BAB II
GEOLOGICAL FINDING AND REVIEWS
konsisten sepanjang pergerakan utama yang dideskripsikan oleh Durham (1940), dan Kaltili
dan Huhewat (1967) dan dikemukakan sebagai perpindahan lateral minimum pada 25 km.
Peninjauan pemetaan lapangan, aeromagnetics dan photogeology oleh PT Rio Tinto Betlehem
Indonesia di Sumatra Barat mengindikasikan pergeseran lateral yang dapat diukur dari 130
km sepanjang Sesar Besar Sumatra (Posavec et al., 1973).
Great Sumatra Fault merupakan zona aktif yang dibuktikan dari aliran sungai yang
keluar jalur dan dislokasi jalan karena pergerakan lateral sepanjang sesar utama dan beberapa
diantaranya bergerak miring. Gempa bumi pada tahun 1926, 1943 dan 1983 di Padang
Panjang membuktikan kegempaan aktif di daerah tersebut. Sesar Besar Sumatra dapat
dikenali dari citra SAR dalam Blok Singkarak sebagai jejak sesar menerus sepanjang barat
laut dari
Danau Singkarak sekitar 60 km. Dislokasi ditandai vulkanik dan alluvium saat ini dari gunung
berapi Marapi merupakan bukti pergerakan sesar pada masa sekarang.
Banyak struktur seperti graben termasuk Danau Singkarak yang telah diidentifikasi
sepanjang zona Sesar Besar Sumatra oleh (Tjia, 1970). Van Bemmelen (1949)
mengemukakan bahwa struktur ini dihasilkan dari pengangkatan geanticline Barisan dan
berasosiasi dengan stress tensional dan block-faulting yang membentuk tekanan median
longitudinal,
Van Bemmelen berasumsi bahwa terjadinya cekungan Paleogene sebagai Cekungan Ombilin,
dimana Barisan menunjukkan umur Eocene untuk perkembangan graben. Katili dan Hehuwar
(1967) mencatat bahwa Middle Creataceous sampai orogensis Early Tertiary menghasilkan
graben dan tektonik transcurrent tidak aktif sampai Lower Pleistocene. Atas dasar data
geologi yang tersedia saat ini, kami mengindikasikan Cekungan Ombilin merupakan struktur
seperti graben, struktur terpisah dihasilkan dari tektonik tensional Early Tertiary terkait
dengan pergerakan strike-slip sepanjang zona Sesar Besar Sumatra. Namun, tahap selanjutnya
dari erosi dan pensesaran menghambat rekonstruksi Cekungan Ombilin. Zona Sesar Besar
Sumatra kemungkinan memiliki sejarah geologi yang panjang dan kompleks. Tentunya
peranan zona patahan pada umur Pre-Tertiary belum pasti dan diharapkan akan lebih baik
dipahami sebagai informasi geologi tambahan dari Sumatera Barat.
Cekungan Ombilin dianggap sebagai cekungan terpisah. Istilah “pull-apart” pertama
kali diperkenalkan oleh Burchfield dan Stewart (1966) yang menyarankan bagian tengah dari
Death Valley, California dihasilkan dari tekanan disepanjang patahan strike-slip yang
berorientasi sedikit miring ke jalur utama zona patahan. Tektonik ini menyebabkan
terpisahnya dua bagian dari Death Valley dan pembentukan graben median. Sejak
diperkenalkannya
istilah ini pada tahun 1966, pull-apart telah diusulkan untuk beberapa cekungan
(Man dkk., 1983). Geologi struktur dari Cekungan Ombilin sangat mirip dengan Death
Valley. Cekungan Ombilin secara struktur juga sangat mirip dengan Ridge Basin, Southern
California yang memiliki ukuran area yang kecil seluas 200km2, terdiri dari 44,000 ft (13,000
m) laut, fluvial, dan endapan danau tersier dan sedimen Pleistocene yang terendapkan di
patahan aktif (Crowell dan Link, 1982). Studi sedimen di cekungan pull-apart purba
menunjukkkan bahwa endapan cekungan pull-apart dicirikan sebagai berikut: (1) besar
ketebalan stratigrafi tergantung dari luas cekungan, (2) tingginya tingkat sedimentasi, (3)
tebal sikuen sedimen asimetris dan pola fasies, (4) kumpulan fasies menjadi batas fault-
bounded fanglomerates dan endapan cekungan banjir/playa/endapan danau, (5) didominasi
mode longitudinal pada pengisian cekungan, dan (6) siklus tekstur yang mencerminkan
aktifitas tektonik
(Hempton & Dunne, 1984). Karakteristik ini telah dicatat dalam Cekungan Ombilin dan akan
dibahas dibagian akhir tulisan ini.
cekungan lebih cepat kearah dalam sebagai bagian tertiary bawah tersesarkan oleh beberapa
sesar naik timur laut - tenggara yang berasosiasi dengan pergerakan lateral. Batas selatan
cekungan tidak dibatasi oleh sesar. Orogenitas post-middle Miocene yang telah terangkat
setengah pada bagian tenggara cekungan dan erosi yang terjadi pada formasi tertiary
membentuk batas selatan dan barat daya cekungan.
Tektonik utama yang membelah sebagian besar Cekungan Ombilin adalah sesar
Ampalo. Sesar dengan arah utara - selatan ini membentuk lereng curam yang membagi bagian
dalaman Cekungan Ombilin dari barat laut Sigalut Plateau. Sesar Tanjung Ampalo diyakini
menjadi urutan kedua sesar dekstral yang terbentuk dari dari tekanan strike-slip dekstral
pertama yang bersasosiasi dengan zona Great Sumatra Fault. Sesar bercabang di selatan
dengan satu sesar yang menembus selatan cekungan ke dataran tinggi pre-tertiary yang
lainnya paralel pada batas barat cekungan.
Batas barat dikontrol oleh pengangkatan cekungan dan sesar kompleks. Besarnya
tektonik pada batas cekungan membuktikan jalan masuk selatan ke kota Sawahlunto dimana
beberapa ribu feet dari sedimen tertiary dapat dilihat secara jelas dengan limestone Triassic.
Ujung utara dari Cekungan Ombilin dibagi menjadi fitur basinal timur dan barat
dipisahkan oleh punggungan menonjol dari singkapan bawah tanah di Bukit Tungkar.
(1) Perpanjangan Timur (the "North Limb") cekungan menyempit dengan lebar hanya 4 - 5
km dan terus ke utara menghilang di bawah gunung berapi Malintang secara bertahap
menghilang. Meskipun North Limb menyempit di kedua sisi oleh dataran tinggi basement pra-
Tersier, kualitas data seismik adalah sangat baik dan menunjukkan sedimen tersier sedikit
terdeformasi dan perlahan turun ke arah barat laut. Yang perlu diperhatikan bahwa bagian
terdalam dari Ombilin Basin tidak di pusat cekungan secara geografis; sebaliknya kedalaman
cekungan maksimum terjadi di Limb Utara dekat Guguk, di mana data seismik menunjukkan
lebih dari 15,000 ft (4,570 m) atau sedimen tersier. (2) Sebuah perpanjangan utara kedua dari
Ombilin Basin adalah sinklin Talawi terletak di sebelah barat punggungan Bukit Tungkar.
Sinklin ini berarah baratlaut - tenggara yang mengandung bagian tipis sedimen Tersier.
Daerah Talawi secara ekstensif terangkat dan telah tererosi meninggalkan lapisan tipis bagian
sedimen Tersier. Sinklin Talawi memanjang dari Sigalut Plateau arah barat laut menuju
Batusangkar dimana sedimen Tersier tertutup oleh puing-puing vulkanik yang mengalir ke
sisi-sisi gunung Marapi aktif. Peninjauan rekaman seismik umumnya tidak definitif karena
topografi yang berat, bagian sedimen tipis, struktur kuat dan luasnya penutup vulkanik. Data
seismik tidak menunjukkan daerah di mana sedimen menebal secara lokal. Sebagai contoh,
beberapa 5,000 ft (1,525 m) bagian sedimen bukti dari Kolek bagian utara.
Bagian tengah Cekungan Ombilin sesar besar berorientasi sekitar N0400W, sejajar
dengan kelurusan dari Sesar Besar Sumatra. Tipikal zona mati seismik hingga lebar kilometer
terkait dengan beberapa sesar ini, misalnya sesar Suo dan Limau. Rangkaian sesar kurang
jelas yang berorientasi tegak lurus terhadap sesar utama. Ini umumnya normal, ke sesar
cekungan, yang dapat memiliki gerakan lateral hingga 2 km. Sesar ini diartikan sebagai
urutan ketiga sesar wrench dextral.
Bagian selatan dari Ombilin Basin berisi Antiklin Palangki. Elemen struktur utama ini
adalah blok horst yang dihasilkan dari basement blok Sesar dan dinyatakan secara topografi
sebagai "nose" menonjol naik sekitar 1,300 ft (400 m) di atas cekungan dataran yang
berdekatan. Isochrons seismik dipetakan sepanjang tepi struktur ini tidak memberikan bukti
untuk pertumbuhan struktural awal. Di ujung selatan dari Antiklin Palangki, pengangkatan
dan erosi terkena menampakkan andesit pra-Tersier di permukaan dalam inti antiklin.
Batuan tersebut secara radiometrik berlaku oleh K/Ar pada 143 ± 4 juta tahun B.P.
(Kapur Awal – Jurasik Akhir).
Ada 3 tahapan konfigurasi tektonik Cekungan Ombilin (lihat Gambar 2.2). Berikut
penjelasan dari konfigurasi tersebut:
D1: Tahap pertama struktur deformasi yang dikenali di cekungan adalah pra-Tersier sampai
dimungkinkan Eosen. Fase ini dibentuk oleh kompresi utara - selatan yang kuat dimana
tektonik berkembang reverse dan model wrench. Kompresi ini diyakini hasil dari
subduksi dari lempeng samudera India - Australia di bawah Sunda Craton. Dua
rangkaian sesar aktif selama waktu ini. Sesar barat laut - tenggara kemungkinan aktif
(berasal dari?) sebagai sesar dextral wrench dan menjadi cekungan di sekitar sesar yang
membatasi dan menentukan banyak perubahan Cekungan Ombilin. Pergerakan dextral
wrench dengan sesar barat laut - tenggara selama D1 membentuk gerakan komponen
vertikal besar dengan gerakan horizontal terbatas. Sesar berorientasi utara - selatan yang
aktif (berasal dari?) selama D1 menciptakan serangkaian sesar normal yang masuk ke
dalam cekungan yang baru terbentuk. Subcekungan Payakumbuh dan depocenter
Cekungan Ombilin terbentuk dengan cara ini. Sesar utara - selatan juga aktif sepanjang
margin barat Cekungan Ombilin memecah daerah Talawi menjadi bagian barat laut -
tenggara dengan tektonik tinggi dan rendah. Susunan dari daerah Ombilin dan
Payakumbuh secara struktur dikendalikan oleh perkembangan sesar normal berkaitan
dengan cekungan yang mengalami sesar dextral wrench. Cekungan yang dihasilkan dari
titik simetri atau graben (Harding, 1985). Bentuk cekungan ini menyerupai cekungan
pull apart tapi tidak sesuai dengan definisi yang ada karena tidak memiliki sesar kunci
major wrench dari timur laut Subcekungan Payakumbuh dan sisi barat daya dari
Cekungan Ombilin.
D2: Tahap kedua tektonik terjadi dari akhir Eosen sampai awal mula Miosen dan adanya
pergeseran kompresi dari arah utara - selatan ke timur laut – barat daya. D2 ditandai
oleh break-up dari Cekungan Ombilin ke barat laut - tenggara mengarah tektonik
tertinggi dan terendah yang masih ada saat ini. Sebagai akibat dari perubahan arah
kompresi barat laut-tenggara cekungan yang mengalami pensesaran sebelumnya sebagai
sesar dextral wrench berubah menjadi sesar reverse. Sesar berarah utara - selatan yang
awalnya sesar dextral wrench sekarang menjadi sesar reverse. Utara - selatan terdiri dari
sesar yang awalnya sesar dextral wrench berubah menjadi kunci sesar reverse.
Perubahan ini telah berkembang sebagai flower structure yang dihasilkan dari
konvergen wrench bersama sesar vertikal.
D3: Tahap ketiga (terakhir) dari deformasi di akhir Miosen ke Pliosen dicirikan penutupan
Cekungan Ombilin dan Payakumbuh, dikarenakan kompresi yang berlanjut dari timur
laut – barat daya. Wilayah stress yang sama tetap aktif dan menonjolkan perkembangan
sebelumnya pada tektonik tertinggi dan terendah. Karena kompresi dari timur laut
menyebabkan intensitas lipatan meningkat terhadap margin timur dari cekungan.
2.1.2 Stratigrafi dan Korelasi Sumur
Pre- Tertiary
Batuan pra-Tersier terdiri dari batuan dasar Cekungan Tersier Ombilin. Batuan pra-
Tersier tersingkap di sisi timur dan barat cekungan serta di bagian tengah utara cekungan.
Bagian barat Cekungan Ombilin terdiri dari gunungapi, batugamping dan slate mulai
dari umur Permo-Karbon hingga Trias. Gunungapi yang terdiri dari lava andesit dan basalt
dan tufa milik Formasi Silungkang, sedangkan batugamping reefal (Formasi Ngalau Basurat
atau anggota batugamping Formasi Silungkang) dengan fosil Fusulinids dan Syringpora
(Permo-Karbon) telah ditemukan. Gunungapi Formasi Silungkang juga dikenal interfinger
dengan quartzites dan slate/argillites Formasi Trias Tuhur. Menurut Katili (1962), seluruh
sikuen diterobos Lassi granit yang usianya dipastikan menjadi 200 juta tahun yang lalu.
Bagian timur Cekungan Ombilin, batu pra-Tersier terdiri dari Formasi Trias Kuantan,
yang sebagian besar terdiri dari rekristalisasi batugamping oolitic, yang berkembang sebagai
marmer, slate/phyllite dan quartzites. Formasi Kuantan (Kastowo dan Silitonga, 1973) juga
diterobos oleh granit masif dari Formasi Sumpur (Musper, 1929) dengan umur radiometrik
sekitar 200 juta tahun yang lalu (Obradovich, 1973).
Di bagian tengah utara cekungan pra-Tersier granodiorit (diorite Tunkar) tersingkap
dan membentuk sebuah blok yang terangkat dalam cekungan.
Tertiary
Stratigrafi Tersier dari cekungan Ombilin merupakan objek utama lapangan ini.
Meskipun nama formasi dalam makalah ini telah muncul sebelumnya dalam artikel yang
diterbitkan (Kastowo dan Silitonga, 1975; Koesoemadinata et.al., 1978; Koesoemadinata dan
Hardjono, 1979; Koesoemadinata, 1978; Matasak dan Ruslan, 1979), stratigrafi tersier untuk
mengusulkan nomenklatur secara resmi yang diatur oleh sandi stratigrafi Indonesia, lengkap
dengan jenis sikuen (jenis strato) dan tipe daerah. Ringkasan dari stratigrafi tersier Cekungan
Ombilin ditampilkan pada Gambar 2.3.
FORMASI BRANI
Umur dan kandungan fosil: Tidak ada fosil yang ditemukan menunjukkan usia
Formasi Brani. Namun berdasarkan hubungan interfingering dengan Formasi Sangkarewang,
diperkirakan umur Paleocene hingga Eocene.
SELO MEMBER
Selo Member merupakan unit dalam Formasi Brani. Hal ini dibedakan dari Formasi
Brani dengan menjadi litofasies yang berbeda.
Karakteristik litologi umum: Unit ini membedakan dirinya dari Formasi Brani karena
berwarna coklat violet berkarat. Ini terdiri dari masif konglomerat nonbedded, terdiri dari
bongkah - kerikil ukuran fragmen bulat mengambang dalam matriks halus. Hampir semua
fragmen berupa granit dengan diameter 8-75 mm, sedangkan matriks adalah bahan sandsize,
sortasi buruk, subangular - subrounded, berbutir sedang - kasar, berlempung dengan semen
kapur.
Tipe daerah dan tipe penampang: Nama ini diambil dari Sungai Batang Selo, selatan
dari Desa Padang Ganting, 40 km barat laut dari Sawahlunto, di mana bagian yang telah
diukur dan diusulkan sebagai lokalitas tipe daerah. Bagian Ampang Niaga dapat digunakan
sebagai jenis hypostrato yang lebih lengkap.
Penyebaran dan ketebalan: Selo Member sebagian besar tersebar di bagian barat laut
cekungan. Ketebalannya berkisar 305 m pada penampang Ampang Niago dan mencapai tebal
400 m.
Hubungan stratigrafi: Selo Member terletak selaras di atas granit pra-Tersier dan
mungkin angular unconformity dengan batu pra-Tersier lainnya. Ini nilai atas ke Formasi
Brani utama.
Umur dan kandungan fosil: Tidak ditemukan fosil sehingga tidak dilakukan penentuan
umur. Lingkungan pengendapan: Selo Member terendapkan pada bagian ujung kipas aluvial.
KULAMPI MEMBER
Kulampi Member dari Formasi Brani: Di tepi timur cekungan, di Sungai Kulampi,
Formasi Brani berkembang menjadi litofasies tertentu.
Karakteristik litologi umum: Kulampi Member memiliki seluruh karakteristik dari
Formasi Brani, termasuk warna ungu-kecoklatan yang terdiri dari kerikil konglomerat
subangular-subrounded asal polymiot (quartzose, granit, batu kapur), ketiganya bergradasi
dengan interbedded batupasir bersortasi buruk, membentuk sikuen siklik. Struktur perlapisan
kurang berkembang pada Kulampi Member.
Tipe daerah dan tipe penampang: Tipe daerah terletak di sepanjang Sungai Kulampi
dekat Sijunjung.
Penyebaran dan ketebalan: Kulampi Member dapat ditemukan di sekitar area
Kulampi. Ketebalannya minimumnya sekitar 258 m. Member ini juga berkembang pada tepi
timur laut cekungan, di sekitar daerah Talawi.
FORMASI SANGKAREWANG
Pernyataan Pengantar: Istilah Formasi Sangkarewang diperkenalkan oleh Silitonga
dan Kastowo (I975) dalam Survei Geologi peta Quadrangle Indonesia; tanpa referensi. Untuk
tipe daerah dan tipe penampang, unit ini sebelumnya disebut "tahap mergel" oleh Musper
(1929), dimana Formasi Brani disebut "tahap breksi dan napal".Formasi ini dikenal karena
penemuan fosil ikan air tawar, yang berumur Tersier Awal.
Karakteristik litologi umum: Formasi Sangkarewang didominasi oleh laminasi serpih
halus, berwarna kecoklatan abu-abu gelap hingga hitam. Biasanya bersifat plastik dan tipis,
dan berkapur, tapi mengandung bahan karbon dengan mika, pirit dan sisa-sisa tanaman. Ada
beberapa batupasir interbedded dengan ketebalan <1 m. Batupasir kuarsa untuk feldspar-
bearing, calcareous, berwarna abu-abu sampai hitam. Tipe ini menunjukkan sikuen
menghalus keatas (graded-bedding, kasar bagian atas), matriks berlempung dengan sortasi
buruk, mengandung mika dan karbon. Struktur slump yang lazim ditemui dianggap sebagai
ciri khas Formasi Sangkarewang.
Tipe daerah dan tipe penampang: Tipe daerah Formasi Sangkarewang adalah Sungai
Sangkarewang yang terletak 8 km barat laut dari kota Sawahlunto. Namun, sebagai tipe strata,
penulis akan menggunakan penampang oleh S. Sitauhut dan S. Durian II dekat Talawi, tidak
jauh dari tipe daerah asli di mana nama ini berasal.
Penyebaran dan ketebalan: Formasi Sangkarewang hampir seluruhnya tersebar di
bagian barat laut cekungan (barat laut dari Sawahlunto, di bagian terisolasi dalam Formasi
Brani). Beberapa bagian terisolasi kecil ditemukan di tepi barat laut cekungan.
FORMASI SAWAHLUNTO
Keterangan Pengantar: Nama Formasi Sawahlunto secara resmi diusulkan untuk
pertama kalinya dalam makalah ini, meskipun telah diperkenalkan sebelumnya dalam literatur
oleh penulis senior (Koesoemadinata, et.al., 1978; Koesoemadinata dan Hardjono, 1978).
Van Bemmelen (1949) dan Marks (1946) memasukan unit ini dalam Tahap Quartz Sandstone
(Quartz Zandstein Abteilung), berikut Musper (1929). Dalam makalah ini unit yang ditunjuk
sebagai formasi terpisah karena membentuk unit bantalan batubara ekonomis penting dari
daerah ini.
Karakteristik litologi umum: Formasi Sawahlunto terdiri dari sikuen serpih abu-abu
kecoklatan, serpih berlumpur, batulanau berlapis berwarna coklat, padat, batupasir kuarsa dan
kandugan batubara. Serpih bersifat karbon atau hitam legam seperti underclays. Batupasir
menghalus ke atas, cross-bedded dan terutama laminasi current-ripple, dengan basis erosi
tajam menunjukkan sikuen point bar. Batubara terkadang interbedded dengan batulanau
warna abu-abu dan tanah liat hitam legam. Batupasir lenticular, sementara coal beds sering
terbelah dan membaji keluar. Konglomerat tidak ditemukan pada formasi ini. Keterdapatan
batupasir dan lapisan batubara lebih banyak pada daerah Parambahan, sekitar Tungkar Tinggi
Tipe daerah dan tipe penampang: Tipe daerah Formasi Sawahlunto berada sekitar
Sungai Air Lunto (sekitar kota Sawahlunto). Penampang lain yang baik ditemukan di
Sawahrasau dan dapat digunakan sebagai tipe hypostrato.
Penyebaran dan ketebalan: Formasi Sawahlunto hampir seluruhnya di distribusikan di
bagian utara - barat dari cekungan, barat laut dari kota Sawahlunto. Formasi ini membaji ke
arah timur serta ke arah selatan. Pada penampang, ketebalan formasi adalah 274 m. Ketebalan
210 m diketahui di DDH 7 dan 115 mat sungai bagian Durian. Kejadian terisolasinya dari
Formasi Sawahlunto juga ditemukan di tepi timurlaut cekungan, terapit di antara Formasi
Brani dan Formasi Sawahlunto.
Hubungan stratigrafi: Formasi Sawahlunto berada selaras di atas Formasi Brani tetapi
secara lokal juga di atas Formasi Sangkarewang, namun sering diinterupsi oleh lidah Formasi
Brani. Hubungan interfingering dengan Formasi Sangkarewang juga disarankan. Formasi
Sawahlunto selaras di atas Formasi Sawahtambang. Hubungan interfingering dengan Formasi
Sawahtambang diasumsikan ke arah timur, dimana di atasnya Formasi Sawahtambang
langsung melapisi Formasi Brani dengan kontak selaras dengan Formasi Sawahlunto yang
terjadi di antara keduanya. Ketebalan formasi ini diukur pada penampang 274 m, namun
memiliki ketebalan maksimum hingga 500 m.
Umur dan kandungan fosil: Kandungan fosil Formasi Sawahlunto hanya berupa sisa-
sisa tanaman dan spora. Hasil penelitian terbaru oleh tim peneliti batubara Jepang dengan
analisis palinologi dari sampel core dari Sol drillhole mengidentifikasi usia Paleosen,
berdasarkan penemuan Proxapertites Operculatus. Namun, dapat dimungkinkan umur Eosen
karena jumlah mikro-fosil itu sangat sedikit. Tidak terdeteksi indeks fosil Florschnetzia untuk
post-Eocene di Asia Tenggara (J.I.C.A., 1979).
Lingkungan pengendapan: Kehadiran serpih karbon, batubara dan terutama batupasir
point bar menunjukkan cekungan banjir dengan sungai berkelok-kelok, di mana batubara
diendapkan.
FORMASI SAWAHTAMBANG
Keterangan Pengantar: Nama formasi ini secara resmi diusulkan untuk pertama
kalinya dalam makalah ini, meskipun telah diperkenalkan sebelumnya oleh penulis senior.
(Koesoemadinata, et.al., 1978; Koesoemadinata dan Hardjono, 1978). Musper (1936),
memperkenalkan nama Tahap Quartz Sandstone (Quartz Sandstein Abteilung, dan nama ini
juga digunakan oleh van Bemmelen (1949) dan Marks (1957). Dalam peta segi empat terbaru
dari Geological Survey of Indonesia, Kastowo dan Silitonga (1973) memperkenalkan istilah
bawah Formasi Ombilin, yang tidak sesuai dengan kode stratigrafi.
Karakteristik litologi umum: Formasi Sawahtambang ditandai dengan sikuen masif
tebal dari batupasir cross bedded, sebagian besar quartzose sampai feldspathic. Serpih dan
batulanau hanya berkembang secara lokal. Batupasir berwarna abu-abu terang - coklat,
berbutir halus sampai sangat kasar sebagian besar konglomeratan yang terdiri dari kerikil
kuarsa, sortasi sangat buruk, subangular, keras dan masif. Secara lokal di bagian interbeds
lebih rendah dari mudstone atau serpih berlumpur terjadi pembentukan unit terpisah, Rasau
Member. Di bagian atas interbedded mudstones dengan kehadiran coal strings secara lokal
membentuk Poro Member. Formasi Sawahtambang ditandai dengan kehadiran konglomerat
(tidak ditemukan pada Formasi Sawahlunto) berwarna abu-abu - coklat dan batupasir
crossbedded, berbeda dengan batupasir nonbedded berwarna coklat karat violet dengan sortasi
buruk milik Formasi Brani yang selaras di atas cekungan bagian timur. Ciri sikuen Formasi
Sawahtambang memiliki siklus yang tiap siklusnya terdiri dari surface erotional base diikuti
oleh kerikil imbricated, crossbedding dan laminasi paralel, dengan sikuen menghalus keatas.
Dalam batupasir konglomeratan ini terjadi batupasir silang siur. Crossbeds berskala besar dan
sebagian besar berbentuk palung.
Tipe daerah dan tipe penampang: Nama Formasi Sawahtambang diambil dari tempat
Sawahtambang sepanjang jalan raya Trans-Sumatera, formasi ini tersingkap baik di
pemotongan jalan. Meskipun bagian tidak lengkap di sini, dasar pembentukan terkena
sepanjang sungai Air Lunto. Namun, bagian penampang atas ini tidak tersingkap dan tertutupi
oleh Formasi Ombilin. Meskipun keduanya terendapkan, Rasau Member bawah dan
Poro Member atas berkembang di penampang ini. Sebagai bagian khas tipe hypostrato
diusulkan bersama Sungai Kumani yang menggambarkan perkembangan khas
Formasi Sawahtambang.
RASAU MEMBER
Rasau Member merupakan perkembangan daerah dari bagian bawah Formasi
Sawahtambang pada bagian barat laut cekungan, di mana Formasi Sawahtambang
terendapkan di bawah Formasi Sawahlunto. Rasau Member membentuk zona transisi antara
kedua formasi.
Karakteristik litologi umum: Perbedaan Rasau Member dengan Formasi Sawahlunto
adalah litologi yang berkerikil, batupasir konglomeratan, dan batupasir kasar. Sedangkan
perbedaan dengan Formasi Sawahtambang utama yaitu kehadiran sisipan batulanau,
berlempung (mudstone) berwarna biru - abu-abu pelapukan hingga coklat kemerahan yang
mengandung karbon, keras dan padat.
Batupasir berbutir sangat kasar hingga konglomeratan di bagian bawah dan batupasir
berbutir sedang-halus pada bagian atas dengan sortasi buruk, menyudut, subrounded, abu-abu
kecoklatan, masif dan tebal. Karakter ini menunjukkan sikuen point bar, permukaan erosi
dengan kerikil imbricated di dasar, diikuti oleh crossbedding, ripple mark dan laminasi
paralel menuju puncak. Batupasir arkosic didominasi oleh quartzose. Lapisan batubara tidak
berkembang di Rasau Member.
Tipe daerah dan tipe penampang: Meskipun Rasau Member berkembang dengan baik
di sepanjang jalan potong Air Lunto dan Sawahtambang, namun tidak selalu tersingkap.
Tipe daerah dan tipe penampang terdapat diusulkan di Sawah Rasau.
Penyebaran dan ketebalan: Rasau Member melampar hanya di bagian barat daya
cekungan, hal ini terkait erat dengan Formasi Sawahlunto. Ketebalannya mencapai 600 m,
sedangkan di jalan potong Sawahtambang itu diperkirakan tebal sekitar 400 m. Member ini
interfingers dengan Formasi Sawahtambang utama menuju arah timur dan tenggara.
Perkembangan ke arah timur utara belum diketahui.
Lingkungan pengendapan: Member ini diinterpretasikan sebagai endapan flood plain
pada meandering river.
PORO MEMBER
Unit ini merupakan perkembangan lokal dari Formasi Sawahtambang, yang tersingkap
sepanjang Trans Sumatera Highway, terutama di sepanjang Sungai Poro dekat antiklin
Palangki.
Karakteristik litologi umum: Poro Member merupakan satuan non kongklomerat
(berbeda dengan Formasi Sawahtambang) yang terdiri dari sikuen batupasir kuarsa, dengan
interbeds serpih abu-abu dan coal strings serta batulanau karbonan berwarna abu-abu.
Batupasir kaya quartzose, coklat, karbon, berbutir sangat halus, sortasi baik, well rounded,
masif, laminasi tipis dengan interbeds batupasir kasar (jarang ditemui) dengan sortasi buruk
dan well-rounded.
Tipe daerah dan tipe penampang: Sebagai lokalitas jenis dari Poro Member diusulkan
Sungai Poro, sesuai bagian jenis yang telah diukur.
Persebaran dan tebal: Poro Member melampar terutama di bagian barat cekungan,
tersingkap bersama Trans-Sumatera Highway. Selain itu member ini uga ditemukan pada
bagian timur cekungan, tersingkap sepanjang jalan raya. Kemungkinan meluas ke arah
tenggara, namun tidak ke arah utara yang mengalami interfingers dengan Formasi
Sawahtambang utama.
Usia dan kandungan fosil: Ketidakhadiran fosil pada unit ini sehingga tidak dapat
melakukan penentuan umur formasi.
angular unconformity ditunjukkan pada umur Oligosen dan formasi yang berumur Miosen
Awal (de Coster, 1979).
Umur dan kandungan fosil: Formasi Ombilin mengandung fosil laut (fosil moluska).
Analisis mikropaleontologi dari beberapa sampel menunjukkan kehadiran dari
Globigerinoides primordius dan G. trilobus, sehingga diindikasikan umur Miosen (zona
Blow, N4-N5).
Lingkungan pengendapan: Kehadiran glauconites menunjukkan lingkungan laut
dengan asosiasi fosil bentonik menunjukkan lingkungan neritik luar – batial atas.
Gambar 2.4. Pengaturan stratigrafi dari Ombilin Basin (Modified Koning, 1985)
Gambar 2.6 Korelasi stratigrafi dan Zonasi Sumur Sinamar-3 ke South Sinamar-2
(di flatten pada Formasi Upper Sawahtambang)
Gambar 2.7. Korelasi stratigrafi dan Zonasi Sumur Sinamar-3 ke South Sinamar-2
(di flatten pada Formasi Middle Sawahtambang)
Gambar 2.8. Korelasi stratigrafi dan Zonasi Sumur Sinamar-3 ke South Sinamar-2
(di flatten pada Formasi Lower Sawahtambang)
900
0.6 Iso-reflectance
TYPE I
HYDROGEN INDEX (m g HC/g TOC)
600
TIYPE II
300
1.35
TYPE III
Tm ax (OC)
0
375 405 435 465 495 525 555 585
Remark
150 ft - 9900 ft
Kedua gradien kematangan menunjukkan kondisi sekarang, baik yang belum matang
untuk generasi hidrokarbon dengan kedalaman sekitar 450 'dan awal kematangan untuk
generasi hidrokarbon minor dari kerogenoil-prone, jika ada, antara 450' dan sekitar 2.355 '.Di
bawah ketidakselarasan tersebut, bagian tersebut mencapai tingkat yang lebih tinggi
kematangan. Antara 2576 ft dan 6000 ft, yang juga sepenuhnya matang untuk generasi
hidrokarbon dari kerogen oil-prone, mencapai kematangan optimum sekitar 4000-4500 ft.
Di bawah sekitar 6,000 ft juga memasuki tahap matang akhir yang berupa kerogen
oil-prone, akan menghasilkan terutama kondensat dan gas kondensat. Pada kedalaman yang
lebih dari sekitar 9000 ft memiliki kematangan bagian yang cukup tinggi untuk explusion dry
gas untuk dipertimbangkan sebagai produk generasi hidrokarbon. Data kematangan tambahan
disediakan oleh nilai rock-eval Tmax akan mengkonfirmasi kesimpulan di atas. Nilai Rock-
eval Tmax di interval 150 ft – 2,350 ft umumnya kisaran rendah 4270C - 4440C dan
menyarankan bahwa interval ini pada tingkat kematangan rendah. Antara 2550 ft – 9900 ft
nilai Tmax di
4450C -5 080C diukur menunjukkan tingginya tingkat kematangan termal (Gambar 2.10).
Reflektansi vitrinit adalah alat untuk studi metamorfosis bahan organik sedimen dari
kerogen ke hidrokarbon telah semakin dieksploitasi. Dengan kalibrasi yang sesuai, vitrinit
reflektansi dapat digunakan sebagai indikator kedewasaan dalam batuan sumber hidrokarbon.
Umumnya, timbulnya generasi minyak berkorelasi dengan pemantulan 0,5-0,6% dan
penghentian generasi minyak dengan pemantulan 0,85-1,1%. Timbulnya generasi gas (
'window gas') biasanya dikaitkan dengan nilai-nilai 1,0-1,3% dan berakhir sekitar 3,0%.
Namun jendela generasi ini bervariasi antara batuan sumber dengan jenis kerogen yang
berbeda (vitrinit biasanya melimpah di 'Type III' batuan sumber yang kaya kerogen), sehingga
konversi ke 'Transformasi Ratio' (TR) dapat diterapkan untuk membuat jatuh tempo kerogen
khusus parameter. Biasanya Data reflektansi vitrinit disajikan dalam satuan% Ro, persentase
diukur dari cahaya yang dipantulkan dari sampel yang direndam dalam minyak (% Ro =%
pemantulan dalam minyak). Kurangnya maseralnya vitrinit di serpih laut dengan sedikit
masukan terestrial sering memerlukan parameter alternatif jatuh tempo bukan reflektansi
vitrinit seperti Rock-Eval Tmax, ekuivalensi biomarker dan parameter maseral reflektansi lain
(mis liptinite reflektansi).
Biasanya geologist secara langsung memplot nilai Ro% terhadap kedalaman dan
mempertimbangkan kedalaman tertentumulai pembentukan minyak (top oil window),
biasanya di 0,6% Ro. Maka dapat diartikan kedalaman di puncak minyak, minyak akhir ff.
Namun, jika nilai plot mencerminkan kematangan tren saat ini atau bagaimana jika ada
kemungkinan kondisi geologi tertentu, yang bisa mengubah interpretasi. Misalnya jika ada
ketidakselarasan dalam lapisan sedimen akibat proses pengangkatan dan erosi.
Dua (2) jenis sejarah sedimentasi yang terkait dengan tingkat kematangan reflektansi
vitrinit.Pertama, sejarah sedimentasi terus sampai "hari ini" begitu vitrinite reflektansi
dianggap kematangan pada kondisi sekarang.Yang kedua adalah sejarah sedimentasi dengan
"ketidakselarasan" permukaan, yang menunjukkan bahwa tingkat kematangan maksimal
reflektansi vitrinit tercapai sebelum pengangkatan tektonik.Hidrokarbon juga tergantung pada
waktu dan sejarah suhu dan jenis kerogen dalam batuan induk.Reflektan vitrinit digunakan
untuk mengindikasikan kemungkinan pembentukan hidrokarbon dan juga digunakan untuk
menentukan jenis hidrokarbon yang terbentuk, tetapi tidak dapat langsung digunakan sebagai
indikasi ketika hidrokarbon mulai terbentuk atau berapa banyak hidrokarbon yang telah
terbentuk.Nilai reflekstansi vitrinit merupakan suhu tertinggi bahwa vitrinit maseral (dan
batuan) telah mengalami, dan secara rutin digunakan dalam pemodelan burial1D untuk
mengidentifikasi ketidakselaran geologi di bagian sedimen (Gambar 2.11).
System
Age Formation Environtment Lithology Description
Tract
SB
HST Shale with intercalation
Early Ombilin MFS Marine
Miocene TST calcareceous sandstone
SB6
HST Deltaic Interbedded siltstone, localy calcareous
Upper MFS5 sandstone and conglomeratic
TST
II - 30
STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR
Kolom Stratigrafi Lapangan Sinamar pada Tabel 2-1 dijabarkan sebagai berikut:
1. Formasi Ranau: Tuff dan breksi vulkanik. Formasi ini terendapkan secara
tidak selaras di atas Formasi Ombilin. Lingkungan pengendapan Formasi Ranau
adalah vulkanik.
2. Formasi Ombilin: Batulempung karbonat berwarna abu-abu, napal, lensa batugamping
dan sisipan batupasir karbonat. Formasi ini terendapkan secara tidak selaras di atas
Formasi Sawahtambang. Lingkungan pengendapan Formasi Ombilin adalah marine.
3. Formasi Sawahtambang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
Upper Sawahtambang: Perlapisan batulanau, batupasir (mengandung karbonat dan
glaukonit) pada bagian atas, secara lokal ditemukan batupasir konglomerat dan
sisipan batubara. Lingkungan pengendapan Upper Sawahtambang adalah deltaic-
meandering (Gambar 2.13).
Middle Sawahtambang: Shale, lensa batubara, perlapisan batupasir dan batulanau
(banyak bersifat karbonan). Lingkungan pengendapan Middle Sawahtambang
adalah meandering-deltaic (Gambar 2.14).
Lower Sawahtambang: Batupasir, perlapisan batulanau, secara lokal ditemukan
batupasir konglomeratan dan sedikit batulempung. Lingkungan pengendapan Lower
Sawahtambang adalah braided-meandering (Gambar 2.15).
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Sawahlunto
4. Formasi Sawahlunto: Perlapisan batupasir, shale, carbonaceous shale dan sisipan
batubara. Lingkungan pengendapan Formasi Sawahlunto adalah swamp-meandering.
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Sangkarewang dan Formasi
Brani.
5. Formasi Sangkarewang: Mudstone (sedikit bersifat karbonatan) dan batupasir pada
bagian atas, sedangkan bagian bawah terdiri dari mudstone, batulanau dan sideritic
shale. Lingkungan pengendapan Formasi Sangkarewang adalah lacustrine. Formasi
ini terendapkan secara membaji dengan Formasi Brani.
6. Formasi Brani: Batupasir konglomerat dan batupasir lanauan dengan sedikit shale.
Lingkungan pengendapan Formasi Brani adalah alluvial fan.
NW SE
Terdapat 7 ilustrasi hasil analisis picking seismik (struktur dan top formasi) yang
dilakukan untuk mengetahui perkembangan tektonik Cekungan Ombilin. Ketujuh ilustrasi
mewakili tiap formasi yaitu: Brani, Sangkarewang, Sawahlunto, Sawahtambang: Lower-
Middle-Upper, dan Recent.
apart yang mengakibatkan subsidence. Penurunan ini membentuk cekungan dan proses
pengisian Formasi Brani dan Formasi Sangkarewang berlangsung (Gambar 2.18).
Recent
Fase terakhir pada Cekungan Ombilin adalah fase closing (Miosen Akhir – Kuarter).
Fase closing terjadi ketika gaya utama berarah utara timur laut – selatan barat daya
mengakibatkan sesar berarah barat laut - tenggara berubah menjadi reverse fault dan sesar
berarah utara - selatan berubah menjadi dextral faulting. Perubahan sesar pada fase ini
ditandai berdampak kepada geometri cekungan yang semakin dalam ke arah barat laut dan
pembentukan antiklin di sebelah barat laut. Penurunan gaya pada fase closing ditandai dengan
pengisian Formasi Ranau (Gambar 2.21).
A
B
Lingkungan
Pengendapan
Karakteristik
Litologi
Tahapan analisis lingkungan pengendapan dan fasies Lapangan Sinamar dapat dilihat
pada Gambar 2.21. Tahap pertama, identifikasi jumlah formasi dilakukan dengan litofasies
(data core, petrografi, dsb). Tahap kedua, melakukan analisis lingkungan pengendapan data
biostratigrafi (Tabel 2-2), sekuen stratigrafi (elektrofasies) dan karakteristik litologi untuk
mengetahui karakterisasi formasi. Tahap ketiga mengidentifikasi fasies yang ada pada tiap
formasi. Tahap keempat, menentukan asosiasi fasies tiap interval.
Ammonia
50 2260 Uvigerina spp. Neretic (Shallow - Deep)
Brizalina
Ammonia sp.
2260 2670 Littoral - Inner Neretic
Zonocostites ramonae
Sinamar-1
2670 5850 Pediastrum sp. Supralittoral
Ammonia sp.
5850 6920 Littoral - Inner Neretic
Acrostichum speciosum
6920 7060 Dicolpopollis sp. Littoral
7710 9900 Pediastrum sp. Supralittoral
Ammonia sp.
205 595 Inner Neretic
Elphidium incertum
655 670 Ammonia (rare) Littoral
Elphidium incertum
Sinamar-2 700 2310 Bolivina spp. Neretic (Inner-Outer)
Cyclammina concellata
Ammonia (rare)
2350 5555 Acrosticum aureum Supralittoral - Littoral
Calophyllum sp.
Bolivina spp.
265 2485 Neretic (Inner-Deep)
Uvigerina peregrina
Globigerinoides primordius
2485 3550 Littoral - Inner Neretic
Sinamar-3 Zonocostites ramonae
Calophyllum sp.
3550 6600 Monoporites annulatus Supralittoral - Littoral
Discoidites sp.
Bolivina spp.
164 1056 Neretic (Inner-Deep)
Lenticulina tangens
Zonocostites ramonae
South Sinamar-1 1460 1607 Littoral - Inner Neretic
Spiniferites ramosus
Pediastrum spp.
2294 3691 Supralittoral - Littoral
Retitrilites spp.
Ammonia beccarii
120 1410 Neretic (Inner-Deep)
Uvigerina spp.
1515 1860 Ammonia (rare) Littoral - Inner Neretic
Discoidites bornensis
2520 3720 Littoral
South Sinamar-2 Florscuetzia trilobata
Florscuetzia trilobata
3780 4950 Littoral - Neretic
Acrosticum aureum
Calophyllum sp.
5000 6000 Littoral
Monoporites annulatus
Sikuen Stratigrafi
Berdasarkan ketersediaan data log dan kedalaman sumur, identifikasi sikuen stratigrafi
yang paling representatif berada pada Sinamar-1 (Tabel 2-4), (Gambar 2.22). Secara
keseluruhan Lapangan Sinamar memiliki 11 Sequence Boundary dari yang terbagi atas:
2.1.Formasi Brani (Sequence Bounday 1)
2.2.Formasi Lower Sangkarewang (Sequence Bounday 1)
Upper Sangkarewang (Sequence Bounday 2)
2.3.Formasi Sawahlunto (Sequence Bounday 1)
2.4.Formasi Lower Sawahtambang (Sequence Bounday 1-3)
Middle Sawahtambang (Sequence Bounday 4-5)
Upper Sawahtambang (Sequence Bounday 6)
2.5.Formasi Ombilin (Sequence Bounday 1)
NW SE
U6
U9
U27
DST 5 (4903'-4925.7')
No Flow
Found Oil API Measured 18 @60 degF
(Waxy Crude)
M12
DST 4 (4996'-5016')
No Flow
Found Oil API Measured 22.1 @ 60degF
M13
NW SE
DST 3 (5139'-5159')
Recovered Oil API Measured 32 @60 degF
1599.07 bbls liquid recovered
L4
L5
L6
DST 2 (5216'-5236')
Recovered Oil API Measured 32.3 @60 degF
1364.45 bbls liquid recovered
L8
DST 1 (5139'-5159')
206.5 bbls liquid recovered
Karakterisasi Formasi
Analisis data petrografi dilakukan untuk menentukan identifikasi lebih detail dari
Formasi Sawahtambang, hal ini dilakukan dengan pengelompokan data komposisi mineral
batupasir, batulanau dan batulempung. Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa terdapat
perbedaan prosentase kuarsa pada batupasir dan kaolinit pada batulempung, sehingga kedua
aspek ini dapat dijadikan ciri untuk Formasi Upper-Middle-Lower Sawahtambang (Tabel 2-
5).
Jumlah yang terbatas dan persebaran yang tidak merata dari data petrografi pada
interval kedalaman sumur menyebabkan keakuratan analisis rendah. Sehingga beberapa
analisis petrografi menggunakan data sumur South Sinamar-1 dan South Sinamar-2 yang
masih berada pada lapisan yang sama. Apabila hal tersebut tidak dapat mewakili, maka
analisa petrografi interval terdekat akan digunakan sebagai kesebandingan untuk reservoir
potensial (Tabel 2-6)
Zona
Sin 3 Sin 1 Sin 2 S.Sin2 Sin 3 Sin 1 Sin 2 S.Sin 2
Reservoir
2450 Subarkose 1510* Clc Subarkose
U6 - U6A 3049.95 3120.24 2361.3 2458.41 2417.97 2479.57 1598.7 1649.14 3081 Cgl Fldspr Litharenite 2377 Clc Qz Sandstone 1607 Cgl Sublitharenite
2510 Sideritic Fldspr Litharenite
1608 Sublitharenite
U9 - U9A 3234.18 3241.02 2547.9 2571.83 2585.71 2605.08 1704.02 1732.88 No Data 2582* Clc Qz Sandstone 2585* Calc Litharenite 1953* Sublitharenite
M12 - M12A 4898.44 4929.57 4760.92 4799.65 4754.22 4789.78 2924.64 2956.54 No Data No Data 4770 Sublitharenite 2763* Sublitharenite
.
Note: *Nearest petrography sample
LAPANGAN SINAMAR
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
II - 48
STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR
Informasi dari data mudlog, corelog dan sidewall core digunakan sebagai data
pendukung untuk karakterisasi litofasies Formasi Sawahtambang.
Berdasarkan analisis litofasies Formasi Sawahtambang memiliki karakter yaitu:
1. Upper Sawahtambang
Perlapisan batulanau, batupasir (mengandung karbonat dan glaukonit) pada bagian atas,
secara lokal ditemukan batupasir konglomerat dan sisipan batubara.
2. Middle Sawahtambang
Shale, lensa batubara, perlapisan batupasir dan batulanau (banyak bersifat karbonan).
3. Lower Sawahtambang
Batupasir, perlapisan batulanau, secara lokal ditemukan batupasir konglomeratan dan
sedikit batulempung.
Petrografi Reservoir
Informasi yang diperlukan dari data petrografi untuk menentukan kualitas reservoir
berupa komposisi mineral, grain contact, diagenesis, porositas dan permeabilitas. Informasi
tersebut digunakan sebagai dasar menentukan reservoir potensial, analisis petrografi reservoir
potensial Lapangan Sinamar ditampilkan pada Gambar 2.26 – Gambar 2.34.
Upper Sawahtambang
Perbesaran 20x
Normal view Ø = 0.08% K = 9.55mD
Depth (MD) : 3081.8 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Porosity : 8.175%
Visual Porosity : 5.5%
Perbesaran 1100x
XRD view XRD: Qz (81%)
K-Feld (2%)
Plag (5%)
Cal (trace)
Dol (1%)
Sid (4%)
iIl (1%)
Kaol (3%)
Glau (3%)
Perbesaran 40x
Normal view Ø = 0.1% K = 0.29mD
Depth (MD) : 2585 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Porosit : 10.03%
Visual Porosity : 4.25%
Perbesaran 160x
X-Nickol view
Qz (51%)
K-Feld (0.5%)
Clay (8.5%)
Rock Frag (8.75%)
Cements ( 8.75%)
Replacements (11.5%)
Acc. Min (6.25%)
Others (0.5%)
Perbesaran 40x
Normal view Ø = 0.11% K = 0.09mD
Depth (MD) : 3960 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Porosity : 11%
Visual Porosity : 5.25%
Perbesaran 320x
Normal view
XRD : Qz (84%),
Plag (4%)
Sid (2%)
ill (4%)
Kaol (3%)
Chlor (5%)
Middle Sawahtambang
Perbesaran 40x
Normal view
Ø = 0.11% K = 0.07mD
Depth (MD) : 4770 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Porosity : 11.03%
Visual Porosity : 5.5%
Perbesaran 160x
X-Nickol view
Qz (64.25%)
K-Feld (1%)
Rock Frag (13.5%)
Cements ( 5.5%)
Replacements (4.5%)
Acc. Min (3.5%)
Visible Pores (5.5%)
Others (2.25%)
Perbesaran 40x
Normal view
Ø = 0.13% K = 0.26mD
Depth (MD) : 4874 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Visual Porosity : 9.75%
Perbesaran 80x
X-Nickol view
XRD: Qz (95%),
K-Fld (1%)
Sid (2%)
ill (1%)
Kaol (1%)
Lower Sawahtambang
Perbesaran 40x
Normal view
Ø = 0.06% K = 0.05mD
Depth (MD) : 5060 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Visual Porosity : 1.75%
Perbesaran 160x
X-Nickol view
XRD : Qz (95%)
K-Fld (1%)
Sid (2%)
ill (1%)
Kaol (1%)
Perbesaran 40x
Normal view
Ø = 0.14% K = 0.22mD
Depth (MD) : 5088 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Visual Porosity : 6.75%
Perbesaran 80x
X-Nickol view
XRD : Qz (87%)
K-Fld (3%)
Sid (6%)
ill (4%)
Perbesaran 40x
Normal view
Ø = 0.14% K = 0.51mD
Depth (MD) : 5130 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Visual Porosity : 6.50%
Perbesaran 80x
X-Nickol view
XRD : Qz (83%)
K-Fld (4%)
Sid (10%)
ill (2%)
Kaol (1%)
Perbesaran 20x
Normal view
Ø = 1.95% K = 1.60mD
Depth (MD) : 3288 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Visual Porosity : 3.75%
Perbesaran 160x
XRD view
XRD : Qz (92%)
K-Feld (2%)
Sid (3%)
Ill (2%)
Kaol (1%)
Batuan Induk
Berdasarkan hasil studi dan laboratorium, potensi batuan induk di Cekungan Ombilin
berasal dari Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, dan Formasi Ombilin
(Gambar 2.35).
Tingkat Kematangan
Tingkat kematangan dari Sinamar-1 menunjukkan variasi antara tingkat kematangan
awal (Formasi Ombilin) – tingkat kematangan tinggi (Formasi Sangkarewang).
Formasi Sangakarewang dan Formasi Sawahlunto berada di zona overmature dalam Struktur
Sinamar. Hal ini dikarenakan Struktur Sinamar terletak dekat dari dasar cekungan
(Gambar 2.36).
Batuan Reservoir
Target reservoirnya adalah braided stream dan endapan meander batupasir dari
Formasi Sawahtambang yang tersebar luas dan memiliki kualitas reservoir yang baik dengan
porositas lebih dari 15-20% dan permeabilitas seringkali melebihi 50-200 mD. Target
sekunder reservoir adalah batupasir fluvio-deltaic dari Formasi Sawahlunto yang memiliki
sifat batuan yang bagus.
Batuan Tudung
Batuan tudung utama pada Cekungan Ombilin ini adalah Formasi Ombilin yang
memiliki ketebalan lebih dari 700 kaki di lokasi sumur. Selain itu, keberadaan batulempung
intra-formational telah terbukti batuan penyekat yang efektif seperti yang ditemukan di
Sumur Sinamar-1.
Migrasi Hidrokarbon
Deposit lacustrine yang kaya dan matang dari Formasi Sangkarewang yang tersimpan
di graben diyakini merupakan batuan induk yang bagus dan telah menghasilkan minyak
dalam jumlah besar. Berdasarkan sampel analisis geokimia, batu serpih intraformational pada
Formasi Sawahtambang memungkinkan untuk menjadi batuan induk yang baik. Tingkat
kemungkinan prospek diinterpretasikan dari migrasi primer dan sekunder. Keterdapatan
sampel rembesan minyak di Daerah Kolok secara umum ditafsirkan berhubungan dengan
minyak sinamar. Namun, sampel vitrinit Reflectance (Ro) dari lapangan dan sumur telah
dikumpulkan dan dianalisis bahwa jalur migrasi menunjam dari NW-SE. Arah penunjaman
itu diikuti oleh struktur kedalaman dan peta isopach yang menunjukkan paleografi area dapur
(Gambar 2.37).
Perangkap
Struktur Sinamar adalah antiklin antagonik yang mengarah ke baratlaut tenggara dan
dibatasi di arah timurlaut oleh sesar naik sub-paralel ke arah baratdaya. Saat ini interpretasi
telah mengungkapkan bahwa Struktur Sinamar terletak dekat dari pusat cekungan dan dekat
dari batuan induk. Strukturnya sudah berubah bentuk, oleh karena itu, lebih baik untuk tidak
menggunakan tipe jebakan lama (Gambar 2.38), (Gambar 2.39).
Gambar 2.53. Proses konversi dari domain waktu ke kedalaman dengan velocity model
Gambar 2.55. Plot grafik time-depth melihat kesesuaian data checkshot dengan
time-depth hasil WST
Proses konversi dilakukan untuk ketiga horizon. Tabel mistie dihasilkan sebagai
Quality Control (QC) hasil time to depth. Semakin kecil nilai mistie maka semakin tepat hasil
konversi. Gambar 2.55 sampai Gambar 2.57 merupakan peta hasil konversi time to depth.
Pada crossplot Lower Sawahtambang, karakter sand yang ditunjukkan dengan warna kuning
dan nilai GR rendah berada dominan pada nilai AI dan RHOB rendah. Hasil analisa crossplot
tidak dapat ditarik kesimpulan dengan tegas parameter yang dapat membedakan sand dan
shale.
Gambar 2.58. Analisa crossplot antara AI, density (RHOB) dan gamma ray
Analisa crossplot juga dilakukan dengan membuat log turunan seperti S-wave,
poisson’s ratio dan s-impedance (Gambar 2.59). Hasil crossplot tersebut tetap tidak dapat
memisahkan litologi sand dan shale. Hal ini megakibatkan tidak dapatnya dilakukan
penyebaran secara lateral untuk mengetahui pola fasies.
Solusi yang dapat dilakukan untuk melihat pola penyebaran fasies dengan
meggunakan slicing attribut RMS Amplitude. RMS Amplitude merupakan attribut yang
diekstrak dari data seismik dengan melakukan perhitungan RMS pada window yang telah
ditentukan. RMS akan menggambarkan anomali karakter bright dan dim. Karakter bright
menggambarkan terdapatnya high amplitude dan kontras RC yang besar. Karakter dim
menunjukkan low amplitude dan kontras RC yang rendah. Karakter bright menggambarkan
fasies sand, karakter dim menggambarkan fasies shale. Validasi dilakukan dengan melihat
posisi well berada pada zona yang tepat. Pada interval sand harus berada pada zona bright.
Slicing menggunakan 2 ms pada masing-masing interval zona reservoar. Hasil slicing RMS
Amplitude dapat dilihat pada Gambar 2.60 – Gambar 2.62.
CBL CBL
XRMI
VSP
Borehole Geometry
WSTT
Dipole Sonic
Dipmeter
Biostratigraphy Biostratigraphy
Geochemstry Geochemstry
Data core yang digunakan sebagai validasi data petrofisika terdapat pada
Sumur Sinamar-1, Sinamar-2, dan Sinamar-3. Analisa core Sinamar-1 dilakukan oleh
CPI (Chevron Pacific Indonesia) PE Lab Duri, sedangkan analisa core Sumur Sinamar-2 dan
Sinamar-3 dilakukan oleh LEMIGAS.
Data tes produksi pada Lapangan Sinamar turut dipergunakan untuk validasi hasil
analisa petrofisika. Adapun ringkasan dari tes produuksi yang telah dilakukan tersaji pada
Tabel 2-9.
DST 4 4996 5016 Found Oil in String; API Measured 22.1 @ 60degF
DST 3 5139 5159 Recovered Oil API Measured 32 @ 60degF; 1599.07 bbls liquid recovered
DST 2 5216 5236 Recovered Oil API Measured 32.3 @60degF; 1364.45 bbls liquid recovered
DST 1 5139 5159 206.5 bbls liquid recovered
DATA PREPARATION
Las Log, Mud Parameter, Salinity & Temperature
NORMALIZATION
NORAMALIZATIONOF
OF GR
SP BASELINE
SHIFTING
SYNTHETIC LOG
SHALE PARAMETER MATRIX PARAMETER
GR, Res, NPHI, RHOB NPHI & RHOB MATRIX
Clean, Shale, Wetclay,
Dryclay
keberadaan clay bound water yang terperangkap pada mineral clay, sedangkan porositas
efektif adalah porositas yang telah dikoreksi terhadap keberadaan clay bound water tersebut.
Metode penentuan nilai-nilai parameter di atas disajikan pada Gambar 2.64.
Parameter resistivitas air Lapangan Sinamar ditentukan berdasarkan data analisa air
yang ada. Data analisa air perlu divalidasi dengan pickett plot untuk mengurangi tingkat
ketidakpastian dalam penentuan resistivitas air. Tabel 2-10 merupakan rangkuman seluruh
analisa air yang terdapat pada Lapangan Sinamar. Baris yang berwarna hijau menunjukkan
data analisa air yang diyakini baik, karena sampel yang digunakan berasal dari hasil tes
produksi dan kemudian dianalisa pada laboratorium.
Validasi resistivitas air hasil analisa air dilakukan menggunakan pickett plot.
Perbandingan resistivitas air pada Formasi Upper Sawahtambang dan Lower Sawahtambang
ditunjukkan pada Gambar 2.66. Analisa pickett plot tidak dapat dilakukan pada Formasi Low
Sawahtambang dikarenakan formasi tersebut tidak memiliki interval batuan bersih yang
mengandung air, sehingga resistivitas air hasil pickett plot menghasilkan resistivitas air yang
terlalu besar. Oleh karena itu, nilai resistivitas air pada Formasi Middle Sawahtambang
menggunakan hasil analisa air secara langsung.
Seluruh parameter yang telah ditentukan di atas untuk analisa petrofisika dirangkum
pada Gambar 2.67.
Penentuan nilai cut off tersebut didasari pada perbandingan hasil tes produksi dengan
hasil analisa petrofisika. Nilai cut off volume shale (Vsh) ditentukan dari plot antara Vsh
dengan laju produksi gas, sedangkan Nilai cut off porositas ditentukan dari plot antara
porositas dengan laju produksi gas. Plot tersebut didasari pada konsep dimana laju produksi
gas akan menurun seiring meningkatnya volume shale dan mengecilnya porositas pada
batuan. Hasil kedua plot di atas ditunjukkan pada Gambar 2.77. Berdasarkan plot tersebut
diketahui nilai cut off Vsh dan porositas berturut-turut adalah 0.25 dan 0.085.
Nilai cut off yang ditentukan selanjutya adalah cut off saturasi air. Penentuan cut off
saturasi air dilakukan dengan menggunakan plot antara porositas vs bulk water volume
(perkalian antara porositas dengan saturasi air). Nilai cut off ditentukan berdasarkan nilai
tertinggi dimana hidrokarbon masih terproduksi. Pada Gambar 2.58 . dapat diketahui nilai
cut off saturasi Lapangan Sinamar adalah 0.70. Nilai tersebut diambil berdasarkan referensi
hasil tes DST 1 pada Sumur Sinamar-3, dimana hasil tes seluruhnya berupa air.
Pemodelan Reservoir
Pekerjaan pemodelan 3D Geology dilakukan dengan menggunakan software Petrel.
Pada Lapangan Sinamar dilakukan yang akan dilakukan pemodelan terdiri dari pada 9 zona
reservoir, dimana 3 zona (U6, U9 dan U27) berada di Formasi Upper Sawahtambang, 2 zona
(M12 dn M13) berada di Formasi Middle Sawahtambang dan 4 zona (L4, L5, L6 dan L8)
berada di Formasi Lower Sawahtambang. Secara garis besar dibagi menjadi 4 tahap utama
yang meliputi: Structural Modeling, Property Modeling, Volumetric Calculation, Upscale
Grid (Fine to Coarse Grid). Structural Modeling dilakukan untuk membuat kerangka
reservoir secara 3D, sedangkan Property Modelling dimaksudkan untuk mengisi kerangka 3D
dengan properties dari sumur, antara lain Vshale, Net To Gross, Porositas, Permeabilitas, Sw,
dan lain-lain, untuk keperluan simulasi reservoir, 3D Geology Model tersebut di up-scaled
menjadi total grid cell yang sesuai dengan kebutuhan model simulasi.
2.5.1.4 Segmentasi
Segmentasi merupakan pembagian 3D Grid yang dibatasi oleh sesar-sesar.
Pada Lapangan Sinamar dibagi menjadi 7 kompartemen dan diberi nama: kompartemen-1, 2,
3, 4, 5, 6 dan 7. Pembagian kompartemen Lapangan Sinamar ditunjukan pada Gambar 2.81.
Sumur Sinamar-3 terdapat pada kompartemen-3, sumur Sinamar-1 dan Sinamar-2 pada
kompartemen-7 dan sumur South Sinamar-1 dan South Sinamar-2 pada kompartemen-2.
LAPANGAN SINAMAR
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
Gambar 2.84. Peta Struktur Kedalaman Gambar 2.85. Peta Struktur Kedalaman
Lapangan Sinamar U6 Lapangan Sinamar U9
II - 96
Bab II. Geological Findings and Reviews
STUDI POFD
LAPANGAN SINAMAR
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
Gambar 2.86. Peta Struktur Kedalaman Gambar 2.87. Peta Struktur Kedalaman
Lapangan Sinamar U27 Lapangan Sinamar M12
II - 97
Bab II. Geological Findings and Reviews
STUDI POFD
LAPANGAN SINAMAR
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
Gambar 2.88. Peta Struktur Kedalaman Gambar 2.89. Peta Struktur Kedalaman
Lapangan Sinamar M13 Lapangan Sinamar L4
II - 98
Bab II. Geological Findings and Reviews
STUDI POFD
LAPANGAN SINAMAR
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
Gambar 2.90. Peta Struktur Kedalaman Gambar 2.91. Peta Struktur Kedalaman
Lapangan Sinamar L5 Lapangan Sinamar L6
II - 99
STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR
2.5.1.7 Layering
Layering dilakukan untuk membuat layer yang lebih tipis dan detail di dalam masing-
masing zone reservoir. Ketebalan layering ini yang akan menjadi ketebalan cell, ketebalan
cell akan menjadi interval rata-rata data log properti sumuran yang akan dimodelkan. Jumlah
layer tiap lapisan bervariasi, sedangkan untuk zona yang dianggap bukan reservoir hanya
terdapat
1 layer. Berdasarkan layering tersebut sehingga menghasilkan dimensi cell 308x322x189 dan
total cell 17,157,488. Parameter dan hasil dari proses layering dapat dilihat pada Gambar
2.93.
Gambar 2.127. Contoh hasil scale up well log dan histogram validasi
Berikut akan ditampilkan peta properti fasies (Gambar 2.133 - Gambar 2.141),
Vshale (Gambar 2.142 - Gambar 2.150) dan PHIE (Gambar 2.151 - Gambar 2.159)
hasil modeling pada zona reservoir yang utama.
Perhitungan Permeabilitas
Permeabilitas didapatkan dari hasil model porositas yang telah didapatkan, kemudian dibuat
model permeabilitas dengan menggunakan persamaan hasil crossplot permeabilitas-porositas
dari data core.
Gambar 2.136 sampai 2.142, menunjukan peta-peta permeabilitas untuk reservoir utama
pada Lapangan Sinamar.
Gambar 2.136.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (U6)
Gambar 2.137.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (U9)
Gambar 2.138.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (U27)
Gambar 2.139.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (M12)
Gambar 2.140.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (M13)
Gambar 2.141.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (L4)
Gambar 2.142.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (L5)
Gambar 2.143.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (L6)
Gambar 2.144.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (L8)
Penentuan Saturasi Air (Sw)
Perhitungan Sw dilakukan dengan menggunakan distribusi dari beberapa log yang dibor pada
awal dan memiliki data yang lengkap, yaitu sumur Sinamar-1, Sinamar-1 dan Sinamar-3.
Didalam melakukan metode pendistribusian sama seperti pada Vshale dan PHIE,
penyebarannya akan dikontrol dengan penyebaran Vshale. Gambar 2.154. sampai 2.161.
menunjukan peta-peta Sw untuk zone reservoir utama Lapangan Sinamar.
Gambar 2.154.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (U6)
Gambar 2.155.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (U9)
Gambar 2.155.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (U27)
Gambar 2.156.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (M12)
Gambar 2.157.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (M13)
Gambar 2.158.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (L4)
Gambar 2.159.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (L5)
Gambar 2.160.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (L6)
Gambar 2.161.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (L8)
Tabel II-7.
Hasil Perhitungan OGIP P1, P2 dan P3 Lapangan Sinamar
Tabel II-8.
Hasil Perhitungan OOIP P1, P2 dan P3 Lapangan Sinamar
Gambar 2.180. menunjukan proses, parameter dan histogram validasi proses upscaling
mode. Sedangkan Tabel II-8. menunjukan hasil perhitungan OOIP untuk coarse model.
Selanjutnya pada Tabel II-9. menunjukan perbandingan antara fine model dengan coarse
Upscale
model. Grid & Property (Fine to Coarse Grid)
Histogram Fasies
Fine Vs Coarse
Histogram VShl
Fine Vs Coarse
Histogram PHIE
Fine Vs Coarse
Dimensi
Dimensi Perbedaan
Lapangan GridGrid
Lapangan Cell Perbedaan
TotalCell
Total TotalCell
Total Cell
I I JJ KK
FineFine 94 94 6262 314
316 1.829.992
1,835,820
Butun
Butun 61%
62%
Coarse 94 94
Coarse 6262 121
120 705.188
699,930
Gambar 2.180.
Parameter Upscaling Model dan Histogram Validasi
Tabel II-8.
Hasil Perhitungan OOIP Lapangan Sinamar Coarse Model
OOIP NP
Bulk volume Net volume Pore volume HCPV oil RF
Lapisan [MMSTB [MMSTB]
[acre.ft] [acre.ft] [acre.ft] [acre.ft] (%)
] @ Des. 2013
X SD 25765 24919 2313 250 1,76
3940 SD 22062 20719 4331 2326 16,40
3990 SD 19736 15267 3032 1002 7,07
4050 SD 23087 22554 5694 3777 26,64
4160 SD 18339 16387 3096 1436 10,13
4200 SD 9101 9091 2044 1070 7,55
4250 SD 8639 8639 1979 877 6,19
4330 SD 18614 17812 3624 1859 13,11
4400 SD 18133 17343 3437 1067 7,52
4480 SD 13283 12009 2360 1116 7,87
4490 SD 6527 6432 1423 605 4,27
4620 SD 1531 1428 339 109 0,77
4650 SD 0 0 0 0 0,00
4710 SD 1017 289 55 15 0,11
4740 SD 10843 6324 1007 177 1,25
4860 UP SD 0 0 0 0 0,00
4860 LW SD 4888 3287 413 74 0,52
5000 SD 21363 17738 2135 666 4,69
5020 SD 3444 0 0 0 0,00
5040 SD 8394 646 86 9 0,07
Total 234766 200884 37368 16435 115,92 44,4 38,30%
Tabel II-9.
Perbandingan Hasil Fine Model dengan Coarse Model
OOIP [MMSTB]
Lapisan Perbedaan (%)
Fine Coarse
X SD 1,78 1,76 0,67%
3940 SD 16,20 16,40 0,67%
3990 SD 6,43 7,07 -9,91%
4050 SD 26,57 26,64 -0,26%
4160 SD 10,02 10,13 -1,11%
4200 SD 8,16 7,55 7,47%
4250 SD 6,59 6,19 6,12%
4330 SD 12,97 13,11 -1,15%
4400 SD 6,82 7,52 -10,27%
4480 SD 7,82 7,87 -0,63%
4490 SD 4,38 4,27 2,62%
4620 SD 0,75 0,77 -2,22%
4650 SD 0,00 0,00 0
4710 SD 0,10 0,11 -8,68%
4740 SD 0,84 1,25 2,51%
4860 UP SD 0,00 0,00 0
4860 LW SD 0,46 0,52 -13,38%
5000 SD 5,50 4,69 14,72%
5020 SD 0,00 0,00 0
5040 SD 0,03 0,07 3,20%
Total 115,42 115,92 -0,44%