I. Tujuan
· Menentukan Rf kafein hasil ekstraksi dari Daun Teh dengan metode KLT
Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari
satu fasa ke fasa lain berdasarkan prinsip kelarutan. Kelarutan senyawa dalam suatu pelarut dinyatakan
sebagai jumlah gram zat terlarut dalam 100 ml pelarut pada 25oC. Senyawa akan larut dalam suatu
pelarut jika kekuatan atraksi kedua molekul adalah sesuai.
Partisi zat-zat terlarut antara 2 cairan yang tidak campur menawarkan banyak kemungkinan yang
menarik untuk pemisahan analitis. Bahkan dimana tujuan primer bukan analitis tapi preparatif,
eksrtraksi pelarut merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang menuju ke suatu produk murni
itu dalam laboratorium organik, anorganik, atau biokimia. Seringkali suatu pemisahan ekstraksi pelarut
dapat diselesaikan dalam beberapa menit.
Tiga metode dasar dalam ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap (batch) ekstraksi kontinyu
dan conter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan
menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula. Kemudian dilakukan
pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan di ekstraksi pada kedua lapisan.
Setelah ini tercapai, lapisan didiamkan dan dipisahkan. Metode ini sering digunakan untuk pemisahan
analitik. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik
diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit.
Ekstraksi terdiri dari ekstraksi cair-cair, ekstraksi padat-cair, dan ekstraksi asam-basa.Ekstraksi padat-
cair biasa mengekstrak zat padat dari zat cair. Ekstraksi asam-basa merupakan jenis ekstraksi yang
didasarkan pada sifat asam dan basa senyawa organik (misal: ekstraksi alkaloid di praktikum modul 8).
Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi padat-cair kafein dari teh dan ekstraksi cair-cair.
Kafein adalah sejenis senyawa alkaloid yang termasuk golongan metilxanthine (1,3,7-trimethylxantine).
Efek psikologis yang dihasilkan dapat beragam dan bisa menyebabkan ketergantungan. Kafein cukup
banyak terkandung dalam the (30-75 mg/cangkir), selain itu daun teh juga mengandung tannin dan
sejumlah kecil klorofil. Struktur kafein terbangun dari system cincin purin, yang secara biologis penting
dan diantaranya banyak ditemukan dalam asam nukleat.
Alkaloid adalah senyawa yang mengandung atom nitrogen dalam strukturnya dan banyak ditemukan
dalam tanaman. Senyawa alkaloid umumnya memiliki rasa pahit dan seringkali memiliki sifat fisilogis
aktif bagi manusia.
Alkaloid adalah senyawa organik mirip alkali yang mengandung atom nitrogen yang bersifat basa dalam
cincin heterosiklik. Karena bersifat basa, tumbuhan yang mengandung alkaloid biasanya terasa pahit.
Keberadaan alkaloid pada tumbuhan sendiri tidaklah merupakan zat metabolisme, namun lebih
merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki lebih banyak fungsi eologis daripada fungsi
merabolisme itu sendiri. Beberapa ahli menyatakan bahwa alkaloid berfungsi sebagai pelindung
tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk
mempertahankan keseimbangan ion.
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin
yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin,
dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa
alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu
senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi.
Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
Kromatografi adalah suatu metode yang digunakan untuk memisahkan senyawa organik dan anorganik
sehingga senyawa tersebut dapat dianalisis dan dipelajari. Dengan menganalisis senyawa, kita dapat
mengetahui apa saja unsur-unsur yang membentuknya. Kromatografi juga merupakan metode sisik yang
baik untuk digunakan sebagai metode analisis suatu campuran dan pelarutnya.
Metode kromatografi memisahkan dua atau lebih senyawa atau ion berdasarkan pada perbedaan
migrasi dan distribusi senyawa atau ion tersebut dalam dua fasa yang berbeda. zat terlarut dalam suatu
fasa gerak mengalir pada suatu fasa diam. Hal ini menjadi sebab keberadaan fasa gerak dan fasa diam
dalam semua jenis kromatografi. Pada posisi yang berbeda-beda, senyawa atau ion ini akan tertahan
dan terabsorpsi pada fasa diam, dan kemudian satu persatu akan terbawa kembali oleh fasa gerak yang
melaluinya.
Tipe kromatografi yang digunakan pada percobaan ini adalah kromatografi lapis tipis. Metode ini
menggunakan material adsorben pada pelat kaca, plastik atau alumunium tipis. Metode ini merupakan
metode yang sederhana dan cepat untuk menguji kemurnian suatu senyawa organik.
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida –
lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna
untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih
untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis
seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif
seperti asam sulfat.
Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk
senyawa–senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat
didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang
ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.
III. Prosedur Kerja
10 kantong teh celup dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL beserta 20 gram natrium
karbonat dan tambahkan 225 mL air mendidih. Larutan di diamkan selama ± 7 menit, kemudian
tambahkan lagi 50 mL air panas lalu segera dekantasi ekstrak teh dan kemudian gabungkan dengan
ekstrak teh sebelumnya. Untuk mengekstrak sisa kafein yang ada didihkan kembali air berisi kantong
teh selama 20 menit, lalu dekantasi ekstraknya. Ekstrak the didingkan hingga mencapai suhu kamar,
lakukan ekstraksi di dalam corong pisah 125 mL ( masukkan ± 50-60 ml ekstrak teh), corong pisah
kemudian di kocok secara perlahan selama 5 menit, sambil membuka kran corong pisah untuk
mengeluarkan tekanan yang ada di dalam corong. Ulangi ekstraksi dengan menambahkan 15
mL diklorometana ke dalam corong pisah (2x15ml). Gabungkan ekstrak diklorometana ( jika terbentuk
emulsi, pisahkan dengan menggunakan pipet terlebih dahulu untuk mengambil fraksi bening). Kemudian
tambahkan kaslium klorida anhidrat de dalam gabungan ekstrak, sambil diaduk selama ± 10 menit.
Dekantasi ekstrak diklorometana jangan sampai gumpalan kalsium klorida anhidrat ikut terbawa. Bilas
erlenmeyer dengan 5mL diklorometana. Gabungkan filtat dan uapkan di evaporator.
Hasil ekstraksi di larutkan dengan sedikit diklorometana atau klroroform. Kemudian larutan
sample ini ditotolkan diatas pelat KLT sampai nodanya cukup tebal. Lakukan elusi KLT menggunakan
eluen eti asetat-metanol =3:1 dan lakukan elusi juga dengan eluen kloroform-metanol 9:1. Lakukan elusi
sampai batas pelat, keluarkan dan keringkan diudara. Kemudian semprot dengan dragendroff dan
segera keluarkan. Kemudian panaskan pelat KLT tersebut di atas pemanas listrik hingga kering. Adanya
alkaloid ditunjukkan oleh noda pada pelat yang berwarna jingga. Tentukan Rf masing-masing noda.
· + air panas 225 ml dan dekantasi karutan the · Larutan berwarna coklat pekat Na2CO3 mulai larut,
ekstrak ke-1
· + 50 ml air panas dan gabungkan dengan eksktrak
sebelumnya · Volume larutan bertambah, larutan berwarna coklat
pekat
· Didihkan untuk mengekstrak sisa kafein
· Terdapat gelembung berbuih hingga larutan meluap,
· Dinginkan larutan the
tercium aroma the
· Uapkan di evaporator hasil ekstraksi pada suhu 50ᵒ C dan · Larutan berubah menjadi kuning seulas
tekanan 480 atm
· Larutkan hasil ekstraksi dengan kloroform atau · Hasil ekstraksi kuning seulas
diklorometana
· Totolkan hasil ekstraksi pada pelat KLT
· Lakukan elusi KLT dengan etil asetat - metanol 9:1 dan · Sampel meresap pada pelat
kloroform- metanol 3:1
· Etil-asetat dan methanol merambat ke bagian atas
· Keringkan dan lihat di sinar UV pelat KLT
Perhitungan :
Titik 2 = 0,2
Titik 2 = 3,1
· Rf etil 1 =
= = 0,0125
· Rf etil 2 =
= = 0,275
· Rf kloroform 1 =
= = 0,0625
· Rf kloroform 2 =
= = 0,3875
V. Pembahasan
Pada percobaan kali ini kami menggunakan metode ekstraksi padat-cair untuk memisahkan kafein dari
daun teh. Sederhananya, metode ekstraksi padat-cair berarti mengekstraksi suatu zat dari fasa padat
(daun teh) kemudian mengubahnya menjadi fasa cair (larutan kafein-diklorometana). Efesiensi ekstraksi
padat-cair ditentukan oleh besarnya ukuran partikel zat padat yang mengandung zat organik dan
banyaknya kontak dengan pelarut. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan percobaan ekstraksi kafein dari
daun teh kami melakukannya dua kali dengan tujuan agar kafein yang terekstraksi semakin banyak.
Pertama daun teh kering ditambahkan dengan Na2CO3 dengan tujuan untuk membantu pendesakkan
kafein dalam daun teh sehingga melarut dalam air atau dengan kata lain untuk mengikat bahan-bahan
yang tekandung dalam teh. Mendidihkan larutan dimaksudkan untuk memisahkan kafein dan zat-zat lain
dalam teh karena Na2CO3 larut dalam keadaan panas. Na2CO3 memiliki BM yang tinggi yaitu 105,97
gram/mol akan mengendap apabila dingin sehingga larutan perlu disaring dalam keadaan panas.. Proses
pemanasan ini sangat berperan dalam mendukung difusivitas yaitu masuknya pelarut air menembus
bahan padat daun teh dan melarutkan kafein dari daun karena perbedaan konsentrasi yang besar antara
pelarut dn bahan. Difusivitas ini memerlukan perbedaan temperatur dan tekanan yang signifikan yang
dapat di peroleh melalui pendidihan larutan. Hasilnya adalah sari daun teh tersebut larut dengan warna
larutan coklat tua dan ampas daun teh diatasnya, sedangkan Na2CO3, menjdi endapan putih di dasar
larutan sehingga tidak mengganggu larutan yang di inginkan.
Pendingin pada larutan bertujuan agar pelarutan ekstrak daun teh dalam air benar-benar sempurna (
larut secara maksimal ).Penambahan diklorometana atau etil asetat berfungsi mengikat kafein yang
tadinya berbentuk garam dengan Na+ menjadi berikatan diklorometana atau etil asetat. Sebab kepolaran
kafein hampir sama dengan etil asetattersebut, sehingga kelarutan kafein cukup besar di dalam etil
asetat, sementara kelarutan kafein di dalam air lebih rendah. Penambahan magnesium
clorida berfungsi untuk mengikat air yang masih terbawa dalam larutan diklometana-kafein. Pada saat
larutan berada di dalam corong pemisah ini terlihat bahwa ada dua fraksi dimana fraksi atas yang tidak
berwarna dan fraksi bawa adalah emulis. Kemudian ambil fraski bening menggunakan piepet ke
erlenmeyer. Kami menambahkan kalsium klorida anhidrat, tujuan penambahan CaCl2 anhidrat adalah
untuk pengikatan fasa air yang terikut sertakan pada pemisahan fasa diklorometan dan fasa air dengan
menggunakan corong pisah (pengeringan). Fasa air bisa ikut serta karena dua hal. Pertama adalah
karena ketidaksengajaan memasukkan fasa air atau emulsi. Kedua, adalah karena air sedikit larut dalam
pelarut senyawa organik seperti diklorometan yang digunakan dalam praktikum ini.Kafein yang telah
dipisahkan, dievaporasi agar menguapkan etil asetat yang masih terdapat pada kafein. etil asetat
menguap saat evaporasi karena sifat etil asetat yang mudah menguap.
Pada analisis Rf, data yang diambil adalah dengan jarak noda yang paling mendekati batas atas. Karena
digunakan etil asetat : metanol = 3:1 sebagai eluen, yang merupakan eluen yang bersifat nonpolar.
Sehingga noda dapat terbawa lebih jauh mendekati garis batas atas, sedangkan kafein sendiripun
bersifat nonpolar. Pada kromatografi menggunakan eluen kloroform : metanol = 9:1, lebih bersifat
polar, sehingga kafein yang lebih bersifat nonpolar menjadi lebih sulit untuk naik ke atas.Rf yang kami
dapat pada etil titik 1 adalah 0,0125, etil titik 2 0,275. Rf kloroform titik 1 0,0625, kloroform titik 2
0,3875. Karena itu, pembandingan Rf dari suatu zat yang kita cari dengan pelarut dapat dilakukan
dengan baik. Pemilihan jenis absorben sebagai fasa diam dan sistem pelarut sebagai fasa gerak haruslah
dilakukan dengan tepat. Absorben dan pelarut harus dipilih sedemikian rupa agar terjadi
kesetimbangan. Jika absorben mengikat semua molekul terlarut dengan kuat, maka senyawa-senyawa
tersebut tidak akan turun keluar kolom. Sementara itu, jika pelarut mengikat semua molekul terlarut
dengan kuat, maka senyawa-senyawa tersebut akan dengan mudah keluar dari kolom tanpa adanya
pemisahan. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan.
Jika ini dilakukan menggunakan ekstraksi, pewarna dari ekstrak akan bergerak selayaknya kromatogram
dibentuk. Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas
kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas
pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada.Alasan untuk menutup gelas kimia adalah
untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk
mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi
oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut
bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan
bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.
VI. Kesimpulan
· Rf kafein dengan eluen etil asetat-metanol titik 1 0,1 dan etil asetat-metanol titik 2 2,2, sedangkan
dengan eluen kloroform-metanol titik1 adalah 0,5 dan kloroform-metanol titik 2 3,1.
· Warna pada uji alkaloid adalah warna kuning jingga yang menandakan adanya alkaloid
VII. Daftar Pustaka
· Posto, D., Johnson, C., Miller, M.1992. Experiments and Techniques in Organic Chemistry. New
Jersey. Prentice Hall, Inc. Halaman 56-59, 399-404.
· Solomons, T.W. Graham., Fryhle, Craig B. 2011. Organic Chemistry Tenth Edition. New Jersey. John
Wiley & Sons, Inc. Halaman 972-973.
2. Memisahkan dan memurnikan hasil isolasi dan ekstraksi kafein dari daun teh.
3. Menguji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terhadap sampel kristal kafein hasil ekstraksi daun teh.
4. Menentukan Rf masing-masing noda pada uji Kromatografi Lapis Tipis terhadap sampel Kristal
kafein hasil ekstraksi daun teh.
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara
dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke
pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau
sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis. Misalnya saja, karena komponennya saling
bercampur dengan sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia
dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Suparni, 2009).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi
ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Medicafarma,
2010).
Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji
kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194,19 gr/mol dengan
rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air). Secara ilmiah, efek langsung dari kafein
terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak langsungnya seperti
menstimulasi pernafasan dan jantung, serta memberikan efek samping berupa rasa gelisah (neuroses),
tidak dapat tidur (insomnia), dan denyut jantung tak beraturan (tachycardia) (Hermanto, 2007).
Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier atau siklik. Diperkirakan ada
5500 alkaloid telah diketahui, yang merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dari
tanaman. Tidak ada satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya
mencakup senyawa-senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya
sebagai bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat heterogen berkisar
dari senyawa-senyawa yang sederhana. Banyak alkaloid adalah terpenoid di alam dan beberapa adalah
steroid (Utami, 2008).
Kromatografi merupakan metode analisis campuran atau larutan senyawa kimia dengan absorpsi
memilih pada zat penyerap, zat cair dibiarkan mengalir melalui kolom zat penyerap, misalnya kapur,
alumina dan semacamnya sehingga penyusunnya terpisah menurut bobot molekulnya, mula-mula
memang fraksi-fraksi dicirikan oleh warna-warnanya (Puspasari, 2010).
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan
fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-
komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang
berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah
lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang
keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali
juga mengandung substansi yang mana dapat berpencar dalam sinar ultraviolet. Fase gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Clark, 2007).
Sampel 5 kantung teh celup dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 10 gram
Na2CO3 dan ditambahkan 113 mL air mendidih. Campuran didiamkan selama 7 menit lalu dibagi menjadi
2 bagian menjadi kantung teh dan ekstrak teh 1. Kantung teh dalam Erlenmeyer 1 ditambahkan 25 mL
air mendidih, ekstrak 1 dimasukkan dalam Erlenmeyer 2 dan didekantasi. Kantung teh dalam Erlenmeyer
1 diektraksi sehingga menghasilkan ekstrak 2 dan didekantasi. Ekstrak 1 dan 2 digabungkan dalam
erlenmeyer 2, dipanaskan selama 20 menit dan didekantasi. Hasil ekstrak yang telah digabung,
didinginkan pada suhu ruang lalu diekstraksi sebanyak 60 mL dengan corong pisah dan ditambahkan 20
ml diklorometana kemudian dikocok selama 5 menit. Ekstraksi diulangi dengan ditambahkan 15 ml
diklorometana dan dikocok selama 5 menit sampai terbentuk dua fasa. Terdapat fasa atas sebagai fasa
organik dan fasa bawah sebagai fasa emulsi. Fasa organik dipindahkan kedalam Erlenmeyer kecil
ditambahkan CaCl2, diaduk dan digoyangkan selama 10 menit secara hati-hati lalu Erlenmeyer dan kertas
saring dibilas dengan diklorometana kemudian diuapkan dengan evaporator sampai suhu mencapai
400 C.
Larutan sampel ekstrak kafein dimasukkan ke pipa kapiler dan ditotolkan pada kertas silika ditengah
batas bawah lalu disinari dengan sinar UV. Kertas silika tersebut dicelupkan ke dalam gelas kimia yang
berisi kloroform-methanol dengan perbandingan 9:1. Kertas silika diposisikan berdiri, didiamkan hingga
nodanya naik hingga batas atas dan didiamkan sampai kering lalu dimasukkan ke UV-VIS. Ditandai dan
diamati nodanya lalu ditentukan nilai Rf nodanya.
· Disinari sinar UV
· Noda berwarna putih
· Kertas silika dicelupkan kedalam gelas
· Tidak terlihat perubahan secara fisik
kimia yang berisi kloroform-methanol (9:1)
· Dimasukkan ke UV-VIS
· Ditandai dan diamati noda nya · Noda nya naik, terdapat bercak putih pada
kertas silika
· Dihitung nilai Rf noda nya
Ø Rf1 = 0,2500
Ø Rf2 = 0,4875
Ø Rf3 = 0,6500
Ø Rf4 = 0,6500
Ø Rf5 = 0,7500
Ø Rf6 = 0,7875
Perhitungan :
Nilai Rf =
Ø Rf1 = = 0,2500
Ø Rf2 = = 0,4875
Ø Rf3 = = 0,6500
Ø Rf4 = = 0,6500
Ø Rf5 = = 0,7500
Ø Rf6 = = 0,7875
V. PEMBAHASAN
Ekstraksi kafein dari daun teh bertujuan untuk mengetahui pengaruh air dan kloroform sebagai pelarut
terhadap kafein dalam teh dan mengetahui kadar kafein dalam teh. Digunakan 5 kantong teh celup yang
kemudian ditambahkan 10gram natrium karbonat didalam labu erlenmayer 250 ml yang diberi air
mendidih sebanyak 113 ml. Kegunaan natrium karbonat (Na2CO3) adalah agar kandungan tanin dalam
teh dapat diserap (bereaksi) dan masuk kedalam fasa cair dengan reaksi ArOH + Na2CO3→ ArONa +
NaHCO3, sehingga membentuk garam tanin atau anion fenolik. Kemudian biarkan larutan selama 7
menit dan didekantasi ke labu erlenmayer lain. Perlakukan hal yang sama pada 5 kantong teh celup tadi
dengan member air panas sebanyak 25 ml dan didekantasi lalu digabungkan dengan ekstrak teh
sebelumnya.
Dilanjutkan lagi dengan mendidihkan air yang berisi kantong teh selama 20 menit dan didekantasi lalu
digabungkan dengan ekstrak teh sebelumnya. Setelah semua ekstrak terkumpul dalam labu erlenmayer,
kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar dengan direndam air kran. Lalu pindahkan kedalam
corong pisah sebanyak 60 ml dengan penambahan 20 ml diklorometana (CH2Cl2) untuk diekstraksi
kembali. Kocok corong pisah dan isinya perlahan selama 5 menit dan buka kran setiap 3-4 kali kocokan,
agar gas CO2 yang dihasilkan tidak terakumulasi didalam, yang bisa merusak dan menekan corong pisah
karena tekanan. Terdapat 2 fasa yang ada di dalam corong pisah, fasa atas yaitu fasa organik/spesi
kafein yang berwarna kuning kehijauan terletak didasar corong pisah, tercampur dengan pelarut air
yang mengandung banyak zat yang tidak dibutuhkan, dan fasa bawah yaitu fasa emulsi yang berada
dibawah spesi air dan kafein. Spesi kafein yang bisa juga disebut sebagai fasa diklorometana dapat
terbentuk karena kafein yang merupakan senyawa organik non polar dapat larut pada diklorometana
yang juga merupakan senyawa organik non polar. Sedangkan tanin adalah senyawa organik polar
yang pastinya akan larut dalam kepolaran senyawa lain yaitu air.
Tanin yang berada dalam bentuk garam atau anion fenolikakan mengakibatkan material dalam sampel
yaitu diklorometana dapat membentuk emulsi dengan air. Garam tanin ini berfungsi sebagai surfaktan
anion yang mampu membentuk emulsi apabila diguncang terlalu kuat. Itulah sebabnya corong pisah
yang berisi sampel ekstraksi teh tidak boleh dikocok/ diguncang terlalu kuat, agar tidak terbentuk emulsi
yang akan mengganggu kemurnian ekstraksi. Setelah didapat fasa diklorometana pertama,
diperlukan penambahan lagi 15 ml diklorometana pada sisa sampel yang ada pada corong pisah dan
proses terus berulang. Ekstraksi menghasilkan dua ekstrak,
ektrak pertama diletakkan pada cawan uap yang nantinya akan diuapkan dan ektrak kedua diletakkan
pada labu erlenmayer kecil yang akan diproses kemudian. Proses kemudian itu ditambahkan kalsium
klorida anhidrat supaya air yang masih terdapat pada fasa diklorometana dapat diserap oleh kalsium
klorida dengan indikasi berupa gumpalan didalam labu erlenmayer. Air yang masih ada atau terjebak
dalam fasa tersebut dikarenakan ketidaksengajaan emulsi yang terbawa saat pengambilan fasa
diklorometana. Setelah itu, saring ektrak dengan penyaring biasa atau dengan cara dekantasi tanpa ada
gumpalan kalsium klorida anhidrat yang ikut terbawa. Langkah selanjutnya adalah gabungkan filtrat dan
uapkan pelarut diklorometana dengan cara dievaporasi. Dievaporasi agar menguapkan kloroform yang
masih terdapat pada kafein. Kloroform menguap saat evaporasi karena sifat kloroform yang mudah
menguap. Evaporasi menyisakan crude kafein. Ini disebabkan teh yang digunakan bukan teh murni.
Tetapi sudah tercampur dengan zat lain oleh produsen. Bisa juga disebabkan kafein tidak terlarut
sempurna. Perbedaan titik didih antara kafein dengan diklorometana, dimana diklorometana dengan
titik didih 40ºC akan menguap terlebih dahulu dan menyisakan kafein murni (Kristal kuning kehijauan
pada dinding labu).
Untuk meningkatkan kemurnian kafein, diperlukannya 5 ml aseton panas yang berfungsi menarik
pengotor polar yang mudah menguap. Setelah itu tambahkan juga ligroin atau n-heksana dalam
keadaan panas yang berguna dalam penarikan aseton karena ligroin bersifat
semipolar. Penambahan ligroin tetes demi tetes sampai terbentuk warna keruh. Dinginkan perlahan
labu erlenmayer hingga suhu kamar dan disaring dengan penyaring isap Buchner. Tetapi hasil yang
didapat tidak terbentuk.
Untuk menguji kebenaran bahwa hasil ekstraksi berupa kafeinadalah dengan uji kromatografi lapis tipis
(KLT) dan uji alkaloid (karena kafein merupakan senyawa alkaloid). Uji kromatografi didasarkan
pada prinsip migrasi dan distribusi zat karena gaya tarik menarik antar molekul yang bergantung pada
kapilaritas plat, kepolaran senyawa dan kepolaran eluen. Semakin polar senyawa sampel terhadap
eluennya yang polar maka akan semakin dekat noda sampel dengan titik atas, dikarenakan gaya tarik
menarik antar molekul yang kuat sehingga noda lebih lama berada pada fasa gerak yang juga polar. Pada
akhirnya diperoleh nilai Rf yang
lebih besar karena jarak nodanya lebih jauh terhadap titik awal/ mendekat dengan jarak eluen dari pada
nilai Rf sampel nonpolar, begitu juga sebaliknya. Pada percobaan ini, sampel hanya diuji pada eluen
kloroform-metanol (9:1) dengan enam perolehan jarak noda sebesar 1cm, 1.95cm, 2.6cm, 2.6cm, 3cm,
3.15cm dan jarak eluen 4cm dan dari hasil perhitungan diperoleh nilai Rf sebesar 0.25, 0.4875, 0.65,
0.65, 0.75, 0.7875.
VI. KESIMPULAN
2. Memisahkan serta memurnikan hasil isolasi dan ekstraksi kafein dari daun teh, dilakukan dalam
corong pisah dengan penambahan diklorometana sebagai pelarut. Penambahan diklorometana
berfungsi mengikat kafein yang tadinya berbentuk garam dengan Na+ menjadi berikatan diklorometana.
Setelah terbentuk dua fraksi, yaitu fraksi organik dan emulsi, kedua fraksi tersebut dipisahkan. Fraksi
organik berwarna kuning kehijauan adalah ekstrak kafein.
3. Uji Kromatografi Lapis Tipis pada percobaan ini dilakukan untuk menguji kebenaran bahwa hasil
ekstrak berupa kafein. Dengan eluen yang digunakan adalah kloroform : methanol yang merambat
ketika dilakukan elusi, keberadaan kafein ditandai dengan terdapatnya bercak-bercak putih saat pelat
KLT disinari dengan sinar UV.
4. Nilai Rf masing-masing noda pada uji Kromatografi Lapis Tipis, didapat sebesar :
Ø Rf1 = 0,2500
Ø Rf2 = 0,4875
Ø Rf3 = 0,6500
Ø Rf4 = 0,6500
Ø Rf5 = 0,7500
Ø Rf6 = 0,7875
DAFTAR PUSTAKA
http ://www.chem-is-try.org/?sectbelajar.
Diakses pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016 pukul 20.00 WIB.
http://chem-is-try.org
Diakses pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016 pukul 21.00 WIB.
· Utami, Nurul. 2008. Identifikasi Senyawa Alkohol dan Heksana Daun. FMIPA UNILA, Lampung. Hal:
136.
· Puspasari, Dian. 2010. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Dwi Media Press,hal. 159.
rinsip Dasar
Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan satu atau
lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain dan didasarkan pada prinsip kelarutan. Jenis
ekstraksi ada tiga yaitu, ekstraksi cair-cair, ekstraksi padat-cair, dan ekstraksi asam-
basa. Dalam percobaan 03 akan dilakukan ekstraksi padat-cair, dimana zat yang akan
diekstraksi terdapat dalam fasa padat, yaitu kafein yang berada di dalam daun teh.
Kafein adalah senyawa yang termasuk dalam golongan alkaloid, yaitu senywa yang
mengandung atom nitrogen dalam strukturnya dan banyak ditemukan dalam tanaman.
Uji alkaloid dapat dilakukan dengan uji kromatografi lapis tipis (KLT) dengan
menentukan Rf noda yang dihasilkan, dan dapat juga dilakukan dengan uji alkaloid
yang ditandai dengan adanya endapan berwarna jingga.
3. Uji alkaloid
Kristal kafein + Degendorff: Warna jingga
IV. Perhitungan
V. Pembahasan
Pada percobaan kali ini kami menggunakan metode ekstraksi padat-cair untuk
memisahkan kafein dari daun teh. Sederhananya, metode ekstraksi padat-cair berarti
mengekstraksi suatu zat dari fasa padat (daun teh) kemudian mengubahnya menjadi
fasa cair (larutan kafein-diklorometana). Efesiensi ekstraksi padat-cair ditentukan oleh
besarnya ukuran partikel zat padat yang mengandung zat organik dan banyaknya
kontak dengan pelarut. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan percobaan ekstraksi kafein
dari daun teh kami melakukannya dua kali dengan tujuan agar kafein yang terekstraksi
semakin banyak.
Cara pertama untuk mendapatkan kafein dari daun teh adalah dengan menyeduh teh
dengan air panas untuk memperoleh ekstrak teh. Tujuan penggunaan air panas karena
pada umumnya suatu zat akan lebih mudah larut dalam pelarut (air) panas
dibandingkan dalam pelarut (air) dingin, sehingga semakin banyak ekstrak teh yang
diperoleh. Ekstrak teh yang diperoleh tidak hanya mengandung kafein tapi juga ada
senyawa-senyawa lain yang ikut larut terutama senyawa tanin. Tannin adalah senyawa
phenolic yang larut dalam air. Di dalam air, tanin membentuk koloid dan memiliki rasa
asam dan sepat.
Senyawa utama yang ingin kami isolasi adalah senyawa kafein, oleh karena itu tanin
harus dapat dipisahkan. Cara untuk memisahkan kafein dengan tanin adalah dengan
menambahkan natrium karbonat dan diklorometana. Natrium karbonat adalah
senyawa yang bersifat basa sehingga akan bereaksi dengan tanin yang bersifat asam
membentuk garam, garam ini larut dalam air tapi tidak larut dalam diklorometana.
Diklorometana merupakan senyawa non-polar yang dapat melarutkan kafein yang juga
merupakan senyawa non-polar. Saat penambahan diklorometana ke dalam ekstrak teh,
corong pisah dikocok perlahan dengan sesekali membuka kran corong pisah untuk
mengeluarkan uap yang dihasikan oleh senyawa volatile yang terdapat dalam ekstrak
teh. Pengocokan ini bertujuan untuk memperbanyak peluang kontak antara kafein
dengan diklorometana agar semakin banyak kafein yang larut dalam diklorometana,
tapi pengocokan jangan terlalu kuat karena akan mengakibatkan pembentukan emulsi
antara diklorometana dengan air oleh garam tanin yang bersifat surfaktan anion.
Setelah proses ini selesai akan didapat larutan air-garam dan kafein-diklorometana
yang berwarna bening. Untuk memisahkan keduanya ditambahkan kalsium klorida
anhidrat kemudian didekantasi atau disaring menggunakan kertas saring biasa.
Kalsium klorida anhidrat ini berfungsi untuk absorpsi eksoterm air sehingga setelah
dilakukan penyaringan, filtrat yang diperoleh adalah murni larutan kafein-
diklorometana.
Dari kristal kafein ini kami dapat menentukan titik leleh kafein, yaitu 221°C. Pada
literatur, disebutkan bahwa titik leleh kafein adalah 234-236°C artinya ada galat sekitar
5,96% dengan hasil percobaan yang kami lakukan. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor,
diantaranya mungkin larutan hasil ekstraksi tidak murni 100% kafein-diklorometana
sehingga hasil distilasi yang diperoleh tidak murni 100% kristal kafein, atau dapat juga
disebabkan kesalahan praktikan saat melakukan uji titik leleh, mengingat metodenya
menggunakan pipa kapiler sehingga perlu ketelitian tinggi untuk mengamati sekaligus
membaca skala suhunya.
Untuk membuktikan bahwa kristal yang diperoleh adalah kristal kafein maka dilakukan
uji alkaloid, kafein termasuk dalam senyawa alkaloid. Uji ini dilakukan dengan
melarutkan kristal dalam air kemudian ditetesi pereaksi Meyer dan Dragendorff. Dari
hasil percobaan didapat larutan kristal + Degendorff menghasilkan warna jingga dan
pada larutan kristal + Meyer menghasilkan warna kuning. Hasil ini menunjukkan
kristal tersebut mengandung senyawa alkaloid yang artinya kristal tersebut benar
merupakan kristal kafein.
Seharusnya dari kristal kafein yang diperoleh juga dapat ditentukan Rf dari kafein
menggunakan metode uji KLT. Tapi saat percobaan kami tidak berhasil melakukan uji
KLT, noda pada pelat KLT tidak menunjukkan hasil yang seharusnya sehingga Rf tidak
dapat ditentukan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya kesalahan
saat melakukan elusi, baik metodenya atau karena keadaan eluennya yang kurang baik
dengan alasan pada uji titik leleh galat yang diperoleh kecil dan pada uji alkaloid
hasilnya positif tapi pada uji KLT tidak berhasil.
VI. Simpulan
1. Dari percobaan yang telah dilakukan, kadar kafein dalam teh adalah 0,135%.
2.`Dari percobaan yang telah dilakukan, titik leleh kristal kafein adalah 221°C.
3. Rf tidak dapat ditentukan karena dari percobaan tidak ada data yang mendukung.
Posto, D., Johnson, C., Miller, M.1992. Experiments and Techniques in Organic
Chemistry. New Jersey. Prentice Hall, Inc. Halaman 56-59, 399-404.
Solomons, T.W. Graham., Fryhle, Craig B. 2011. Organic Chemistry Tenth Edition. New
Jersey. John Wiley & Sons, Inc. Halaman 972-973.
5.3.2. Bahan
Bahan yang di gunakan dalam percobaan ini adalah :
- Daun the kering
- CaCO3
- Kloroform
- Akuades
5.3.3. Prosedur Percobaan
1. Menimbang daun the kering 7,5 gram yang sudah di tumbuk kering
2. Memasukkan daun the kering ke dalam gelas beker.
3. Menambahkan 75 ml air serta menambahkan 5 gr CaCO3 kemudian mendidihkannya.
4. Menyaring larutan dengan kertas saring
5. Memisahkan filtrat dari padatannya lalu di panaskan sampai sisa filtrat 1/3 volume.
6. Mendinginkan filtrat sampai suhu kamar dengan desikator.
7. Memasukkan larutan dalam separator funnel dan menambahkan 30 ml kloroform dan
mengocoknya.
8. Memisahkan larutan bawah dan atas pada separator funnel dalam gelas beker.
9. Menambahkan 5 ml kloroform pada larutan atas yang ada di separator funnel lalu mengocoknya.
10. Memasukkan lapisan bawah pada gelas beker yang sama.
11. Menguapkan sampai kering.
12. Menutup gelas beker dengan kertas saring
13. Menimbang crude kafein.
5.4.2. Pembahasan
Daun teh kering ditambahkan dengan CaCO3 dengan tujuan untuk membantu pendesakkan
kafein dalam daun teh sehingga melarut dalam air atau dengan kata lain untuk mengikat bahan-bahan
yang tekandung dalam teh. Mendidihkan larutan dimaksudkan untuk memisahkan kafein dan zat-zat
lain dalam teh karena CaCO3 larut dalam keadaan panas. CaCO3 memiliki BM yang tinggi yaitu
100,07 gram/mol akan mengendap apabila dingin sehingga larutan perlu disaring dalam keadaan
panas. Filtrat yang di dapat dari penyaringan dipanaskan hingga 1/3 volume awalnya agar kandungan
yang lain dari teh tersebut hilang dan yang tersisa hanya kafein. Proses pemanasan ini sangat
berperan dalam mendukung difusivitas yaitu masuknya pelarut air menembus bahan padat daun teh
dan melarutkan kafein dari daun karena perbedaan konsentrasi yang besar antara pelarut dn bahan.
Difusivitas ini memerlukan perbedaan temperatur dan tekanan yang signifikan yang dapat di peroleh
melalui pendidihan larutan. Hasilnya adalah sari daun teh tersebut larut dengan warna larutan coklat
tua dan ampas daun teh diatasnya, sedangkan CaCO3, menjdi endapan putih di dasar larutan
sehingga tidak mengganggu larutan yang di inginkan.
Pendingin pada larutan bertujuan agar pelarutan ekstrak daun teh dalam air benar-benar
sempurna ( larut secara maksimal ). Jika menyaring saat larutan masih panas, mungkin saja proses
pelarutan masih terjadi. Penggunaan kloroform sebagai pelarut ke dua adalah karena kloroform tidak
bercampur dengan air dan mudah menguap sehingga pada akhir percobaan dapat terpisah dengan
ekstrak kafein. Selain itu, kafein dan kloroform sama-sama bersifat non polar. Pada saat larutan
berada di dalam corong pemisah ini terlihat bahwa air dan kloroform tidak dapat bercampur. Air berada
di bagian atas, sedangkan kloroform yang kerapatannya lebih tinggi berada di bawah nya. Mulanya
kafein hanya terkonsentrasi pada air. Namun setelah corong pemisah di kocok, kafein akan
terdistribusi menempati kedua bagian pelarut dan mencapai kesetimbangan sebagian antara fasa
bagian atas (dalam air) dan fasa yang lebih rendah (kloroform). Kafein merupakan zat organik yang
dapat larut dalam pelarut organik kloroform dan memiliki gugus karbonil yang hidrofilik sehingga juga
larut dalam air. Terbentuknya 2 lapisan pada larutan dimana lapisan bawah merupakan campuran
kafein dan kloroform penambahan tersebut sebanyak 5 ml. Setelah menampung lapisan bawah pada
gelas beker yang sama, maka di evaporasikan hingga kering dan di hasilkan crude berwarna hijau
muda.
Seharusnya crude kafein berwarna putih. Mungkin terjadi kesalahan dalam pencampuran
sehingga warna crude menjadi hijau muda. Adapun guna pemanasan ini adalah untuk menguapkan
zat tersebut yaitu kloroform yang dapat dilihat saat pengevaporasian keluar seperti uap dan bau yang
menyengat. Dari perhitungan diketahui kadar kafein 12%, sedangkan pada literatur disebutkn bahwa
kadar kafein dari teh hanya berkisar antara 2-4%. Kadar kafein yang diperoleh dari perhitungan
mungkin belum benar-benar tepat karena daun teh yang digunakan adalah daun teh yang sudah di
olah (bukan daun teh yang diambil dari pohon langsung). Mungkin juga hal ini dikarenakan daun teh
yang digunakan tidak terlalu halus sehingga saat isolasi dengan CaCO3, CaCO3 sulit untuk mengikat
kafein yang terperangkap dalam potongan daun teh sehingga larutan kurang sempurna.
5.1. Penutup
5.5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapat dari percobaan ini adalah :
1. Suatu cara mendapatkan kafein dari daun teh adalah dengan metode ekstraksi pelarut.
2. Ekstraksi pelarut adalah mengambil suatu zat terlarut dari dalam larutan air oleh suatu pelarut yang
tidak dapat bercampur dengan air, sehingga dapat dipisahkan. Dalam hal ini pelarut yang digunakan
adalah kloroform.
3. Berat kafein dari 7,5 daun teh adalah 0,9 gram.
4. Presentase kadar kafein dalam daun teh sampel sebesar 12%.
DASAR TEORI
Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh,
daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul
194,19 gr/gmol dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air). Secara
ilmiah, efek langsung dari kafein terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah
efek tak langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan jantung, serta memberikan efek
samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan denyut jantung tak
beraturan (tachycardia) (Hermanto, 2007).
Banyak senyawa nitrogen dalam tumbuhan mengandung atom nitrogen basa dan karena itu
dapat diekstrak dari dalam bahan tumbuhan itu dengan asam encer. Senyawa ini disebut alkaloid
yang artinya mirip alkali. Setelah ektraksi, alkaloid bebas dapat diperoleh dengan pengolahan
lanjutan dengan basa dalam air (Khopkar, 2010).
Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier atau siklik.
Diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui, dan alkaloid merupakan golongan senyawa
metabolit sekunder terbesar dari tanaman, Tidak ada satupun definisi yang memuaskan tentang
alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mencakup senyawasenyawa bersifat basa yang mengandung
satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid
adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana
seperticoniiene sampai ke struktur pentasiklik strychnine. Banyak alkaloid adalah terpenoid di
alam dan beberapa adalah steroid. Lainnya adalah senyawa-senyawa aromatik,
contohnya colchicine (Utami, 2008).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat
terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari
satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami)
tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah
dibicarakan. Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka
terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu
rendah (Suparni, 2009).
Anonim1. 2011. Koefisien dan Angka Banding Distribusi pada Ekstraksi.
Day, R. A. Jr dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta. Hal. 100-101.
Hermanto. 2007. Kafein, Senyawa Bermamfaatatau Beracunkah?
Khopkar. 2010. Konsep Dasar Kimia Analisis. UI Press.,Jakarta. Hal: 213.
Nurul. 2011. Ekstraksi.
Suparni. 2009. Ekstraksi.
Utami, Nurul. 2008. Identifikasi Senyawa Alkohol dan Heksana Daun. FMIPA UNILA, Lampung. Hal:
136.