Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

KASUS KEBIDANAN
RETENSIO PLASENTA

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Diajukan Kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M.Kes (Pembimbing IGD)
dr. Benidiktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan)

Disusun oleh:
dr. Maria Griselda Amadea

RSUD KANJURUHAN KEPANJEN


KABUPATEN MALANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS KEBIDANAN
RETENSIO PLASENTA

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal:

Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat

dr. Hendryk Kwandang, M. Kes

ii
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS KEBIDANAN
RETENSIO PLASENTA

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal:

Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan

dr. Benidiktus Setyo Untoro

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas bimbinganNya sehingga penulis
telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang berjudul “RETENSIO
PLASENTA”. Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr. Hendryk Kwandang, M. Kes selaku dokter pembimbing instalasi gawat
darurat.
2. dr. Benidiktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat inap dan
rawat jalan.
3. dr. Antarestawati, dr. Yudha Pratama, dr. Janny F. D. dan dr. Anita Ikawati
selaku dokter jaga.
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan
hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan saran dan kritik
yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi semua pihak.

Kepanjen, 2 Mei 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Judul ............................................................................................................................ i
Halaman Pengesahan .................................................................................................. ii
Halaman Pengesahan .................................................................................................. iii
Kata Pengantar ............................................................................................................ iv
Daftar Isi ..................................................................................................................... v

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 6
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1 Identitas ................................................................................................................. 7
2.2 Anamnesa .............................................................................................................. 7
2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................................. 8
2.4 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................ 10
2.5 Resume.................................................................................................................. 10
2.6 Diagnosis............................................................................................................... 11
2.7 Rencana Terapi ..................................................................................................... 11
2.8 Rencana Edukasi ................................................................................................... 11
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi .................................................................................................................. 12
3.2 Etiologi .................................................................................................................. 12
3.3 Jenis Retensio Plasenta ......................................................................................... 15
3.4 Diagnosa ............................................................................................................... 15
3.5 Patogenesis ............................................................................................................ 16
3.6 Tanda dan Gejala Retensio Plasenta ..................................................................... 17
3.7 Penatalaksanaan .................................................................................................... 18
3.8 Terapi .................................................................................................................... 24
3.9 Komplikasi ............................................................................................................ 24
3.10 Prognosa .............................................................................................................. 24
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................. 25
BAB 5 KESIMPULAN............................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 27

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam
menentukan derajat kesehatan masyarakat. Tingginya Angka kematian ibu merupakan
masalah besar yang terjadi dalam bidang kesehatan dimana Angka kematian ibu di
Indonesia masih tertinggi di ASEAN. Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung
dan tidak langsung. Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi
kehamilan, persalinan, atau masa nifas dan segala intervensi atau penanganan tidak
tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari
penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbuk sewaktu kehamilan yang
berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, dan penyakit
kardiovaskuler. Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung.
Pola penyebab langsung antara lain, perdarahan (25% biasanya perdarahan pasca
persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%),
komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab – sebab lain (8%).
Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, yang merupakan
penyebab kematian nomor satu (40% - 60%) kematian ibu melahirkan di
Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan
pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut WHO dilaporkan
bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah
0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari
ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu
penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang
hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang tepat.

6
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Ny. U
Usia : 30 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama/ Suku : Islam/ Jawa
Nama Suami : Tn. A
Usia : 38 th
Alamat : Wajak, Malang
Tanggal : 26 Maret 2018
Pemeriksaan
No. RM : 447406

2.2 Anamnesa
Autoanamnesa (26 Maret 2018) pukul 01.00
1. Keluhan Utama
Plasenta belum lahir sejak 90 menit post partus normal.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
P2A0 dengan post persalinan normal datang ke IGD RSUD Kanjuruhan dengan
rujukan ari-ari tidak lahir dari Bidan. Bayi lahir spontan jam 23.15. Sembilan
puluh menit setelah bayi lahir, tidak ada tanda-tanda lahirnya ari-ari. Pasien
mengatakan banyak darah merah segar keluar setelah melahirkan. Pasien
mengeluh nyeri perut bagian bawah, pusing, lemas tetapi tidak mual dan tidak
muntah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal serupa. Riwayat darah tinggi, diabetes, asma
disangkal. Riwayat kehamilan kembar dalam keluarga disangkal.
4. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama.
5. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat dan makanan.

7
6. Riwayat Haid / Keluarga Berencana
Haid pertama kali umur : 13 tahun
Siklus haid : teratur, 28 hari / bulan
Durasi dan banyaknya haid : 5-7 hari, 3-4 kali ganti pembalut
ma haid terakhir Hari pertama haid terakhir : 19 Juni 2017
Taksiran persalinan : 26 Maret 2018
KB : Tidak KB
7. Riwayat Antenatal Care
Pemeriksaan kehamilan di Bidan, teratur setiap bulan. Selama pemeriksaan
pasien tidak ada keluhan dan kelainan. Pasien pernah USG, dan USG terakhir
pada tanggal 1 Maret 2018 di RSUD Kanjuruhan Kepanjen. Pada pemeriksaan
USG tersebut pasien dinyatakan kondisi janin baik dengan presentasi kepala.
8. Riwayat Perkawinan dan Kehamilan
Pasien kawin baru 1 kali ini. Lama menikah dengan suami sekarang 5 tahun.
Anak :
Anak pertama, usia 3 tahun, lahir pervaginam di Bidan tahun 2015, jenis kelamin
laki-laki, BBL 3000, usia kehamilan 9 bulan.
Anak kedua, usia 0 hari, lahir pervaginam di Bidan tahun 2018, jenis kelamin
perempuan, BBL 2800, usia kehamilan 9 bulan.

2.3 Pemeriksaan Fisik


26 Maret 2018, pukul 00.45 di IGD
1. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, compos mentis, GCS 456. BB 50kg.
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah 90/60
b. Nadi 112 x/menit, regular, isi cukup
c. Laju pernapasan 20 x/menit
d. Suhu aksiler 36.20 C
3. Kepala
a. Bentuk Normosefal
b. Rambut Hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
c. Wajah Simetris, rash (-), sianosis (-), edema (-)

8
d. Mata
Konjungtiva Anemis (+|+)
Sklera Ikterik (-|-)
Palpebra Edema (-|-)
Reflex cahaya (+|+)
Pupil Bulat, isokor, 3mm|3mm
e. Telinga Bentuk normal, sekret (-)
PCH (-), deviasi septum (-), rhinorrhea (-), epistaksis
f. Hidung
(-)
g. Mulut Mukosa basah, sianosis (-)
4. Leher
a. Inspeksi Massa (-), retraksi supraklavikula (-)
b. Palpasi Pembesaran KGB (-|-), JVP R+2cm
5. Thorax
Bentuk dada kesan normal dan simetris, retraksi
a. Inspeksi
dinding dada (-), tidak didapatkan deformitas
b. Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba
Perkusi Batas jantung normal
S1S2 single, regular, ekstrasistol (-), gallop (-),
Auskultasi
murmur (-)
c. Paru
Inspeksi Simetris pada posisi statis dan dinamis, retraksi (-)
Stem fremitus kanan dan kiri normal, tidak teraba
Palpasi
adanya benjolan
Sonor/sonor
Perkusi Sonor/sonor
Sonor/sonor
v | v Rh - | - Wh - | -
Auskultasi v|v -|- -|-
v|v -|- -|-
Pengeluaran ASI (+), hiperpigmentasi areola
d. Payudara
mammae (+), puting susu menonjol (+)

9
6. Abdomen
a. Inspeksi tampak datar, striae gravidarum (+), linea nigra (+)
b. Auskultasi Tidak dilakukan
c. Perkusi Tidak dilakukan
Kontraksi (-), TFU teraba setinggi pusat, nyeri tekan
d. Palpasi
seluruh abdomen
Akral hangat kering + | + edema - | -
+|+ -|-
7. Ekstremitas
sianosis - | - ptechiae - | - CRT <2 detik
-|- -|-
Tampak tali pusat sepanjang 8 cm di depan vagina.
8. Genitalia
Pada pemeriksaan dalam teraba plasenta.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Maret 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 9,3 11,7 - 15,7
Hematokrit 28 35 – 47
Hitung Eritrosit 2,71 3,0 - 6,0
Hitung Leukosit 10.300 4.000 - 11.000
Hitung Trombosit 210.000 150.000 - 450.000
Gula Darah Sewaktu 105 <140
SGOT 17 <36
SGPT 14 <36
Ureum 18 20 – 40
Creatinine 0,7 0,6 – 1,1
PT 9,8 9,7-13,1
Aptt 24,5 22,0-30,0
HbsAg Non reaktif Non reaktif

2.5 Resume
Ny. U usia 30 tahun, post persalinan pervaginam datang ke IGD RSUD
Kanjuruhan Kepanjen dengan rujukan plasenta tidak lahir dari Bidan. Bayi lahir

10
spontan jam 23.15. Sembilan puluh menit setelah bayi lahir, tidak ada tanda-tanda
lahirnya plasenta. Pasien mengatakan banyak darah merah segar keluar setelah
melahirkan. Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah, pusing, lemas tetapi tidak mual
dan tidak muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak lemah, kesadaran compos
mentis, GCS 456, berat badan 50 kg, tekanan darah 90/60, nadi 112 x/menit, respirasi
20 x/menit, suhu 36.2oC. Pada mata didapatkan konjungtiva anemis, pada pemeriksaan
status lokalis abdomen dan genitalia didapatkan palpasi kontraksi uterus (-), TFU teraba
setinggi pusat, nyeri tekan seluruh abdomen, tampak tali pusat sepanjang 8 cm di depan
vagina. Pada pemeriksaan dalam teraba plasenta. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan anemia (Hb 9.3 gr/dL, Ht 28%, E 2.71 juta/uL).

2.6 Diagnosis
P2A0 dengan retensio plasenta + Anemia

2.7 Rencana Terapi


a. Guyur RL 2 line 1000cc
b. Oksigen 3 lpm
c. Kateter
d. Lapor dokter SpOG, advis:
 Oksitosin 1 ampul IV
 Drip 2 ampul dalam RL 500cc
 Ceftriaxone 2x1
 Manual plasenta

2.8 Rencana Edukasi


a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita, rencana
pemeriksaan dan rencana terapi yang akan dilakukan.
b. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
c. Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi jika tidak dilakukan penanganan
dengan segera dan dengan baik.

11
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir 30 menit
sesudah anak lahir. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya
sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual
dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan
ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta
perkreta.
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm
dan tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan
dengan plasenta biasanya di tengah (insersio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk
lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi
seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian
besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil
dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Plasenta berfungsi sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan
sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk
hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah
lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian
plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau
tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila
lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Retensio plasenta (Placental Retension) merupakan plasenta yang belum lahir
dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta)
merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan
perdarahan postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post
partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari
pasca persalinan.

3.2 Etiologi Retensio Plasenta


1. Plasenta terpisah tapi tidak bisa dilahirkan
12
Dalam kasus tersebut biasanya ada tanda-tanda dari pemisahan plasenta,
yaitu : perdarahan, perubahan bentuk rahim, perpanjangan plasenta. Jika tanda-
tanda tersebut tidak terjadi, perdarahan akan muncul ke kavum uterus karena
uterus tidak dapat mengeluarkan sepenuhnya sampai kosong. Fundus terlihat
lebih lebar yang menyebabkan false negatif terhadap pemisahan plasenta.
Dalam situasi ini, fundus sebaiknya diusap untuk membuat fundus
berkontraksi dan plasenta dikeluarkan dengan metode Brandt-Andrews. Tali
plasenta akan terdorong secara pasti. Tangan yang lainnya menekan uterus ke
dorsokranial untuk mencegah terjadinya inversi. Gerakan tersebut dilakukan
dengan kedua tangan dan mencetuskan perlepasan plasenta sampai plasenta
tersebut lahir.

Gambar 1. Manuver Brandt-Andrews

2. Plasenta menempel parsial atau total


Jika plasenta terlepas total hal itu tidak akan menyebabkan perdarahan.
Perlepasan parsial dapat menyebabkan perdarahan tetapi fundus akan
mengembang karena plasenta masih berada di segmen atas.

13
Gambar 2. Plasenta menempel pada segmen atas

3. Plasenta akreta
Penyebab yang jarang dari retensio plasenta. Ada perlengketan
abnormal plasenta ke otot rahim karena kerusakan pembentukan desidua. Hal
ini biasanya parsial, perlengketan parsial disertai pendarahan. Apabila itu
perlengketan komplit, tidak disertai dengan perdarahan, manuver manual
plasenta menyebabkan membukanya sinus yang menyebabkan perdarahan
hebat, dan histerektomi mungkin dibutuhkan.
Plasenta akreta harus dicurigai saat operator memiliki kesulitan dalam
menemukan belahan ketika melakukan manuver manual. Plasenta mungkin
tertinggal di uterus jika tidak tidak ada perdarahan, tetapi infeksi tidak dapat
dihindari. Kemungkinan, ini merupakan kasus yang jarang histerektomi
merupakan cara terbaik.
Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
 Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhesiva),
 Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus
oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium – sampai
dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
 Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti : manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya
juga dapat menyebabkan serviks berkontraksi (pembentukan constriction ring)
dan menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

14
3.3 Jenis dari Retensio Plasenta
1. Plasenta adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miomentrium.
3. Plasenta inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai miomentrium.
4. Plasenta perkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkaserata
Adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium
uteri.

3.4 Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara
progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan
mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara
serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini
menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit
serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala
tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten
15
Ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi
Ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan
kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta
Fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan
lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta.
Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot
uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan
tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran
Dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah
pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga
rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh
lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda
lepasnya plasenta adalah sering ada semburan darah yang mendadak, uterus menjadi
globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena
plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih
panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang
diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah
rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh
adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi
terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya,
dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang
biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara bersamaan dengan tarikan ringan pada
tali pusat.

3. 5 Diagnosa
. Anamnesis
Meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode
perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
16
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT)
dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana
dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

3.6 Tanda dan Gejala Retensio Plasenta


1. Plasenta Akreta Parsial / Separasi
a. Konsistensi uterus kenyal
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedang – banyak
e. Tali pusat terjulur sebagian
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta lepas sebagian
h. Syok sering
2. Plasenta Inkarserata
a. Konsistensi uterus keras
b. TFU 2 jari bawah pusat
c. Bentuk uterus globular
d. Perdarahan sedang
e. Tali pusat terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta sudah lepas
h. Syok jarang
3. Plasenta Inkreta
a. Konsistensi uterus cukup
17
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedikit atau tidak ada
e. Tali pusat tidak terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta melekat seluruhnya
h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.

3.7 Penatalaksanaan
Perdarahan sebelum lahirnya plasenta
Perdarahan dalam kala III persalinan biasanya disebabkan karena retensio
plasenta. Meskipun demikian pasien juga dapat berdarah karena adanya robekan jalan
lahir. Ketika terjadi perdarahan dan plasenta masih didalam uterus hal pertama yang
dilakukan adalah berusaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tarikan ringan dengan
penekanan pada uterus dengan menekan abdomen. Bila berhasil, uterus harus tetap
ditekan dan diberikan oksitosin intravena. Kompresi bimanual harus tetap dilakukan
hingga uterus berkontraksi dengan baik.

Gambar 3. Kompresi Bimanual

18
Retensio plasenta karena kontraksi serviks
Retensio plasenta karena kontraksi serviks hampir selalu terjadi pada persalinan
preterm. Serviks akan menutup hingga hanya terbuka 2 jari. Pada situasi ini tidak
dianjurkan untuk melakukan pengeluaran plasenta dengan tarikan pada tali plasenta,
tekanan pada abdomen maupun pemberian oksitosin. Hal yang lebih baik dilakukan
adalah dengan memberikan nitrogliserin untuk merelaksasi serviks sehingga dapat
dilakukan manual plasenta.
Nitrogliserin merupakan vasodilator kuat, hipotensor dan relaksan otot
miometrium. Pemberian dosis rendah intra vena membuat relaksasi uterus tanpa
mempengaruhi tekanan darah. Meskipun demikian, obat ini sebaiknya tidak digunakan
pada pasien syok dan tekanan darah rendah. Sebelum memasukkan nitrogliserin
sebaikknya diberikan cairan intravena berupa kristaloid sebanyak 500-1000 cc,
Kemudian 500 micro gram intravena. Kurang lebih 60-120 detik setelah nitrogliserin
dimasukkan, serviks akan relaksasi sehingga tangan operator dapat masuk kedalam
kavum uteri.

Retensio plasenta karena perlekatan plasenta yang abnormal


Terdapat beberapa derajat kuatnya perlekatan plasenta ke dinding uterus. Pada
kebanyakan kasus plasenta dapat lepas dari dinding uterus tanpa kesulitan. Pada
beberapa kasus plasenta melekat erat pada dinding uterus sehingga plasenta sulit lepas
dari dinding uterus sehingga memerlukan tindakan berupa manual plasenta dan
perdarahan menjadi sangat banyak. Kondisi ini disebut plasenta akreta dan kebanyakan
berakhir dengan histerektomi. Plasenta akreta menunjukkan angka kematian 4 kali
lebih tinggi dari plasenta yang dapat lahir normal yang merupakan indikasi
histerektomi.
Pada plasenta akreta, perlekatan villi plasenta langsung pada miometrium, yang
mengakibatkan pelepasan yang tidak sempurna pada saat persalinan. Komplikasi yang
signifikan dari plasenta akreta adalah perdarahan post partum. Berdasarkan penelitian
oleh Resnik, angka kejadian plasenta akreta meningkat dan dokter diharapkan waspada
akan kondisi ini, terutama pada wanita yang memiliki riwayat seksio sesaria
sebelumnya atau berbagai penyebab parut pada uterus.

19
Penatalaksanaan setelah plasenta lahir:
Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang, uterus
harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya jika kita menghadapi
perdarahan post partum lanjut.
Jika plasenta belum lahir, harus diusahakan mengeluarkannya. Dapat dicoba
dulu parasat Crede, tetapi saat ini tidak digunakan lagi karena memungkinkan
terjadinya inversio uteri. Tekanan yang keras akan menyebabkan perlukaan pada otot
uterus dan rasa nyeri keras dengan kemungkinan syok. Cara lain untuk membantu
pengeluaran plasenta adalah cara Brandt, yaitu salah satu tangan penolong memegang
tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut diatas simfisis
sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan depan rahim, kira-
kira pada perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan penekanan
kearah atas belakang, maka badan rahim terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka
tali pusat tidak tertarik keatas. Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah
belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk
membantu megeluarkan plasenta. Tetapi kita tidak dapat mencegah plasenta tidak dapat
dilahirkan seluruhnya melainkan sebagian masih harus dikeluarkan dengan tangan.
Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Tehnik ini
kita kenal sebagai plasenta manual.

Indikasi Plasenta manual


 Perdarahan pada kala III persalinan kurang lebih 500 cc
 Retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir
 Setelah persalinan yang sulit seperti forceps, vakum, perforasi dilakukan
eksplorasi jalan lahir.
 Tali pusat putus

Tehnik Plasenta Manual


Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau
Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan
suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa
nyeri.
Penetrasi ke kavum uteri:
1. Berikan sedatif dan analgetik melalui karet infus.

20
2. Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi
litotomi.
3. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya
(tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-
jari dikuncupkan membentuk kerucut.
4. Lakukan kateterisasi kandung kemih.
a. Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar
b. Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
5. Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
6. Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam
vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
7. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang
kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
8. Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri sehingga
mencapai tempat implantasi plasenta.
9. Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke
pangkal jari telunjuk). Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut dengan
ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks
dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan
mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi.
Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu
sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam
sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada
perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.

Melepas Plasenta dari Dinding Uterus


1. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah:
a. Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila dibagian depan, pindahkan
tangan ke bagian depan tal pusat dengan punggung tangan menghadap ke atas.
b. Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan
jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung
tangan mengahadap ke dinding dalam uterus.
c. Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding tangan pada dinding
kavum uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan kanan.

21
2. Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial
sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan. Ujung jari menelusuri
tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus. Melalui celah tersebut, selipkan bagian
ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta
yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat
dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan
fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan
uterus (perforasi) dapat dihindarkan.
Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu lakukan penanganan
yanng sesuai bila terjadi penyulit mengeluarkan plasenta.
3. Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
4. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus Menarik plasenta ke
luar (hindari percikan darah).
5. Letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.
6. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah
plasenta lahir.
7. Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada
bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu
ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan
kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul
intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk
mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan
segera di jahit. Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia
uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk
menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
8. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan
hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-
tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

22
9. Dekontaminasi pasca tindakan alat-alat yang digunakan untuk menolong di
dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah di gunakan penolong ke dalam
larutan antiseptik.
10.Cuci tangan pasca tindakan mencuci kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah
infeksi.

Gambar 4. Manual plasenta

Penanganan Retensio Plasenta

Skema 1. Penanganan Retensio Plasenta

23
3.8 Terapi
Terapi yang dilakukan pada pasien yang mengalami retensio plasenta adalah sebagai
berikut:
1. Bila tidak terjadi perdarahan
Perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi,
pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu
dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi
pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
2. Bila terjadi perdarahan

Lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual


tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan
dari rahim, misal plasenta inkreta atau perkreta, lakukan histerektomi.

3.9. Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan
bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
3. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis. Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat
berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma
invasif. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan
terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa
perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian
perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan
kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang
bisa berubah menjadi kanker. Syok haemoragik.

3.10 Prognosa
Jika segera dilakukan tindakan yang cepat dan tepat prognosa akan baik. Jika
tidak segera ditolong sang ibu dapat meninggal akibat kehabisan darah.

24
BAB 4
PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis pada pasien ini didasarkan pada anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Untuk penegakan diagnosis cukup berdasarkan klinis. Pemeriksaan
laboratorium dapat dilakukan untuk melihat komplikasi yang terjadi. Pasien
didiagnosis dengan retensio plasenta.
Dari anamnesa didapatkan data seorang perempuan berusia 30 tahun, P2A0
dengan post persalinan normal datang dengan rujukan plasenta tidak lahir dari Bidan.
Bayi lahir spontan jam 23.15. Sembilan puluh menit setelah bayi lahir, tidak ada tanda-
tanda lahirnya ari-ari. Pasien mengatakan banyak darah merah segar keluar setelah
melahirkan. Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah, pusing, lemas tetapi tidak mual
dan tidak muntah. Hal ini sesuai dengan teori dimana retensio plasenta adalah plasenta
yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan pasien tampak lemah, kesadaran
compos mentis, GCS 456, berat badan 50 kg, tekanan darah 90/60, nadi 112 x/menit,
respirasi 20 x/menit, suhu 36.2oC. Pada mata didapatkan konjungtiva anemis, pada
pemeriksaan status lokalis abdomen dan genitalia didapatkan palpasi kontraksi uterus
(-), TFU teraba setinggi pusat, nyeri tekan seluruh abdomen, tampak tali pusat
sepanjang 8 cm di depan vagina, pada pemeriksaan dalam teraba plasenta. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan anemia (Hb 9.3 gr/dL, Ht 28%, E 2.71 juta/uL). Hal
ini sesuai dengan manifestasi klinis pada retensio plasenta akreta parsial dimana uterus
tidak berkontraksi, TFU setinggi pusat, perdarahan sedang – banyak, tali pusat terjulur
sebagian, dan ostium uteri terbuka.
Pada pasien ini tatalaksana yang diberikan adalah guyur RL 2 line 1000cc,
oksigen 3 lpm, kateter, oksitosin 1 ampul IV, drip 2 ampul dalam RL 500cc,
Ceftriaxone 2x1dan manual plasenta. Pada pasien ini tatalaksana yang diberikan sudah
sesuai dengan teori dimana apabila terjadi perdarahan, dilakukan pelepasan plasenta
secara manual.

25
BAB 5
KESIMPULAN

Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu


setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya
sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual
dengan segera. Komplikasi dari retensio plasenta dapat berupa perdarahan, infeksi dan
terbentuknya polip plasenta. Prognosa baik apabila dilakukan penanganan secara cepat
dan tepat.

26
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.Gary, Norman F. Gant, et all. Williams Obstetrics international


edition. 23 st edition; 2012.
DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current diagnosis and
treatment in obstetrics and gynecology. 10th ed. Philadephia : McGraw-
Hill;2007.
Manuaba. Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2003.
Nugroho, Taufan. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika; 2010.
Pudiastuti, Ratna Dewi. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Patologi. Yogyakarta
: Nuha Medika; 2012.
Sarwono Prawirohardjo, Prof, dr, DSOG dan Hanifa Wiknjosastro, Prof, dr, DSOG;
Ilmu Kandungan, YBP-SP, Edisi ke empat, cetakan ke tiga. Jakarta: FKUI;
2013.
Wainscott, Michael P. Pregnancy, Postpartum Hemorrhage.
http://www.eMedicine.com. May 30, 2006.

27

Anda mungkin juga menyukai