Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KULIAH LAPANGAN BIOLOGI PERILAKU (BI-3201)

AKTIVITAS HARIAN MONYET EKOR PANJANG (Macaca


fascicularis) DI TWA/CA PANGANDARAN

Tanggal Kuliah Lapangan: 23-24 April 2016


Tanggal Pengumpulan: 18 Mei 2016

Disusun oleh :
Ni Luh Wisma Eka Yanti (10613006)
Ahmad Ardiansyah (10613007)
Aggy Agatha (10613012)
Nur Safitri Rusiwardani (10613044)
Marchelia Santoso (10613056)
Hestin Yuliati D. A. (10613061)
Kelompok 2

Asisten:
Ogi Novrian Zulkarnain
1061200x

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengamatan perilaku Macaca fascicularis di lakukan di Taman Wisata
Alam Pangandaran dan Cagar Alam Pangandaran yang berada di wilayah desa
Pangandaran, Kecamatan Pangandaran dan Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2008), Kabupaten
Pangandaran berada pada koordinat 108026'58"BT- 108046'56" BT dan
07041’01”LS– 07049’11” LS. Pangandaran memiliki curah hujan per tahun
sekitar 1.647 mm, kelembaban udara 85-89%, suhu 20-30oC. Total wilayah
Taman Wisata Alam Pangandaran dan Cagar Alam Pangandaran seluas 37.7
hektar. Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pangandaran dikenal dengan
kekayaan flora dan faunanya mulai dari vegetasi hutan pantai, pes caprae yang
didominasi kangkung laut, hutan tanaman jati dan mahoni, hutan dataran
rendah, dan padang rumput. Hewan mamalia yang sering ditemukan di Taman
Wisata Alam dan Cagar Alam Pangandaran adalah Kera (Macaca
fascicularis), Lutung (Trachipytecus auratus), Landak (Hystrix bracyura),
Trenggiling (Manis javanica), Rusa (Cervus Timorensis), kancil (Tragulus
javanicus) (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2008).
Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pangandaran ini kaya akan flora
sehingga cocok untuk dijadikan habitat bagi hewan. Habitat bagi hewan sangat
penting untuk kelangsungan hidupnya karena dengan adanya habitat maka
hewan tersebut mendapatkan lokasi reproduksi, sumber daya makanan, dan
tempat pemeliharaan bagi keturunannya. Penelitian ini penting dilakukan
untuk melihat perbedaan perilaku Macaca fascicularis di alam bebas dengan
di kebun binatang. Informasi tentang perilaku hewan tersebut sangat penting
untuk menentukan habitat yang cocok untuk kelangsungan hidup Macaca
fascicularis. Selain itu, dengan adanya penelitian ini didapatkan informasi
persebaran niche oleh masing-masing individu dalam populasi. Aplikasi dari
penelitian ini adalah dijadikan dasar untuk menentukan habitat yang biasanya
merupakan rencana konservasi spesies agar tidak punah, analisis hormonal
Macaca yang dapat dijadikan informasi untuk melestarikan populasi Macaca
(Sutherland, 1995).

1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Menentukan pola perilaku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
selama 8 jam melalui metode adlibitum
2. Menentukan proporsi individu monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) yang melakukan aktivitas harian selama 8 jam melalui
metode scan sampling
3. Menentukan durasi aktivitas harian monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) selama 8 jam melalui metode focal sampling
4. Menentukan pola perilaku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
selama 8 jam menggunakan diagram kinematik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)


Menurut Napier dan Napier (1976),taksonomi dari monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis) adalah :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Famili : Cercopithecidae
Genus : Macaca
Spesies : Macaca fascicularis
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan jenis primata
non manusia yang sangat berhasil yaitu penyebaran yang sangat luas sehingga
menggambarkan tingkat adaptasi yang tinggi pada berbagai habitat. Spesies
ini termasuk jenis primata sosial yang dalam kehidupannya tidak pernah
terlepas dari interaksi sosial atau hidup bersama dengan individu lain.
Interaksi sosial yang dilakukan oleh monyet ekor panjang menimbulkan
munculnya berbagai aktivitas yang berbeda pula antar individu dalam
populasi (Lee, 2012).

2.2 Morfologi dan Fisiologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)


Macaca fascicularis adalah hewan dengan panjang tubuh 40-50, berat
3-7 kg, panjang ekor 1 hingga 1.5 kali panjang tubuh, terdiri dari empat kaki
(quadripedal) dan memiliki tubuh yang ditutupi oleh rambut-rambut.
Perbedaan warna rambut pada hewan ini tergantung pada umur, musim, dan
lokasi tempat tinggalnya. Pada bagian kepala terdapat rambut berwarna wajah
terdapat rambut berwarna abu kecoklatan, terkadang rambut-rambut tersebut
membentuk jambul. Pada bagian wajah terdapat kantong pipi (cheek pouch)
yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan sementara waktu.
Rambut di pipi biasanya berwarna abu keputihan, pada bagian bawah mata
terdapat kulit yang tidak berambut (Bunlungsup et al, 2015).
Pada bagian abdomen terdapat rambut berwarna coklat, warna rambut
pada abdomen biasanya berbeda antara Macaca fascicularis yang hidup di
daerah hutan dan daerah pantai. Macaca fascicularis yang hidup di hutan
memiliki warna rambut tubuh yang lebih gelap dibandingkan Macaca yang
tinggal di daerah pantai. Intensitas warna ini merupakan indikator pembeda
jenis kelamin dan umur antar individu. Bagian ekor Macaca fascicularis
berbentuk silinder yang berwarna abu kecoklatan hingga abu kemerahan.
Morfologi Macaca fascicularis tertera pada gambar 2.1 dan 2.2 dibawah ini
(Raffles, 1981):

Gambar 2.1. Wajah Macaca fascicularis

Gambar 2.2. Bagian Tubuh Macaca fascicularis


Menurut Suwarno (2014), fisiologi Macaca fascicularis mirip dengan
manusia. Secara umum, terdapat 11 macam sistem organ pada Macaca yaitu
sistem pernafasan, sistem saraf, sistem skeletal, sistem endokrin, sistem
integumen, sistem limfatik, sistem otot, sistem sirkulasi, sistem reproduksi,
sistem pencernaan, dan sistem ekskresi. Fungsi dari sistem organ tersebut
adalah sebagai berikut (Assefa dan Yosief, 2003) :
1. Sistem pernafasan berfungsi untuk pertukaran udara.
2. Sistem saraf berfungsi sebagai pengantar sinyal ke seluruh tubuh.
3. Sistem skeletal berfungsi sebagai pembentuk tubuh.
4. Sistem otot sebagai penggerak dan penyokong anggota tubuh.
5. Sistem endokrin berfungsi sebagai penyalur sinyal kimia pada tubuh.
6. Sistem integumen dan limfatik berfungsi sebagai pertahanan tubuh.
7. Sistem sirkulasi berfungsi sebagai transport nutrient.
8. Sistem reproduksi berfungsi untuk menghasilkan sperma pada laki-laki
dan ovum pada wanita yang penting untuk menghasilkan keturunan.
9. Sistem pencernaan sebagai pengolah nutrisi yang masuk ke dalam tubuh.
10. Sistem ekskresi yang berfungsi sebagai filter bahan yang sudah tidak
terpakai pada tubuh.
Macaca fascicularis sudah dapat kawin pada umur 3.5-5 tahun.
Pematangan seks sekunder pada hewan jantan pada umur 4.2, sedangkan
betina 4.3 tahun. Macaca betina mengalami menstruasi selama 28 hari dan
estrus 11 hari. Masa kehamilan betina selama 5 bulan lebih dan masa
mengasuh anaknya selama 14-18 bulan (Harvery et al, 1987). Hewan primate
ini merupakan hewan homoiterm yang memiliki reseptor perubahan suhu di
otak sehingga jika suhu lingkungan berubah maka hewan ini dapat mengatur
suhu tubuhnya dengan cara meningkatkan atau menurunkan metabolism
tubuh. Status sosial pada Macaca yang menyangkut individu subordinat dan
alfamale dipengaruhi oleh kelenjar adrenalin. Kelenjar adrenalin yang tinggi
akan mengakibatkan metabolisme glukosa semakin cepat sehingga kebutuhan
energi untuk bertarung, mencari makan, reproduksi oleh Macaca dapat
terpenuhi. semakin tinggi kelenjar adrenalin, semakin aktif Macaca sehingga
terbentuk individu dominan (Shively and Kaplan, 1984).

2.3 Perilaku Umum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)


Monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis adalah hewan primata
yang eusosial dengan struktur sosial terdiri dari jantan dan betina (Suwarno,
2014). Aktivitas yang dilakukan oleh hewan ini terdiri atas social affi-liation,
social agonism, dan non-social (Lee, 2012). Contoh social-affiliation adalah
grooming dan bermain. Grooming ditandai dengan perilaku mengambil,
menjilati, dan menyentuh rambut pada tubuh dengan tujuan membersihkan
tubuh dari kotoran. Menurut Kamilah et al. (2013), grooming terdiri dari
allogrooming dan autogrooming. Allogrooming adalah grooming yang
dilakukan terhadap individu lain, sedangkan autogroming dilakukan oleh diri
sendiri.
Bermain merupakan salah satu bentuk interaksi Macaca fascicularis
terhadap individu lain dalam populasi. Bermain merupakan perilaku sosial
yang berfungsi meningkatkan kondisi fisik, mengambangkan kemampuan dan
ikatan sosial, membantu hewan untuk belajar kemampuan spesifik. Aktifitas
agonistik Macaca fascicularis meliputi perilaku menerjang, memukul,
meringis, mengancam dengan membuka mulut, mengejar, mendekam dan
memekik (Lee, 2012).
Aktifitas non sosial adalah aktivitas macaca yang meliputi aktivitas
bergerak, makan dan inaktif. Aktivitas inaktif pada macaca merupakan istirahat
yang ditandai dengan duduk, berdiri, berbaring, dan menatap lingkungannya
yang biasa dilakukan di pohon rindang. Macaca fascicularis biasanya
beristirahat setelah bermain dan setelah makan. sekuens perilaku makan pada
macaca diawali dengan mengambil makanan, memasukkan makanan ke dalam
mulut, menyimpan makanan di kantung pipi, mengunyah, menelan makanan
(Lee, 2012). Perilaku makan pada macaca dipengaruhi oleh ukuran tubuh,
kondisi gigi, ketersediaan makanan, penggunaan indera penglihatan, olfaktori,
sistem hirarki, dan kompetisi dengan individu dalam populasi yang berbeda
ataupun dalam populasi yang sama (Karyawati, 2012).

2.4 Habitat dan Pesebaran Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)


Habitat merupakan suatu lingkungan yang mempunyai kondisi tertentu
sehingga suatu spesies atau komunitas dapat hidup. Habitat memiliki kapasitas
tertentu untuk mendukung kelangsungan hidup dari suatu organisme atau
disebut daya dukung (Molles, 2014). Habitat dari spesies ini meliputi hutan
hujan tropis,hutan musim,hutan rawa mangrove dan hutan montana dan dapat
ditemui di daerah yang terganggu seperti tepi pantai dan sungai sehingga
memungkinkan terjadi interaksi dengan manusia (Giri, 2014). Penyebaran dari
monyet ekor panjang meliputi pulau Sumatera, Kalimantan, Bangka, Belitung
dan pulau-pulau sekitarnya. Lalu Kepulauan Tambelan, Natuna, Nias, Jawa,
Bali, Bawean, Maratua, Lombok, Sumba, Sumbawa dan Flores. Di luar
Indonesia,monyet ekor panjang dapat ditemukan di Myanmar, Indo-Cina,
Filipina dan Semenanjung Malaya (Supriatna, 2000).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Deskripsi Area Penelitian


Cagar Alam (CA) di Pangandaran merupakan kawasan hutan dengan luas 497
ha dan Taman Laut luasnnya 470 ha dan perkembangan selanjutnya setelah ditemukan
bunga Raflesia padma, status Suaka Margasatwa dirubah menjadi Cagar Alam
berdasarkan SK Menteri Pertanian No 34/KMP/1961. Seiring dengan kebutuhan
rekreasi oleh masyarakat ,maka sebagian luas kawasan ini 37,70 ha dialokasikan
sebagai Hutan Wisata dalam bentuk Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan SK
Menteri Pertanian No 179/Kpts/Um/3/1978. TWA dan CA Pangandaran terletak di
Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis. Secara astronomis
kawasan ini terletak diantara 108 º40’ BT dan 7º43’ LS (Dinas Kehutanan
Provinsi Jabar, 2008).
Keadaan topografi dari kawasan ini dari landai hingga tanah yang
berbukit-bukit dengan ketinggian rata-rata 100 mdpl. Menurut klasifikasi
Schmidt dan Ferguson, CA dan TWA Pangandaran termasuk tipe iklim B
dengan curah hujan rata-rata per tahun 3196 mm dan suhu udara antara 80-
90% (Dinas Kehutanan Provinsi Jabar, 2008). Pengambilan data dilakukan
pada Sabtu, 23 April 2016 – Minggu, 24 April 2016 pada pukul 09.00 WIB –
21.00 WIB. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian


3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdpat pada tabel 3.1 berikut
ini :
Tabel 3.1 Alat

Sling psycrometer Audio recorder

Luxmeter Lembar pengamatan

Kamera / Video recorder GPS

Alat tulis Senter

Papan dada Counter

Piranti lunak avisoft

3.3 Metode Kerja


3.3.1 Pengamatan Terstruktur
a. Ad-libitum
Pengamatan dimulai 4 menit sebelum pengambilan data
scan-sampling yaitu dengan menentukan salah satu individu
monyet ekor panjang dan diamati seluruh perilaku individu
maupun perilaku sosial (interaksi) dari hewan tersebut baik
interaksi intra maupun interspesies.
b. Scan sampling
Pengamatan secara scan sampling dilakukan secara
terstruktur pada pukul 06.00-08.00 WIB, 11.00 – 13.00 WIB,
16.00-18.00 WIB dan 19.00-21.00 WIB. Pencatatan dari metode
ini dilakukan setiap lima menit selama dua jam dengan mencatat
jumlah individu dalam populasi monyet ekor panjang yang
melakukan suatu perilaku tertentu dalam satu waktu.
c. Focal sampling
Pengamatan secara focal sampling dilakukan secara
terstruktur pada pukul 06.00-08.00 WIB, 11.00 – 13.00 WIB,
16.00-18.00 WIB dan 19.00-21.00 WIB.Pengamatan dilakukan
pada satu individu monyet ekor panjang yang diikuti dan dicatat
setiap perilakunya ketika individu tersebut hilang dari
pengamatan maka dilakukan pengamatan pada individu lain dan
diikuti pula.

3.3.2 Pengamatan Sekunder


Pengamatan dilakukan pada jenis hewan lain selain
pengamatan hewan terstruktur. Pengamatan dilakukan dengan
metode adlibitum selama waktu jeda antara pengamatan terstruktur
pada pukul 08.00 – 11.00 WIB , 13.00-16.00 WIB dan 16.00 – 19.00
WIB. Dilakukan pencatatan dan perekaman dalam rentang waktu
pada lembar pengamatan.

3.3.3 Pengamatan Hewan Laut


Pengamatan dilakukan dengan metode adlibitum selama 2 jam yaitu
pada pukul 11.00 – 13.00 WIB. Dilakukan perekaman dan
pencatatan perilaku baik inter maupun intraspesies dalam rentang
waktu tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Scan sampling


Berikut adalah Gambar 4.1 yang menunjukkan proporsi individu
Macaca fascicularis terhadap perilaku tertentu dalam 4 periode pengamatan
yaitu periode 1 (06.00-08.00 WIB), periode 2 (11.00-13.00 WIB), periode 3
(16.00-18.00 WIB), dan periode 4 (19.00-21.00 WIB). Berbagai perilaku
dilakukan oleh monyet berekor panjang selama pengamatan, namun
dikelompokkan pada tipe perilaku antara lain resting, moving, grooming,
vocalization, foraging, dan interaction yang akan dibahas satu-persatu.

1
0,9 Resting
0,8
Moving
proporsi individu

0,7
0,6 Grooming
0,5
0,4 Vocalization

0,3 Foraging
0,2
0,1 Interaction
0
Periode 1 Periode 2 Periode 3 Periode 4

periode

Gambar 4.1 Proporsi individu Macaca fascicularis terhadap perilaku tertentu pada
4 periode yang berbeda
Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa perilaku moving sangat
mendominasi pada periode 1, 2, dan 3 dengan nilai proporsi masing-masing
adalah 0,52; 0,45; dan 0,33. Dapat dilihat bahwa perilaku moving paling
banyak dilakukan pada periode 1 (06.00-08.00 WIB) atau pagi hari. Dengan
kata lain, pagi hari dapat dikatakan sebagai periode aktif dari Macaca
fascicularis. Menurut Nasution et al. (2011), monyet berekor panjang
memulai aktivitas harian dari mulai bangun pukul 5.30 hingga sore hari pukul
18.00 menjelang tidur. Setelah bangun monyet tidak langsung melakukan
aktivitas, namun tetap berada di pohon tempat tidurnya hingga pukul 07.00.
Hal ini bisa menjadi penyebab, pada saat pengamatan yang dimulai pukul
06.00 belum dapat ditemukan monyet di lantai hutan. Namun aktivitas monyet
akan mulai meningkat mulai pukul 07.00-10.00 dan didominasi oleh aktivitas
mengembara yang termasuk didalamnya adalah perilaku bergerak atau moving
(Nasution et al., 2011). Namun, aktivitas mengembara ini akan turun pada
siang hari dan meningkat kembali pada sore hari (Maida et al., 2015). Seperti
yang ditunjukkan data proporsi bahwa individu yang melakukan aktivitas
bergerak menurun pada periode 2 (11.00-13.00), namun tidak meningkat lagi
pada periode 3 (16.00-18.00) seperti yang dijelaskan pada literatur, akan tetapi
tetap lebih tinggi proporsi individu yang melakukannya. Hal ini karena pada
pengamatan terdapat peningkatan proporsi individu untuk perilaku lainnya.
Berdasarkan pengamatan, aktivitas moving yang muncul terdiri atas berjalan,
berlari, memanjat, serta berpindah dari dahan yang satu ke dahan yang lain.
Hal yang sama disampaikan oleh Lee (2012), bahwa bergerak merupakan
kegiatan berjalan, memanjat, melompat, dan berpindah tempat. Monyet ekor
panjang atau Macaca fascicularis, merupakan salah satu satwa primata yang
menggunakan kaki depan dan belakang dalam berbagai variasi untuk berjalan
dan berlari (quan-drapedalisme).
Tipe perilaku dominan lainnya yang terjadi adalah resting. Proporsi
individu untuk perilaku resting paling banyak terjadi pada periode ke-4 (pukul
19.00-21.00) yaitu sebesar 1 yang artinya semua individu yang teramati
melakukan perilaku resting pada periode tersebut. Pada periode 4 tersebut
akitivitas resting yang dilakukan adalah sleeping. Menurut Nasution et al.
(2011), pukul 18.00 adalah waktu menjelang tidur dari monyet berekor
panjang. Dengan demikian hal ini sesuai yang terjadi di lapangan bahwa pada
periode ke-4 tersebut sudah tidak ada aktivitas dari Macaca fascicularis selain
tidur di dahan pohon yang cukup tinggi. Aktivitas istirahat paling banyak
dilakukan pada siang hari mulai pukul 11.30-15.00, namun terdapat sebagian
besar monyet masih ada yang beraktivitas. Hal ini dipengaruhi oleh temperatur
pada siang hari yang relatif lebih panas daripada di pagi hari dan sore hari
(Nasution et al., 2011). Menurut data mikroklimat yang dicuplik pada periode
pengamatan, temperatur pada siang hari memang paling tinggi dibandingkan
di pagi hari atau sore hari yaitu mencapai 32,2°C.
Namun proporsi individu yang melakukan perilaku resting tidak lebih
tinggi daripada saat pagi hari. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan
tempat pengamatan antara pagi dan siang hari. Pada pagi hari pengamatan
dilakukan di dekat balai, sementara pada siang hari spot pengamatan
berpindah karena tidak ditemukan aktivitas monyet di dekat balai, seperti yang
diketahui bahwa di dekat balai tidak terlalu banyak pohon sebagai tempat
bernanung dan semakin siang monyet banyak yang kembali memasuki hutan.
Hal ini sesuai dengan yang disebutkan pada literatur bahwa aktivitas monyet
dipengaruhi oleh temperatur, bahwa terbukti monyet akan kembali ke dalam
hutan mencari pepohonan untuk tempatnya bernaung saat temperatur
mencapai angka maksimum di siang hari.
Sementara pada periode ke-3 proporsi individu terhadap perilaku
resting menurun karena sesuai yang disebutkan di literatur bahwa ketika sore
hari aktivitas monyet meningkat kembali terutama aktivitas bergerak dan
foraging (Nasution et al., 201; Maida et al., 2015). Resting atau istirahat
secara umum merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan oleh Macaca
fascicularis. Menurut Sinaga (2010), aktivitas resting banyak dilakukan di
tajuk pohon karena rindang dan disukai monyet ekor panjang. Adapun
aktivitas resting yang dilakukan Macaca fascicularis selama pengamatan
yaitu berdiri (standing), duduk (sitting), berbaring (laying), dan tidur
(sleeping). Resting termasuk aktivitas inaktif non-sosial yang terjadi dalam
suatu populasi berupa aktivitas duduk, berdiri, berbaring, dan menatap
sekeliling serta merupakan aktivitas penting yang dilakukan individu setelah
melakukan aktivitas makan (Sinaga, 2010; Widarteti et al., 2009). Pentingnya
aktivitas resting tersebut terbukti dengan banyaknya proporsi perilaku resting
yang dilakukan oleh Macaca fascicularis selama pengamatan.
Perilaku lainnya yang teramati selama 4 periode yaitu grooming,
foraging, vokalisasi, dan interaksi. Berdasarkan gambar 4.1, grooming paling
banyak muncul pada periode ke-3 dengan proporsi individu sebesar 0,12.
Perilaku grooming hampir dilakukan sehari penuh sejak pagi hingga sore hari,
namun biasanya terjadi peningkatan aktivitas grooming pada pagi hari yaitu
pada pukul 06.30-07.30 dan sore hari yaitu pada pukul 14.40-16.30 (Nasution
et al., 2011). Sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang terdapat pada
literatur yang mana proporsi individu yang melakukan grooming meningkat
pada periode le-3 atau sore hari. Grooming adalah kegiatan social affiliation
yang dilakukan oleh individu dalam populasi monyet. Lee (2012),
menjabarkan bahwa perilaku grooming dilakukan dengan mengambil,
membelai, dan menjilati bulu pasangan atau anaknya. Perilaku grooming
demikian disebut dengan alogrooming karena dilakukan secara berpasangan
dan diasumsikan sebagai perilaku kooperatif yang dapat menghasilkan
keuntungan bagi kedua pihak. Sementara terdapat juga perilaku self-grooming
yang disebut autogrooming yaitu perilaku grooming yang dilakukan sendiri
atau tidak berpasangan. Grooming termasuk ke dalam perilaku sosial karena
dilakukan dengan tujuan untuk merawat dan mencari kutu di semua
rambutnya (Kamilah et al., 2013). Aktivitas grooming pada monyet paling
lama terjadi setelah kopulasi terjadi antara jantan dan betina. Individu
pradewasa lebih cenderung melakukan aktivitas grooming terbatas pada
hubungan kekerabatan antara strata yang sama untuk mempererat kekerabatan
meskipun beberapa kejadian berlanjut pada hubungan seksual (Nasution et al.,
2011).
Berdasarkan gambar 4.1, aktivitas foraging paling banyak dilakukan
oleh individu pada pengamatan periode ke-3 dengan proporsi individu sebesar
0,23. Aktivitas foraging pada dasarnya rutinitas harian yang selalu dilakukan
oleh monyet berekor panjang namun cenderung meningkat pada sore hari
karena monyet memerlukan cadangan makanan sebelum mereka tidur dan
melakukan aktivitas di keesokan harinya. Menurut IUCN (2000), monyet
berekor panjang di alam memakan tumbuhan terutama ficus dan buah-buahan
serta hewan golongan crustacea. Monyet berekor panjang mencari makan
dengan cara duduk di ujung cabang atau ranting yang relatif besar. Macaca
fascicularis menggunakan salah satu tangannya untuk berpegangan pada
cabang atau ranting, sedangkan tangan lainnya digunakan untuk menarik daun
atau buah (Nasution et al., 2011). Pada pengamatan, kebanyakan individu
mencari makan di lantai hutan atau di dekat tempat sampah dan mencari
makan bekas pengunjung. Kehidupan monyet berekor panjang di kawasan
Taman Wisata Pangandaran telah terdomestikasi dan banyak perilakunya
yang telah dipengaruhi oleh kehadiran pengunjung yang berdatangan setiap
hari. Menurut Riley (2007), aktivitas dari manusia sangat dimungkinkan dapat
merubah aktivitas atau perilaku suatu hewan, dan bahkan menurut Hambali et
al. (2012), monyet berekor panjang merubah perilaku mereka sehingga
terkadang menghasilkan konflik antara primata dan manusia, misalnya
perilaku mencuri makanan manusia yang banyak terjadi pada pengamatan
tersebut.
Kehidupan monyet terutama monyet berekor panjang ditandai oleh
adanya aktivitas sosial dalam kelompok yang sangat tinggi. Individu jantan
berperan penting dalam mempertahankan keselamaan anggota kelompok dari
ancaman kelompok lain atau satwa predator. Komunikasi menjadi salah satu
cara untuk melakukan pengawasan kelompok sehingga vokalisasi dapat juga
digolongkan perilaku interaksi. Kode suara untuk komunikasi berbeda-beda
tiap-tiap kelompok dan bergantung pada keadaan yang mendorong untuk
bersuara (Nasution et al., 2011). Hal tersebut diduga yang menyebabkan
proporsi individu yang melakukan perilaku vokalisasi tidak terlalu banyak dan
hanya muncul pada periode 1 dan 3 yang dapat dilihat pada gambar 4.1 dengan
proporsi individu yang sangat kecil yaitu 0,03 dan 0,01.
Proporsi individu terhadap aktivitas interaksi paling banyak ditemukan
pada periode 1 yaitu pagi hari yaitu sebesar 0,12, yang mana menurut Nasution
et al. (2011), merupakan periode paling aktif. Sesuai periode aktifnya tersebut,
interaksi yang paling banyak ditemukan terutama pada pagi hari seperti
tingkah laku bermain, berkejar-kejaran, saling memandang, berkelahi,
perilaku kawin (mating), dan pengasuhan anak oleh induknya. Perilaku yang
banyak muncul dalam interaksi ini adalah aktivitas bermain yang dominan
terjadi pada monyet yang masih muda. Menurut Lee (2012), Bermain
merupakan bentuk interaksi Macaca fascicularis terhadap individu lain dalam
populasi. Bermain merupakan perilaku sosial yang berfungsi meningkatkan
kondisi fisik, mengambangkan kemampuan dan ikatan sosial, membantu
hewan untuk belajar kemampuan spesifik. Perilaku berkelahi dan kawin juga
teramati pada siang hari dan sore hari. Namun perilaku interaksi khususnya
kawin bergantung pada kesempatan untuk melakukan pendekatan (courtship).
Suprihandini (1993) menemukan bahwa perilaku kawin dilakukan pada
periode aktif pada waktu tertentu. Sementara perilaku agonistik yang meliputi
mengancam, mengejar, dan bergulat banyak dilakukan oleh alpha male.
Perilaku agonistik ini bertujuan untuk menjaga status hierarki dominansi
(Meishvili et al., 2009). Keberadaan alpha male yang berada di puncak
dominansi memungkinkan alpha male untuk memiliki akses yang lebih
terhadap makanan dan menjaga hierarki ini melaui perilaku agonistik (Boccia
et al., 1988).
Proporsi individu terhadap beberapa tipe perilaku juga dilakukan
analisis statistik untuk mengetahui apakah terjadi beda signifikan antara
proporsi individu yang melakukan perilaku satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan Two Way Anova
(Lampiran A), proporsi individu terhadap perilaku yang satu dengan yang lain
pada keempat periode adalah berbeda signifikan (p<0,05). Hal ini
mengindikasikan bahwa proporsi individu tiap periode memang berbeda
dengan periode yang lain. Dengan kata lain, monyek berekor panjang
mempunyai periode aktif tertentu untuk melakukan aktivitas atau perilaku
tertentu, misalnya perilaku foraging lebih dominan di sore hari dibandingkan
dengan periode lainnya. Sementara berdasarkan hasil Post-Hoc Test
(Lampiran B), urutan proporsi individu terhadap perilaku tertentu sebagai
aktivitas harian monyet berekor panjang dari yang paling tinggi hingga paling
rendah adalah resting, moving, foraging, interaction, grooming, dan
vocalisation.

4.2 Focal sampling


Berikut adalah Gambar 4.2 yang menunjukkan proporsi individu
Macaca fascicularis terhadap perilaku tertentu dalam 4 periode pengamatan
yaitu periode 1 (06.00-08.00 WIB), periode 2 (11.00-13.00 WIB), periode 3
(16.00-18.00 WIB), dan periode 4 (19.00-21.00 WIB). Berbagai perilaku
dilakukan oleh monyet berekor panjang selama pengamatan focal sampling,
antara lain dikelompokkan pada tipe perilaku agonistik, resting, locomotion,
grooming, foraging, dan interaction. Diantara berbagai tipe perilaku tersebut,
resting mempunyai durasi yang paling tinggi yaitu 7000 detik, artinya monyet
yang diamati paling lama melakukan perilaku resting atau istirahat.
Selanjutnya perilaku dengan durasi kedua tertinggi adalah locomotion dengan
durasi sekitar 6000 detik, dan foraging berdurasi sekitar 3000 detik. Sementara
perilaku lainnya hanya berdurasi dibawah 2000 detik. Berdasarkan data ini,
maka dapat diketahui bahwa beberapa perilaku yang penting bagi monyet ekor
panjang dalam keseharaiannya adalah resting, locomotion, dan foraging.

9000
8000
Durasi perilaku (detik)

7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
agonistik grooming resting interaction locomotion mating foraging
tipe perilaku
periode 1 periode 2 periode 3 periode 4

Gambar 4.2 Durasi beberapa tipe perilaku yang dilakukan Macaca fascicularis
pada 4 periode
Berdasarkan uji statistik dengan analisis Two-way ANOVA pada
perbandingan durasi perilaku (Lampiran C) didapatkan nilai sig.durasi pada
tipe perilaku < taraf signifikansi yang digunakan yakni 0.007 > 0.05 yang
artinya terdapat perbedaan nyata antar durasi perilaku pada Macaca fasciclaris
yang satu dengan Macaca fasciclaris lainnya yang signifikan dalam 4 periode
pengamatan yang dilakukan dengan taraf signifikansi 0.95. Sedangkan pada
pengamatan uji Post hoc Tukey test HSD (Lampiran D) diperoleh urutan
perilaku dengan durasi tertinggi ke rendah antara lain resting, lokomosi,
foraging, grooming, interaksi, dan perilaku kawin. Sinaga (2010) menyatakan
bahwa aktifitas resting sering dilakukan oleh monyet ekor panjang dan
dilakukan di tajuk-tajuk pohon karena tajuk pohon yang rindang merupakan
tempat yang disukai monyet ekor panjang. Selain itu menurut Widarteti (2009)
menyatakan bahwa aktifitas istirahat merupakan aktifitas yang penting
dilakukan oleh individu setelah melakukan aktifitas makan.
Selanjutnya berdasarkan uji statistik dengan analisis Two-way ANOVA
pada perbandingan frekuensi perilaku (Lampiran E) didapatkan nilai sig. durasi
pada tipe perilaku < taraf signifikansi yang digunakan yakni 0.047 > 0.05 yang
artinya terdapat perbedaan nyata antar frekuensi perilaku pada Macaca
fasciclaris yang satu dengan Macaca fasciclaris lainnya yang signifikan dalam
4 periode pengamatan yang dilakukan dengan taraf signifikansi 0.95.
Sedangkan pada pengamatan uji Post hoc Tukey test HSD (Lampiran F)
diperoleh nilai mean difference semua frekuensi perilaku menunjukkan hasil
positif yang lebih banyak terdapat pada periode 3 yang menandakan frekuensi
perilaku dari monyet ekor panjang di kawasan TWA Pangandaran yang diamati
pada periode 3 lebih dominan daripada periode 1, 2, dan 4 berdasarkan mean
differencenya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brookei (2012) yang
menyatakan bahwa Monyet ekor panjang memiliki jam aktif antara pukul
08.00-10.00 dan 15.00-17.00, waktu aktif ini dipengaruhi oleh cuaca, jika
cuaca cerah monyet ekor panjang akan cenderung melakukan banyak aktifitas.
Hal inilah yang menyebabkan pada periode 3 yang diamati terhadap monyet
ekor panjang di area Balai TWA Pangandaran, frekuensi perilaku menjadi
dominan pada periode 3 yakni antara pukul 14.00-18.00 yang menandakan
banyaknya perilaku yang dilakukan.
Gambar 4.3 Diagram kinematik beberapa perilaku
Berdasarkan gambar 4.3 diagram kinematik diatas, perilaku dominan
monyet berekor panjang adalah istirahat (resting) dan bergerak (locomotion),
tanda panah yang besar dan tebal diantara mengindikasikan bahwa sekuens
perilaku tersebut dimunculkan secara resiprokal dengan frekuensi tinggi.
Menurut Puspitasari et.al (2011) dan aktivitas bergerak dan istirahat
merupakan perilaku yang sering terlihat pada monyet ekor panjang. Aktivitas
bergerak pada Macaca fascicularis dipengaruhi oleh kelimpahan makanan
dan faktor lingkungan seperti suhu. Suhu yang tinggi dan tidak diimbangi
kelimpahan makanan yang tinggi akan menurunkan mobilitas dari monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis) karena tiap spesies mempertimbangakan
cost and benefit dalam melakukan aktivitas motorik.
Aktivitas bergerak pada monyet ekor panjang meliputi kegiatan
berjalan, memanjat, melompat dan berpindah tempat dengan menggunakan
keempat kakinya atau secara quadripedal. Aktivitas ini tentunya memakan
energi yang cukup tinggi karena didukung dengan kondisi mikroklimat pada
TWA/CA Pangandaran yang menunjukkan kelembaban hingga 82 % namun
agak panas (Chalmers,1979) sehingga aktivitas ini diikuti oleh istirahat
(resting). Aktivitas istirahat (resting) merupakan aktivitas non sosial yang
terjadi didalam suatu populasi berupa duduk,berdiri,berbaring dan menatap
sekeliling.Aktivitas ini sering dilakukan oleh monyet ekor panjang ketika
telah melakukan aktivitas bergerak kemudian beristirahat dengan memandang
area sekelilingnya (Md Zain et.al,2010). Aktivitas resting ini juga didahului
oleh aktivitas mencari makan (foraging) ,hal ini dilakukan pada spesies
monyet ekor panjang akan berusaha untuk memulihkan energi dan hasil
pengamatan pada penelitian ini serupa dengan Widarteti et.al (2009) bahwa
aktivitas istirahat merupakan aktivitas yang penting dilakukan oleh individu
setelah melakukan aktivitas.
Disamping itu hasil pengamatan menjelaskan bahwa perilaku monyet
ekor panjang di TWA/CA Pangandaran telah teradaptasi oleh keberadaan
manusia dimana seringkali sampah di kawasan tersebut sering dijadikan oleh
spesies ini untuk mencari makan dan tak jarang beberapa individu secara
soliter maupun berkelompok berusaha menarik perhatian pengunjung untuk
memberikan makan sehingga tentunya banyak energi yang dikeluarkan
sehingga hal ini menjelaskan mengapa perilaku locomotion sangat
berhubungan erat dengan perilaku foraging dan resting, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan energi per satuan waktu.Aktivitas grooming juga diikuti
oleh aktivitas resting pada diagram kinematik. Aktivitas grooming merupakan
aktivitas membersihkan diri dari organisme parasit seperti kutu yang berada
pada rambut spesies monyet ekor panjang dan terkadang spesies ini juga
mengonsumsi organisme tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi tiap
individu sehingga kedua perilaku ini berasosiasi dalam aktivitas harian
Macaca fascicularis (Md Zain et.al, 2010).Aktivitas grooming pada monyet
ekor panjang sering dilakukan oleh betina pada anaknya serta kebanyakan
individu dominan atau yang hierarkinya lebih tinggi menerima grooming dari
individu yang struktur hierarkinya lebih rendah (Lazaro – Perea et.al ,2004).

4.3 Etogram Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)


Tabel 4.1 menyajikan etogram perilaku monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) menunjukkan bahwa perilaku yang teramati pada monyet ekor
panjang diklasifikasikan menjadi agonistic behavior, social behaviour dan
non social behaviour.
Tabel 4.1 Etogram monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
Klasifikasi perilaku Tipe perilaku Perilaku Deskripsi

Posisi badan siaga, kepala


condong ke depan, mata
Threat grin memandang target, dan
menyeringaikan giginya sambil
maju menuju target
Agonistic
Aggresive
Behaviour Posisi badan membungkuk dan
Chasing
mengejar target/lawan

Bergulat dengan intra maupun


Fighting interspecies, mengeluarkan
suara yang mengancam
Betina menggendong anaknya
Nursing/caring di bagian dada, sesekali
mengelus kepala anaknya

Anak berada di pangkuan ibu


Lactating dan menarik puting susu ibu
dengan mulutnya

Interaction Cenderung dilakukan oleh


Playing individu muda seperti menarik-
narik ekor dan saling mengejar

Dilakukan oleh semua umur


dalam kawanan ketika
Vocalizations meminta makanan, memanggil
kawanan dan mencari
perhatian

Memanjat batang utama pohon


menuju ke ujung ranting yang
lebih rendah, menatap ke
Social behaviour Display Branch shaking pengunjung, kedua tangannya
mencengkeram ranting, dan
menggetarkan ranting tersebut

Berjalan dengan mendekati


Approaching
betina yang reseptif

Posisi badan betina secara


quadripedal dan
mencondongkan bagian
Copulation
Mating posterior lalu jantan menaiki
pantat dengan posisi kopulasi
beberapa detik

Mendekati bagian posterior


Chemical
dari betina lalu mengendus
sensing
saluran vagina

Posisi duduk kaki terlipat 90,


Grooming Autogrooming salah satu tangannya
mengambil ekor kemudian
dibawa kedepan dan berkutu-
kutuan

Jantan duduk didepan betina


dengan posisi duduk kaki
Alogrooming terlipat 90 dan jantan mulai
berkutu-kutuan di punggung
betina

Berjalan dengan empat kaki


dimulai dengan tangan kanan,
Walking kaki kiri, tangan kiri dan kaki
kanan

Berlari menggunakan tangan


Locomotion kanan dan kiri secara simultan
Running kemudian dilanjutkan dengan
kaki kanan dan kaki kiri secara
simultan

Memanjat batang utama pohon


Climbing dengan pola pergerakan seperti
walking
Non-social
Proses memilih dan mencari
behaviour
makanan menggunakan kedua
Searching
tangannya dengan posisi badan
Foraging duduk

Eating Memasukkan makanan


kedalam mulutnya dengan
salah satu atau kedua tangan

Standing Posisi berdiri menggunakan


dua kaki

Sitting Posisi duduk dengan dua kaki


Resting terlipat membentuk sudut 90°

Laying Posisi duduk dengan kaki


terlipat 90° diikuti dengan
merebahkan badan dan semua
anggota gerak terlentang pada
salah satu cabang pohon

Sleeping Menaiki batang utama pada


pohon hingga cabang tertinggi
lalu duduk dan tidur

Perilaku agonistik pada Macaca fascicularis yang teramati pada


TWA/CA Pangandaran adalah tipe perilaku agresif, dengan macam perilaku
threat grin, yaitu dengan posisi siaga dengan kepala serta badan condong ke
depan kemudian mata mengarah pada target sambil menyeringaikan gigi
kemudian perilaku chasing yaitu diawali dengan posisi badan membungkuk
dan mengejar target atau lawan dan yang terakhir adalah perilaku fighting yaitu
perilaku bergulat dengan intra maupun interspesies. Menurut Joshi (2014)
perilaku agresif merupakan pola perilaku normal yang muncul pada semua
hewan dan sangat penting untuk kelangsungan hidup organisme. Perilaku juga
melibatkan respons yang kompleks dari sistem saraf dan hormone yang
kompleks. Beberapa stimulus dari perilaku ini adalah karena adanya pergantian
musim, masalah teritori, status sosial dan kebutuhan sumber daya terutama
makanan pada hewan tersebut.
Klasifikasi perilaku yang kedua adalah social behaviour. Social
behaviour merupakan perilaku yang sangat umum di Macaca fascicularis
karena primata ini merupakan salah satu primata yang mempunyai kehidupan
sosial yang sangat tinggi dan bergantung satu sama lain (Lee, 2012), sehingga
terdapat beberapa tingkatan struktur hierarki sosial dari spesies ini yaitu
individu dominan dan subordinat baik betina maupun jantan.Perilaku sosial
yang teramati pada penelitian ini meliputi interaction dengan tipe perilaku
nursing/caring yaitu mengasuh dan menjaga anaknya, lactating yaitu anak
yang menyusu induk, playing yaitu aktivitas yang kebanyakan dilakukan oleh
individu muda seperti menarik-narik ekor dan saling mengejar dan
vocalizations yang dilakukan oleh semua umur dalam kawanan ketika meminta
makanan,memanggil kawanan dan mencari perhatian. Lalu tipe perilaku yang
kedua adalah display dengan tipe perilaku branch shaking yaitu memanjat
batang pohon dan menuju ke ujung ranting yang lebih rendah,menantap
pengunjung ,kedua tangannya mencengkeram ranting dan menggetarkan
ranting. Perilaku display ini merupakan perilaku yang dimunculkan ketika
suatu spesies memberi tanda ataupun sinyal pada sesama spesiesnya seperti
untuk ritual kawin dan perilaku agonistik (Djuwantoko et.al,2008).
Tipe perilaku berikutnya adalah mating yaitu perilaku kawin terdapat
beberapa macam perilaku kawin yang teramati antara lain perilaku
approaching adalah perilaku berjalan mendekati betina, kemudian dilanjutkan
dengan perilaku chemical sensing yaitu mengendus bagian pantat dari betina
untuk menentukan apakah betina tersebut merupakan betina yang reseptif
dengan sinyal berupa feromon seks (Lee, 2012) dan dilanjutkan dengan
perilaku copulation yaitu diawali dengan perilaku mounting oleh jantan pada
betina dan dengan posisi badan betina yang quadripedal. Penaikan pada betina
didahului dengan isyarat (puckering) seperti bersungut-sungut pada betina
yang ingin dinaiki,hal ini terjadi umumnya pada jantan yang subordinat yang
ingin mengawini betina dengan tingkat hierarki sosial lebih tinggi namun pada
jantan yang alpha biasanya langsung menaiki (Eimerls dan De Vore, 1984).
Tipe perilaku yang terakhir adalah grooming dengan macam perilaku auto-
grooming dan allo-grooming,yaitu perilaku yang dimunculkan karena
bertujuan untuk membersihkan diri namun perilaku allo-grooming untuk
memperkuat ikatan sosial diantara sesama anggota dalam grup ,baik jantan
maupun betina (Marulitua, 1995).
Aktifitas non-sosial adalah aktivitas macaca yang meliputi aktivitas
bergerak (locomotion), makan (foraging) dan inaktif (resting). Aktivitas
istirahat merupakan tipe perilaku yang dominan dilakukan monyet ekor
panjang setiap harinya. Berbagai perilaku istirahat yang biasa dilakukan
monyet ekor panjang adalah berdiri (standing), duduk-duduk (sitting),
berbaring (laying), dan tidur (sleeping). Macaca fascicularis biasanya
beristirahat setelah bermain dan setelah makan. Aktivitas istirahat Macaca
fascicularis juga dipengaruhi oleh suhu udara lingkungan, sehingga isirahat
cenderung dilakukan pada siang hari karena suhu lingkungan yang lebih panas
(Nasution et al., 2011).
Tipe perilaku non-sosial lainnya adalah aktivitas bergerak atau moving
yang merupakan salah satu aktivitas dominan dilakukan oleh monyet berekor
panjang ini. Aktivitas bergerak atau mengembara ini dipengaruhi oleh
keberadaan makanan dan cenderung berpindah untuk mencari tempat bernaung
saat cuaca panas atau hujan (Lee, 2012; Maida et al., 2015). Berdasarkan
pengamatan, aktivitas moving yang muncul terdiri atas berjalan, berlari,
memanjat, serta berpindah dari dahan yang satu ke dahan yang lain. Hal yang
sama disampaikan oleh Lee (2012), bahwa bergerak merupakan kegiatan
berjalan, memanjat, melompat, dan berpindah tempat. Monyet ekor panjang
atau Macaca fascicularis, merupakan salah satu satwa primata yang
menggunakan kaki depan dan belakang dalam berbagai variasi untuk berjalan
dan berlari (quan-drapedalisme).
Aktivitas foraging pada dasarnya rutinitas harian yang selalu dilakukan
oleh monyet berekor panjang namun cenderung meningkat pada sore hari
karena monyet memerlukan cadangan makanan sebelum mereka tidur dan
melakukan aktivitas di keesokan harinya. Perilaku foraging terdiri atas
perilaku mencari-cari makanan dan memasukan makanannya ke dalam mulut.
Menurut Lee (2012), sekuens perilaku makan pada macaca diawali dengan
mengambil makanan, memasukkan makanan ke dalam mulut, menyimpan
makanan di kantung pipi, mengunyah, menelan makanan. Perilaku makan pada
macaca dipengaruhi oleh ukuran tubuh, kondisi gigi, ketersediaan makanan,
penggunaan indera penglihatan, olfaktori, sistem hirarki, dan kompetisi dengan
individu dalam populasi yang berbeda ataupun dalam populasi yang sama
(Karyawati, 2012).

4.4 Etogram Hewan Sekunder


Berikut adalah tabel 4.2 yang menyajikan etogram beberapa hewan sekunder
yang teramati selama 2 periode yaitu rentang waktu 08.00-11.00 dan 13.00-
14.00.
Tabel 4.2 Etogram hewan sekunder
Waktu Hewan Perilaku Deskripsi Gambar/video
08.31 Biawak Lokomosi Pola berjalan
(Varanus bergantian (kaki
salvator) kanan depan maju
bersamaan kiri
belakang)

Alarming Menengok secara


tiba-tiba lalu
terdiam dan lari
dengan cepat

08.37 Bajing Climbing Berjalan dipohon


(Callosciurus kayu secara
notatus) vertikal
menggunakan
cakar kecil
ditangan dan
kakinya.

Foraging Bajing menjilat-


jilat batang pohon
untuk
mendapatkan
getahnya
08.43 Burung Lokomosi Berjalan dengan
merak (Pavo dua kaki secara
cristatus) bergantian sambil
melihat-lihat
keadaan sekitar

Foraging Mematuk-
matukan paruh ke
tanah sambil kaki
yang mengais

09.00 Burung Lokomosi Berpindah dengan


gereja cara melompat-
(Passer lompat dengan
montanus) kedua kakinya

Flying Melayang di
udara sambil
mengepakkan
kedua sayap

Foraging Mematuk-
matukan paruh ke
tanah sambil kaki
yang mengais
15.11 Sunda Resting Berdiam di batang
Flying utama pohon
Lemur secara vertikal
(Galeopterus dengan cara
variegatus) mencengkram
batang pohon
dengan kuku

Foraging Anak lemur


meunculkan
kepala dari
pelukan induk
agar dapat
mencapai daun
muda
disekitarnya.

12.30 Ikan glodok Freezing Ikan glodok


(Gobbidae) berdiam pada batu
karang tanpa
melakukan
gerakan apapun
kecuali
pergerakan insang

Lokomosi Ikan glodok


berpindah sangat
cepat
menggunakan
kibasan ekornya

Biawak termasuk hewan diurnal yaitu hewan yang beraktivitas di siang


hari. Aktivitas dimulai pagi hari sekitar 06.05 dengan mencari makan lalu
berjemur pada siang hari setelah itu kembali mencari makan dan istirahat di
liangnya pada malam hari sekitar 17.15. Biawak lebih senang menghabiskan
aktivitas di daerah terbuka dibanding di dalam hutan. Namun untuk biawak muda
biasanya lebih suka menghabiskan waktu diatas pohon karena merasa lebih aman
dari predator (Bennet, 1995).
Perilaku lokomosi biawak terbilang tidak terlalu cepat dalam keadaan
normal. Namun biawak yang merasa terancam dan agresif dapat bergerak sangat
cepat dan gesit. Pola lokomosi biawak hampir sama dengan hewan quadripedal
lainnya yaitu bergantian. Biawak bergerak dengan melangkahkan kaki kanan
depan bersamaan kaki kiri belakang dan sebaliknya. Biawak dapat berlari lebih
cepat dari manusia karena memiliki struktur tubuh yang ramping dan otot kaki
yang kuat. Dalam kondisi apapun biawak mempunyai perilaku unik yaitu
menjulu-julurkan lidahnya baik saat diam maupun bergerak. Perilaku
menjulurkan lidah ini merupakan bentuk pengindraan lingkukngan sekitar. Pada
lidah biawak banyak terdapat kemoreseptor yang berfungsi mendeteksi mangsa
atau keberadaan pemangsa (De Lisle, 2007).
Bajing merupakan mamalia pengerat famili sciuridae. Walaupun terlihat
serupa, bajing dan tupai merupakan hewan yang berbeda. secara anatomi tupai
memiliki moncong yang lebih panjang dari bajing. Selain itu makanan bajing
merupakan buah dan biji-bijian sedangkan tupai termasuk pemakan serangga.
bajing termasuk hewan diurnal yang beraktivitas di siang hari. Bajing biasa mulai
beraktivitas dari pukul 08.00 hingga 17.00 untuk beristirahat dalam liang
pohonnya. Aktivitas bajing sebagian besar dilakukan diatas pohon maka dari itu
lokomosi bajing kebanyakan adalah climbing, running, dan jumping antar dahan
pohon. Perilaku climbing, running, maupun jumping dilakukan hampir dengan
cara yang sama. Bajing bergerak dengan menggerakkan anggota gerak depan
secara bersamaan lalu diikuti anggota gerak belakang. Gerakan terlihat seperti
lompatan kecil ketika dilakuakn berulang. Namun jika dalam kondisi perlahan
bajing juga dapat menggerakkan anggota geraknya seperti hewan quadripedal
lainnya (Morgart, 1985).
Bajing menunjukkan perilaku foraging ketika pagi, siang, dan sore hari.
Makanan bajing biasanya berupa buah-buahan dan kacang-kacangan. Bajing
sangat suka dengan makanan manis yang mengandung banyak air. Maka tidak
jarang bajing juga suka mencari madu atau getah pohon yang dapat dikonsumsi
dengan menjilatnya (Bradley, 1968).
Perilaku lokomosi burung merak terdiri dari walking dan flying. Perilaku
berjalan burung merak yaitu berjalan secara bergantian antar kaki kanan dengan
kaki kiri mirip seperti ayam. Sedangkan perilaku terbang burung merak cukup
unik karena burung merak tidak dapat terbang sangat tinggi dalam waktu yang
lama. Burung merak terbang menggunakan kedua sayapnya namun harus dengan
bantuan dorongan kedua kaki atau dahan-dahn pohon sekitar untuk mencapai
tempat yang lebih tinggi (Bundle, 2003). Perilaku mencari makan burung ada
berbagai jenis strategi yang dilakukan sesuai dengan morfologi, habitat, dan jenis
makanannya. Perilaku mencari makan berdasarkan jenis makanan yaitu pemungut
(glean) untuk burung pemakan biji, buah, dan benih; penyambar (attack) untuk
burung pemakan serangga dan daging, penyelam (dive) untuk burung yang
makanan utamanya hidup perairan dalam; penyaring (filter) untuk burung
pemakan invertebrata kecil seperti cacing; dan penghisap (suck) untuk burung
pemakan nektar. Perilaku mencari makan burung merak termasuk pemungut
(glean) karena burung merak merupakan pemakan general dari biji, buah,
serangga kecil. Burug merak mencari makan dengan cara mematu-matuk area di
sekitarnya dan terkadang melukan perilaku mengais tanah untuk menemukan
makanannya. Burung merak termasuk hewan diurnal sehingga dapat perilaku
mencari makanan ini dapat ditemukan mulai dari pukul 05.30 hingga 17.30
(Thankappan, 1974).
Perilaku terbang pada burung gereja digunakan sebagai lokomosi untuk
mencari makan, breeding, mating, dan menghindari pemangsa. Perilaku terbang
burung merupakan straight pattren karena burung gereja mempunyai jenis sayap
elliptical wings. Karakteristik elliptical wings yaitu berbentuk pendek bulat,
mempunyai aspek rasio yang rendah, mempunyai manuver tinggi untuk terbang
diantara dahan. Jenis sayap ini biasanya biasanya dimiliki burung non-migrasi
seperti forest raptor dan Passerines (Bundle, 2003).
Perilaku foraging burung gereja dipengaruhi oleh morfologi paruh dan
jenis makanannya. Burung gereja secara umum merupakan pemakan benih (grain
eating) sehingga memiliki bentuk paruh yang kecil dan tidak terlalu lancip. Hal
tersebut menjadikan perilaku mencari makan burung gereja adalah pemungut
(glean). Burung ini termasuk hewan yang hidup secara berkelompok sehingga
dapat ditemukan burung gereja dalam jumlah tertentu saat beraktivitas terutama
mancari makanan (Moller, 1988).
Sunda flying lemur merupakan hewan nokturnal yang menghabiskan
waktunya beristirahat sepanjang siang hari diatas pohon. Sekitar pukul 18.00
biasanya lemur ini mulai beraktivitas dan banyak melakukan gliding diantara
pepohonan. Mereka biasanya lebih suka dengan pohon dengan kanopi yang
rimbun dan menancapakan kuku-kuku mereka pada batang pohon agar tidak jatuh.
Lokomosi lemur ini terdiri dari climbing dan gliding (Agoramoothy, 2006).
Sunda flying lemur memanjat dengan cara meregangkan badan dan
menancapkan aggota gerak depan lebih tinggi lalu diikuti dengan lompatan dari
kaki belakang. Sedangkan perilaku terbang dilkukan dengan cara merentang
gliding membran (sejenis kulit) yang terhubung dari leher, sepanjang keempat
kaki hingga jari-jari. Dengan bantuan dorongan kaki belakang dan ketinggian
tertentu maka lemur ini dapat melayang dengan jarak lebih dari 100m dengan
ketinggian 10 m. Hewan ini termasuk arboreal dan sangat lemah jika hidup di
permukaan tanah (Beatson, 2014). Sunda flying lemur merupakan hewan
omnivora namun lebih suka memakan bagian tanaman yang lunak seperti daun,
bunga, buah, nektar, dan getah. Lemur ini biasanya memilih daun muda yang
mengandung sedikit kalium dan nitrogen namun banyak mengandung tanin.
Ikan gelodok atau yang biasa disebut ikan tembakul ini adalah anggota
famili gobidae dan genus periopthalmus. Ikan gelodok termasuk ikan amphibi
yang dapat berjalan menggunakan sirp bagian dada. Ikan ini memiliki daya
adaptasi tinggi di habitat intertidal dan dapat menyembunyikan dirinya dari
gangguan pasang surut air laut. Ketika dalam air, ikan glodok cenderung berdiam
di dasar pantai atau diatas batu tanpa melakukan gerakan tertentu kecuali gerakan
insang. Namun ikan ini menjadi sangat cepat dan tidak terlihat saat melakukan
perpindahan terutama saat merasa dirinya terancam (Siregar, 2014).
Lokomosi ikan glodok yaitu berupa berenang saat diair dan melompat saat
didarat. Saat berenang ikan glodok cenderung menggunakan kekuatan kibasan
ekor dan sedikit bantuan sirip bagian dada. Sedangkan saat melompat di darat ikan
glodok cenderung hanya mengandalkan otot-otot dan sirip di bagian dada. Ikan
glodok termasuk hewan diurnal yang beraktivitas di siang hari dan beristirahat di
liang pasir atau lumpur saat malam hari (Suke, 2014).
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan terhadap pengamatan
perilaku aktivitas harian monyet ekor panjang, maka kesimpulannya adalah:
1. Pola perilaku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selama 8 jam
melalui metode adlibitum adalah agonistik, interaksi, foraging, resting,
display, lokomosi, grooming, dan mating.
2. Proporsi individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) terhadap
beberapa perilaku dalam aktivitas hariannya selama 8 jam melalui metode
scan sampling adalah yang tertinggi 0,52 untuk proporsi individu yang
melakukan perilaku moving pada periode 1, dan proporsi individu sebesar
1 yang melakukan perilaku resting pada periode 4.
3. Durasi aktivitas harian monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
selama 8 jam melalui metode focal sampling adalah yang tertinggi yaitu
perilaku lokomosi dan resting dengan durasi masing-masing 7000 dan
6000 detik, diikuti oleh perilaku foraging 3000 detik, dan perilaku
agonistik, interaksi, mating, dan grooming yang kurang dari 2000 detik.
4. Pola perilaku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selama 8 jam
menggunakan diagram kinematik adalah perilaku lokomosi, diikuti
perilaku istirahat, mencari makan, diikuti istirahat, kemudian perilaku
membersihkan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Agoramoorthy G., Sha C.M., Hsu M.J. 2006. "Population, diet and conservation of
Malayan flying lemurs in altered and fragmented habitats in Singapore".
Biodiversity and Conservation 15: 2177–218.
Angst, W. 1975. Basic data and concepts on the social organization of Macaca
fascicularis. Primate behavior 4 : 325-388
Assefa, N. & Yosief T. 2003. Human Anatomy and Physiology. Diakses dari
http://www.cartercenter.org/.../LN_human_anat_final.pdf pada 17 Mei 2016
pukul 17.45 WIB.
Baetson, K. 2014. “Galeopterus variegates: Sunda Flying Lemur”. Animal Diversity.
Universiy of Michigan. [online]
http://animaldiversity.org/accounts/Galeopterus_variegates/. Diakses pada
tanggal 17 Mei 2016. Pukul 17.05.
Bennet, D. 1995. Monitor Lizard: Natural History, Biology and Husbandry. Second
Edotion. Fankrut.
Boccia., Maria L., Laudenslager, Mark., dan Reite, Martin. 1988. “Food Distribution,
Dominance, and Aggressive Behaviors in Bonnet Macaques”. American
Journal of Primatology. 6: 123-130.
Bradley, W. G. (1968). "Food habits of the antelope ground squirrel in southern
Nevada". Journal of Mammalogy. 49(1): 14–21.
Bundle, M.W and Dial, K.P. (2003). "Mechanics of wing-assisted incline running
(WAIR)". The Journal of Experimental Biology 206(24): 4553–4564.
Bunlungsup S, Imai H, Hamada Y, Gumert MD, San AM, Malaivijitnond S, Am J
Primatol. 2015. “Morphological Characteristics and Genetic Diversity of
Burmese Long-Tailed Macaques (Macaca fascicularis aurea)”. doi:
10.1002/ajp.22512.
Chalmers N. 1979. Social Behaviour In Primates. London: Edward Arnold (Publisher)
Limited.
Djuwantoko, Retno, N.U., Wiyono. 2008.Perilaku Agresif Monyet, Macaca
fascicularis (Raffl es, 1821) terhadap Wisatawan di Hutan Wisata Alam
Kaliurang, Yogyakarta.BIODIVERSITAS. 9(4): 301-305.
De Lisle, H. F. 2007. “Observation on Varanus s. salvator in North Sulawesi”. Biawak
1(2): 59-66. International Varanid Interest Group.
Eimerl S dan De Vore L.1984.Primata.Tira Pustaka,penerjemah : Pustaka Time-Life.
Jakarta: PT Dainippon Gita Karya Printing.Terjemahan dari The Primates.
Eudey, Ardith A. 2008. “The Crab-eating Macaque (Macaca fascicularis):
Widespread and Rapidly Declining”. Primate Conservation, Vol. 23 : pp. 129-
132.
Giri, M. S. 2014. “Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Desa Baru
Pangkalan Jambu Kec. Pangkalan Jambu, Kab. Merangin”. Diakses dari
http://www.kerinciseblat.dephut.go.id pada 17 Mei 2016.
Hambali, K., Ismail., A., Zulkifli, S.Z., Md-Zain, B.M., Amir, A., Firdaus. 2014. “Diet
of Long-Tailed Macaques (Macaca fascicularis) at the Entrance of Kuala
Selangor Nature Park (Anthropogenic Habitat): Food Selection that Leads to
Human – Macaque Conflict. Acta Biologica Malaysiana. 3(2): 58-68.
Harvery, R., R. Martin, T. Clutton-Brock. 1987. “Life Histories in Comparative
Perspective. Pp. 181-196 in B Smuts, D Cheney, R Seyfarth, R Wrangham, T
Struhsaker, eds “. Primate Societies. Chicago and London : The University of
Chicago Press.
IUCN.2000. “Red List of Threatened Species”. [online]
http//www.incnredlist.org/search/details.php/12551/summ. Diakses pada 18
Mei 2016 pukul 22.30 WIB.
Karmilah, S.N., Deni, S., Jarulis. 2013. Perilaku Grooming Macaca fascicularis
Raffles,1821. di Taman Hutan Raya Rajolelo Bengkulu. Konservasi Hayati.
09(2): 16.
Karyawati, A. T. 2012. “Tinjauan Umum Tingkah Laku Makan pada Hewan Primata”.
Jurnal Penelitian Sains. 15(1): 44-47.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2008. “Data Kawasan Konservasi”.
http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-
konservasi/details/1/80. Diakses tanggal 16 Mei 2016 pukul 21.09 WIB.
Lazaro-Perea C, MF De Arruda, CT Snowdon. 2004. “Grooming as a reward: Social
function of grooming between females in cooperatively breeding marmosets.”
Anim. Behav., 67:627-636.
Lee, G.H. 2012. “Comparing the Relative Benefits of Grooming contact and
Fullcontact Pairing for Laboratory housed Adult Female Macaca fascicularis”.
Applied Animal Behaviour Science. 137: 157-165.
Maida, S., Izzati, A., Ni Wayan E., Febrianto, H., Hanny A. N., Nita, L., Oktavia, D.,
Herda, S. B. 2015. Aktivitas Harian Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) di Hutan Lindung Muara Angke, Jakarta Utara. Jakarta: KSP
Macaca Universitas Jakarta.
Marulitua, H. 1995. Beberapa Perilaku Sosial Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) di Cagar Budaya Ciung Wanara Ciamis Jawa Barat [Skripsi].
Bogor, Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.
Md -Zain BM, NA Sha’ari, M Mohd - Zaki, F Ruslin, NI Idris, MD Kadderi,WMR
Idris.2010. “A comprehensive population survey and daily activity budget on
long-tailed macaques of Universiti Kebangsaan Malaysia”. Journal of
Biological Sciences, 10 (7) : 608 -615.
Meishvili, N. V., Chalyan, V. G., Rozkova, Ya Yu. 2009. “The Causes of Intragroup
Aggression in Rhesus Macaques”. Neuroscience and Behavioural Physiology.
39(2): 147-151.
Moller, Anders Pape (1988). "Badge size in the house sparrow Passer domesticus".
Behavioral Ecology and Sociobiology. 22(5): 373–78.
Molles, M.C Jr.2010.Ecology : Concepts and Applications 5th Edition.McGraw-Hill –
New York.
Morgart, J. R. (May 1985). "Carnivorous behavior by a white-tailed antelope ground
squirrel Ammospermophilus leucurus". The Southwestern Naturalist 30 (2):
304–305.
Napier, J. R. and Napier, P.H. A.1976. Hand Book of Living Primate. Academic Press:
London.
Nasution, E. K., Swandyastuti, S.N.O., Wiryanto. 2011. “Aktivitas Harian dan
Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles) di Kawasan
Wisata Cikakak Wangon”. Prosiding Seminar Nasional Hari Lingkungan
Hidup. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Puspitasari. 2011. “Studi Perilaku Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis).”
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
Raffles. 1981. Macaca fascicularis.
http://www.discoverlife.org/mp/20q?search=Macaca+fascicularis. Diakses
tanggal 17 Mei 2016 pukul 20.01 WIB.
Riley, E. 2007. “The Human – Macaque Interface: Conservation Implications of
Current and Future Overlap and Conflict in Lore Lindu National Park,
Sulawesi, Indonesia. American Anthropologist. 109: 473-484.
Shively C, Kaplan J. 1984. “Effects of social factors on adrenal weight and related
physiology of Macaca fascicularis”. Physiol Behav. Nov;33(5):777-82.
Sinaga, S.M., Utomo, P., Hadi, S., Archaitra, N.A. 2010. Pemanfaatan Habitat oleh
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Kampus IPB Darmaga. Bogor:
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Siregar, Y.I. 2014. Kandungan Logam Beratkadmium (Cd) dan Timbal (Pb) Pada
Sedimen, Air Dan Ikan Tembakul (Periophthalmus sp.) di Perairan Dumai.
Jurnal Kajian Lingkungan. 1(2), pp.251-262.
Supriatna, J. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Suprihandini, W. 1993. Studi Variasi Ritme Aktivitas Populasi Monyet Ekor Panjang
(M. fascicularis Raffles 1821) Menurut Jenis Kelamin dan Kelas Kelompok
Umur di Pulau Tinjil Kabupaten Pandeglang Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor.
Fakultas Kehutanan, Institus Pertanian Bogor.
Suke, M.D. 2014. Kepadatan Populasi Ikan Gelodok (Periophthalmus
Argentilineatus) Pada Tegakan Mangrove Desa Bulalo Kecamatan Kwandang
Kabupaten Gorontalo Utara (Doctoral Dissertation, Universitas Negeri
Gorontalo).
Sutherland, W. J. dan Hill, D. A. 1995. Managing Habitats for Conservation. United
Kingdom : University Press Cambridge.
Suwarno. 2014. “Studi Perilaku Harian Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di
Pulau Tinjil”. Prosiding Seminar Nasional XI Biologi, Sains, Lingkungan, dan
Pembelajarannya. Surakarta: Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Thankappan Nair, P. (1974). "The Peacock Cult in Asia". Asian Folklore Studies 33
(2): 93–170.
Wheatley, B.P., 1980. Feeding and Ranging of East Bornean Macaca fascicularis. In
:The Macaques: Studies in Ecology,Behavior and Evolution, Lindburg,D.G.
(Ed.). Van Nostrand Reinhold Co., New York, pp: 215-246.
Widarteti. 2009. Perilaku Harian Lutung (Trachypithecus cristatus) di Penangkaran
Pusat Penylamatan Satwa Gadog Ciawi-Bogor. Zoo Indonesia. 18(1): 33-40.
LAMPIRAN

Lampiran A
Two Way Anova

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Proporsi

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2.368a 23 .103 101.497 .000


Intercept 1.333 1 1.333 1314.415 .000
Periode .000 3 .000 .000 1.000
Perilaku 1.179 5 .236 232.544 .000
Periode * Perilaku 1.189 15 .079 78.114 .000
Error .024 24 .001
Total 3.726 48
Corrected Total 2.392 47

a. R Squared = .990 (Adjusted R Squared = .980)

LAMPIRAN B
Post-Hoc Test
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Proporsi
Tukey HSD

95% Confidence Interval

Mean Difference Upper


(I) Perilaku (J) Perilaku (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Bound

Resting Moving .1608* .01592 .000 .1116 .2101

Grooming .4039* .01592 .000 .3547 .4532

Vocalization .4449* .01592 .000 .3957 .4941

Feeding .3589* .01592 .000 .3097 .4082

Interaction .3603* .01592 .000 .3111 .4095


Moving Resting -.1608* .01592 .000 -.2101 -.1116
Grooming .2431* .01592 .000 .1939 .2924
Vocalization .2841* .01592 .000 .2348 .3333
Feeding .1981* .01592 .000 .1488 .2473
Interaction .1995* .01592 .000 .1502 .2487
Grooming Resting -.4039* .01592 .000 -.4532 -.3547
Moving -.2431* .01592 .000 -.2924 -.1939
Vocalization .0410 .01592 .143 -.0083 .0902
Feeding -.0450 .01592 .087 -.0943 .0042
Interaction -.0437 .01592 .103 -.0929 .0056
Vocalization Resting -.4449* .01592 .000 -.4941 -.3957
Moving -.2841* .01592 .000 -.3333 -.2348
Grooming -.0410 .01592 .143 -.0902 .0083
Feeding -.0860* .01592 .000 -.1352 -.0367
Interaction -.0846* .01592 .000 -.1338 -.0354
Feeding Resting -.3589* .01592 .000 -.4082 -.3097
Moving -.1981* .01592 .000 -.2473 -.1488
Grooming .0450 .01592 .087 -.0042 .0943
Vocalization .0860* .01592 .000 .0367 .1352
Interaction .0014 .01592 1.000 -.0479 .0506
Interaction Resting -.3603* .01592 .000 -.4095 -.3111

Moving -.1995* .01592 .000 -.2487 -.1502

Grooming .0437 .01592 .103 -.0056 .0929

Vocalization .0846* .01592 .000 .0354 .1338

Feeding -.0014 .01592 1.000 -.0506 .0479

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = .001.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
LAMPRAN C. Perbandingan durasi perilaku

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Durasi_perilaku

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 15356931.286a 9 1706325.698 3.370 .014


Intercept 14613285.143 1 14613285.143 28.857 .000
Periode 1964133.429 3 654711.143 1.293 .307
Tipe_perilaku 13392797.857 6 2232132.976 4.408 .007
Error 9115205.571 18 506400.310
Total 39085422.000 28
Corrected Total 24472136.857 27

a. R Squared = .628 (Adjusted R Squared = .441)

LAMPIRAN D
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Durasi_perilaku
Tukey HSD

95% Confidence
Interval

Upper
Mean Difference Boun
(I) Tipe_perilaku (J) Tipe_perilaku (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound d
Agonistik Grooming 1243.
-419.2500 503.18998 .978 -2081.9926
4926

Resting -
-1940.2500* 503.18998 .016 -3602.9926 277.5
074

Interaction 1308.
-353.7500 503.18998 .991 -2016.4926
9926

Locomotion 88.74
-1574.0000 503.18998 .070 -3236.7426
26

Mating 1562.
-100.0000 503.18998 1.000 -1762.7426
7426

Foraging 992.9
-669.7500 503.18998 .829 -2332.4926
926
Grooming Agonistik 2081.
419.2500 503.18998 .978 -1243.4926
9926
Resting 141.7
-1521.0000 503.18998 .086 -3183.7426
426
Interaction 1728.
65.5000 503.18998 1.000 -1597.2426
2426
Locomotion 507.9
-1154.7500 503.18998 .298 -2817.4926
926
Mating 1981.
319.2500 503.18998 .995 -1343.4926
9926
Foraging 1412.
-250.5000 503.18998 .999 -1913.2426
2426
Resting Agonistik 3602.
1940.2500* 503.18998 .016 277.5074
9926
Grooming 3183.
1521.0000 503.18998 .086 -141.7426
7426
Interaction 3249.
1586.5000 503.18998 .067 -76.2426
2426
Locomotion 2028.
366.2500 503.18998 .989 -1296.4926
9926
Mating 3502.
1840.2500* 503.18998 .025 177.5074
9926
Foraging 2933.
1270.5000 503.18998 .208 -392.2426
2426
Interaction Agonistik 2016.
353.7500 503.18998 .991 -1308.9926
4926
Grooming 1597.
-65.5000 503.18998 1.000 -1728.2426
2426
Resting 76.24
-1586.5000 503.18998 .067 -3249.2426
26
Locomotion 442.4
-1220.2500 503.18998 .244 -2882.9926
926
Mating 1916.
253.7500 503.18998 .998 -1408.9926
4926
Foraging 1346.
-316.0000 503.18998 .995 -1978.7426
7426
Locomotion Agonistik 3236.
1574.0000 503.18998 .070 -88.7426
7426
Grooming 2817.
1154.7500 503.18998 .298 -507.9926
4926
Resting 1296.
-366.2500 503.18998 .989 -2028.9926
4926
Interaction 2882.
1220.2500 503.18998 .244 -442.4926
9926
Mating 3136.
1474.0000 503.18998 .102 -188.7426
7426
Foraging 2566.
904.2500 503.18998 .566 -758.4926
9926
Mating Agonistik 1762.
100.0000 503.18998 1.000 -1562.7426
7426
Grooming 1343.
-319.2500 503.18998 .995 -1981.9926
4926
Resting -
-1840.2500* 503.18998 .025 -3502.9926 177.5
074
Interaction 1408.
-253.7500 503.18998 .998 -1916.4926
9926
Locomotion 188.7
-1474.0000 503.18998 .102 -3136.7426
426
Foraging 1092.
-569.7500 503.18998 .910 -2232.4926
9926
Foraging Agonistik 2332.
669.7500 503.18998 .829 -992.9926
4926

Grooming 1913.
250.5000 503.18998 .999 -1412.2426
2426

Resting 392.2
-1270.5000 503.18998 .208 -2933.2426
426

Interaction 1978.
316.0000 503.18998 .995 -1346.7426
7426

Locomotion 758.4
-904.2500 503.18998 .566 -2566.9926
926

Mating 2232.
569.7500 503.18998 .910 -1092.9926
4926

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = 506400.310.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
LAMPIRAN C. Perbandingan frekuensi perilaku

ANOVA
Frekuensi_perilaku

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1004.931 3 334.977 3.086 .047


Within Groups 2496.476 23 108.542
Total 3501.407 26

LAMPIRAN E.
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Frekuensi_perilaku
Tukey HSD

Mean 95% Confidence Interval

(I) Periode (J) Periode Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Periode 1 Periode 2 -8.57143 5.56885 .432 -23.9821 6.8393

Periode 3 -10.71429 5.56885 .246 -26.1250 4.6964

Periode 4 4.47619 5.79625 .866 -11.5638 20.5162


Periode 2 Periode 1 8.57143 5.56885 .432 -6.8393 23.9821
Periode 3 -2.14286 5.56885 .980 -17.5536 13.2679
Periode 4 13.04762 5.79625 .139 -2.9924 29.0876
Periode 3 Periode 1 10.71429 5.56885 .246 -4.6964 26.1250
Periode 2 2.14286 5.56885 .980 -13.2679 17.5536
Periode 4 15.19048 5.79625 .068 -.8495 31.2305
Periode 4 Periode 1 -4.47619 5.79625 .866 -20.5162 11.5638

Periode 2 -13.04762 5.79625 .139 -29.0876 2.9924

Periode 3 -15.19048 5.79625 .068 -31.2305 .8495

Anda mungkin juga menyukai