Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan


gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency
Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang
yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun
mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar
bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal,
dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal,
ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan
bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan


menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh
lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat
AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah.
Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak
region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4
dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000)
merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup
dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara
2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan
jumlah terbesar sejak tahun 1981.

Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan


31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal

1
9 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka
100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979
HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan
karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat
estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000.
Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India,
yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

1.2 Tujuan Umum

Tujuan umum dari pemuatan makalah ini adalah untukmengetahui dan


melatih kemampuan kelompok mengenai asuhan keparawatan HIV.

1.3 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui tentang defenisi HIV
b. Untuk mengetahui tentang etiologi AIDS
c. Untuk mengetahui tentang klasifikasi HIV
d. Untuk mengetahui tentang patofisiologi HIV
e. Untuk mengetahui tentang WOC HIV
f. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis AIDS
g. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang HIV
h. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan HIV
i. Untuk mengetahui tentang komplikasi HIV
j. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan HIV

1.4 Rumusan Masalah


1.1.1.1 Apa yang dimaksud dengan HIV ?
1.1.1.2 Apa saja etiologi dari AIDS ?
1.1.1.3 Bagaimana klasifikasi HIV ?
1.1.1.4 Bagaimana patofisiologi dari HIV ?
1.1.1.5 Bagaimana WOC HIV ?
1.1.1.6 Apa saja manifestasi klinis AIDS ?
1.1.1.7 Apa saja pemeriksaan penunjang HIV ?
1.1.1.8 Apa saja penatalaksanaan HIV ?
1.1.1.9 Apa saja komplikasi HIV ?
2.1.1.10Apa saja asuhan keperawatan HIV

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konep Dasar Medis


2.1 Definisi
HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah dari penyakit yang mungkin terjadi
saat system imun dilemahkan oleh virus HIV. Pengertian AIDS menurut
beberapa ahli antara lain:
a. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah
200 atau kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV.
(Doenges, 1999).
b. AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit trus
menerus yang berkaitan dengan infeksi human immunodetciencv
virus (HIV)(suzane smelzher dan brende G. bare 2002)
Secara umum, definisi ini menyusun suatu titik dalam kontinum
penyimpangan HIV dimana penjamu telah menunjukan secara klinis
disfungsi imun. HIV (Human Immunodeficiency Virus). Termasuk salah
satu retrovirus yang secara khusus menyerang sel darah putih (sel T).
Retrovirus adalah virus ARN hewan yang mempunyai tahap ADN. Virus
tersebut mempunyai suatu enzim, yaitu enzim transkriptase balik yang
mengubah rantai tunggal ARN (sebagai cetakan) menjadi rantai ganda
kopian ADN (cADN). Selanjutnya, cADN bergabung dengan ADN inang
mengikuti replikasi ADN inang. Pada saat ADN inang mengalami
replikasi, secara langsung ADN virus ikut mengalami replikasi.

2.2 Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu


HTL,IILAV,RAV yang nama ilmianya disebut human immunodeficiency
virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang
ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
Diketahui bahwa virus dibawa dalam limfosit yang terdapat pada
sperma memasuki tubuh melalui mucosa yang rusak, melalui ASI,

4
kerusakan permukaan kulit.Ditularkan dari orang ke orang melalui
pertukaran cairan tubuh, termasuk darah,semen, cairan vagina dan air
susu ibu.

Faktor resiko :

1) Pria dengan homoseksual

2) Pria dengan biseksual

3) Pengguna IV drug

4) Transfuse darh

5) Pasangan heteroseksual dengan pasien infeksi HIV

6) Anak yang lahir dengan ibu yang terinfeksi

Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human


Immuno-deficiency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan
infeksi oleh HIV-2 didapatkan di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi
gambaran klinis yang hampir sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah
ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus ke tubuh)
sampai timbulnya penyakit lebih pendek.

Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :

a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan


seksual
b. Melalui darah, yaitu:
1) Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-
2) Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan
4) Transmisi dari ibu ke anak :
a) Selama kehamilan
b) Saat persalinan, risiko penularan 50%
c) Melalui air susu ibu(ASI)14%

2.3 Patofsiologi

5
HIV ditularkan melalaui kontak seksual, injeksi perkuatan
terhadap darah yang terkontaminasi, atau perinatal dan infeksi ibu ke
bayinya. Umumnya infeksi itu melalui jalur perkutan yaitu penggunaan
obat IV yang menggunakan jarum bergantian, tapi penularannya juga
berhubungan dengan transfusi darah yang terkontaminasi. Sejak tahun
1983, semua transfusi darah telah disaring dan penularan HIV melalui
transfusi darah sangat tidak mungkin.
Resiko bagi petugas perawatan kesehatan :
Petugas perawatan kesehatan dapat terinfeksi melalui jalur
perkutan jika mendapat cidera baik dari jarum suntik atau dari cidera
lain karena benda tajam yang terkontaminasi darah. Penelitian terhadap
resiko menunjukan bahwa lebih dari 1 % pekerjaan terpajan (dimana
sumbernya adalah pasien yang terinfeksi HIV) berperan terhadap
penularan. Meskipun penularannya jarang, pencegahan umum
direkomendasikan oleh CDC dan didukung oleh OSHA sebagai strategi
untuk menurunkan resiko ini. Petugas perawatan kesehatan di sarankan
untuk menghindari jarum suntik atau membran mukosa yang terpajar
darah semua pasien.
PMS dan HIV. Terdapat bukti kuat bahwa PMS lain, khususnya
yang dicirikan dengan ulserasi, meningkarkan resiko penularan HIV
seksual. Karena kegagalan sistem kekebalan, seseorang yang terinfeksi
HIV menjadi lebih rentan terhadap PMS lain. Faktor lain yang
berhubungan dengan meningkatnya resiko penularan seksual adalah
kegagalan untuk menggunakan kondom, kontak seksual sering,
hubungan seksual melalui anal, dan aktivitas seksual pada saat
menstruasi.

Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala


yang disebut sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi
virus pada umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit
tenggorok, mialgia (pegal-pegal di badan), pembesaran kelenjar dan
rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran
menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa

6
mingggu. Dalam waktu 3 – 6 bulan kemudian, tes serologi baru akan
positif, karena telah terbentuk antibodi. Masa 3 – 6 bulan ini disebut
window periode, di mana penderita dapat menularkan namun secara
laboratorium hasil tes HIV-nya masih negatif.
Setelah melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam
masa tanpa gejala. Pada masa ini virus terus berkembang biak secara
progresif di kelenjar limfe. Masa ini berlangsung cukup panjang, yaitu
5 10 tahun. Setelah masa ini pasien akan masuk ke fase full blown
AIDS. Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun )
adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam
respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya
kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu,
dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka system imun seluler
makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan
makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama
waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml
darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3
tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes
zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun
akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi.
Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap
AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau
apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS

7
2.4 Manifestasi klinis

1) Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenai


setiap sistem organ

2) Pneumonia disebabkan oleh protozoa pneumocystis carini (paling


sering digunakan pada AIDS) sangat jarang mempengaruhi orang
sehat.gejala : sesak nafas,batuk-batuk,nyeri dada,demam-tidak
teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat,sianosis,takipnea dan
perubahan status mental)

3) Gagal nafas dapat terjadi 2-3 hari

4) TBC

5) Nafsu makan menurun,mual,muntah

6) Diare merupakan masalah pada klien AIDS -50%-90%

7) Kandidiasis oral-infeksi jamur

8) Bercak putih dalam rongga mulut-idak diobati dapat dapat ke


esophagus dan lambung

9) Wasthing syndrome-penurunan BB/kaheksia (malnutrisi akibat


penyakit kronis,diare,anoreksia,amlabsorbsi gastrointestinal)

10) Kanker : klien AIDS insiden lebih tinggi-mungkin adanya stimulasi


HIV terhadap sel kanker yang sedang tumbuh atau berkaitan dengan
defesiensi kekebalan –mengubah sel yang rentan menjadi maligna

11) Sarcoma kaposis –kelainan maligna berhubungan dengan HIV


(paling sering ditemukan )-penyakit yang melibatkan endotel
pembuluh darah dan limfe.secara khas ditemukan sebagai lesi pada
kulit sebagian tungkai terutama pada pria .ini berjalan lambat dan
sudah diobati.lokasi dan ukuran lesi dapat menyebabkan statis aliran
vena,limfedema serta rasa nyeri.lesi ulserasi akan merusak integritas

8
kulit dan meningkatkan ketidak nyamanan serta kerentanan terhadap
infeksi.

12) Diperkirakan 80 % klien AIDS mengalami kelainan neurologis-


gangguan sistem saraf,perifer dan otonom,respon umum pada sistem
saraf pusat mencakup inflamasi,atropi,demielinisasi,degenerasi,dan
nekrosis

13) Herpes zoster-pembentukan vesikel yang nyeri pada kulit

14) Dermatitis seboroik-ruang yang difus,bersisik mengenai kulit kepala


dan wajah

15) Pada wanita : kandidiasis vagina –dapat merupakan tanda utamayang


menunjukan HIV pada wanita

2.5 Komplikasi
a) Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan
dan cacat
b) Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
dan isolasi social
2) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan
efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial
3) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik,
dan maranik endokarditis.
4) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)

c) Gastrointestinal

9
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit
dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d) Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan,gagal nafas.
e) Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus
dengan efek nyeri, gatal,rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f) Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik

a) Tes Serologi Antibodi (rapid test, CMIA, EIA, western blot). Dasar
diagnosis awal dan utama HIV, mendeteksi adanya antibodi yang
spesifik dibentuk oleh tubuh sebagai respon Antigen-Antibodi.

b) Rapid test merupakan tes cepat untuk mendeteksi antibodi terhadap


HIV dalam waktu singkat, kurang dari 20 menit, Enzyme
Immunoassay mendeteksi antibodi HIV-1 dan HIV-2, Western Blot
umum digunakan sebagai tes antibodi konfirmasi untuk kasus
sulit. Sebaiknya dilakukan setelah melewati masa jendela infeksi
HIV, yakni menurut WHO dan Permenkes RI adalah 2 minggu - 3
bulan sejak berperilaku berisiko atau terpapar HIV (masa jendela
merupakan masa yang dibutuhkan oleh tubuh untuk membentuk

10
antibodi terhadap HIV hingga dapat terdeteksi oleh alat
pemeriksaan).

c) Pemeriksaan umumnya dilakukan dengan alat dan reagen dengan


spesifitas dan sensitivitas yang tinggi, dan dengan alur penyaringan
yang dilakukan secara seksama, sehingga bila dilakukan sesuai
prosedur, kemungkinan terjadinya negatif atau positif palsu sangat
rendah. Negatif palsu dapat terjadi bila pemeriksaan dilakukan
sebelum masa jendela berakhir atau pada saat kondisi
imunokompromais. Positif palsu dapat terjadi akibat antibodi tubuh
terhadap antigen lain (non-HIV) terbaca sebagai antibodi HIV.

d) Hasil umumnya dikenal sebagai reaktif (bila terdapat reaksi antara


sampel darah dengan alat pemeriksaan, menandakan adanya antibodi
HIV), dan non-reaktif (tidak terdapat reaksi antara sampel darah
dengan alat pemeriksaan, menandakan tidak ditemukannya antibodi
HIV), dan hanya dapat ditentukan diagnosis positif atau negatif oleh
dokter yang telah memeriksa secara langsung/melayani VCT pada
pasien tersebut.

e) Laboratorium
Tes laboratorium untuk menetapkan diagnosis infeksi HIV dapat
dibagi dalam dua kelompok yaitu tes yang mencari adanya virus
tersebut dalam tubuh penderita :
1). Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

1. ELISA

2. Western blot

3. P24 antigen test

4. Kultur HIV

11
2). Tes untuk deteksi gangguan system imun.

1. Hematokrit.
2. LED
3. CD4 limfosit
4. Rasio CD4/CD limfosit
5. Serum mikroglobulin B2
6. Hemoglobulin
2.7 Penatalaksanaan medis

1. Terapi infeksi opurtunis


pedoman untuk terapi infeksi oputunis harus dikonsultasikan guna
mendapat rekomendasi terbaru , fungsi imun harus dtingkatkan
dengan mulai memberikan terapi yang sangat aktif sehingga lebih
cepat mengatasi infeksi oputunis.

2. Pneomunia pneumocystis
a) adalah terapi pilihan untuk PCP kortikoriod tambahan dimulai
sedini mungkin dan tentu saja dalam waktu 72 jam.
b) regimen terapeutik alternative ringan sampai sedang mencakup 1
daapson dan TMP primaquin dirambah klindamisin dan suspense
atoquon.
c) efek merugikan mencakup hipotensi ,gangguan metabolism
glukosa sehingga memicuterjadinya diabetes mellitus akibat
kerusakan pada pancreas ,kerusakan ginjal,disfungi hati dan
neutropenia .

3. Kompleks mycobacterium avium.


a) dewasa dan remaja yang terinfeksi HIV harus kemoterapi untuk
melawan penyakit komplek jika jumlah CD4 mereka berkurang dari 50 sel.
b) merupakan agens progfilaksis pilihan

12
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1.1 PENGKAJIAN PASIEN

a) Identitas pasien :
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, no.MR ,status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan terakhir, alamat,dll.
b) Keluhan Utama
Meliputi Klien mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu,
flu, pusing, dan diare
c) Riwayat kesehatan
Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang di alaminya
saat ini. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada keluarga yang mengidap penyakit menular seperti ini
sebelumnya.
d) Pola sehari-hari
Aktivitas/istirahat
Gejala : Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya
progresi kelelahan/malaise.
Perubahan pola tidur
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot
Respons fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD,
frekuensi jantung, pernapasan
Sirkulasi
Gejala : Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia), perdarahan
lama pada cedera (jarang terjadi)
Tanda : Takikardia, perubahan TD postural, Menurunnya volume nadi
perifer, Pucat atau sianosis, perpanjangan pengisian kapiler
Integritas
Gejala : Faktor stress yang berhubungan dengan
kehilangan.mis,dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain,
penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distress spiritual, Mengkuatirkan
penampilan: alopesia, lesi cacat, dan menurunya berat badan,
Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna,
rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi

13
Tanda : Cemas, depresi, takut, menarik diri, Perilaku marah,postur tubuh
mengelak, menangis, dan kontak mata yang kurang
Eliminasi
Gejala : Diare yang intermiten, terus menerus,sering dengan atau tanpa
disertai kram abdominal, Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi

Tanda : Feses encer dengan atau tanpa disertai mukus atau darah, Diare
pekat yang sering, Nyeri tekan abdominal, Lesi atau abes rektal,
perianal, Perubahan dalam jumlah warna, dan karakteristik urine.
Makanan/cairan
Gejala : Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali
makan, mual/muntah, Disfagia nyeri retrosternal saat menelan,
Penurunan berat badan yang cepat/, progresif
Tanda : Dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif, Penurunan
berat badan: perawakan kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot,
Turgor kulit buruk, edema (umum, dependen), Lesi pada rongga mulut,
adanya selaput putih dan perubahan warna,
Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.
Hygine
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi, Kekurangan dalam
banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
Neuronsensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Perubahan status mental, kehilangan
ketajamaman atau kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak
mampu mengingat dan konsentrasi menurun, Kerusakan sensasi atau
indera posisi dan getaran, Kelemahan otot, tremor, dan perubahan
ketajaman pengelihatan, Kebas,kesemutan pada ekstremitas
(kaki tampak menunjukkan perubahan paling awal)
Tanda : Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk,tingkat kesadaran menurun,
apatis, retradasi psikomotor/respons melambat, Ide paranoid, ansietas
yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis, Timbul refleks

14
tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia,
Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis:
hemiparesis, kejang.

Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum atau lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki, Sakit
kepala, Nyeri dada pleuritis
Tanda : Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan,
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang.
Pernafasan
Gejala : ISK sering, menetap, Nafas pendek yang progresif, Batuk (mulai
dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum (tanda awal
dari adanya PCP mungkin
batuk spasmodic saat napas dalam), Bendungan atau sesak pada dada.
Tanda : Takipnea,distress pernapasan, Perubahan pada bunyi napas/bunyi
napas adventisius
Sputum : kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum)
Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh,terbakar, pingsan, luka yang lambat proses penye
mbuhannya, Riwayat menjalani transfuse darah yang sering atau
berulang (mis. Hemophilia, operasi vaskuler mayor, insiden traumatis),
Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut,
Riwayat/berulangnya infeksi dengan PHS, Demam berulang; suhu
rendah, peningkatan suhu intermiten/memuncak berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit: Terpotong, ruam, mis, eczema,
eksantem, psoriaris, perubahan warna, perubahan ukuran/warna mola;
mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebab nya,
Menurunnya kekuatan umum,tekanan otot, perubahan pada gaya
berjalan, Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area
tubuh atau lebih (mis.Leher, ketiak, paha)
Seksualitas
Gejala : Riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan
seksual dengan pasangan yang (+) HIV, pasangan seksual multiple,

15
aktivitas seksual yang tidak terlindung, dans seks anal, Menurunnya
libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seksual, Penggunaan
kondom yang tidak konsisten, Menggunakan pil pencegah kehamilan
(meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang diperkirakan
dapat terpajang karena peningkatan kekeringan/friabilitas vagina)
Tanda : Kehamilan atau resiko terhadap hamil, Genetalia: Manifestasi
kulit (mis, herpes, kulit)
Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis; mis, kehilangan
kerabat/orang terdekat, teman pendukung. Rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan
pendapatan, Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual
yang meninggal karena AIDS, Menpertanyakan kemampuan untuk
tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana
Tanda : Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, Aktivitas yang
tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan
Penyuluhan
Gejala : Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan perilaku
beresiko tinggi (mis. Seksual ataupun penggunaan obat-obatan
IV), Penggunaan/penyalahgunaan oabt-
obatan IV, saat ini merokok, penyalahgunaan alcohol
Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 10,2 hari
Rencana Pemulangan:

Memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan/tindakan,perawatan


kulit/luka, peralatan/bantuan transportasi, belanja makanan dan
persiapan; perawtan diri, prosuder keperawatan teknis, tugas
perawatan/pemeliharaan rumah, perawatan anak: perubahan fasilitas
hidup

2.1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kehilangan yang berlebihan ; diare berat,berkeringat,muntah, status

16
hipermetabolisme, demam , pembatasan pemasukan ;
mual,anoreksia,letargi.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan atau perubahan pada kemampuan untuk mencerna dan
menguyah, dan atau nutrisi metabolism; mual/muntah, reflex gangguan
intestinal, peningkatan laju metabolism kebutuhan nutrisi (demam,infeksi)

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan muskule


r( melemahnya otot-otot pernafasan, penurunan energy kepatenan,
penurunan ekspansi paru ),menahan sekresi ( obstruksi trakeobronkial ),
proses infeksi/inflamasi; rasa sakit, ketidakseimbangan perfusi ventilasi

4. Resiko Infeksi berhubungan dengan pertahankan primer takefektif, kulit


rusak, jaringan traumatic, stasis cairan tubuh, depresi system imun ;
penggunaan agen antimikroba, pemajanan lingkungan, teknik invasive,
penyakit malnutrisi

5. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan inflamasi/kerusakan jaringan ;


infeksi , lesi kutaneus internal/eksternal, ekskoriasi rektal, penularan,
nekrosis, neuropati perifer, myalgia, dan arthralgia, kejang abdomen.

PERENCANAAN

N Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


o
D
x

17
1. Setelah dilakukan interve 1. Pantau tanda- 1. Indikator dari
nsi keperawatan, Klien tanda vital, volume cairan
tidak tampak kekurangan termasuk CVP sirkulasi
2. Meningkatkan
cairan bilang
kebutuhan
Kriteria Hasil : terpasang
2. Catat metabolism dan
- Mempertahankan
peningkatan diaphoresis
hidrasi dibuktikan
suhu dan yang berlebihan
oleh membran
durasi demam. yang
mukosa lembab
- Turgor kulit baik Berikan dihubungkan
- Tanda-tanda vital
kompres dengan demam
stabil
hangat sesuai dalam
- Haluaran urine
indikasi meningkatkan
adekuat secara
3. Kaji turgor
kehilangan
pribadi
kulit,
cairan
membrane 3. Indicator tidak
mukosa dan langsung dari
rasa haus status cairan
4. Ukur keluaran 4. Peningkatan
urin dan berat berat jenis urin
jenis urin. atau penurunan
Ukur/kaji keluaran urin
jumlah menunjukan
kehilangan perubahan
diarea perfusi ginjal
5. Timbang berat
atau volume
badan sesuai
sirkulasi
indikasi 5. Meskipun
6. Pantau
kehilangan berat
pemasukan
badan dapat
oral dan
menunjukan
memasukan
penggunaan otot
cairan
fluktuasi tiba-
sedikitnya
tiba

18
2500 ml/hari menunjukan
7. Buat cairan
status hidrasi
mudah 6. Mempertahanka
diberikan pada n keseimbangan
pasien ; cairan,mengura
gunakan cairan ngi rasa haus,
yang mudah dan
ditoleransi melembabkan
oleh pasien membran
dan yang mukosa
7. Meningkatkan
menggantikan
pemasukan
elektrolit yang
cairan tertentu
dibutuhkan
8. Hilangkan mungkin terlalu
makanan yang menimbulkan
potensial dikonsumsi
menyebabkan ( mis. Jeruk
diare, yakni asam ) karena
yang pedas/ lesi pada mulut
8. Mungkin dapat
makanan yang
mengurangi
berkadar
diare
lemak tinggi,
9. Mungkin
kacang-
diperlukan
kacang,kubis,s
untuk
usu. Mengatur
mendukung /
kecepatan/kose
memperbesar
ntrasi makanan
volume
yang diberikan
sirkulasi,
per selang jika
terutama jika
diperlukan
pemasukan oral
9. Berikan cairan/
tidak
elektrolit
adekuat,mual/m
melalui selang
untah terus

19
pemberi menerus
10. Mengurangi
makanan/IV
10. Berikan obat- insiden muntah
obatan sesuai untuk
indikasi ; mengurangi
Antiemetic,
kehilangan
mis.
cairan/elektrolit
Proklorperazin
lebih lanjut
maleat Menurunkan
Antidiarea,
jumlah dan
mis.
keenceran feses;
Difenoksilat,
mungkin
loperamid
mengurangi
Antipiretik,
kejang usus dan
mis.
peristaltis
asetaminofen
Membantu
mengurangi
demam dan
respons
hipermetabolis
me
2. Setelah dilakukan interve 1. Kaji 1. Lesi mulut,
nsi keperawatan, Klien kemampuan tenggorokan
Kriteria Hasil : untuk dan esophagus
- Mempertahankan mengunyah,me dapat
berat badan atau rasakan, dan menyebabkan
memperlihatkan menelan disfagia,
2. Auskultasi
peningkatkan penurunan
bising usus
berat badan yang kemampuan
3. Timbang berat
mengacu pada pasien untuk
badan sesuai
tujuan yang mengolah
kebutuhan
diinginkan makanan dan
Evaluasi berat
- Mendemonstrasik
mengurangi
badan dalam
an keseimbangan
keinginan untuk

20
nitrogen positif hal adanya makan
- Bebas dari tanda- 2. Hipermotilitas
berat badan
tanda malnutrisi saluran
yang tidak
- Menunjukan
intestinal umum
sesuai
perbaikan tingkat
4. Hilangkan terjadi dan
energi
rangsang dihubungkan
lingkungan dengan muntah
yang dan diare yang
berbahaya atau dapat
kondisi yang mempengaruhi
memperburuk pilihan diet/cara
reflek gag makan
5. Berikan 3. Indicator
perawatan kebutuhan
mulut yang nutrisi atau
terus menerus, pemasukan
awasi tindakan yang adekuat
4. Mengurangi
pencegahan
stimulus pusat
sekresi.
6. Rencanakan muntah di
diet dengan medulla
5. Mengurangi
pasien atau
ketidaknyamana
orang terdekat,
n yang
jika
berhubungan
memungkinka
dengan
n sarankan
mual/muntah,
makananan
lesi oral,
dari rumah,
pengeringan
sediakan
mukosa dan
makanan yang
halitosis
sedikit tapi
6. Melibatkan
sering berupa
pasien dalam
makanan padat
rencana

21
nutrisi. memberikan
7. Kaji obat-
perasaan control
obatan
lingkungan dan
terhadap efek
mungkin
samping
meningkatkan
nutrisi
pemasukan
8. Batasi
7. Profilaktik dan
makanan yang
obat-obatan
menyebabkan
terapeutikmung
mual/muntah
kin memiliki
mungkin
efek samping
kurang
nutrisi, mis.
ditoleransi
AZT ( pengubah
oleh pasien
rasa,mual/munta
karena luka
h)
pada mulut 8. Rasa sakit pada
atau disfagia mulut atau
9. Jadwalkan
ketakutan akan
obat-obatan
mengiritasi lesi
diantara makan
mulut mungkin
dan batasi
akan
pemasukan
menyebabkan
cairan dengan
pasien enggan
makanan,kecu
untuk makan
ali jika cairan 9. Lambung yang
memiliki nilai penuh akan
gizi mengurangi
10. Tinjau ulang
nafsu makan
pemeriksaan
dan pemasukan
laboratorium
makan
mis. 10. Mengidentifikas
BUN,glukosa,f i stasus nutrisi
ungsi hepar, dan fungsi
elektrolit, organ dan

22
protein,dan mengidentifikas
albumin i kebutuhan
pengganti
3. Setelah dilakukan interve 1. Auskultasi 1. Memperkirakan
nsi keperawatan, Klien bunyi nafas, adanya
Kriteria Hasil : tandai daerah perkembangan
paru yang komplikasi
mengalami pernafasan
2. Takipnea,
penurunan/keh
sianosis, tak
ilangan
beristirahat dan
ventilasi, dan
peningkatan
munculnya
nafas
bunyi
menunjukan
adventisius
kesulitan
mis.
pernafasan dan
Krekels,mengi,
adanya
ronki
2. Catat kebutuhkan
kecepatan/keda untuk
laman meningkatkan
pernafasan, pengawasan/inte
sianosis, rvensi
3. Meningkatkan
penggunaan
fungsi
otot
pernafasan yang
aksesoris/peni
optimal dan
ngkatan kerja
menggaspirasi
pernafasan dan
atau infeksi
munculnya
yang
dispenea,ansiet
ditimbulkan
as
3. Tinggikan karena
kepala tempat atelectasis
4. Membantu
tidur, usahakan
membersihkan

23
pasien untuk jalan nafas,
berbalik,batuk, sebagai
menarik nafas memungkinkan
sesuai terjadinya
kebutuhan pertukaran gas
4. Hisap jalan
dan mencegah
nafas sesuai
komplikasi
kebutuhan
pernafasan
gunakan teknik 5. Hipoksemia
steril dan dapat terjadi
lakukan akibat adanya
tindakan perubahan
pencegahan tingkat
mis. kesadaran mulai
Menggunakan dari ansietas dan
masker,pelindu kekacauan
ng mata mental sampai
5. Kaji perubahan
kondisi tidak
tingkat
responsive
kesadaran 6. Nyeri dada
6. Selidiki
pleuritis dapat
keluhan
menggambarkan
tentang nyeri
adanya
dada
pneumonia
7. Berikan
nonspesifik atau
periode
efusi pleura
istirahat yang
berkenaan
cukup diantara
dengan
waktu aktivitas
keganasan
perawatan,
7. Menurunkan
pertahankan
konsumsi O2
lingkungan 8. Menunjukan
yang tenang status
8. Pantau/buat
pernafasan,

24
kurva hasil kebutuhan
pemeriksaan perawatan/keefe
GDA/nadi ktifan
oksimetri pengobatan
9. Tinjau ulang 9. Adanya
sinar x dada infiltrasi meluas
10. Instruksikan
memungkinkan
untuk
terjadinya
menggunakan
pneumonia atau
spirometer
PCP, sementara
insentif,lakuka
daerah
n fisioterapi
kongestif/konsol
dada, mis.
idasi
Perfusi,vibrasi,
menunjukan
dan drainase
komplikasi
postural
pernafasan yang
lain, mis.
Atelectasis atau
lesi KS
10. Mendorong
teknik
pernafasan yang
tepat dan
meningkatkan
pengembangan
paru.
Melepaskan
sekresi,
mengeluarkan
mucus yang
menyumbat
untuk
meningkatkan

25
bersih jalan
nafas

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala


yang disebut sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus
pada umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia
(pegal-pegal di badan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian
orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya
akan menghilang dalam beberapa mingggu. Dalam penyususnan kasus harus
dipertimbangkan dengan kesenjangan teori.

3.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa

Dalam penyusunan makalah dan pemecahan kasus kelompok


sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun jika ada saran yang bersifat
perbaikan kelompok sangat senang menerima masukan tersebut.

2. Bagi Intitusi Pendidikan

Dalam penyusunan makalah kelompok melakukan konsultasi


dengan pihak Bapak / Ibu dosen yang bersangkutan. Saran yang Bapak /
Ibu dosen berikan sangat membantu untuk perbaikan makalah dan
pemecahan kasus.

26
27

Anda mungkin juga menyukai