Anda di halaman 1dari 4

Studi karakteristik muka laut dengan Satelit Altimetri

DIPOSTING OLEH: ADMIN · JANUARY 5, 2007


Pemantauan dan pemahaman mengenai perubahan kedudukan muka laut global merupakan salah
satu isu yang aktual saat ini dalam studi perubahan global dan lingkungan. Pemanasan global
dapat menyebabkan terjadinya perubahan kedudukan muka laut termasuk di Indonesia yang
memiliki luas perairan sekitar 70% dari luas wilayah. Karena kemungkinan dampak yang
diakibatkannya cukup signifikan, perlu dilakukan pemantauan kedudukan muka laut secara
kontinyu. Dengan berkembangnya teknologi satelit, dalam hal ini dengan munculnya satelit
altimetri (Topex-Posseidon, ERS1 ERS2, dll) yang diperuntukan bagi Ocean Monitoring, maka
telah membantu banyak upaya pemantauan kedudukan muka laut secara kontinyu, termasuk
memantau kecenderungan kenaikan muka laut di beberapa tempat di wilayah perairan Indonesia.

———————————————————————————————————————
—————————–

FEONOMENA SEA LEVEL RISE (KENAIKAN MUKA LAUT)


Salah satu efek dari pemanasan global yaitu adanya kenaikan muka laut yang dipercepat oleh
adanya aktivitas manusia yang meningkatkan kadar karbondioksida di udara. Kenaikan muka
laut dapat terjadi secara periodik maupun non-periodik. Kenaikan muka laut periodik terjadi
secara alami bila keadaan di bumi setimbang dan biasanya berlangsung dalam jangka waktu
pendek, sedangkan kenaikan muka non-periodik dapat dikatakan sebagai perubahan sekular
muka laut. Perubahan sekular merupakan perubahan level laut jangka panjang. Berdasarkan
faktor penyebabnya, perubahan sekular dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu: perubahan eustatik
atau perubahan volume air laut dan pergerakan kerak bumi.

Fenomena naiknya muka laut yang direpresentasikan dengan MSL (mean sea level) dipengaruhi
secara dominan oleh thermal expansion sehingga adanya peningkatan volume air laut sebagai
akibat dari pemuaian ataupun mencairnya es di kutub dan gletser. Dari beberapa dekade terakhir,
perubahan sea level diestimasi dari pengukuran di stasiun pasut. Namun terdapat kekurangan
dalam hal tersebut diantaranya adalah jangkauan data terbatas di daerah sekitar pantai sehingga
datanya hanya akurat untuk memprediksi perubahan kedudukan muka laut di perairan
dangkal/dekat pantai. Selain itu kedudukan tide gauge tidak terikat terhadap suatu referensi
tertentu sehingga perlu disertai dengan GPS agar mengacu terhadap permukaan ellipsoid.
Dengan berkembangnya teknologi satelit, dalam hal ini dengan munculnya satelit altimetri
(Topex-Posseidon, ERS1 ERS2, dll) yang diperuntukan bagi Ocean Monitoring, maka telah
membantu banyak upaya pemantauan kedudukan muka laut secara kontinyu.

———————————————————————————————————————
—————————–

TEKNIK SATELIT ALTIMETRY UNTUK PENELITIAN KARAKTERISTIK MUKA


LAUT
Adanya salah satu misi satelit altimetri, yaitu Topex/Poseidon (T/P) yang diluncurkan pada tahun
1992 dan merupakan hasil proyek kerjasama Amerika Serikat (NASA) dan Perancis (CNES),
keakuratan data yang diperoleh dari lautan dapat semakin ditingkatkan sehingga mampu
memberikan informasi yang lebih baik mengenai dinamika global secara mudah, cepat dan
akurat. Dengan teknik satelit altimetri dimungkinkan untuk memantau variasi kedudukan muka
laut, dengan tingkat presisi yang tinggi, resolusi spasio-temporal yang tinggi, cakupan lautan
yang luas, dan referensinya terikat dengan pusat massa bumi dapat digunakan sebagai alternatif
untuk mengestimasi sea level [Fu dan Cazenave, 2001]. Kelebihan satelit altimetri
Topex/Poseidon dibandingkan dengan satelit lainnya adalah memiliki sensor utama radar
altimetri yang beroperasi secara simultan pada dua frekuensi (dual frequency) sehingga dapat
mereduksi efek dari bias ionosfer. Topex/Poseidon memiliki resolusi temporal 10 hari dan
resolusi spasial sepanjang lintasan satelit kira-kira 7 km dan jarak antar lintasan dengan lebar
bujur sekitar 3° atau sekitar 300 km pada ekuator. Misi satelit altimetri memberikan ketelitian
pengukuran mencapai sekitar 2 cm [C.J. Koblinsky et.al, 1992]. Dengan demikian, teknik satelit
altimetri dapat digunakan untuk memantau kedudukan muka laut secara spasio-temporal.

Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya
satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke permukaan laut. Karena tinggi
satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi muka laut (sea surface height
atau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak
vertikal. Nilai SSH yang diperoleh masih mengandung efek variasi periode pendek, seperti pasut,
loading tide, dan sebagainya. Selanjutnya, variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan
sehingga fenomena kenaikan muka laut dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series
analysis). Analisis deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode
panjang dan fenomena sekularnya.
———————————————————————————————————————
——————————

STUDI MUKA AIR LAUT DENGAN SATELIT ALTIMETRY DI INDONESIA


Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan mayoritas populasi yang tersebar di sekitar
wilayah pesisir, akan merasakan kemungkinan dampak negatif langsung dari fenomena
perubahan kedudukan muka laut terutama di wilayah pesisir seperti erosi garis pantai,
penggenangan wilayah daratan, meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, meningkatnya
dampak badai di daerah pesisir, salinisasi lapisan akuifer dan kerusakan ekosistem wilayah
pesisir. Meskipun demikian sampai saat ini karakteristik serta spektrum dari fenomena naiknya
muka laut di wilayah regional perairan Indonesia belum dipahami secara baik dan komprehensif.
Dengan demikian, perilaku kedudukan muka laut, baik variasi temporal maupun spasialnya di
wilayah Indonesia merupakan salah satu data penting yang diperlukan untuk perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan suatu wilayah secara berkelanjutan.

KK Geodesi ITB yang mempunyai kompetensi salah satunya di bidang Earth Dynamic telah dan
sedang melakukan studi awal penggunaan satelit altimetri Topex untuk mengamati sea level
change di kawasan perairan Indonesia. Hasil sementara yang diperoleh dari studi ini diharapkan
akan memberi manfaat antara lain: 1) Mendapatkan indikasi awal mengenai trend kenaikan muka
laut di wilayah perairan Indonesia. 2) Memberikan wawasan tentang pemanfaatan data satelit
altimetri untuk diterapkan bagi studi-studi fenomena kelautan di wilayah Indonesia. 3)
Memberikan wawasan tentang pemanfaatan data satelit altimetri untuk diterapkan bagi studi-
studi fenomena kelautan di wilayah Indonesia.

Data yang digunakan untuk pemantauan sea level change hanya data Topex yang aktif selama ±
10 tahun, dari cycle 001-364 (10 Agustus 1992 €“ 23 Juli 2002). Data Topex yang aktif adalah
90% dari 364 cycle saja karena 10 % lainnya merupakan data pengamatan Poseidon. Pemilihan
daerah kajian ini berdasarkan pertimbangan bahwa daerah perairan Indonesia terdiri dari
bermacam-macam karakteristik. Laut lokal diasumsikan merupakan laut yang menghadap ke
arah dalam kepulauan Indonesia, sedangkan laut lepas diasumsikan sebagai laut yang menghadap
ke arah luar perairan Indonesia yang memiliki kedalaman lebih dari 200 m. Untuk perairan
kepulauan, misalnya di Laut Jawa dan Laut Bangka memiliki kedalaman hingga 200 m yang
dapat dikategorikan sebagai laut dangkal. Untuk studi kasus Samudera Hindia 1 dan Samudera
Hindia 2 merupakan lautan lepas dengan kedalaman hingga 3000 m atau lebih yang dapat
dikategorikan laut dalam. Sedangkan untuk daerah Laut Banda yang merupakan perairan
kepulauan Indonesia, memiliki kedalaman 3000 meter atau lebih. Untuk daerah Laut di sekitar
kepulauan Maluku merupakan laut dalam yang dikelilingi oleh banyak pulau.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan dengan menggunakan satelit altimetri untuk lama
waktu pengamatan 10 tahun dalam skala lokal di wilayah perairan Indonesia, hasilnya terlihat
indikasi adanya kenaikan muka laut secara linier yang besarnya sekitar 8 mm/tahun.
Penyebabnya sampai saat ini belum dapat diidentifikasi secara pasti, apakah berasal dari
perubahan sekular atau dari faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya kenaikan muka laut.
Untuk mengkonfirmasikan hasil pemantauan data satelit altimetri akibat adanya efek thermal
expansion atau pemanasan global, diperlukan data variasi suhu muka laut (sea surface
temperature) secara spasio-temporal. Hal ini dilakukan untuk melihat korelasi perubahan
kedudukan muka laut dan suhu muka laut.
Untuk melihat variasi kedudukan muka laut diperlukan pemanfaatan model-model lokal untuk
diterapkan sesuai dengan karakteristik lokal suatu wilayah, misalnya penggunaan model pasut
lokal yang memperhitungkan efek topografi dasar laut dan lainnya. Penggunaan geoid yang
dinamik juga diperlukan untuk meningkatkan ketelitian variasi kedudukan muka laut.

Prospek yang menarik untuk diteliti lebih lanjut yaitu pemodelan perubahan kedudukan muka
laut dengan kontribusi perubahan iklim terhadap sea level. Hal yang telah dilakukan untuk
mendukung penelitian tersebut adalah dengan diluncurkannya satelit altimetri JASON pada
Desember 2001 dan misi GRACE pada Maret 2002. Diharapkan dengan diluncurkannya kedua
satelit tersebut didapatkan informasi independent untuk mengestimasi perubahan sea level akibat
faktor land water dan ice mass, serta dapat memisahkan informasi thermal sehingga dapat dilihat
hubungan pengaruh temperatur terhadap kenaikan muka laut.

Informasi kedudukan muka laut beserta variasi temporal dan spasial yang dihasilkan dari
pemantauan menggunakan satelit altimetri sangat dibutuhkan untuk berbagai keperluan misalnya
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan suatu wilayah terutama yang letaknya di pesisir
seperti Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai