulama Al-Qur’an dengan hasr idhafi. Dengan memperhatikan keseluruhan ayat-
ayat yang berbicara tentang pengembalian keputusan, dapat disimpulkan bahwa
Allah telah memberi wewenang kepada manusia untuk menetapkan
kebijaksanaan atas dasar pelimpahan dari Allah Swt., dan karena itu manusia
yang baik adalah yang memperhatikan kehendak pemberi wewenang itu.
1. Siasah Dusturiah
Siasah Dusturiah merupakan segala bentuk tata ukuran atau teori-teori
tentang politik tata Negara dalam Islam atau yang membahas masalah
perundang-undangan Negara agar sejalan dengan dengan nilai-nilai Syari’at.
Artinya undang-undang itu mengacu terhadap konstitusinya yang tercermin
dalam prinsip-prinsip Islam dalam hukum-hukum syariat yang disebut dalam al-
qur’an dan sunah Nabi, baik mengenai akidah, ibadah, akhlak, muamalah,
maupun berbagai macam hubungan yang lain.
9
Prinsip-prinsip yang diletakkan dalam perumusan undang-udang dasar
adalah jaminan atas hak asasi manusia setiap anggota masyarakat dan persamaan
kedudukan semua orang di mata hukum tanpa membeda-bedakan strifikasi
social, kekayaan, pendidikan, dan agama sehingga tujuan dibuatnya peraturan
perundang-undangan untuk merealisasikan kemaslahatan manusia dan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Sebagai suatu petunjuk bagi manusia, Al-Qur’an
menyediakan suatu dasar yang kukuh dan tidak berubah bagi manusia prinsip-
prinsip etik dan moral yang perlu bagi kehidupan ini.
2. Siasah dauliyah
Siasah dauliah merupakan segala bentuk tata ukuran atau teori-teori
tentang system hukum internasional dan hubungan antar bangsa.Pada awalnya
Islam hanya memperkenalkan satu system kekuasaan dibawah risalah Nabi
Muhammad SAW dan berkembang menjadi system khilafah atau kekhilafahan.
Dalam system ini dunia internasional, dipisah dalam tiga kelompok kenegaraan,
yaitu;
a. Darussalam, yaitu Negara yang ditegakkan atas dasar syariat Islam dalam
kehidupan.
b. Darul-Harbi, yaitu Negara non islam yang kehadirannya mengancam
kekuasaan Negara-negara Islam serta menganggap musuh terhadap warga
negaranya yang menganut Islam
c. Darul-sulh, yaitu Negara non Islam yang menjalin persahabatan dengan
Negara-negara Islam, yang eksistensinya melindungi warga Negara yang
menganut agama Islam
Antara Darussalam dan darul sulh terdapat persepsi yang sama tentang
batas kedaulatannya, untuk saling menghormati dan bahkan menjalin kerja sama
dengan dunia internasional. Keduanya saling terkait oleh konveksi untuk saling
menyerang dan hidup bertetangga secara damai, sementara hubungan antara
darus-salam dengan darul-harb selalu diwarnai sejarah hitam. Masing-masing
selalu memperhitungkan terjadi konflik, namun demikian islam telah
meletakkan dasar untuk tidak berada dalam posisi pemrakarsa meletusnya
perang. Perang dalam hal ini merupakan letak mempertahankan diri atau sebagai
tindakan balasan.
Perang dalam rangka memperingati serangan musuh di dalam islam
memperoleh pengakuan yang sah secara hukum, dan termasuk dalam kategori
jihad. Meskipun jihad dalam bentuk perang didalam mempertahankan diri atau
tindakan balasan.Juga terbatas di dalam rangka menaklukan lawan bukan untuk
membinasakan dalam arti pembantaian atau pemusnahan.Oleh karena itu,
mereka yang menyerah, tertawan, para wanita, orang tua, dan anak-anak, orang-
10
orang cacat, tempat-tempat ibadah dan sarana serta prasarana ekologi rakyat
secara umum harus dilindungi.
3. Siasah maaliyah
Siasah maaliyah merupakan politik yang mengatur system ekonomi dalam
islam. Politik ekonomi islam yang menjamin terpenuhinya kebutuhan primer
setiap rakyat dan tercukupinya kebutuhan pelengkap sesuai kadar
kemampuanya. Untuk itu, semua kebijakan ekonomi Islam harus diarahkan
untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi dan terpenuhinya kebutuhan
pelengkap pada setiap orang yang hidup dalam Negara Islam, sesuai dengan
syariat Islam. Karena income Negara untuk terealisasinya pemenuhan kebutuhan
ekonomi Negara melalui zakat, kharraj, jizyah, dan denda serta segala bentuk
incame yang sesuai dengan syari’at Islam
Prinsip amanah ini tercantum dalam surat An-Nisa ayat 58 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat” (An-Nisa: 58)
Di dalam ayat ini Allah Swt telah mendiktekan kepada para pemimpin
yang dipercaya memegang kekuasaan untuk berlaku amanah terhadap
kepercayaan yang telah diberikan.Sebab para pemimpin yang telah diberi
11
tanggung jawab untuk memimpin rakyatnya, memiliki kewajiban untuk
membawa rakyatnya menuju jalan keselamatan, baik di dunia maupun di
akhirat.
Imam Al-Qurthubiy dalam Tafsir Al-Jami’li Ahkamil Qur’an menyatakan,
seorang pemimpin harus menjalankan amanat yang telah dibebankan kepadanya
dengan tidak melakukan kezaliman, adil dalam menegakan hukum, serta cerdas
dalam mengelola keuangan Negara.Bahkan lebih jauh, Al-Qurthubiy
mengatakan bahwa untuk menjalankan amanat merupakan inti dari setiap
aturan-aturan yang harus dijalani. Itu artinya, betapa fundamental aspek amanat
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
2. Musyawarah
Prinsip ini sangat erat sekali dalam sejarah perpolitikan di dunia Islam.Hal itu
dapat terlihat dari pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah
setelah Rasulullah Saw wafat. Itu pula yang dilakukan ketika pengangkatan
Umar bin Khattab menjadi khalifah setelah Abu bakar, begitu pula khalifah-
khalifah setelahnya. Melalui musyawarah ini, potensi hegemoni dari pihak kuat
terhadap pihak yang lemah menjadi tereliminir. Prinsip musyawarah sendiri
dalam Al-Qur’an tercantum jelas dalam surat Ali Imran ayat 159 yang artinya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (Ali Imran: 159)
Dalam ayat ini, Al-Qurthbiy, menukil perkataan Ibnu Juaiz Mandad
mengatakan bahwa musyawarah dilakukan oleh para pemangku kebijakan
terhadap para ahli terhadap hal yang tak diketahui, termasuk urusan agama.
Musyawarah juga dilakukan oleh para tentara ketika menghadapi peperangan,
oleh para rakyat untuk mencapai kemaslahatan bersama, serta para sekretaris
Negara, menteri-menteri, dan para pelaksana undang-undang untuk
kemaslahatan suatu negeri dan rakyatnya.
3. Keadilan Sosial
Salah satu fungsi politik yang tak kalah pentingnya ialah tercapainya
keadilan sosial.Keadilan sosial merupakan keadailan yang harus diterapkan
kepada siapa saja, tak mengenal ras, suku, maupun agama untuk menegakkan
12
keadilan tersebut. Di dalam Al-Qur’an, konsep keadilan ini dijelaskan dalam
surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (Al-Maidah: 8)
Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa untuk berbuat adil tidak hanya
ditujukan kepada teman saja, tetapi untuk musuh sekalipun harus diperlakukan
dengan adil. Hal ini dikarenakan perbuatan yang adil merupakan jalan untuk
mencapai ketaqwaan di sisi Allah Swt.1Perbuatan adil yang tidak memihak
kepada siapa pun memang perbuatan yang sangat sulit dilakukan. Untuk itu
ganjaran bagi siapa yang dapat berbuat adil adalah mendapatkan pangkat
ketaqwaan di sisi Allah Swt. Begitu pula dalam berpolitik, politik yang adil
adalah politik yang tidak memihak kepada satu golongan tertentu, baik ras,
warna kulit, maupun agama.
13
pendengaran, penglihatan dan hati nurani untuk merenungkan perkara-perkara
duniawi dan ukhrawi.
Potensi-potensi itulah yang merupakan hak asasi yang telah dianugerahkan
oleh Allah Swt. Hak asasi tersebut merupakan hak-hak dasar manusia yang
harus dilindungi keberadaannya dengan sistem politik yang ada.Sistem politik
dan pelaksananya harus mengakui dan melindungi setiap hak asasi manusia.
14
C.Tanggung jawab sosial yang kokoh.Islam menggariskan tanggung
jawab ini didalam segala bentuknya. Ada tanggung jawab di antara individu
terhadap dirinya, dan ada tanggung jawab di antara individu terhadap
keluarganya, famili dan kaum kerabatnya, bangsanya dan bangsa-bangsa lainnya
serta tanggung jawab terhadap generasi yang akan datang.
Politik berasal dari bahasa latin politicos atau politicus yang berarti
relating to citizen (hubungan warga negara). Sedangkan dalam bahasa arab
diterjemahkan dengan kata siyasah, kata ini diambil dari kata saasa-yasuusu
yang diartikan mengemudi, mengendalikan dan mengatur (M Quraish
Shihab,2000). Sedangkan menurut Abdul Qadir Zallum, mengatakan bahwa
politik atau siyasah memiliki makna mengatur urusan rakyat, baik dalam
maupun luar negeri. Dalam politik terdapat negara yang berperan sebagai
institusi yang mengatur secara praktis, sedangkan rakyat mengoreksi
pemerintahan dalam melakukan tugasnya. Maka dapat disimpulkan politik
merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat. Pemikiran
tersebut berupa pedoman, keyakinan hukum atau aktivitas dan informasi.
15
seluruh rakyatnya diharapkan dapat menerima hak-haknya sebagai warga negara
dan turut mengawasi pemerintahan. Sedangkan pemerintah berfungsi sebagai
institusi yang mengatur masyarakat demi masyarakatnya. Maka logika yang
dapat diperoleh negara dalam islam merupakan kegiatan demi kesejahteraan
masyarakat. Apabila suatu pemerintahan telah beralih fungsi sebagai institusi
yang melayani masyarakatnya, justru menjadikan kekuasaan sebagai
peyalahgunaan. Maka pemerintahan tersebut dikatakan tidak sehat.
Sebagai umat islam yang menjadikan para sahabat sebagai suri tauladan,
tentunya kita harus mencontoh ajaran dan tindakan mereka. Pada inti
permasalahannya setiap pemerintahan harus dapat melindungi, mengayomi
masyarakat. Sedangkan penyimpangan yang terjadi adalah pemerintahan yang
tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya. Sehingga pemerintahan
yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan yang menyimpang dari
prinsip-prinsip islam.
Politik luar negeri tidak dapt terlepaskan dari politik islam. Hal ini dikarenakan
untuk memenuhi kepentingan masyarakat di negeri sendiri serta kepentingan
negara dan bangsa lain. Politik luar negeri islam menurut Ali Abdul Halim
Mahmud (1998) terdiri atas dasar-dasar kuat yang mempunyai tujuan yang
sudah jelas. Antara lain:
1. Menyebarkan dakwah keseluruh dunia.
2. Mengamankan batas-batas territorial negara dan umat islam dari fitnah dan
16
gangguan-gangguan musuh.
3. Mengaplikasikan system jihad fi sabilillah untuk menegakkan kalimat Allah
swt.
Politik luar negeri islam berlangsung dalam keadaan damai dan perang.
Dalam hubungan politik damai antar negara harus mampu menjaga keamanan,
kepercayaan dan perdamaian. Sedangkan dalam politik luar negeri islam dalam
keadan perang adalah hanya boleh terjadi apabila dalam hubungan politik
tersebut ada upaya memerangi islam, menghalangi dakwah dan mereka yang
menyerukan untuk tidak mendengarkan dakwah. Berikut merupakan prinsip
politik luar negeri islam yang berlangsung damai: menjaga berdamaian,
menegakkan keadilan, memenuhi janji, menjaga hak-hak dan kebebasan no
muslim, serta melakukan tolong menolong kemanusiaan dan saling toleransi.
17
berhati-hati agar tidak tertipu oleh musuh yang menampakkan senang dengan
landasan-landasan islam, padahal sejatinya dia ingin menghancurkan landasan
islam itu sendiri. Jika hal demikian terjadi maka akan berakibat lebih fatal lagi
terhadap umat islam.
4. Menepati perjanjian dan persetujuan. Menepati perjanjian atau persetujuan
dalam perang adalah sama dalam keadaan damai. Tidak boleh makukan
pelanggaran dalam perjanjian kecuali dalam keadaan yang darurat.
5. Menjalankan hukum dan adab islam dalam perang. Islam membuat hukum-
hukum, syarat serta etika yang tidak boleh dilanggar oleh umat islam dan
pemimpin. Diantaranya: a. Dilarang membunuh wanita, anak kecil dan ornag tua
kecuali orang tersebut turut memerangi islam dengan tipu muslihatnya, b.
dilarang membunuh seseorang dengan khianat tanpa mengumumkan terlebih
dahulu sikap perang, c. dilarang merusak jenazah musuh sekalipun hal yang
sama dilakukan terhadap jeazah orang muslim, d. mengubur mayat-mayak
musuh sebagai penghormatan terhadap kemanusiaan, e. memperlakukan
tawanan dengan baik.
Dengan demikian jelaslah sudah islam sangat membenci adanya peperangan.
Dengan siapapun itu kelompoknya. Karena peprangan hanya akan
menimbulakan adanya kerusakan, kehancuran dan pendritaan. Namun islam
juga memperbolehkan adanya perang namun dengan sebab yang sudah pasti
sesuai dengan aturannya. Walaupun demikan perang yang dilakukan oleh umat
muslim tetap harus berpegang terguh dengan prinsip serta hukum-hukum islam
yang berlaku. Sehingga bilaman perang tersebut terpaksa harus dilakakukan aka
memberikan kemaslahatan bagi umat muslim itu sendiri.
18
BAB III
3.1. Kesimpulan
a. Politik menurut Islam merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan
syariat Allah. Asas-asas politik Islam meliputi Hakimiyyah Ilahiyyah yang
berarti hukum tertinggi hanyalah hak mutlak Allah, Risalah yang berarti
mengikuti jejak Nabi dan Khalifah yang berarti manusia sebagai wakil Allah.
Sedangkan konsep dasar dalam politik Islam meliputi imamah (kepemimpinan),
syura (konsultasi) atau musyawarah, ‘adalah atau keadilan, kebebasan,
persamaan atau musawah, dan hak untuk menghisab pihak pemerintah dan
mendapat penjelasan atas tindakannya. Adapun prinsip-prinsip dasar politik
(siyasah) Islam meliputi kedaulatan, syura dan ijma’, semua warga negara
dijamin hak-hak pokok tertentu, hak-hak negara, hak-hak khusus dan batasan-
batasan bagi warga negara yang non-Muslim, dan ikhtilaf dan konsensus yang
menentukan. Sistem politik Islam secara keseluruhan bertujuan untuk
mensejahterakan umat Islam pada khususnya dalam segala aspek kehidupan.
b. Sebagai wujud keterlibatan umat Islam dalam sistem politik di Indonesia,
maka bermunculanlah berbagai partai politik Islam yang secara konseptual dan
praktek dijalankan menurut syariat agama. Partai ini baru benar-benar disebut
sebagai partai politik Islam apabila memenuhi beberapa syarat yang ditentukan,
seperti beranggotakan orang Islam dan menjadikan aqidah Islam sebagai dasar
keberadaannya. Kehadiran partai politik ini diharapkan dapat menjadi wadah
bagi umat Islam dalam menyuarakan aspirasi dan berperilaku politik sesuai
dengan syariat Islam yang berlaku
3.2 Saran
a. Untuk partai politik Islam, hendaknya tetap menjalankan fungsinya
sebagai partai politik dan memegang teguh akidah dan syariat Islam dengan
mengedepankan pemahaman terhadap politik Islam secara mendalam
b. Untuk masyarakat, hendaknya berperan aktif dalam mernciptakan
suasana politik yang kondusif dan demokratis
19
Daftar Pustaka
20