Dalam memberikan pelayanan keperawatan yang optimal dibutuhkan komunikasi yang efektif. Kegiatan komunikasi yang kurang efektif menyebabkan menurunnya intensitas dan durasi pemberian pelayanan kepada pasien. Sehingga pemberian pelayanan menjadi monoton dan tidak holistik. (Sugiharto, Keliat, Sri, 2012). Kemampuan berkomunikasi dapat dilihat dari kualitas post conference dan operan setiap pergantian sif. Post conference merupakan kegiatan diskusi yang dilakukan oleh ketua tim dan perawat pelaksana mengenai kegiatan selama sif sebelum dilakukan operan sif berikutnya. Kegiatan post conference sangat diperlukan dalam pemberian pelayanan keperawatan karena ketua tim dan anggotanya harus mampu mendiskusikan pengalaman klinik yang baru dilakukan, menganalisis, mengklarifikasi keterkaitan antara masalah dengan situasi yang ada, mengidentifikasi masalah, menyampaikan dan membangun system pendukung antar perawat, dalam bentuk diskusi formal dan professional. Proses diskusi pada post conference dapat menghasilkan strategi yang efektif dan mengasah kemampuan berfikir kritis untuk merencanakan kegiatan pada pelayanan keperawatan selanjutnya agar dapat berkesinambungan (Keliat, 2012). Hasil penelitian Chaboyer, Mc Murray, dan Wallis (2007) di Australia dan sejumlah Negara lain menunjukkan bahwa kurang lebih 30% aktivitas keperawatan bergantung dari komunikasi. Apabila komunikasi dan pengetahuan perawat baik, maka pelayanan yang diberikanakan efisien dan efektif. Sebaliknya, apabila komunikasi dan tim kerja perawat buruk, maka hasil yang dicapai pun akan buruk. Berdasarkan hasil implementasi yang dilakukan dari tanggal 4-7 Mei 2018 di Ruang Penyakit Dalam Pria RSUP Dr. M Djamil Padang didapatkan bahwa sebanyak (83,3%) menyebutkan nama pasien saat post conference. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kinerja perawat untuk melakukan post conferene sebelum melakukan oferan shift selanjutnya. Hal ini sesuai penelitian oleh Seniwati (2014) pelaksanaan post conference tidak dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab maka akan mempengaruhi kinerja perawat tersebut dalam perampungan hasil tindakan pemberian asuhan keperawatan pasien pada saat itu seperti yang dikemukakan oleh WHO bahwa kinerja adalah keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan Dari implementasi yang dilakukan dalam proses pelaksanaan post conference di Ruang Interne Pria RSUP M Djamil Padang yaitu mengobservasi dan menilai operan sifht sebelum dilakukan implementasi tentang post conference, menyamakan persepsi dengan kepala ruang di ruang tersebut. Setelah itu kepala ruang memimpin post conference dan mengobservasi dan menilai bagaimana proses post conference tersebut, apakah berjalan dengan baik atau tidak. Kegiatan operan sif berjalan dengan baik, apabila perawat mampu mengikuti post conference dengan baik, didalam post conference tersebut ketua tim harus mampu berdiskusi tentang masalah yang terjadi pada pasien, menceritakan kendala apa saja yang dihadapi dan ketua tim menyampaikan tindakan apa saja yang harus dilakukan oleh ketua tim pada sif selanjutnya, kemudian di hari ke 5 dilakukannya penilaian setiap ketua tim yang melakukan operan sif. Dari hasil observasi yang dilakukan sebelum implementasi yang dilakukan didaptkan hampir seluruh perawat (84,6%) tidak setuju bahwa post conference harus diikuti karena merupakan hal yang penting untuk memaksimalka intervensi keperawatan yang diberikan ke pasien. Selain itu alasan lain dari tidak setujunya pelaksanaan post conference adalah pengaruh kebiasaan dn budaya dalam suatu ruangan yang beranggapan bahwa post conference hanya menghabiskan waktu dan mengundur waktu pulang. Hal itu sesuai dengan penelitian oleh Afandi (2017) bahwa pelaksanaan post conference terbentuk dari pola dan kebiasaan yang dlakukan oleh perawat ruangan sehingga banyak anggapan post conference mengakibatkan perawat harus rela telat pulang kerja. Sedangkan setelah dilakukan implementasi dilakukan didapatkan lebih dari separu perawat (80%) mengatakan post conference merupakan hal yang penting dilakukan oleh perawat dan sebagian kecil (20%) perawat megatakan tidak setuju bahwa post conference penting untuk dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah optimalnya sikap perawat untuk melakukan post conferene sebelum oferan pada shift selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA
Permatasari, (2014). Efektivitas Post Conference Terhadap Operan Sif Di Ruang
Rawat Inap RSUD Ungaran. diakses pada tanggal 9 Mei 2018 dari http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/ view/263 Achmad. (2011). Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan dan Ketua Tim dalam Meningkatkan Kepuasaan Kera Perawat Pelaksana. Diakses dari file:///C:/Documents%20and%20Settings/Administrator/My%20Docum ents/107711-ID-fungsi-pengarahan-kepala-ruang-dan-ketua.pdf Afandi. (2017). Evaluasi Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) Di RSUD Djojonegoro, Temanggung. Diaskes dari https://media.neliti.com/media/publications/153063-ID-evaluasi- pengembangan-model-praktik-kepe.pdf Seniwati. (2014). Evaluasi Operan, Pre Post Conference Supervisi Dan Kinerja Perawat Di RSU Haji Makassar diakses http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/65192b217c083263c0e7c494efe3 4411.pdf Dahllia, (2013). Kinerja Pembimbing Kklinik Pada Mahasiwa Praktik Keperawatan Di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh diakses http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/view/1597