Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT SESSION

BRONKOPNEUMONIA

Disusun Oleh :
dr. Cindy Amalia

Dokter Pendamping :
dr. Hj. Sumarmi

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45 KUNINGAN


KABUPATEN KUNINGAN
2018

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa alveoli terisi
dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumoia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah
kesehatan utama pada anak-anak dinegara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas kematian anak berusia dibawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak didunia , lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi diafrika dan asia tenggara. Insiden pneumonia dinegara
berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak dibaawah usia 5 tahun, 16-22% per 1000 anak pada
usai 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada anak yang lebih tua.

Faktor sosial ekonomi yang rendah meningkatkan angka kematian. Di Indonesia,


pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberculosis.
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita
Indonesia disebabkan oleh penyakit system pernafasan, terutama pneumonia menduduki
peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. Angka kematian
pneumonia yang dirawat inap berkisar antara 20-35%.

Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernafasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumoni lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi
dan biasanya sering disebabkan oleh bakteri Streptokokus Pneumonia dan Haemofilus influenza
yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data WHO, kejadian
pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.

3
BAB 2

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 5 bulan Suku Bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam Anak ke- : 1, tunggal
Alamat : Kertawangunan
Orang Tua / Wali
Profil Ayah Ibu
Nama Tn. A Ny. D
Umur 26 tahun 25 tahun
Alamat Kertawangunan Kertawangunan
Pekerjaan Wiraswasta IRT
Pendidikan SMK SMP
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Hubungan dengan orang tua: Pasien merupakan anak kandung.
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. D, orangtua kandung pasien.
Lokasi : UGD RSUD 45 Kuningan
Tanggal/Waktu : 20 Maret 2018, pukul 18.35 WIB
Tanggal masuk ruangan : 20 Maret 2018, pukul 19.00 WIB
Keluhan utama : Sesak napas.

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :


Sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS) pasien sesak napas. Sesak tidak
dipengaruhi posisi, aktivitas maupun cuaca. Sesak tidak terdapat mengi. Sesak semakin
memberat sejak 1 hari SMRS, dan orangtua pasien mengatakan pasien jarang menyusu karena

4
sesak. Pada 3 hari SMRS, pasien mengalami batuk dan pilek. Batuk berdahak, namun dahak sulit
dikeluarkan. Pasien juga mengalami demam sejak 3 hari SMRS, demam tidak terlalu tinggi dan
dikatakan naik turun. Keluhan tersedak dan muntah disangkal. BAB dan BAK tak ada keluhan.
Pasien belum pernah berobat untuk keluhan saat ini.

B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN


Morbiditas kehamilan Anemia (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-),
penyakit jantung (-), penyakit paru (-), merokok
(-), infeksi (-), minum alkohol (-)
KEHAMILAN Perawatan antenatal Rutin kontrol ke bidan 1x setiap bulan pada usia
kehamilan muda dan tiap minggu menjelang
masa persalinan. Riwayat imunisasi (+) lengkap,
konsumsi suplementasi selama kehamilan (+)
Tempat persalinan Rumah sakit
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Pervaginam
Masa gestasi Cukup Bulan (40 minggu)
Berat lahir: 3100 gram
Keadaan bayi
KELAHIRAN Panjang lahir: 45 cm
Lingkar kepala: (ibu tidak ingat)
Langsung menangis: (+)
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (ibu tidak tahu)
Kelainan bawaan: (-)

Kesimpulan riwayat kehamilan dan kelahiran: Pasien lahir pervaginam, cukup bulan, berat
badan lahir cukup.

5
C. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Berdasarkan milestone checklist CDC untuk usia 6 bulan.
1. Sosial/ emosional
Mengenal orang terdekat dan mengetahui apabila terdapat orang yang tidak dikenal (ya)
Senang bermain dengan orang lain, terutama orangtua (ya)
Merespon ekspresi orang lain dan terlihat senang (ya)
Tertarik dengan bayangan dirinya di cermin (ya)
2. Bahasa/ Komunikasi
Dapat merespons suara demgan suara (ya)
Mengoceh rangkaian suara (ya)
Merespon terhadap namanya sendiri (ya)
Menggunakan suara untuk mengekspresikan rasa senang atau tidak senang (ya)
3. Kognitif
Mengeksplorasi benda di sekitarnya (ya)
Mengarahkan benda ke mulut (ya)
Menunjukan kesukaannya terhdap suatu benda dan berusaha mendapatkannya (ya)
Memindahkab benda dari tangan ke tangan lainnya (ya)
4. Motorik
Berguling ke dua arah, depan-belakang, belakang- depan (ya)
Duduk tanpa bantuan tangan (ya)
Saat berdiri, menyokong seluruh berat badan dengan kaki (ya)
Mengubah posisi dari dari duduk menjadi merangkak atau tengkurap (ya)

Kesimpulan riwayat perkembangan: tidak terdapat keterlambatan perkembangan.

D. RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan) ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0–2 ASI - - -
3 ASI + Susu Formula - - -
4 – saat ini Susu formula - - -
Kesimpulan riwayat makanan: Riwayat makanan tidak baik.

6
E. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Umur Imunisasi Dasar (bulan)
Hepatitis B 0 1 -
Polio 0 2 4 -
BCG 1
DPT / PT 2 4 -

Campak -

Kesimpulan riwayat imunisasi :Imunisasi dasar lengkap sesuai umur, tidak ada imunisasasi
tambahan.

F. RIWAYAT KELUARGA
Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. A Ny. D
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 26 tahun 25 tahun
Pendidikan terakhir Tamat SMK Tamat SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -

Kesimpulan Riwayat Keluarga : Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami gejala
dan penyakit yang serupa dengan pasien.

7
G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Penyakit
Alergi (-) Difteria (-) (-)
jantung
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) TBC (-)
Radang
(-) Operasi (-) Lain-lain: (-)
paru
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita: Pasien tidak pernah mengalami
penyakit lain sebelumnya.

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN


Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan pamannya. Menurut pengakuan ibu pasien, keadaan
lingkungan rumah padat penduduk, lantai rumah dari keramik, ventilasi dan sirkulasi udara
cukup baik. Rumah sering dibersihkan oleh ibu. Sumber air minum dari air sumur yang dimasak
dan sumber air untuk mandi dari air sumur.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan: Lingkungan rumah padat, kebersihan terjaga, sumber air
minum dari air sumur yang dimasak.

I. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Ayah pasien adalah seorang wiraswasta dan ibu pasien seorang ibu rumah tangga dengan
penghasilan total kurang lebih Rp 2.200.000/bulan. Menurut ayah pasien penghasilan tersebut
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibu.

Kesimpulan sosial ekonomi: Penghasilan ayah pasien tersebut cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari, pasien diasuh oleh ibu.

8
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 20 Maret 2018 pukul 18.40 WIB)
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4M6V5)
Kesan Gizi : Gizi baik
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 6 kg
Tinggi/panjang Badan : 61 cm
Status Gizi
 BB / PB = Z score: 0 SD s/d -1 SD = gizi baik
Status gizi diatas berdasarkan kurva Z score, pasien termasuk dalam kategori gizi baik.
Tanda Vital
Nadi : 135 x/menit, lemah, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas : 52 x/menit
Suhu : 37,8°C
SpO2 : 90 %
KEPALA : Normocephali
RAMBUT : Rambut hitam, pendek, lurus, lebat, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
WAJAH : Wajah simetris
MATA :
Sklera ikterik : -/-
Kornea jernih : +/+
Lensa jernih : +/+
Pupil : 2mm, bulat, isokor
TELINGA :
Bentuk : Normotia
Liang telinga : Lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/- Ruam merah : -/-

9
HIDUNG :
Bentuk : Simetris Napas cuping hidung : +/+
Sekret : -/- Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/-

BIBIR : Mukosa berwarna merah muda, sianosis (-), pucat (-).


MULUT :Trismus (-), oral hygiene cukup baik,
LIDAH : Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil (-), tremor (-), kering (-).
TENGGOROKAN : Sulit dinilai.
LEHER :Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak dan tidak teraba pembesaran
tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah.
THORAKS :
Jantung

o Inspeksi : Ictus cordis terlihatdi ICS V linea midclavicula sinistra


o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
o Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
o Auskultasi : BJ S1-S2 reguler normal, gallop (-), murmur (-)
Paru

o Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, retraksi interkostal (+)
o Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang
o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing (-/-)
ABDOMEN :
o Inspeksi : Datar
o Auskultasi : BU (+) normal
o Palpasi : Supel, turgor kembali cepat (< 2 detik), hepar & lien tidak teraba
o Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
GENITALIA :
 Tidak ada kelainan.

10
KELENJAR GETAH BENING:
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
EKSTREMITAS :
Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki, serta sikap
badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat ekstremitas
KULIT :
Warna sawo matang merata, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak ada efloresensi yang bermakna.

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 20 Maret 2018

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 12,1 g/dl 10,1 – 12,8

Jumlah leukosit 19,34 103 /µL (H) 6.0-17.0

Hematokrit 35,9 % 32.0-44.0

Jumlah trombosit 450 ribu//µL 150-450

Hitung Jenis leukosit

Basofil 0.0 % 0.0 – 1.0

Eosinofil 0.0 % (L) 1.0 – 6.0

Batang 0.0 % (L) 2.0 – 6.0

Segmen 60.0 % (H) 25.0 – 50.0

Limfosit 31 % (L) 60.0 – 77.0

Monosit 9.0 % 2.0 – 9.0

11
IV. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Rontgen thorax tanggal 20 Maret 2018

Cor : Cor tidak membesar.


Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat.
Tampak infiltrat di kedua lapang paru.
Sinus diafragma normal.
Kesan : Bronkopneumonia

12
RESUME

Sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS) pasien sesak napas. Sesak semakin
memberat dan tidak dipengaruhi posisi, aktivitas maupun cuaca. Pasien jarang menyusu karena
sesak. Pada 3 hari SMRS, pasien mengalami batuk dan pilek. Batuk berdahak, namun dahak sulit
dikeluarkan. Pasien juga mengalami demam sejak 3 hari SMRS, demam tidak terlalu tinggi dan
dikatakan naik turun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dengan keadaan umum
tampak sakit sedang. Tanda vital, nadi 130x/menit, napas 52x/menit, suhu 37,8°C. Status gizi
pasien baik. Pemeriksaan fisik terdapat napas cuping hidung, retraksi interkostal, dan pada
auskultasi thorax terdengar ronki di kedua lapang paru. Pemeriksaan laboratorium darah
didapatkan peningkatan leukosit 19,34 103 /µL. Pada pemeriksaan rontgen thorax tampak
infiltrat di kedua lapang paru.

IV. DIAGNOSIS KERJA


Bronkopneumonia

V. DIAGNOSIS BANDING
Bronkhiolitis

VI. PENATALAKSANAAN
 O2 1-2 lpm
 IVFD KAEN I B 24 tpm (mikro)
 Ampicilin 4 x 150 mg i.v
 Kloramfenikol 4 x 150 mg i.v
 Paracetamol drops 3 x 0,6 ml p.o
 Ventolin inhalasi/8 jam

Non-medika Mentosa:
 Tirah baring
 Menjaga kebersihan anak dan sekitarnya
 Hindari asupan berlebih karena dapat meningkatkan risiko tersedak.

13
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Ad Bonam

14
BAB 3

ANALISA KASUS

Penderita datang dengan keluhan utama sesak nafas. Dari keluhan ini dapat dipikirkan
adanya kelainan pada paru-paru, jantung, kelainan metabolik seperti asidosis dan uremia serta
adanya kelainan di otak. Dari alloanamnesis tidak didapatkan keluhan BAK sehingga
kemungkinan kelainan metabolik dapat disingkirkan. Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan
penurunan kesadaran sehingga kelainan disentral dapat disingkirkan, selain itu dari hasil
pemeriksaan pada jantung didapatkan dalam batas normal sehingga kelainan pada jantung dapat
disingkirkan. Oleh karena itu dapat dipastikan merupakan kelainan pada paru-paru.
Diagnosis bronkopneumonia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Terdapat sesak napas, takipneu, napas cuping hidung, retraksi interkostal, dan pada
auskultasi thorax terdengar ronkhi di kedua lapang paru. Pemeriksaan laboratorium darah
didapatkan peningkatan leukosit 19,34 103 /µL. Pemeriksaan radiologi didapatkan infiltrat di
kedua lapang paru. Hal tersebut sesuai dengan kriteria diagnosis bronkopneumonia, yaitu :
• Sesak nafas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan tarikan dinding dada.
Kriteria takipneu menurut WHO :
Anak umur < 2bulan : ≥ 60 x/menit
Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 x/menit
Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit
• Demam
• Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
• Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
• Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan,
dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)3

Penatalaksanaan pada pasien dengan diagnosisi bronkopneumonia yaitu pemberian


oksigenasi dengan O2 intranasal 1-2 liter/menit, pemberian cairan dengan KaEn 1B 36 tpm
mikro, antibiotik ampicilin 4 x 150 mg iv, kloramfenikol 4 x 150 mg i.v, analgesik dan
antipiretik paracetamol drops 3 x 06 ml p.o, dan inhalasi ventolin/8jam.

15
Batasi asupan oral pada pasien ini dan pemberian ASI lewat NGT karena dikhawatirkan
terjadi aspirasi karena pasien masih sesak. Diberikan antibiotik spektrum luas berupa ampicillin
dan kroramfenikol untuk membantu mengeliminasi bakteri penyebab. Diberikan pula
paracetamol untuk menurunkan demam.

Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam karena pada pasien ini telah dilakukan
pengobatan yang adekuat serta belum ada tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi.

16
BAB 4

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru dimana sinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari
sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan
kimia, radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. 1,2
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat mukopurulen,
yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat
sekunder yang biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas), demam
infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer
biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua. 1,2

Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :

a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai berikut :

1. Usia kurang dari 2 bulan


a. Pneumonia berat
- Chest indrawing (subcostal retraction)
- Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)

b. Pneumonia sangat berat


- Tidak bisa minum
- Kejang

17
- Kesadaran menurun
- Hipertermi / hipotermi
- Napas lambat / tidak teratur

2. Usia 2 bulan-5 tahun


a. Pneumonia
- Napas cepat
b. Pneumonia Berat
- Chest indrawing

- Napas cepat dengan laju napas


 > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
 > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
c. Pneumonia sangat berat
- tidak dapat minum
- kejang
- kesadaran menurun
- Malnutrisi

ETIOLOGI

Bronkhopneumonia merupakan penyakit radang paru yang biasanya didahului dengan


infeksi saluran pernafasan bagian atas dan disertai dengan panas tinggi. Keadaan yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh, yaitu aspirasi, penyakit menahun, gizi
kurang/malnutrisi energi protein (MEP), faktor patrogenik seperti trauma pada paru, anestesia,
pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna merupakan faktor yang mempengaruhi
terjadinya bronkhopneumonia. Menurut WHO diberbagai negara berkembang Streptococus
pneumonia dan Hemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukanpada dua pertiga
dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Dari
seluruh etiologi pneumonia, Streptococcus pneumonia adalah merupakan etiologi tersering dari
pneumonia bakteri dan yang paling banyak diselidiki patogenesisnya. Jenis keparahan penyakit
ini di pengaruhi oleh beberapa faktor termasuk umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut,

18
dan kepadatan penduduk. Anak laki – laki lebih sering terkena pneumonia dari pada anak
perempuan.
A. Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi bakteri
 Diplococcus Pneumoniae
 Pneumococcus
 Streptococcus Pneumoniae
 Staphylococcus Aureus
Merupakan bakteri penyebab bronkopneumonia pada bayi dan anak-anak berumur
muda, yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi.
 Eschericia Coli
b. Infeksi Virus
Respiratory Syncytial Virus, Virus Sitomegalo, Virus Influenza, Virus
Parainfluenza 1,2,3, Virus Adeno, Virus Rino, Virus Epstein-Barr

2. Faktor non infeksi


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esofagus meliputi1,10 :
a. Bronkopneumonia lipoid
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
hewani yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
b. Bronkopneumonia hidrokarbon
Terjadi karena aspirasi zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin.

19
FAKTOR RISIKO
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Pneumonia Pada Balita.
a). Umur
Pada anak di bawah usia 2 tahun umumnya pneumonia disebabkan oleh respiratory syncytial
virus (RSV), adenovirus, virus influenza dan parainfluenza. Chlamydia trachomatis Infeksi
dapat ditularkan kepada bayi dari saluran kelamin ibu selama kelahiran mengakibatkan
pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab penting dari morbiditas dan mortalitas pada semua
kelompok umur. Secara global diperkirakan bahwa 5 juta anak di bawah usia 5 tahun meninggal
akibat pneumonia setiap tahun (95% di negara-negara berkembang).

b). Jenis Kelamin


Jenis kelamin pada kasus pneumonia didominasi oleh kaum laki – laki dari pada perempuan
dalam semua kelompok umur. Di RS. Boston dilaporkan kasus pnemonia lebih dominan laki –
laki dengan perbandingan 51,7 % : 48,3 % untuk perempuan. Dan di Firlandia pada tahun 2013
dilaporkan laki – laki lebih dominan sekitar 65 %. Anak laki –laki lebih sering terkena
pneumonia dari pada anak perempuan.

c). Ras / etnis/ warna kulit


Orang kulit hitam lebih peka dibandingkan dengan ras lain karena berhubungan dengan iklim
yang hangat, sehingga peka terhadap peradangan paru akibat pneumococcus. Perbedaan ras
menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi genetik sehinggga berperan terhadap kepekaan
ataupun kekebalan terhadap penyakit tertentu. Dan ras berhubungan dengan lingkungan luar
sehingga penyakit paru, misalnya TBC dan Pnemonia mudah berkembang pada kulit hitam.

d). Status imunisasi balita


Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya
menurunkan angka kematian bayi dan balita. Memberikan antibodi (kekebalan tubuh) terhadap
beberapa penyakit yang disebabkan oleh PD3I (Penyakit dapat dicegah dengan imunisasi).

e). Riwayat penyakit campak

20
Campak adalah penyakit serius akibat infeksi virus yang sangat menular yang menimbulkan
demam, bintik-bintik merah, pilek, batuk dan mata merah serta pedih. Komplikasi yang
mengikuti sakit campak dapat sangat berbahaya, dan pneumonia terjadi dalam 4% di antara
penderita campak. Bronkopneumonia sering terjadi pada umur dibawah 3 tahun dan dapat
berhubungan dengan penyakit lain seperti campak atau pertusis.

f). Pemberian ASI Eksklusif.


Kandungan kolostrum pada susu ibu terkonsentrasi sebagai sumber vitamin A. Untuk balita 6-
12 bulan pertama kehidupan bayi banyak bergantung hampir sepenuhnya pada vitamin A yang
diberikan dalam ASI, yang mudah di absopsi. Bila ibu kekurangan vitamin A, jumlah yang
disediakan dalam ASI berkurang. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, lamanya
pemberian ASI (ASI Eksklusif) terbukti melindungi anak dari pneumonia.

g). Status gizi


Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara asupan (intake) zat
gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis
(pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainya). Status gizi
adalah tanda - tanda atau penampilan yang di akibatkan dari nutrisi yang dilihat melalui variabel
tertentu (indikator status gizi) seperti berat, tinggi badan dll. Kekurangan nutrisi pada anak
mempunyai risiko tinggi terhadap kematian pada anak usia 0-4 tahun. Kekurangan nutrisi
merupakan faktor risiko terjadinya penyakit pneumonia, hal ini disebabkan karena lemahnya
sistem kekebalan tubuh karena asupan protein dan energi berkurang.

(g) Pemberian Vitamin A


Vitamin A adalah nutrisi penting yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk fungsi normal dari
sistem visual, dan pemeliharaan fungsi sel untuk pertumbuhan, integritas epitel, merah produksi
sel darah merah, kekebalan dan reproduksi. Vitamin A berhubungan dengan daya tahan tubuh
balita, sehingga jika balita tidak mendapatkan kapsul vitamin A dosis tinggi berpeluang terjadi
pneumonia.

21
MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia pasien, status
imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis bisa sangat berbeda, bahkan pada
neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan tanda pneumonia meliputi gejala infeksi pada
umumnya demam, menggigil, cefalgia, rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami
gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 2

Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu tidak muncul
sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi napas cuping hidung (neonatus), takipneu,
dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk
umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan
peningkatan frekuensi napas), perkusi redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan
ronkhi. 1

Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit.
Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi
nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik
karena umumnya kelainan patologisnya menyebar.

WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :

- usia kurang dari 2 bulan : ≥ 60 kali per menit

- usia 2 bulan -1 tahun : ≥ 50 kali per menit

- usia 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali per menit.2

Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi basah halus
khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada bayi. Pada bayi dan anak
kecil karena kecilnya volume thorak biasanya suara napas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.2

22
Manifestasi klinik pada Bronkopneumonia menurut (IDAI, 2008) adalah
1. Gejala infeksi umum
 Demam
 Sakit kepala
 Gelisah
 Malaise
 Penurunan napsu makan
 Keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare.

2. Gejala infeksi respiratori


 Batuk
 Sesak napas
 Retraksi dada
 Takipnea
 Nafas cuping hidung
 Sianosis

PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI

Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi, aspirasi,


hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi infeksi dalam alveoli,
membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel
darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian
alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi
disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus
bahkan seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan dan sisa-
sisa sel.2

Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan bersifat


asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan
Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika Streptococcus
pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya

23
Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel
epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori
dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari
seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.2,
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3 – 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

24
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.2

Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran
langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari
bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal
mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi
pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme
dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan
penyakit.1,2
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
 Filtrasi partikel di hidung
 Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
 Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
 Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
 Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
 Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
 Drainase melalui sistem limfatik.2

DIAGNOSIS

1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus,
sesak, sianosis, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak
lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non

25
spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar
kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.2,3

2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering
terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.2

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada.
Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.2,3

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga >
15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit >
30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus.
Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih
mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya
positif pada 10-15% kasus terutama pada anak- anak kecil.2

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi.
Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus.
Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.3

26
Gambar 1 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat pada paru
kanan.

KRITERIA DIAGNOSIS

Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna, adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5
gejala berikut ini :

a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. Demam
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan
bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)3

PENATALAKSANAAN

Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.

Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :

1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika penyakitnya
berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan mengandung gula dan
elektrolit yang cukup.

27
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana rutin yang
harus diberikan.2
Pengobatan bertujuan untuk mengeradikasi infeksi, menurunkan morbiditas dan mencegah
komplikasi. Pada bronkopneumonia, karena termasuk dalam gejala pneumonia berat maka
merupakan indikasi untuk dirawat di rumah sakit.
Pengobatan bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
1. Pemberian antibiotika polifragmasi selama 10 - 15 hari, meliputi :
a. Ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah kloramfenikol dengan dosis :
 Umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari
 Umur > 6 bulan : 50-75 mg/KgBB/hari
Dosis dibagi dalam 3-4 dosis
b. Atau ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah gentamisin dengan
dosis 3-5 mg/KgBB/hari diberikan dalam 2 dosis
c. Pada penderita yang dicurigai resisten dengan obat tersebut berdasarkan riwayat
pemakaian obat sebelumnya, atau pneumonia berat dengan tanda bahaya, atau tidak
tampak perbaikan klinis dalam 3 hari, maka obat diganti dengan cephalosporin
generasi ke-3 (dosis tergantung jenis obat) atau penderita yang tadinya mendapat
kloramfenikol diganti dengan gentamisin dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hr diberikan
dalam 2 dosis.
2. Terapi cairan
Cairan IV desktrose 5 % ditambah NaCl 15 %
3. Tindak lanjut
a. Pengamatan rutin :
Frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan vena, hepatomegali, tanda asidosis, dan
tanda komplikasi.
b. Indikasi pulang :
Bila tidak sesak dan intake adekuat.

28
KOMPLIKASI

Bila bronkopneumonia tidak ditangani secara tepat, maka komplikasinya adalah sebagai
berikut 1,10 :
1. Otitis media akut (OMA) : Terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik
kedalam dan timbul efusi.
2. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru.
3. Efusi pleura.
4. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
6. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
7. Endokarditis bakterial yaitu peradangan pada katup endokardial.

PROGNOSIS

Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar dari
20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%.8 Dengan pemberian
antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, anak
dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas
yang lebih tinggi.2

PENCEGAHAN

Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian imunisasi/vaksinasi.


saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah pneumonia. Setiap vaksin mencegah
infeksi bakteri/virus tertentu sesuai jenis vaksinnya.Berikut vaksin yang sudah tersedia di
Indonesia dan dapat mencegah pneumonia :

29
1. vaksin PCV untuk mencegah infeksi pneumokokkus (Invasive Pneumococcal Diseases,
IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia adalah PCV-7 dan PCV-10. PCV 13 belum
tersedia di Indonesia
2. vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b
3. vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis
4. vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak
5. vaksin influenza untuk mencegah influenza

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak .
Infomedika . Jakarta. 2010; 11:1228-1233.
2. World Health Organization.Pneumonia Kills More Children Than Any Other Diseases;
2005.
Available from : (http://www.who.int)
3. Ginting, Susi. Pneumonia, Penyebab Kematian Balita Nomor Satu.Januari 2009.
Diunduh dari : (http://www.kematian.biz/pdf/article/health/pneumonia-penyebab-
kematian-balita-nomor-satu.pdf)
4. Muchtar D, Ridwan. Kendala Pernafasan Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Cermin
Dunia Kedokteran. 1992; 80: 47-48.
5. World Health Organization. Reducing child deaths from pneumonia; 2009.
Available from : (http://www.who.int)
6. Yuwono, Djoko. Besaran Penyakit pada Balita di Indonesia; 2007.
Diunduh dari : (http://www.bmf.litbang.depkes.go.id)

7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak. 2008;


I : 350-365.

8. Behrman,Richard E, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan I.


Jakarta:EGC. 2000. p.883-889.

31

Anda mungkin juga menyukai