Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

KONSEP DAN TEORI KEPERAWATAN KOMUNITAS

2.1. Konsep keperawatan komunitas

komunitas adalah komponen penting dari pengalaman manusia sebagai bagian dari
pengalaman yang saling terkait dengan keluarga, rumah, serta berbagai ragam budaya
dan agama (Ervin, 2002). Keperawatan kesehatan komunitas adalah area pelayanan
keperawatan profesional yang diberikan secara holistik (bio-psiko-sosio-spritual) dan
difokuskan pada kelompok risiko tinggi yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan
melalui upaya promotif, preventif, tanpa menhabaikan kuratif dan rehabilitatif dengan
melibatkan komunitas sebagai mitra dalam menyelesaikan masalah (Hithcock, Scubert
dan Thomas, 1999; Allender dan Spradley, 2001, Stanhope dan Lancaster, 2016).

Praktik keperawatan komunitas adalah sintesis praktik keperawatan dan praktik


kesehatan masyarakat, diaplikasikan dalam peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
masyarakat (populasi),menggunakan ilmu yang berasal dari keperawatan, sosial, dan
kesehatan masyarakat (Stanhope dan Lancaster, 2016). Lingkup praktik keperawatan
komunitas adalah generalis dan spesialis. Praktik keperawatan generalis bertujuan
memberikan asuhan keperawatan komunitas dasar (basic community) dengan sasaran
individu, keluarga, dan kelompok untuk beberapa aspek keterampilan dasar (beginning
skill). Sedangkan praktik keperawatan spesialis bertujuan memberikan asuhan
keperawatan komunitas lanjut (advanced nursing comunnity) dengan sasaran kelompok
(agregat) dan masyarakat serta masalah individu dan dan keluarga yang kompleks.

2.1.1. Tujuan keperawatan komunitas

Tujuan keperawatan komunitas adalah mempertahankan sistem klien dalam keadaan


stabil melalui upaya prevensi primer, sekunder, dan tersier (Pacala, 2007; Wallace,
dalam Allender; Rector; dan Warner, 2014). Adapun penjelasan mengenai upaya
prevensi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Prevensi Primer
Prevensi primer ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat yang sehat. Bentuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah
promosi kesehatan dan perlindungan spesifik agar terhindar dari masalah/penyakit.
Contohnya adalah memberikan imunisasi pada balita, pemberian vaksin, serta
promosi kesehatan tentang perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Prevensi sekunder
Prevensi sekunder ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat yang berisiko mengalami masalah kesehatan. Bentuk intervensi yang
dapat dilakukan adalah pelayanan/asuhan keperawatan mencakup identifikasi
masyarakat atau kelompok yang berisiko mengalami masalah kesehatan, melakukan
penanggulangan masalah kesehatan secara tepat dan cepat, upaya penemuan penyakit
sejak awal (skrining kesehatan), pemeriksaan kesehatan berkala, serta melakukan
rujukan terhadap masyarakat yang memerlukan penatalaksanaan lebih lanjut.

c. Prevensi Tersier

Prevensi tersier ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan


masyarakat pada masa pemulihan setelah mengalami masalah kesehatan. Bentuk
intervensi yang dapat dilakukan adalah upaya rehabilitasi pasca perawatan di fasilitas
tatanan pelayanan kesehatan lain untuk mencegah ketidakmampuan, ketidak
berdayaan atau kecacatan lebih lanjut. Contoh tindakan yang dilakukan adalah
melatih rentang pergerakan sendi/range of motion (ROM) pada klien pasca stroke,
atau melakukan kegiatan pemulihan kesehatan pasca bencana.

2.1.2. Strategi Intervensi keperawatan

Pelayanan keperawatan komunitas yang diberikan seyogyakarta memperhatikan


strategi intervensi keperawatan komunitas agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai,
berikut uraiannya:

2.1.2.1. Proses Kelompok

Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang


di lakukan dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat (melalui pembentukan
peer atau social support berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat). Perawat
komunitas dapat membentuk kelompok baru atau bekerja sama dengan kelompok
yang telah ada (Stanhope dan Lancaster, 2016). Proses kelompok ini dilakukan
dengan membentuk kelompok dari-oleh-untuk masyarakat yang memperhatikan
kesehatan di wilayahnya sehingga dapat secara mandiri mengatasi masalah yang
muncul di masyarakat. Sebagai suatu intervensi, kelompok bisa menjadi cost efficient
treatment dengan hasil terapeutik yang positif (Snyder dan Lindquist, 2009).

Pengaruh positif strategi intervensi dengan proses kelompok meliputi: 1)


membangun harapan ketika anggota kelompok menyadari bahwa ada orang lain yang
telah menghadapi atau berhasil menyelesaikan masalah yang sama; 2) universalitas,
dengan menyadari bahwa dirinya tidak sendiri menghadapi masalah yang sama; 3)
berbagi informasi; 4) altruisme dan saling membantu; 5) koreksi berantai atau
berurutan, hubungan yang paralel terjadi dalam kelompok dan dalam keluarga; 6)
pengembangan teknik sosialisasi; 7) perilaku imitatif dari pemimpin kelompok; 8)
katarsis, ketika anggota belajar untuk mengekspresikan perasaan secara tepat; 9)
faktor-faktor eksistensial ketika anggota kelompok menyadari bahwa hidup kadang
tidak adil dan setiap orang harus bertanggung jawab terhadap cara hidup yang telah
ditempuh (Yalom, 1983; dalam Hitchcock, Schubert dan Thomas, 1999). Adapun
tahapan dalam proses kelompok meliputi:

a. Fase awal ( Initiative phase)


1) Tingkat kepercayaan terhadap kelompok masih rendah.
2) Tentukan tujuan yang spesifik dan ketua kelompok.
3) Perlu di tentukan batasan, pengertian, maksud, tujuan, strategi intervensi dan
kapan tujuan dapat tercapai.
4) Ketua bertanggung jawab meyakinkan kelompok tentang peran, norma dan tujuan
kelompok.
b. Fase kerja (Work phase)
1) Kelompok mengembangkan keeratan (cohesiveness) untuk dapat berfungsi
sebagai tim dan berupaya mencapai tujuan kelompok.
2) Menyelesaikan konflik yang timbul akibat adanya perselisihan/perbedaan
pendapat.
3) Penyelesaian masalah dan pembuatan perubahan.
4) Membuat keputusan kelompok bisa melalui keputusan ketua kelompok, voting
atau konsensus.
c. Fase akhir (Termination phase)
1) Terminasi dilakukan jika tujuan sudah tercapai atau sesuai waktu yang
ditentukan.
2) Kelompok mulai mengevaluasi tercapainya tujuan dan menetapkan rencana
tindak lanjutnya.
3) Lakukan diskusi dengan kelompok untuk mengekspresikan perasaan (Express
Feeling).

2.1.2.2. Promosi kesehatan

Berbagai bentuk dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut:

a. Diseminasi informasi
Salah satu bentuk dari desiminasi informasi adalah pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan dalam rangka upaya promotif dan
preventif dengan melakukan penyebaran informasi dan meningkatkan motivasi
masyarakat untuk berperilaku sehat (Stanhope dan Lancaster, 2016). Pendidikan
kesehatan umumnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi
ketidak mampuan dan merupakan upaya untuk mengaktualisasikan potensi
kesehatan dari individu, keluarga, komunitas dan masyarakat diseminasi
informasi bertujuan mengubah sikap, keyakinan dan perilaku masyarakat melalui
pemeberian informasi serta memunculkan kesadaran bahwa suatu masalah yang
timbul dapat diatasi. Contohnya pemasangan informasi, pemberitaan via televisi
tentang upaya menghentikan kebiasaan merokok; pembuatan brosur untuk
kontrol berat badan, memasukan artikel tentang kebugaran di surat kabar.
b. Pengkajian dan penilaian
Mendorong seseorang agar mengurangi faktor resiko dan mengadopsi gaya
hidup sehat. Contohnya melakukan penilaian terhadap resiko kesehatan
(memperkirakan resiko penyakit berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik
dan lain-lain), mengadakan lomba atau kompetisi penampilan sesuai indikator
sehat.
c. Modifikasi gaya hidup (Life Style Modification)
Membantu klien bertanggung jawab atas kesehatan sendiri dan membuat
perubahan perilaku yang sesuai untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Faktor-
faktor yang harus dipertimbangkan dalam memodifikasi gaya hidup diantaranya
perubahan situasi, tersedianya pengetahuan dan keterampilan untuk
melaksanakan dan meneruskan perubahan, hasil yang akan diperoleh dari
perilaku baru, serta adanya dukungan fisik dan sosial untuk merubah perilaku.
d. Penataan lingkungan (Environmental Restructuring)]
Kegiatan ini mencakup kegiatan penyediaan atau penataan faktor pendukung
untuk mengoptimalkan kualitas lingkungan dan peningkatan perilaku.
Lingkungan yang ditata mencakup lingkungan fisik, sosial dan ekonomi
misalnya mengatur kenyamanan dan keamanan fisik, menghindarkan terjadi
pencemaran air minum, menciptakan keterpaduan kelompok, dan menetapkan
penyediaan koperasi.

2.1.2.3. Pemberdayaan (Empowerment)

Pemberdayaan atau empowerment adalah suatu kegiatan keperawatan


komunitas dengan melibatkan masyarakat secara aktif untuk menyelesaikan
masalah yang ada di komunitas, masyarakat sebagai subjek dalam menyelesaikan
masalah (Hitchock, Schubert dan Thomas, 1999; Stanhope dan Lancaster, 2016).
Pemberdayaan adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan kontrol dalam
pengambilan keputusan pada level individual, keluarga, komunitas dan masyarakat
(Nies dan McEwen, 2015). Perawat dapat menggunakan strategi pemberdayaan
untuk membantu masyarakat mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan
masalah, menciptakan jejaring, negoisasi, lobbying, dan mendapatkan informasi
untuk meningkatkan kesehatan (Nies dan McEwen, 2015).

Labonte (1994) dalam Stanhope dan Lancaster (2016) menyebutkan terdapat


lima area pemberdayaan yaitu interpersonal (personal empowerment), intragroup
(small group development), intergroup (komunitas), interorganizational (coalition
building), dan political action. Pemberdayaan dengan model multilevel seperti ini
memungkinkan perawat komunitas melakukan intervensi dalam cakupan mikro
dan makro.

Proses pemberdayaan masyrakat memiliki tahapan yang meliputi:


a. Tahap persiapan (Engagement)
Pada tahap engagement dilakukan persiapan awal atau enrty point proses
pemberdayaan yang meliputi persiapan sumber daya manusia, sarana serta
lingkungan. Persiapan yang dilakukan meliputi: 1) persiapan tenaga
pemberdayaan; tahap ini ditujukan untuk menyamakan persepsi dan
pengetahuan antar anggota terutama jika tenaga petugas memiliki latar
belakang pendidikan yang berbeda-beda. 2) persiapan lapangan; pada
tahapan ini perawat melakukan pengkajian kelayakan pada daerah yang
akan dijadikan sasaran baik secara formal maupun informal. Selain itu,
pada tahap ini, perijinan juga dilakukan. Akses relasi dengan tokoh
informal juga penting untuk dilakukan agar terjalin hubungan yang baik
dengan masyarakat.
b. Tahap pengkajian (Assesment)
Pengkajian dapat dilakukan terhadap individu (tokoh masyarakat) atau
kelompok-kelompok masyarakat dengan menggunakan metode focus
group discussion, curah pendapat atau nominal group proces. Perawat
komunitas melakukan identifikasi masalah mengenai kebutuhan
masyarakat. Masyarakat mulai di libatkan secara aktif agar permasalahan
yang dirasakan masyarakat benar-benar berasal dari masyarakat sendiri.
Setelah mendapatkan permasalahan, perawat memfasilitasi masyarakat
dalam menyusun prioritas masalah akan ditindaklanjuti.
c. Tahap perencanaan kegiatan (Designing)
Perawat komunitas melakukan proses penyusunan perencanaan program
pemberdayaan masyarakat pada tahap designing. Perencanaan program
dilakukan aktif bersama partisipasi masyarakat. Masyarakat tidak hanya
dituntut untuk mengetahui permasalahan dan kebutuhannya namun juga
bekerja sama dengan perawat untuk menyusun penanganan yang tepat dan
sesuai. Diskusi dilakukan perwakilan masyarakat dan perawat mengenai
alternatif program dan tujuan yang ingin dicapai yang dapat dilakukan oleh
masyarakat dalam proses pemberdayaan. Perawat bertugas sebagai
fasilitator yang membantu masyarakat berdiskusi bersama mengenai
rencana program dan menuangkannya dalam bentuk tertulis seperti
penyusunan proposal.
d. Tahap Implementasi (pelaksanaan program)
Tahap implementasi merupakan tahap pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat. Proses implementasi yang baik harus dilandasi kerja sama
yang baik antara perawat dan masyarakat maupun antar masrakat. Hal ini
ditujukan agar proses pelaksanaan sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun.
e. Tahap evaluasi
Evaluasi dilakukan sebagai proses pengawasan dari masyarakat dan
perawat terhadap program yang sedang dijalnkan. Pada tahap evaluasi,
warga harus dilibatkan agar terbentuk pengawasan secara internal dan
dalam rangka memandirikan masyarakat dengan memanfaatkan sumber
daya yang ada. Evaluasi diharapkan dapat memberikan umpan balik yang
berguna bagi perbaikan program.
f. Tahap terminasi (Disengagement)
Pada tahap terakhir ini terjadi pemutusan hubungan secara formal dengan
komunitas. Hal ini dilakukan karena masyarakat telah mampu secara
mandiri atau telah mencapai waktu yang ditetapkan sebelumnya. Proses
terminasi tidak serta merta dilakukan secara mendadak namun harus
bertahap. Sehingga jika perawat belum menyelesaikan dengan baik maka
kontak dengan masyarakat tetap dilakukan namun tidak secara rutin dan
akhirnya perlahan-lahan dikurangi kontrak dengan komunitas sasaran.

2.1.2.4. Kemitraan (Partnership)

Kemitraan adalah hubungan kerja sama antara dua pihak atau lebih,
berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan ( memberikan
manfaat) untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan
peran masing masing (Depkes, 2006). Partnership atau kemitraan adalah suatu
bentuk kerjasama aktif antara perawat komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor
dan program. Bentuk kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing
dilakukan untuk saling menguntungkan ( Stanhope & Lancaster, 2016; Hitchock,
Schuber & Thomas, 1999).

Partnership adalah intervensi keperawatan komunitas dalam bentuk kerjasama


dengan pihak terkait untuk membina, mengawasi, dan mencegah permasalahan
komunitas ( Ervin, 2002). Pihak yang dapat dilibatkan dalam partnership adalah
pemerintah ( Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Kelurahan), Lembaga Swadaya
Masyarakat/ LSM dan pihak swasta. Bentuk kegiatan tersebut dapat berupa
kerjasama program dan dukungan dari pihak yang diajak kerjasama. Program dapat
berasal dari pihak yang diajak kerjasama atau perawat.

Aktivias kemitraan dapat membantu perawat dalam mengubah komunitas risiko


tinggi ke dalam realitas komunitas yang berarti. Kemitraan dapat berarti jika perawat
dapat memenuhi tanggung jawab profesionalnya untuk :

a. Mengidentifikasi dan menetapkan hubungan dengan klien.


b. Kolaborasi dengan komunitas dan pimpinan politik, wakil dari pengguna, profesi
dari bidang lain dan perawat lain atau pekerja kesehatan ( health care worker ).
c. Mempertahankan jaringan untuk memfasilitasi perubahan informasi dan berbagi
kekuatan dalam sistem kesehatan.
d. Menjadi advokat bagi klien utama di komunitas.
Jenis dari kemitraan meliputi :
a. Kerjasama dengan konsumen ( Consumery Advocacy )
Consumery Advocacy merupakan bentuk partnership yang terjadi jika melihat
kebijakan sumber pelayanan kesehatan prioritas tertinggi ditujukan untuk
kebutuhan klien. Consumery Advocacy juga diartikan sebagai upaya pemecahan
masalah lebih lanjut jika penyelesaian konflik tidak konsisten dengan keinginan
klien. Perawat diharapkan melakukan advocacy jika kebutuhan kelompok
berisiko tidak tersedia di dalam program atau didalam sistem pelayanan
kesehatan. Perawat dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan penyediaan
dana, penyediaan waktu dari profesi lain. Keterlibatan klien dalam proses
advokasi sangat pening.
b. Multidisiplin kolaborasi sangat efektif untuk mengidentifikasi dan mengkaji
resiko kesehatan di masyarakat yaitu:
1) Mengkaji kebutuhan kesehatan komunitas
2) Menentukan populasi yang beresiko sakit, cacat, kematian.
3) Merencanakan program dan mengalokasikan sumber
4) Mengidentifikasi isu-isu penelitian.
c. Membangun Jejaring ( Networking) :
1) Mengumpulkan informasi tentang kebutuhan pelayanan kesehatan mulai dari
waktu ( when ), alasan (why) dan cara (how). Menurunkan resiko kesehatan di
masyarakat dan dapat memfasilitasi perawat untuk masuk ke masyarakat dan
mengembangkan kerjasama komunitas.
2) Meningkatkan dan mempertahankan hubungan kerjasama dengan profesi lain
dan memfasilitasi terjadinya tipe kerjasama perawat dengan klien maupun
kerjasama dengan multidisiplin.

2.2. Teori dan Model Keperawatan yang Melandasi Praktik Keperawatan Komunitas

Perawat dalam melaksanakan praktiknya harus mengacu pada model konsep dan teori
keperawatan yang sudah ada. Konsep, teori dan model keperawatan digunakan sebagai
dasar dalam menyusun kerangka kerja praktik keperawatan (Aligood, 2015). Berbagai
model konseptual keperawatan yang juga telah dikembangkan sebagai middle range
theory yang dapat dijadikan acuan menyusun kerangka kerja praktik keperawatan
komunitas antara lain:

2.2.1 Model Konseptual Keperawatan Model Adaptasi Roy

Adaptasi merupakan proses positif individu, keluarga, kelompok atau masyarakat


terhadap perubahan lingkungan. Teori Roy menguraikan bagaimana individu mampu
meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku secara adaptif serta
mampu mengubah perilaku yang maladaptif. Menurut Roy, terdapat empat objek utama
dalam keperawatan komunitas yaitu :

a. Manusia

Roy menyaakan bahwa manusia sebagai penerima jasa asuhan keperawatan


adalah individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Masing-masing diperlakukan
oleh perawat sebagai sistem adaptasi yang holistik dan terbuka. Sistem terbuka
tersebut berdampak terhadap perubahan yang konstan terhadp informasi, kejadian
dan energi yang dihasilkan dari interaksi antara sistem manusia dan lingkungan.
Interaksi yang konstan antar manusia dan lingkungan dicirikan oleh perubahan
internal dan eksternal. Intervensi keperawatan dilakukan untuk memberdayakan
manusia.

b. Keperawatan

Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan


kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit
mengalami gangguan fisik, psikis dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan
kemampuan yang ada pada sistem klien, mencegah, memperbaiki, dan melakukan
rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh sistem klien.

Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon


adaptasi yang berhubungan dengan empat model respon adptasi. Perubahan
internal, eksternal, dan stimulus input bergantung dari kondisi koping individu.
Kondisi koping menggambarkan tingkat adaptasi individu. Tingkat adaptasi
ditenyukan oleh simulus fokal, konsektual, dan residual. Stimulus fokal adalah
stimulus internal dan eksternal yang paling segera mengkonfrontasi sistem manusia
(sistem klien). Stimulus kontekstual adalah keseluruhan faktor lingkungan yang
ada pada sistem klien baik dari dalam maupun dari luar tapi bukan merupakan
pusat perhatian atau energi. Stimulus residual adalah faktor lingkungan yang
berasal dari dalam dan luar sistem manusiadengan efek pada situasi terakhir yang
masih belum jelas, dilakukan melalui identifikasi:

1) Stimulus fokal
Simulus fokal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi pada
internal sistem klien. Melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian
perilaku, yaitu keterampilan melakukan observasi, pengukuran dan wawancara
2) Stimulus kontekstual
Stimulus kontekstual merupakan stimulus yang berasal dari eksternal sistem
klien yang berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi
oleh stimulus fokal. Stimulus kontekstual dapat diidentifikasi oleh perawat
melalui observasi, pengukuran, wawancara dan validasi. Faktor kontekstual
yang mempengaruhi model adaptif adalah genetik, seks, tahap perkembangan,
obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi, interdependensi, pola
interaksi sosial, koping mekanisme, stres emosi dan fisik religi dan lingkungan
fisik.
3) Stimulus residual

Tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Beberapa faktor
dalam pengalaman masa lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan
saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan
memberikan efek pada situasi sekarang.
c. Konsep Sehat

Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu kontinum dari sehat sampai dengan
sakit dan maninggal. Roy menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan
dan proses dalam upaya menjadikan dirinya terintegrasi secara keseluruhan yaitu
fisik, mental dan sosial. Integrasi adaptasi sistem klien dimanifestasikan oleh
kemampuan individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan dan
reproduksi.

Sakit adalah suatu kondsi ketidakmampuan individu untuk beradaptasi


terhadap simulus yang berasal dari dalam dan luar individu. Kondisi sehat dan
sakit sangat relatif dipersepsikan oleh individu. Kemampuan individu dalam
beradaptasi (koping) bergantung pada latar belakang individu tersebut dalam
mengartikan dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya ingkat pendidikan,
pekerjaan, usia, budaya, dan lain-lain.

d. Konsep Lingkungan

Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari


internal dan eksternal yang mememngaruhi dan berakibat terhadap perkembangan
dan perilaku individu dan kelompok. Lingkungan eksternal dapat berupa fisik,
kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai
suatu ancaman. Lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh
individu dan proses stresor biologis yang berasal dari dalam tubuh manusia.
Manifestasi yang tampak akan tercermin dari perilaku individu sebagai suatu
sistem. Pemahaman klien yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat
meningkatkan adaptasi klien tersebut mengubah dan mengurangi risiko akibat
dari lingkungan sekitarnya. Melalui perubahan tersebut, individu harus
mempertahankan integritas dirinya yaitu beradaptasi secara berkesinambungan.
Sistem adaptasi memiliki empat model adaptasi yang akan berdampak terhadap
respon adaptasi (output) diantranya sebagai berikut:

1). Fungsi Fisiologis; sistem adaptasi fisiologis diantaranya adalah oksigenasi,


nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan
elektroli, fungsi neurologis dan endokrin.
2). Konsep Diri; Bagaimana seseorang mengenal pola-pola interaksi sosial dalam
berhubungan dengan orng lain.
3). Fungsi Peran; Proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran
seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan
dengan orang lain.
4). Interdependen; Kemampuan seseorang mengenal pola-pola tentang kasih
sayang, cinta, yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada
tingkat individu maupun kelompok. ( Aligood, 2015).
2.2.2 Model Konseptual Keperawatan Sistem Model Imogene M.King

Kerangka kerja king, menunjukan hubungan sistem personal (individu), sistem


interpersonal (kelompok seperti perawat-pasien), dan sistem soal ( misalnya sitem
pendidikan, sistem layanan kesehatan). King memahami model konsep dan teori
keperawatan dengan menggunakan pendekatan sistem terbuka dalam hubungan
interaksi yang konstan dengan lingkungan.

a. Sistem Personal ( Individu). Pada sistem personal, konsep yang relevan adalah
persepsi, diri, pertumbuhan dan perkembangan, citra tubuh, dan waktu.

1). Persepsi
Persepsi adalah gambaran indvidu tentang objek, orang dan kejadian-kejadian.
Persepsi berbeda dari satu orang dan orang lain dan hal ini tergantung dengan
pengalaman masa lalu, latar belakang, pengetahuan dan status emosi. Karakteristik
persepsi adalah universal atau dialami oleh semua.

2). Diri
Diri adalah individu atau bila individu berkata “AKU”. Karakteristik diri adalah
individu yang dinamis, sistem terbuka dan orientasi pada tujuan.

3) Pertumbuhan dan Perkembangan

Tumbuh kembang meliputi perubahan sel, molekul dan perilaku manusia.


Perubahan ini biasanya terjadi dengan cara yang tertib, dan dapat diprediksi
walaupun individu itu bervariasi, sumbangan fungsi genetik, serta pengalaman
yang berarti dan memuaskan. Tumbuh kembang dapat didefinisikan sebagai proses
diseluruh kehidupan individu ketika individu bergerak dari poensial untuk
mencapai aktualisasi diri.

4) Citra tubuh
King mendefinisikan citra diri yaitu bagaimana orang merasakantubuhnya dan
reaksi-reaksi lain dalam penampilannya.

5) Ruang

Ruang adalah universal sebab semua orang punya konsep ruang, personal atau
subjektif, individual, situasional, dan tergantung dengan hubungannya dengan
situasi, jarak dan waktu, transaksional, atau berdasarkan pada persepsi individu
terhadap situasi. Definisi secara operasional, ruang meliputi ruang yang ada untuk
semua arah, didefinisikan sebagai area fisik yang disebut teritory dan perilaku
orang yang menempatinya.
6) Waktu

King mendefinisikan waktu sebagai lama antara satu kejadian dengan kejadian
yang lain merupakan pengalaman unik setiap orang dan hubungan antara satu
kejadian dengan kejadian yang lain.

b. Sistem Interpersonal

King mengemukakan sistem interpersonal terbentuk oleh interaksi antara


manusia. Interaksi antar dua orang disebut dyad, tiga orang disebut triad, dan
empat orang disebut group. Konsep yang relevan dengan sistem interpersonal
adalah interaksi, komunikasi, transaksi, peran dan stres.

1) Interaksi
Interaksi didefinisikan sebagai tingkah laku yang dapat diobservasi oleh dua
orang atau lebih didalam hubungan timbal balik.

2) Komunikasi

King mendefinisikan komunikasi sebagai proses informasi yang diberikan dari


satu orang ke orang lain baik langsung maupun tidak langsung, misalnya
melalui telepon, televisi atau tulisan kata. Ciri-ciri komunikasi adalah verbal,
non verbal, situasional, perseptual, transaksional, tidak dapat diubah, dan
dinamis. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis dalam
menyampaikan ide-ide satu orang ke orang lain. Aspek perilaku non verbal
yang sangat penting adalah sentuhan. Aspek lain dari perilaku adalah jarak,
postur, ekspresi wajah, penampilan fisik dan gerakan tubuh.

3) Transaksi

Ciri-ciri transaksi adalah unik, karena setiap individu mempunyai realitas


personal berdasarkan persepsi diri. Dimensi temporal – spasial individu
mempunyai pengalaman atau rangkaian-rangkaian kejadian dalam waktu.

4) Peran

Peran melibatkan sesuatu yang timbal balik dimana individu pada suatu saat
sebagai pemberi dan di saat yang lain sebagai penerima. Ada tiga elemen
utama peran yaitu, peran berisi set perilaku yang diharapkan pada orang yang
menduduki posisi di sistem sosial. Seperangkat prosedur atau aturan yang
ditentukan oleh hak dan kewajiban yang berhubungan dengan prosedur atau
organisasi, dan hubungan antara dua orang atau lebih berinteraksi untuk tujuan
pada situasi khusus.

5) Stres
Definisi stres menurut King adalah suatu keadaan yang dinamis dimanapun
manusia berinteraksi dengan lingkungannya untuk memelihara keseimbangan
pertumbuhan, perkembangan dan perbuatan yang melibatkan pertukaran
energi dan informasi antara individu dengan lingkungannya untuk mengatur
stresor. Stres adalah sesuatu yang dinamis sehubungan dengan sistem terbuka
yang terus-menerus terjadi pertukaran dengan lingkungan, inensitasnya
bervariasi, ada dimensi yang temporal-spatial yang dipengaruhi oleh
pengalaman lalu, individual, personal, dan subjektif.

c. Sistem Sosial

Merupakan sistem dinamis yang akan menjaga keselamatan


lingkungan. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi perilaku masyarakat,
interaksi, persepsi, dan kesehatan. Sistem sosial dapat mengantarkan
organisasi kesehatan dengan memahami konsep organisasi, kekuasaan, status,
dan pengambilan keputusan.

1) Organisasi
Organisasi bercirikan struktur posisi yang berurutan dan aktivitas yang
berhubungan dengan pengaturan formal dan informal individu dan kelompok
untuk mencapai tujuan personal atau organisasi.
2) Otoritas
King mendefinisikan otoritas atau wewenang, bahwa wewenang itu aktif,
proses transaksi yang timbal balik dimana latar belakang, persepsi, nilai-nilai
dari pemegang memengaruhi definisi, validasi dan penerimaan posisi di
dalam organisasi berhubungan dengan wewenang.
3) Kekuasaan
Kekuasaan adalah universal, situasional, atau bukan sumbangan personal,
esensial dalam organisasi, dibatasi oleh sumber-sumber dalam suatu situasi,
dinamis dan orientasi pada tujuan.
4) Pembuatan Keputusan
Pembuatan atau pengambilan keputusan bercirikan untuk mengatur setiap
kehidupan dan pekerjaan, orang, universal, individual, personal, subjektif,
situasional, proses yang terus menerus, dan berorientasi pada tujuan.
5) Status
Status bercirikan situasional, posisi ketergantungan, dapat diubah. King
mendefinisikan status sebagai posisi individu di dalam kelompok atau
kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain di dalam organisasi dan
mengenali bahwa status hubungannya dengan hak-hak istimewa, tugas-tugas,
dan kewajiban.
2.2.3 Model Konseptual Keperawatan Model Self Care Dorothea Orem

Self care adalah kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri.
Dalam hal ini Model Orem berfokus untuk memandirikan keluarga sebagai bagian dari
komunitas. Orem mengembangkan teori self care yang terdiri dari:

a. Perawatan Diri Sendiri ( Self Care)


Perawatan diri sendiri merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta
dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi dan memperthankan
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Teori self care ini terdiri dari :
1) Self Care Agency yang merupakan suatu kemampuan individu dalam melakukan
perawatan diri sendiri yang dapat dipengaruhi oleh usia, perkembangan, sosio-
kultural dan kesehatan ; 2) Self Care Demand yaitu adanya tuntutan atau
permintaan dalam perawatan diri sendiri;3) Kebutuhan Self Care yaitu suatu
tindakan yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri.
2) Self Care Deficit
Unsur ini merupakan bagian penting dalam perawatan. Menurut teori ini, dalam
pemenuhan perawatan diri serta membantu dalam proses penyelesaian masalah,
metode yang dapat dilakukan diantaranya bertindak atau berbuat untuk orang lain
sebagai pembimbing, pemberi support, meningkatkan pengembangan lingkungan
pribadi, serta mengajarkan atau mendidik pada orang lain.
3) Teori Sistem Keperawatan
Orem memberikan identifikasi dalam sistem pelayanan keperawatan sebagai
berikut:
a) Sistem bantuan secara penuh (Wholly Compensatory System)
Sistem ini merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan
bantuan secara penuh dalam memenuhi tindakan perawatan secara mandiri
sehingga memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan, dan ambulasi
serta adanya manipulasi gerakan. Contohnya adalah pemberian bantuan pada
pasien koma atau mengalami penurunan kesadaran.

b) Sistem bantuan sebagian ( Partially Compensatory System)

Sistem ini merupakan sistem pemberian perawatan diri sendiri secara sebagian
dan ditujukan kepada pasien yang memelukan bantuan secara minimal.
Contohnya perawatan pada pasien post operasi abdomen saat pasientidak
memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan luka.

c) Sistem Suportif dan Edukatif

Pada sistem ini, bantuan diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan
pendidikan dengan harapan pasien mampu memerlukan perawatan secara
mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan
keperawatan setelah dilakukan pembelajaran. Contohnya pemberian sistem ini
dapat dilakukan pada pasien yang memerlukan informasi pada pengaturan
kelahiran
2.2.4 Model Community as Partner (CAP)

Model Community as partner (CAP) digunakan untuk mengkaji berbagai jenis


komunitas dengan luas wilayah, lokasi, dan sumber-sumber yang dimiliki atau
karakteristik populasi tertentu. CAP terdiri dari tiga bagian yaitu:

a. Inti Komunitas ( The Cummunity Core)


1. Sejarah ( History )
2. Data Demografi ( Demographic )
3. Suku dan Budaya ( Ethnicyty )
4. Nilai dan keyakinan ( Values and beliefs )
5. Persepsi ( Perception ), yang terdiri dari persepsi masyarakat terhadap kondisi
lingkungan ( merasa aman, nyaman, fasilitas lengkap atau kurang); penilaian
masyarakat terhadap kekuatan dan kelemahan wilayah tempat tinggal mereka ;
penilaian terhadap kondisi kesehatan masyarakat secara umum ; dan apa
masalah yang mungkin muncul.

b. Subsistem Komunitas ( The Community Subsystems )


1. Lingkungan Fisik
2. Pendidikan
3. Keamanan dan Transportasi
4. Politik dan Pemerintahan
5. Pelayanan Sosial dan Pelayanan Kesehatan
6. Komunikasi
7. Ekonomi
8. Rekreasi

Aplikasi teori CAP dalam keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:

a. Inti Komunitas ( The Community Core )

1) Sejarah ( History )
a) Melakukan wawancara dengan TOMA/TOGA
b) Perubahan yang terjadi
c) Peristiwa atau kejadian yang berkaitan

2) Data Demografi ( Demographic )


a) Komposisi penduduk
b) Kelompok umur
c) Jenis kelamin

3) Suku dan Budaya ( Ethnicyty )


a) Pengamatan terhadap gaya hidup
b) Perilaku yang membudaya ( positif/negatif)
c) Bahasa yang digunakan
d) Perkumpulan yang ada
e) Penyelesaian masalah apakah antar etnis atau golongan khusus

4) Nilai dan keyakinan ( Values and Beliefs )

a).Lakukan wawancara dan observasi bagaimana bentuk interaksi di masyarakat

b).Adakah perilaku yang mempengaruhi kesehatan individu, keluarga,


kelompok atau masyarakat ? ( misal: narkoba )

b. Subsistem Komunitas ( The Community Subsystems )

1) Lingkungan Fisik
Observasi ada fasilitas umumyang dipergunakan ( lapangan olahraga, warnet
wartel, bioskop, fasilitas ibadah )

2) Pendidikan
a) Kumpulkan data tentang tingkat pendidikan masyarakat
b) Keberadaan fasilitas pendidikan lengkap

3) Keamanan dan transportasi


a) Lakukan pengamatan dan observasi tentang alat transportasi
b) Keamanan pemakai alat transportasi
c) Kecepatan kendaraan yang digunakan
d) Keberadaan rambu-rambu lalu lintas
e) Kondisi jalan dan fasilitas
f) Apakah ada pos polisi atau satpam atau sistem keamanan lingkungan
g) Adakah gangguan keamanan

4) Politik dan Pemerintahan


a) Bagaimana kegiatan politik di wilayah tersebut ?
b) Adakah anggota masyarakat terlibat dalam kegiatan politik ?
c) Bagaimana menyikapi perbedaan pendapat atau golongan politik ?

5) Pelayanan Sosial

a). Lakukan wawancara dan observasi pelayanan sosial yang ada misalnya
dengan LSM.

b). Ketersediaan fasilitas kesehatan

6) Komunikasi

a). Amati cara komunikasi di wilayah tersebut terhadap keluarga,


lingkungan/masyarakat sekitar, aparat pemerintah

b). Adakah masalah antar kelompok ?

c). Bagaimana cara menyampaikan aspirasi


7) Ekonomi
a) Pendapatan rata-rata penduduk
b) Apakah keluarga memiliki tabungan
c) Mempunyai usaha tambahan
d) Apakah keluarga mempunyai kemampuan membeli alat transportasi misal :
motor/mobil
e) Adakah lokasi transaksi jual beli misal pasar dll

8) Rekreasi
a) Apakah ada tempat rekreasi
b) Apakah tempat rekreasi tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat

c. Persepsi

1).Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kondisi lingkungan


2) Penilaian masyarakat terhadap wilayahnya.
3.5 Asuhan Keperawatan Komunitas
Asuhan keperawatan komunitas merupakan suatu bentuk pelayanan
keperawatan profesional yang merupakan bagian integral dari proses keperawatan
yang berdasarkan pada ilmu keperawatan, yang ditujukan langsung kepada
masyarakat dengan menekankan pada kelompok resiko tinggi dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, serta pengobatan dan rehabilitasi. Proses asuhan keperawatan
komunitas adalah metode asuhan yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontinyu,
dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan dari klien
individu, keluarga serta kelompok melalui tahapan pengkajian, penentuan diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan intervensi, dan evaluasi keperawatan (Stanhope dan
Lancaster, 2016).

3.5.1 Pengkajian Keperawatan Komunitas

Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses tindakan untuk


mengenal komunitas. Mengidentifikasi faktor positif dan negative yang berbenturan
dengan masalah kesehatan dari masyarakat hingga sumber daya yang dimiliki
komunitas dengan tujuan merancang strategi promosi kesehatan. Pada tahap
pengkajian ini perlu didahului dengan sosialisasi program perawatan kesehatan
komunitas serta program apa saja yang akan dikerjakan bersama–sama dalam
komunitas tersebut.

3.5.1.1 Jenis Data Komunitas

Dalam pengkajian ada beberapa data yang perlu dikumpulkan meliputi data :

a. Data Inti komunitas


Data inti komunitas yang dikaji terdiri dari :1) sejarah/riwayat (riwayat daerah
ini, perubahan daerah ini); 2) demografi (usia, karakteristik jenis kelamin,
distribusi ras dan distribusi etnis); 3) tipe keluarga (keluarga/bukan keluarga,
kelompok); 4) status perkawinan (kawin, janda/duda, single); 5) statistik vital
(kelahiran, kematian kelompok usia dan penyebab kematian); 6) nilai-nilai dan
keyakinan, dan agama.
b. Data Subsistem Komunitas
Data subsistem yang perlu dikumpulkan dalam pengkajian komunitas meliputi :
1) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik: kualitas air, pembuangan limbah, kualitas udara, flora, ruang
terbuka, perumahan, daerah hijau, musim, binatang, kualitas makanan dan
akses.
2) Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Perlu dikaji dikomunitas: puskesmas, klinik, rumah sakit, pengobatan
tradisional, agen pelayanan kesehatan dirumah, apakah ada yang mengalami
sakit akut atau kronis.
3) Ekonomi
Data yang perlu dikumpulkan meliputi karakteristik keuangan keluarga dan
individu, status pekerja, kategori pekerjaan dan jumlah penduduk yang tidak
bekerja, lokasi industri, pasar, dan pusat bisnis.
4) Transportasi dan Keamananan
Data yang perlu dikumpulkan yaitu alat trasportasi penduduk datang dan keluar
wilayah, tranportasi umum (bus, taksi, angkot dll) dan transportasi privat
(sumber transportasi, transportasi untuk penyandang cacat). Layanan
perlindungan kebakaran, polisi, sanitasi, dan kualitas udara.
5) Politik dan Pemerintahan
Data yang perlu dikumpulkan meliputi: pemerintahan (RT, RW, desa/kelurahan,
kecamatan, dsb); kelompok pelayanan masyarakat (posyandu, PKK, karang
taruna, posbindu, poskesdes, panti, dll); politik (kegiatan politik yang ada
diwilayah tersebut, dan peran peserta partai politik dalam pelayanan kesehatan).
6) Komunikasi
Data yang dikumpulkan terkait dengan komunikasi dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu: 1) komunikasi formal meliputi surat kabar, radio dan
televisi, telepon, internet, dan hotline; 2) komunikasi informal meliputi: papan
pengunguman, poster, brosur, pengeras suara dari mesjid, dll).
7) Pendidikan
Data terkait pendidikan meliputi sekolah yang ada di komunitas, tipe
pendidikan, perpustakaan, pendidikan khusus, pelayanan kesehatan disekolah,
program makan siang disekolah, akses pendidikan yang lebih tinggi.
8) Rekreasi
Data yang perlu dikumpulkan meliputi: taman, area bermain, perpustakaan,
rekreasi umum dan privat, fasilitas khusus.
c. Data Persepsi
Meliputi:
1) Persepsi Masyarakat
Yang perlu dikaji terkait tempat tinggal yaitu bagaimana perasaan masyarakat
tentang kehidupan bermasyarakat yang dirasakan dilingkungan tempat tinggal
mereka serta kendala yang dirasakan oleh mereka.
2) Persepsi Perawat
Berupa pernyataan umum tentang kondisi kesehatan dari masyarakat apa yang
menjadi kekuatan, apa masalahnya atau potensial masalah yang dapat
diidentifikasi.

Sumber data pada data primer berasal dari masyarakat langsung yang didapat
dengan cara: 1) survei epidemiologi; 2) pengamatan epidemiologi; 3) dan skrinning
kesehatan. Sedangkan pada data sekunder, data didapatkan dari data yang sudah
ada sebelumnya. Sumber data sekunder didapat dari:
1) Sarana pelayanan kesehatan, misalnya rumah sakit, puskesmas, atau balai
pengobatan.
2) Instansi yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya Kementerian
Kesehatan, Dinas Kesehatan, atau Biro Pusat Statistik.
3) Absensi sekolah, industri, dan perusahaan.
4) Secara internasional, data dapat diperoleh dari data WHO, seperti: laporan
populasi dan statistik vital, dll.
Setelah data terkumpul, analisis data komunitas dapat dilakukan dalam beberapa
tahap yaitu kategorisasi, ringksan, perbandingan, dan kesimpulan.
1) Kategorisasi. Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara.
2) Ringkasan. Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah
meringkas data dalam setiap kategori.
3) Perbandingan adalah melkukan analisis data meliputi identifikasi kesenjangan
data dan ketidaksesuaian. Data pembanding sangat diperlukan untuk
menetapkan pola atau kecenderungan yang ada atau jika data tidak benar dan
perlu revalidasi yang membutuhkan asli.
4) Membuat kesimpulan, setelah data yang dikumpulkan dan dibuat kategori,
ringkasan dan dibandingkan, maka tahap akhir adalah membuat kesimpulan
secara logis dari peristiwa yang kemudian dibuatkan pernyataan penegakan
diagnosis keperawatan.

3.5.2 Diagnosis Keperawatan Komunitas

sesuai hasil munas IPKKI II di Yogyakarta ditetapkan formulasi diagnosis


keperawatan menggunakan ketentuan Diagnosis Keperawatan NANDA (2015-2017)
mencakup diagnosis aktual, promosi kesehatan/sejahtera atau risiko.

3.5.3 Perencanaan Keperawatan Komunitas

Dalam menyusun perencanaan keperawatan kesehatan komunitas melaui


langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menetapkan Prioritas
Penetapan prioritas masalah perlumelibatkan masyarkat/komunitas dalam
suatu pertemuan musyawarah masyarakat. Perawat dalam menentukan prioritas
masalah memperhatikan enam kriteria yaitu: 1) kesadaran masyarakat akan
masalah; 2) motivasi masyarakat untuk menyelesaikan masalah; 3) kemampuan
perawat dalam memengaruhi penyelesaian masalah; 4) ketersediaan ahli/pihak
terkait terhadap solusi masalah; 5) beratnya konsekuensi jika masalah tidak
terselesaikan; 6) mempercepat penyelesaian masalah dengan resolusi yang dapat
dicapai (Stanhope dan Lancaster, 2016).
b. Menetapkan Sasaran
Setelah menetapkan prioritas masalah kesehatan, langkah selanjutnya adalah
menetapkan sasaran. Sasaran merupakan hasil yang diharapkan. Dalam pelayanan
kesehatan sasaran adalah pernyataan situasi kedepan, kondisi atau status jangka
panjang dan belum bisa diukur.
c. Menetapkan Tujuan
Tujuan adalah pernyataan hasil yang diharapkan dan dapat diukur, dibatasi
waktu berorientasi pada kegiatan berikut ini merupakan karakteristik dalam
penulisan tujuan: 1) menggunakan kata kerja; 2) menggambarkan tingkah laku
akhir, kualitas penampilan, kuantitas penampilan, bagaimana penampilan diukur;
3) berhubungan dengan sasaran; 4) adanya batasan waktu. Penulisan tujuan
mengacu pada Nursing Outcome Classification (NOC).
d. Menetapkan Rencana Intervensi
Dalam menetapkan rencana intervensi keperawatan kesehatan komunitas, maka
harus mencakup: 1) hal apa yang akan dilakukan; 2) waktu atau kapan
melakukannya; 3) jumlah; 4) target atau siapa yang menjadi sasaran; 5) tempat atau
lokasi.

3.5.4 Implementasi Keperawatan Komunitas

Implementasi merupakan tahap kegiatan selanjutnya setelah perencanaan


kegiatan keperawatan komunitas dalam proses keerawatan komunitas. Fokus pada
tahap implementasi adalah bagaiman mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Tahap implementasi keperawatan komunitas memiliki
beberapa strategi implementasi diantaranya proses kelompok, promosi kesehatan, dan
kemitraan.

3.5.5 Evaluasi Keperawatan Komunitas

Evaluasi adalah suatu proses untuk membuat penilaian secara sistematis


mengenai suatu kebijakan, program dan kegiatan berdasarkan informasi dan hadil
analisis dibandingkan terhadap relevansi, keefektifan biaya, dan keberhasilannya
untuk keperluan pemangku kepentingan.

a. Jenis-jenis evaluasi menurut waktu pelaksanaan


1) Evaluasi formatif, dilaksanakan pada waktu pelaksanaan program yang
bertujuan memperbaiki pelaksanaan program yang bertujuan memperbaiki
pelaksanaan program dan kemungkinan adanya temuan utama berupaberbagai
masalah dalam pelaksanaan program.
2) Evaluasi sumatif, dilaksanakan pada saat pelaksanaan program sudah selesai,
yang bertujuan untuk menilaihasil pelaksanaan program dan temuan utama
berupa pencapaian apa saja daripelaksanaan program.
b. Prinsip-prinsip evaluasi meliputi: 1) penguatan program; 2) menggunakan berbagai
pendekatan; 3) desain evaluasi untuk kriteria penting dikomunitas; 4) menciptakan
proses partisipasi; 5) diharapkan lebih fleksibel; 6) membangun kapasitas.
c. Proses evaluasi meliputi:
1) Menentukan tujuan evaluasi
2) Menyusun desain evaluasi yang kredibel
3) Mendiskusikan rencana evaluasi
4) Menentuksn pelaku evaluasi
5) Melaksanakan evaluasi
6) Mendeseminasikan hasil evaluasi
7) Menggunakan hasil evaluasi
d. Kriteria penilaian dalam evaluasi terdiri dari:
1) Relvansi, apakah tujuan program mendukung tujuan kebijakan?
2) Keefektifan, apakah tujuan program dapat tercapai?
3) Efisiensi, apakah tujuan program tercapai dengan biaya paling rendah?
4) Hasil, apakah indikator tujuan program membaik?
5) Dampak, apakah indikator tujuan kebijakan membaik?
6) Keberlanjutan, apakah perbaikan indikator terus berlanjut setelah setelah
program selesai?

3.6 Dokumentasi Asuhan Keperawatan dengan Modifikasi NANDA, NOC, NIC

Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak


yang dapat dijadikan sebagai catatan atau keterangan tertulis dari seluruh pelayanan
keperawatan yang diberikan pada klien yang mencakup proses pengkajian, diagnosis
keperawatan, rencana keperawatan, implementasi keperawatan, serta evaluasi
keperawatan.

3.6.1 Tujuan Dokumentasi Keperawatan


a. Sebagai sarana komunikasi tertulis untuk mencegah atau mengurangi kesalahan.
b. Membantu koordinasi tim dalam pelayanan keperawatan kesehatan kerja.
c. Meningkatkan kualitas keperawatan.
d. Membantu perawat memberikan perawatan yang optimal dan berkelanjutan.
e. Sebagai pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan.
f. Dapat dijadikan sebagai bukti yang otentik dalam kasus hukum.
g. Sebagai sarana untuk evaluasi terhadap kemajuan klien terhadap pelayanan
keperawatan yang telah dilakukan.
h. Penelitian dan pengembangan riset.
i. Dapat dijadikan pedoman dalam menetukan besarnya biaya dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
j. Digunakan dalam proses akreditasi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan.

Prinsip-prinsip pendokumentasian keperawatan meliputi:

a. Akurat, ringkas, jelas, dan mudah dibaca.


b. Menggunakan istilah yang sederhana dan menghindarkan istilah yang tidak jelas
atau tidak lazim digunakan.
c. Menuliskan nama klien, usia, jenis kelamin, dan waktu dan tanggal dilakukannya
tindakan keperawatan.
d. Dokumentasikan segera setelah pemberian tindakan keperawatan.
e. Catat setiap respon atau reaksi klien serta setiap perubahan respon klien.
f. Pastikan kebenaran data dan tepat.
g. Kelompokkan data objektif dan subjeltif.
h. Tulis menggunakan tinta (jangan pensil), jika salah coret dan ganti dengan yang
benar kemudian tanda tangani.
i. Tulis nama perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan tanda tangani.
3.6.2. Komponen Dokumentasi Asuhan Keperawatan

a. Dokumentasi Pengkajian
Data yang harus dikaji dalam pengkajian disesuaikan dengan model
pengkajian yang digunakan pada asuhan keperawatan individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas.
b. Dokumentasi Diagnosis Keperawatan
Label diagnosis keperawatan mencakup:
1) Aktual
a. Menggambarkan respon manusia terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupan
yang benar nyata pada individu, keluarga, komunitas.
b. Contoh diagnosis aktual: gangguan pola tidur; ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh; obesitas.
2) Potensial
a. Penilaian klinis dari motivasi seseorang, keluarga, atau komunitas, dan
keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan mewujudkan potensi kesehatan
manusia dan menguatkan perilaku sehat secara khusus, misalnya melalui nutrisi
dan olahraga.
b. Contoh diagnosis potensial: kesiapan menigkatkan pengetahuan; kesiapan
meningkatkan pengetahuan.

3) Risiko
a. Menggambarkan respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupan yang mungkin berkembang dalam kerentanan individu, keluarga,
komunitas.
b. Contoh diagnosis risiko: risiko distres spiritual; risiko kekurangan volume
cairan.
c. Dokumentasi Rencana Intervensi
Proses perencanan sebagai upaya untul menyusun rencana
penyelesaianmasalah kesehatan yang dialami individu, keluarga, kelompok, atau
komunitas dikembangkan berdasarkan integrasidari diagnosis keperawtan
NANDA, NIC, NOC.
d. Dokumentasi Implementasi
Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan perawatuntuk
membantu klien menyelesaikan masalah keperawatan yang dialaminya.
Komponen yang harus ada dalam pendokumentasian implementasi keperawatan
adalah nama klien; usia; no indeks; hari/tanggal/waktu implementasi; diagnosis
keperawatan; tindakan keperawatan dan hasil; respon klien; paraf dan nama
jelas perawat.

e. Dokumentasi Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan membandingkan suatu hasil yang telah dicapai
dengan standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat dan menilai
sejauh mana keberhasilan intervensi yang telah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai