Anda di halaman 1dari 152

STUDI POFD

STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)


LAPANGAN SINAMAR

BAB II
GEOLOGICAL FINDING AND REVIEWS

2.1. Geologi Regional


Lapangan Sinamar berlokasi di Blok South West Bukit Barisan tepatnya berada di
Cekungan Ombilin yang merupakan salah satu cekungan di tengah Pulau Sumatera
(Gambar 2.1). Cekungan ini berarah barat laut – tenggara, sejajar dengan sumbu Pulau
Sumatera dengan ketebalan sedimen 4600 m (Situmorang dan Yulihanto, 2008).

Gambar 2.1. Lokasi Lapangan Sinamar

2.1.1 Struktur Geologi Regional


Geologi bagian Sumatra Barat didominasi oleh dua ciri tektonik yang khas dan saling
terkait: busur magmatic dan Great Sumatra Fault System (Katili dan Hehuwat, 1967).
Keduanya merupakan ciri utama tektonik regional sepanjang 1,650 km dari Semangko Bay
pada ujung barat daya Sumatra ke ujung utara-barat pulau di Aceh. Lempeng Samudra Hindia
saat ini bergerak miring ke lempeng Asia Tenggara.
Proses kompresi dari kedua lempeng menghasilkan sesar mendatar dengan tekanan
kuat yang dinyatakan dalam zona Sesar Besar Sumatra. Karakter sesar mendatar kanan yang

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 1


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

konsisten sepanjang pergerakan utama yang dideskripsikan oleh Durham (1940), dan Kaltili
dan Huhewat (1967) dan dikemukakan sebagai perpindahan lateral minimum pada 25 km.
Peninjauan pemetaan lapangan, aeromagnetics dan photogeology oleh PT Rio Tinto Betlehem
Indonesia di Sumatra Barat mengindikasikan pergeseran lateral yang dapat diukur dari 130
km sepanjang Sesar Besar Sumatra (Posavec et al., 1973).
Great Sumatra Fault merupakan zona aktif yang dibuktikan dari aliran sungai yang
keluar jalur dan dislokasi jalan karena pergerakan lateral sepanjang sesar utama dan beberapa
diantaranya bergerak miring. Gempa bumi pada tahun 1926, 1943 dan 1983 di Padang
Panjang membuktikan kegempaan aktif di daerah tersebut. Sesar Besar Sumatra dapat
dikenali dari citra SAR dalam Blok Singkarak sebagai jejak sesar menerus sepanjang barat
laut dari
Danau Singkarak sekitar 60 km. Dislokasi ditandai vulkanik dan alluvium saat ini dari gunung
berapi Marapi merupakan bukti pergerakan sesar pada masa sekarang.
Banyak struktur seperti graben termasuk Danau Singkarak yang telah diidentifikasi
sepanjang zona Sesar Besar Sumatra oleh (Tjia, 1970). Van Bemmelen (1949)
mengemukakan bahwa struktur ini dihasilkan dari pengangkatan geanticline Barisan dan
berasosiasi dengan stress tensional dan block-faulting yang membentuk tekanan median
longitudinal,
Van Bemmelen berasumsi bahwa terjadinya cekungan Paleogene sebagai Cekungan Ombilin,
dimana Barisan menunjukkan umur Eocene untuk perkembangan graben. Katili dan Hehuwar
(1967) mencatat bahwa Middle Creataceous sampai orogensis Early Tertiary menghasilkan
graben dan tektonik transcurrent tidak aktif sampai Lower Pleistocene. Atas dasar data
geologi yang tersedia saat ini, kami mengindikasikan Cekungan Ombilin merupakan struktur
seperti graben, struktur terpisah dihasilkan dari tektonik tensional Early Tertiary terkait
dengan pergerakan strike-slip sepanjang zona Sesar Besar Sumatra. Namun, tahap selanjutnya
dari erosi dan pensesaran menghambat rekonstruksi Cekungan Ombilin. Zona Sesar Besar
Sumatra kemungkinan memiliki sejarah geologi yang panjang dan kompleks. Tentunya
peranan zona patahan pada umur Pre-Tertiary belum pasti dan diharapkan akan lebih baik
dipahami sebagai informasi geologi tambahan dari Sumatera Barat.
Cekungan Ombilin dianggap sebagai cekungan terpisah. Istilah “pull-apart” pertama
kali diperkenalkan oleh Burchfield dan Stewart (1966) yang menyarankan bagian tengah dari
Death Valley, California dihasilkan dari tekanan disepanjang patahan strike-slip yang

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 2


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

berorientasi sedikit miring ke jalur utama zona patahan. Tektonik ini menyebabkan
terpisahnya dua bagian dari Death Valley dan pembentukan graben median. Sejak
diperkenalkannya
istilah ini pada tahun 1966, pull-apart telah diusulkan untuk beberapa cekungan
(Man dkk., 1983). Geologi struktur dari Cekungan Ombilin sangat mirip dengan Death
Valley. Cekungan Ombilin secara struktur juga sangat mirip dengan Ridge Basin, Southern
California yang memiliki ukuran area yang kecil seluas 200km2, terdiri dari 44,000 ft (13,000
m) laut, fluvial, dan endapan danau tersier dan sedimen Pleistocene yang terendapkan di
patahan aktif (Crowell dan Link, 1982). Studi sedimen di cekungan pull-apart purba
menunjukkkan bahwa endapan cekungan pull-apart dicirikan sebagai berikut: (1) besar
ketebalan stratigrafi tergantung dari luas cekungan, (2) tingginya tingkat sedimentasi, (3)
tebal sikuen sedimen asimetris dan pola fasies, (4) kumpulan fasies menjadi batas fault-
bounded fanglomerates dan endapan cekungan banjir/playa/endapan danau, (5) didominasi
mode longitudinal pada pengisian cekungan, dan (6) siklus tekstur yang mencerminkan
aktifitas tektonik
(Hempton & Dunne, 1984). Karakteristik ini telah dicatat dalam Cekungan Ombilin dan akan
dibahas dibagian akhir tulisan ini.

STRUKTUR CEKUNGAN OMBILIN


Geologi struktur dari Cekungan Ombilin dijelaskan mendalam oleh Koesoemadinata
dan Matasak (1981) berdasarkan pemetaan dan interpretasi dari data permukaan yang mereka
miliki. Elemen-elemen tektonik diidentifikasi oleh tim pemetaan lapangan CPI disesuaikan
dengan citra SAR. Interpretasi struktur permukaan diintegreasikan ke dalam data seismik
yang menghasilkan time structure map di Formasi Sawahtambang. Cekungan Ombilin dan
Subcekungan Payakumbuh memiliki sejarah kompleks dari tektonik reverse, wrench dan
tensional (Gambar 2.2)
Bagian tersingkap dari Cekungan Ombilin meliputi area seluas 25 km sampai 60 km,
cenderung sejajar dengan dominasi struktur butir timur laut - tenggara Sumatera. Pada
awalnya Cekungan Ombilin mungkin lebih besar daripada cekungan saat ini; namun pasca
erosi, pengendapan telah berhenti pada area asal mula cekungan. Batas timur dari cekungan
ditandai dengan sesar naik Takung dimana batuan pra-tersier menimpa sedimen tersier
(Cameron dkk, 1981; Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Bagian barat sesar Takung,

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 3


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

cekungan lebih cepat kearah dalam sebagai bagian tertiary bawah tersesarkan oleh beberapa
sesar naik timur laut - tenggara yang berasosiasi dengan pergerakan lateral. Batas selatan
cekungan tidak dibatasi oleh sesar. Orogenitas post-middle Miocene yang telah terangkat
setengah pada bagian tenggara cekungan dan erosi yang terjadi pada formasi tertiary
membentuk batas selatan dan barat daya cekungan.
Tektonik utama yang membelah sebagian besar Cekungan Ombilin adalah sesar
Ampalo. Sesar dengan arah utara - selatan ini membentuk lereng curam yang membagi bagian
dalaman Cekungan Ombilin dari barat laut Sigalut Plateau. Sesar Tanjung Ampalo diyakini
menjadi urutan kedua sesar dekstral yang terbentuk dari dari tekanan strike-slip dekstral
pertama yang bersasosiasi dengan zona Great Sumatra Fault. Sesar bercabang di selatan
dengan satu sesar yang menembus selatan cekungan ke dataran tinggi pre-tertiary yang
lainnya paralel pada batas barat cekungan.
Batas barat dikontrol oleh pengangkatan cekungan dan sesar kompleks. Besarnya
tektonik pada batas cekungan membuktikan jalan masuk selatan ke kota Sawahlunto dimana
beberapa ribu feet dari sedimen tertiary dapat dilihat secara jelas dengan limestone Triassic.
Ujung utara dari Cekungan Ombilin dibagi menjadi fitur basinal timur dan barat
dipisahkan oleh punggungan menonjol dari singkapan bawah tanah di Bukit Tungkar.
(1) Perpanjangan Timur (the "North Limb") cekungan menyempit dengan lebar hanya 4 - 5
km dan terus ke utara menghilang di bawah gunung berapi Malintang secara bertahap
menghilang. Meskipun North Limb menyempit di kedua sisi oleh dataran tinggi basement pra-
Tersier, kualitas data seismik adalah sangat baik dan menunjukkan sedimen tersier sedikit
terdeformasi dan perlahan turun ke arah barat laut. Yang perlu diperhatikan bahwa bagian
terdalam dari Ombilin Basin tidak di pusat cekungan secara geografis; sebaliknya kedalaman
cekungan maksimum terjadi di Limb Utara dekat Guguk, di mana data seismik menunjukkan
lebih dari 15,000 ft (4,570 m) atau sedimen tersier. (2) Sebuah perpanjangan utara kedua dari
Ombilin Basin adalah sinklin Talawi terletak di sebelah barat punggungan Bukit Tungkar.
Sinklin ini berarah baratlaut - tenggara yang mengandung bagian tipis sedimen Tersier.
Daerah Talawi secara ekstensif terangkat dan telah tererosi meninggalkan lapisan tipis bagian
sedimen Tersier. Sinklin Talawi memanjang dari Sigalut Plateau arah barat laut menuju
Batusangkar dimana sedimen Tersier tertutup oleh puing-puing vulkanik yang mengalir ke
sisi-sisi gunung Marapi aktif. Peninjauan rekaman seismik umumnya tidak definitif karena
topografi yang berat, bagian sedimen tipis, struktur kuat dan luasnya penutup vulkanik. Data

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 4


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

seismik tidak menunjukkan daerah di mana sedimen menebal secara lokal. Sebagai contoh,
beberapa 5,000 ft (1,525 m) bagian sedimen bukti dari Kolek bagian utara.
Bagian tengah Cekungan Ombilin sesar besar berorientasi sekitar N0400W, sejajar
dengan kelurusan dari Sesar Besar Sumatra. Tipikal zona mati seismik hingga lebar kilometer
terkait dengan beberapa sesar ini, misalnya sesar Suo dan Limau. Rangkaian sesar kurang
jelas yang berorientasi tegak lurus terhadap sesar utama. Ini umumnya normal, ke sesar
cekungan, yang dapat memiliki gerakan lateral hingga 2 km. Sesar ini diartikan sebagai
urutan ketiga sesar wrench dextral.
Bagian selatan dari Ombilin Basin berisi Antiklin Palangki. Elemen struktur utama ini
adalah blok horst yang dihasilkan dari basement blok Sesar dan dinyatakan secara topografi
sebagai "nose" menonjol naik sekitar 1,300 ft (400 m) di atas cekungan dataran yang
berdekatan. Isochrons seismik dipetakan sepanjang tepi struktur ini tidak memberikan bukti
untuk pertumbuhan struktural awal. Di ujung selatan dari Antiklin Palangki, pengangkatan
dan erosi terkena menampakkan andesit pra-Tersier di permukaan dalam inti antiklin.
Batuan tersebut secara radiometrik berlaku oleh K/Ar pada 143 ± 4 juta tahun B.P.
(Kapur Awal – Jurasik Akhir).

Gambar 2.2. DiagramTectono-StratigrafiCekungan Ombilin

Ada 3 tahapan konfigurasi tektonik Cekungan Ombilin (lihat Gambar 2.2). Berikut
penjelasan dari konfigurasi tersebut:

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 5


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

D1: Tahap pertama struktur deformasi yang dikenali di cekungan adalah pra-Tersier sampai
dimungkinkan Eosen. Fase ini dibentuk oleh kompresi utara - selatan yang kuat dimana
tektonik berkembang reverse dan model wrench. Kompresi ini diyakini hasil dari
subduksi dari lempeng samudera India - Australia di bawah Sunda Craton. Dua
rangkaian sesar aktif selama waktu ini. Sesar barat laut - tenggara kemungkinan aktif
(berasal dari?) sebagai sesar dextral wrench dan menjadi cekungan di sekitar sesar yang
membatasi dan menentukan banyak perubahan Cekungan Ombilin. Pergerakan dextral
wrench dengan sesar barat laut - tenggara selama D1 membentuk gerakan komponen
vertikal besar dengan gerakan horizontal terbatas. Sesar berorientasi utara - selatan yang
aktif (berasal dari?) selama D1 menciptakan serangkaian sesar normal yang masuk ke
dalam cekungan yang baru terbentuk. Subcekungan Payakumbuh dan depocenter
Cekungan Ombilin terbentuk dengan cara ini. Sesar utara - selatan juga aktif sepanjang
margin barat Cekungan Ombilin memecah daerah Talawi menjadi bagian barat laut -
tenggara dengan tektonik tinggi dan rendah. Susunan dari daerah Ombilin dan
Payakumbuh secara struktur dikendalikan oleh perkembangan sesar normal berkaitan
dengan cekungan yang mengalami sesar dextral wrench. Cekungan yang dihasilkan dari
titik simetri atau graben (Harding, 1985). Bentuk cekungan ini menyerupai cekungan
pull apart tapi tidak sesuai dengan definisi yang ada karena tidak memiliki sesar kunci
major wrench dari timur laut Subcekungan Payakumbuh dan sisi barat daya dari
Cekungan Ombilin.
D2: Tahap kedua tektonik terjadi dari akhir Eosen sampai awal mula Miosen dan adanya
pergeseran kompresi dari arah utara - selatan ke timur laut – barat daya. D2 ditandai
oleh break-up dari Cekungan Ombilin ke barat laut - tenggara mengarah tektonik
tertinggi dan terendah yang masih ada saat ini. Sebagai akibat dari perubahan arah
kompresi barat laut-tenggara cekungan yang mengalami pensesaran sebelumnya sebagai
sesar dextral wrench berubah menjadi sesar reverse. Sesar berarah utara - selatan yang
awalnya sesar dextral wrench sekarang menjadi sesar reverse. Utara - selatan terdiri dari
sesar yang awalnya sesar dextral wrench berubah menjadi kunci sesar reverse.
Perubahan ini telah berkembang sebagai flower structure yang dihasilkan dari
konvergen wrench bersama sesar vertikal.
D3: Tahap ketiga (terakhir) dari deformasi di akhir Miosen ke Pliosen dicirikan penutupan
Cekungan Ombilin dan Payakumbuh, dikarenakan kompresi yang berlanjut dari timur

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 6


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

laut – barat daya. Wilayah stress yang sama tetap aktif dan menonjolkan perkembangan
sebelumnya pada tektonik tertinggi dan terendah. Karena kompresi dari timur laut
menyebabkan intensitas lipatan meningkat terhadap margin timur dari cekungan.
2.1.2 Stratigrafi dan Korelasi Sumur
Pre- Tertiary
Batuan pra-Tersier terdiri dari batuan dasar Cekungan Tersier Ombilin. Batuan pra-
Tersier tersingkap di sisi timur dan barat cekungan serta di bagian tengah utara cekungan.
Bagian barat Cekungan Ombilin terdiri dari gunungapi, batugamping dan slate mulai
dari umur Permo-Karbon hingga Trias. Gunungapi yang terdiri dari lava andesit dan basalt
dan tufa milik Formasi Silungkang, sedangkan batugamping reefal (Formasi Ngalau Basurat
atau anggota batugamping Formasi Silungkang) dengan fosil Fusulinids dan Syringpora
(Permo-Karbon) telah ditemukan. Gunungapi Formasi Silungkang juga dikenal interfinger
dengan quartzites dan slate/argillites Formasi Trias Tuhur. Menurut Katili (1962), seluruh
sikuen diterobos Lassi granit yang usianya dipastikan menjadi 200 juta tahun yang lalu.
Bagian timur Cekungan Ombilin, batu pra-Tersier terdiri dari Formasi Trias Kuantan,
yang sebagian besar terdiri dari rekristalisasi batugamping oolitic, yang berkembang sebagai
marmer, slate/phyllite dan quartzites. Formasi Kuantan (Kastowo dan Silitonga, 1973) juga
diterobos oleh granit masif dari Formasi Sumpur (Musper, 1929) dengan umur radiometrik
sekitar 200 juta tahun yang lalu (Obradovich, 1973).
Di bagian tengah utara cekungan pra-Tersier granodiorit (diorite Tunkar) tersingkap
dan membentuk sebuah blok yang terangkat dalam cekungan.

Tertiary
Stratigrafi Tersier dari cekungan Ombilin merupakan objek utama lapangan ini.
Meskipun nama formasi dalam makalah ini telah muncul sebelumnya dalam artikel yang
diterbitkan (Kastowo dan Silitonga, 1975; Koesoemadinata et.al., 1978; Koesoemadinata dan
Hardjono, 1979; Koesoemadinata, 1978; Matasak dan Ruslan, 1979), stratigrafi tersier untuk
mengusulkan nomenklatur secara resmi yang diatur oleh sandi stratigrafi Indonesia, lengkap
dengan jenis sikuen (jenis strato) dan tipe daerah. Ringkasan dari stratigrafi tersier Cekungan
Ombilin ditampilkan pada Gambar 2.3.

FORMASI BRANI

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 7


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Pernyataan Pengantar: De Haan (1942) memperkenalkan nama Konglomerat Brani


untuk sikuen breksi berwarna ungu dan konglomerat di Kawasan Mangani, dekat
Payakumbuh, 60 km sebelah utara timur dari Sawahlunto (Cekungan Ombilin). Tidak ada tipe
section ditunjukkan. Kastowo dan Silitonga (1973) menggunakan istilah Brani Formasi untuk
unit litologi yang sama seperti yang tersingkap di Cekungan Ombilin di Peta Geologi
Quadrangle Solok (1: 250.000).
Karakteristik litologi umum: Formasi ini terdiri dari sikuen ungu coklat berkarat
terlihat kerikil polymict sampai konglomerat kasar dengan matriks pasir berlumpur, sortasi
sangat buruk, subangular - subrounded, padat, sulit untuk pecah, umumnya nonbedded
hingga terkadang poorly bedded. Kerikil yang terdiri dari berbagai satuan batuan, sangat
tergantung pada batuan dasar di mana mereka terendapkan, mencerminkan jarak transportasi.
Di tepi barat cekungan terdiri dari gunungapi (andesit) dan batugamping (terkadang diisi oleh
fusulineds), slate dan kerikil argillite, di tepi timur kerikil granit mendominasi, meskipun
kuarsit dan kerikil milky quartz juga ada. Terkadang terdiri dari grit sand arkosic berbutir
kasar, kehilangan warna ungu yang khas (Selo Member). Bedding tidak ditemukan atau kasar
jarang berkembang.
Tipe daerah dan tipe penampang: Meskipun tipe lokalitas daerah aslinya adalah di
daerah Mangani, jenis hypostrato dikemukakan disini, terletak di sepanjang Kumani Stream,
dekat Desa Guguk, timur laut Cekungan Ombilin.
Penyebaran dan ketebalan: Formasi Brani tersebar secara luas di sepanjang tepi
Cekungan Ombilin dan di pusat antiklin Palangki pada bagian selatan cekungan. Formasi ini
tersingkap juga di bagian barat laut cekungan. Ketebalan berkisar lebih dari 646 m di tipe
hypostrato tidak ditemukan karena mennyempit di arah tertentu.
Hubungan stratigrafi: Formasi Brani berada di atas Formasi pra-Tersier secara angular
unconformity atau nonconformably pada batuan plutonik pra-Tersier. Formasi Brani
terkadang berada di bawah atau di atas Formasi Sangkarewang. Hubungan ini juga
ditunjukkan di bagian barat laut cekungan. Formasi Brani selaras di bawah Formasi
Sawahlunto, dengan hubungan interfingering gradational di tepi barat cekungan.
Ketidakhadiran Formasi Sawahlunto umumnya terjadi pada tepi timur laut cekungan, selaras
di bawah Formasi Sawahtambang.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 8


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Umur dan kandungan fosil: Tidak ada fosil yang ditemukan menunjukkan usia
Formasi Brani. Namun berdasarkan hubungan interfingering dengan Formasi Sangkarewang,
diperkirakan umur Paleocene hingga Eocene.

SELO MEMBER
Selo Member merupakan unit dalam Formasi Brani. Hal ini dibedakan dari Formasi
Brani dengan menjadi litofasies yang berbeda.
Karakteristik litologi umum: Unit ini membedakan dirinya dari Formasi Brani karena
berwarna coklat violet berkarat. Ini terdiri dari masif konglomerat nonbedded, terdiri dari
bongkah - kerikil ukuran fragmen bulat mengambang dalam matriks halus. Hampir semua
fragmen berupa granit dengan diameter 8-75 mm, sedangkan matriks adalah bahan sandsize,
sortasi buruk, subangular - subrounded, berbutir sedang - kasar, berlempung dengan semen
kapur.
Tipe daerah dan tipe penampang: Nama ini diambil dari Sungai Batang Selo, selatan
dari Desa Padang Ganting, 40 km barat laut dari Sawahlunto, di mana bagian yang telah
diukur dan diusulkan sebagai lokalitas tipe daerah. Bagian Ampang Niaga dapat digunakan
sebagai jenis hypostrato yang lebih lengkap.
Penyebaran dan ketebalan: Selo Member sebagian besar tersebar di bagian barat laut
cekungan. Ketebalannya berkisar 305 m pada penampang Ampang Niago dan mencapai tebal
400 m.
Hubungan stratigrafi: Selo Member terletak selaras di atas granit pra-Tersier dan
mungkin angular unconformity dengan batu pra-Tersier lainnya. Ini nilai atas ke Formasi
Brani utama.
Umur dan kandungan fosil: Tidak ditemukan fosil sehingga tidak dilakukan penentuan
umur. Lingkungan pengendapan: Selo Member terendapkan pada bagian ujung kipas aluvial.

KULAMPI MEMBER
Kulampi Member dari Formasi Brani: Di tepi timur cekungan, di Sungai Kulampi,
Formasi Brani berkembang menjadi litofasies tertentu.
Karakteristik litologi umum: Kulampi Member memiliki seluruh karakteristik dari
Formasi Brani, termasuk warna ungu-kecoklatan yang terdiri dari kerikil konglomerat
subangular-subrounded asal polymiot (quartzose, granit, batu kapur), ketiganya bergradasi

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 9


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

dengan interbedded batupasir bersortasi buruk, membentuk sikuen siklik. Struktur perlapisan
kurang berkembang pada Kulampi Member.
Tipe daerah dan tipe penampang: Tipe daerah terletak di sepanjang Sungai Kulampi
dekat Sijunjung.
Penyebaran dan ketebalan: Kulampi Member dapat ditemukan di sekitar area
Kulampi. Ketebalannya minimumnya sekitar 258 m. Member ini juga berkembang pada tepi
timur laut cekungan, di sekitar daerah Talawi.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 10


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2. 3. Perbandingan Nomenklatur stratigrafi yang digunakan untuk Cekungan Ombilin

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 11


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Hubungan stratigrafi: Kulampi Member selaras dengan Formasi Brani. Karena


merupakan bagian dari Formasi Brani, diasumsikan menjari dengan Formasi Sangkarewang
dan selaras di bawah Formasi Sawahtambang.
Umur dan kandungan fosil: Tidak ada fosil yang ditemukan, umurnya diasumsikan
sama dengan Formasi Brani utama (Paleocene).
Lingkungan pengendapan: Formasi Brani diinterpretasi sebagai endapan kipas aluvial,
dengan ketebalan bervariasi dan kerikil berasal dari daerah setempat. Warna karat merupakan
endapan subaerial. Kulampi Member merupakan bagian distal dari kipas aluvial.

FORMASI SANGKAREWANG
Pernyataan Pengantar: Istilah Formasi Sangkarewang diperkenalkan oleh Silitonga
dan Kastowo (I975) dalam Survei Geologi peta Quadrangle Indonesia; tanpa referensi. Untuk
tipe daerah dan tipe penampang, unit ini sebelumnya disebut "tahap mergel" oleh Musper
(1929), dimana Formasi Brani disebut "tahap breksi dan napal".Formasi ini dikenal karena
penemuan fosil ikan air tawar, yang berumur Tersier Awal.
Karakteristik litologi umum: Formasi Sangkarewang didominasi oleh laminasi serpih
halus, berwarna kecoklatan abu-abu gelap hingga hitam. Biasanya bersifat plastik dan tipis,
dan berkapur, tapi mengandung bahan karbon dengan mika, pirit dan sisa-sisa tanaman. Ada
beberapa batupasir interbedded dengan ketebalan <1 m. Batupasir kuarsa untuk feldspar-
bearing, calcareous, berwarna abu-abu sampai hitam. Tipe ini menunjukkan sikuen
menghalus keatas (graded-bedding, kasar bagian atas), matriks berlempung dengan sortasi
buruk, mengandung mika dan karbon. Struktur slump yang lazim ditemui dianggap sebagai
ciri khas Formasi Sangkarewang.
Tipe daerah dan tipe penampang: Tipe daerah Formasi Sangkarewang adalah Sungai
Sangkarewang yang terletak 8 km barat laut dari kota Sawahlunto. Namun, sebagai tipe strata,
penulis akan menggunakan penampang oleh S. Sitauhut dan S. Durian II dekat Talawi, tidak
jauh dari tipe daerah asli di mana nama ini berasal.
Penyebaran dan ketebalan: Formasi Sangkarewang hampir seluruhnya tersebar di
bagian barat laut cekungan (barat laut dari Sawahlunto, di bagian terisolasi dalam Formasi
Brani). Beberapa bagian terisolasi kecil ditemukan di tepi barat laut cekungan.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 12


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Hubungan Stratigrafi: Formasi Sangkarewang terendapkan selaras di atas batuan pra-


Tersier dengan batupasir basal dan selaras di bawah Formasi Sawahlunto. Namun sebagian
besar formasi ini menunjukkan hubungan interfingering dan melidah dengan Formasi Brani,
memisahkan Formasi Sangkarewang dari pre-Tertiary serta dari Formasi Sawahlunto di
atasnya. Hubungan lateral interfingering dengan Formasi Brani cukup mapan. Formasi
Sangkarewang dianggap sebagai lensa dalam Formasi Brani. Hubungan interfingering dengan
Formasi Sawahlunto juga disarankan.
Umur dan kandungan fosil: Fosil yang paling penting dalam formasi ini adalah fosil
ikan air tawar, MU8- Peria radiata (Herr) dan Scleropagus. Tidak ada penentuan baru dibuat
untuk formasi ini. Penentuan umur berdasarkan palynological menunjukkan kemungkinan
Eosen atau pra-Eosen (menggunakan fosil: kelimpahan Verrucatosporites, Monocolpites dan
kehadiran Echitriporites trianguliforms, Ephedripites) - (JICA, 1979). Secara posisi stratigrafi
dengan Formasi Sawahlunto (berumur Paleosen - Eosen), maka umur yang disarankan dari
Formasi Sangkarewang yaitu Paleosen.
Lingkungan pengendapan: Berdasarkan hubungan interfingering dengan pengendapan
kipas aluvial Formasi Brani, laminasi halus dan kehadiran fosil air tawar maka Formasi
Sangkarewang menunjukkan lingkungan endapan danau. Interbeds batupasir turbidites yang
masuk ke dalam danau. Struktur slump menunjukkan lereng curam di dekat tepi danau.

FORMASI SAWAHLUNTO
Keterangan Pengantar: Nama Formasi Sawahlunto secara resmi diusulkan untuk
pertama kalinya dalam makalah ini, meskipun telah diperkenalkan sebelumnya dalam literatur
oleh penulis senior (Koesoemadinata, et.al., 1978; Koesoemadinata dan Hardjono, 1978).
Van Bemmelen (1949) dan Marks (1946) memasukan unit ini dalam Tahap Quartz Sandstone
(Quartz Zandstein Abteilung), berikut Musper (1929). Dalam makalah ini unit yang ditunjuk
sebagai formasi terpisah karena membentuk unit bantalan batubara ekonomis penting dari
daerah ini.
Karakteristik litologi umum: Formasi Sawahlunto terdiri dari sikuen serpih abu-abu
kecoklatan, serpih berlumpur, batulanau berlapis berwarna coklat, padat, batupasir kuarsa dan
kandugan batubara. Serpih bersifat karbon atau hitam legam seperti underclays. Batupasir
menghalus ke atas, cross-bedded dan terutama laminasi current-ripple, dengan basis erosi
tajam menunjukkan sikuen point bar. Batubara terkadang interbedded dengan batulanau

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 13


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

warna abu-abu dan tanah liat hitam legam. Batupasir lenticular, sementara coal beds sering
terbelah dan membaji keluar. Konglomerat tidak ditemukan pada formasi ini. Keterdapatan
batupasir dan lapisan batubara lebih banyak pada daerah Parambahan, sekitar Tungkar Tinggi
Tipe daerah dan tipe penampang: Tipe daerah Formasi Sawahlunto berada sekitar
Sungai Air Lunto (sekitar kota Sawahlunto). Penampang lain yang baik ditemukan di
Sawahrasau dan dapat digunakan sebagai tipe hypostrato.
Penyebaran dan ketebalan: Formasi Sawahlunto hampir seluruhnya di distribusikan di
bagian utara - barat dari cekungan, barat laut dari kota Sawahlunto. Formasi ini membaji ke
arah timur serta ke arah selatan. Pada penampang, ketebalan formasi adalah 274 m. Ketebalan
210 m diketahui di DDH 7 dan 115 mat sungai bagian Durian. Kejadian terisolasinya dari
Formasi Sawahlunto juga ditemukan di tepi timurlaut cekungan, terapit di antara Formasi
Brani dan Formasi Sawahlunto.
Hubungan stratigrafi: Formasi Sawahlunto berada selaras di atas Formasi Brani tetapi
secara lokal juga di atas Formasi Sangkarewang, namun sering diinterupsi oleh lidah Formasi
Brani. Hubungan interfingering dengan Formasi Sangkarewang juga disarankan. Formasi
Sawahlunto selaras di atas Formasi Sawahtambang. Hubungan interfingering dengan Formasi
Sawahtambang diasumsikan ke arah timur, dimana di atasnya Formasi Sawahtambang
langsung melapisi Formasi Brani dengan kontak selaras dengan Formasi Sawahlunto yang
terjadi di antara keduanya. Ketebalan formasi ini diukur pada penampang 274 m, namun
memiliki ketebalan maksimum hingga 500 m.
Umur dan kandungan fosil: Kandungan fosil Formasi Sawahlunto hanya berupa sisa-
sisa tanaman dan spora. Hasil penelitian terbaru oleh tim peneliti batubara Jepang dengan
analisis palinologi dari sampel core dari Sol drillhole mengidentifikasi usia Paleosen,
berdasarkan penemuan Proxapertites Operculatus. Namun, dapat dimungkinkan umur Eosen
karena jumlah mikro-fosil itu sangat sedikit. Tidak terdeteksi indeks fosil Florschnetzia untuk
post-Eocene di Asia Tenggara (J.I.C.A., 1979).
Lingkungan pengendapan: Kehadiran serpih karbon, batubara dan terutama batupasir
point bar menunjukkan cekungan banjir dengan sungai berkelok-kelok, di mana batubara
diendapkan.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 14


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

FORMASI SAWAHTAMBANG
Keterangan Pengantar: Nama formasi ini secara resmi diusulkan untuk pertama
kalinya dalam makalah ini, meskipun telah diperkenalkan sebelumnya oleh penulis senior.
(Koesoemadinata, et.al., 1978; Koesoemadinata dan Hardjono, 1978). Musper (1936),
memperkenalkan nama Tahap Quartz Sandstone (Quartz Sandstein Abteilung, dan nama ini
juga digunakan oleh van Bemmelen (1949) dan Marks (1957). Dalam peta segi empat terbaru
dari Geological Survey of Indonesia, Kastowo dan Silitonga (1973) memperkenalkan istilah
bawah Formasi Ombilin, yang tidak sesuai dengan kode stratigrafi.
Karakteristik litologi umum: Formasi Sawahtambang ditandai dengan sikuen masif
tebal dari batupasir cross bedded, sebagian besar quartzose sampai feldspathic. Serpih dan
batulanau hanya berkembang secara lokal. Batupasir berwarna abu-abu terang - coklat,
berbutir halus sampai sangat kasar sebagian besar konglomeratan yang terdiri dari kerikil
kuarsa, sortasi sangat buruk, subangular, keras dan masif. Secara lokal di bagian interbeds
lebih rendah dari mudstone atau serpih berlumpur terjadi pembentukan unit terpisah, Rasau
Member. Di bagian atas interbedded mudstones dengan kehadiran coal strings secara lokal
membentuk Poro Member. Formasi Sawahtambang ditandai dengan kehadiran konglomerat
(tidak ditemukan pada Formasi Sawahlunto) berwarna abu-abu - coklat dan batupasir
crossbedded, berbeda dengan batupasir nonbedded berwarna coklat karat violet dengan sortasi
buruk milik Formasi Brani yang selaras di atas cekungan bagian timur. Ciri sikuen Formasi
Sawahtambang memiliki siklus yang tiap siklusnya terdiri dari surface erotional base diikuti
oleh kerikil imbricated, crossbedding dan laminasi paralel, dengan sikuen menghalus keatas.
Dalam batupasir konglomeratan ini terjadi batupasir silang siur. Crossbeds berskala besar dan
sebagian besar berbentuk palung.
Tipe daerah dan tipe penampang: Nama Formasi Sawahtambang diambil dari tempat
Sawahtambang sepanjang jalan raya Trans-Sumatera, formasi ini tersingkap baik di
pemotongan jalan. Meskipun bagian tidak lengkap di sini, dasar pembentukan terkena
sepanjang sungai Air Lunto. Namun, bagian penampang atas ini tidak tersingkap dan tertutupi
oleh Formasi Ombilin. Meskipun keduanya terendapkan, Rasau Member bawah dan
Poro Member atas berkembang di penampang ini. Sebagai bagian khas tipe hypostrato
diusulkan bersama Sungai Kumani yang menggambarkan perkembangan khas
Formasi Sawahtambang.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 15


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Persebaran dan tebal: Formasi Sawahtambang melampar dengan baik di seluruh


cekungan, sebagian besar di sepanjang sisi lembah. Formasi ini membentuk sebuah gunung
dataran tinggi seperti di sekitar Sawahlunto (Sugar Hill dan Sigalut Hill) dan sisi timur laut
dari Tungkar Tinggi. Di tepi timur laut cekungan membentuk zona sempit, sementara di
bagian selatan cekungan menempati area yang lebih luas. Kehadiran Formasi Sawahtambang
menerus ke arah barat laut di luar wilayah, dapat dilihat pada peta geologi.
Ketebalan terukur Formasi Sawahtambang adalah 625 m di Kumani jenis hypostrato.
Sepanjang Trans Sumatera Highway, ketebalan minimal 880 m telah diukur. Tampaknya ada
penebalan dari utara ke selatan.
Hubungan stratigrafi: Formasi Sawahtambang terendapkan di atas Formasi
Sawahlunto dan Formasi Brani, serta selaras di bawah oleh Formasi Ombilin (secara lokal
tidak selaras).
Usia dan kandungan fosil: Penemuan fosil di Formasi mengacu pada kehadiran fosil
tanaman di Rasau Member. Analisis palinologi dari Rasau Member dari sampel inti W4
drillhole menunjukkan umur Eocene - possible Oligocene. Berdasarkan posisi stratigrafi di
bawah Formasi Ombilin (berumur Early Miocene) dan selaras di atas Formasi Sawahlunto,
maka diasumsikan Formasi Sawahtambang berumur Oligocene.

RASAU MEMBER
Rasau Member merupakan perkembangan daerah dari bagian bawah Formasi
Sawahtambang pada bagian barat laut cekungan, di mana Formasi Sawahtambang
terendapkan di bawah Formasi Sawahlunto. Rasau Member membentuk zona transisi antara
kedua formasi.
Karakteristik litologi umum: Perbedaan Rasau Member dengan Formasi Sawahlunto
adalah litologi yang berkerikil, batupasir konglomeratan, dan batupasir kasar. Sedangkan
perbedaan dengan Formasi Sawahtambang utama yaitu kehadiran sisipan batulanau,
berlempung (mudstone) berwarna biru - abu-abu pelapukan hingga coklat kemerahan yang
mengandung karbon, keras dan padat.
Batupasir berbutir sangat kasar hingga konglomeratan di bagian bawah dan batupasir
berbutir sedang-halus pada bagian atas dengan sortasi buruk, menyudut, subrounded, abu-abu
kecoklatan, masif dan tebal. Karakter ini menunjukkan sikuen point bar, permukaan erosi
dengan kerikil imbricated di dasar, diikuti oleh crossbedding, ripple mark dan laminasi

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 16


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

paralel menuju puncak. Batupasir arkosic didominasi oleh quartzose. Lapisan batubara tidak
berkembang di Rasau Member.
Tipe daerah dan tipe penampang: Meskipun Rasau Member berkembang dengan baik
di sepanjang jalan potong Air Lunto dan Sawahtambang, namun tidak selalu tersingkap.
Tipe daerah dan tipe penampang terdapat diusulkan di Sawah Rasau.
Penyebaran dan ketebalan: Rasau Member melampar hanya di bagian barat daya
cekungan, hal ini terkait erat dengan Formasi Sawahlunto. Ketebalannya mencapai 600 m,
sedangkan di jalan potong Sawahtambang itu diperkirakan tebal sekitar 400 m. Member ini
interfingers dengan Formasi Sawahtambang utama menuju arah timur dan tenggara.
Perkembangan ke arah timur utara belum diketahui.
Lingkungan pengendapan: Member ini diinterpretasikan sebagai endapan flood plain
pada meandering river.

PORO MEMBER
Unit ini merupakan perkembangan lokal dari Formasi Sawahtambang, yang tersingkap
sepanjang Trans Sumatera Highway, terutama di sepanjang Sungai Poro dekat antiklin
Palangki.
Karakteristik litologi umum: Poro Member merupakan satuan non kongklomerat
(berbeda dengan Formasi Sawahtambang) yang terdiri dari sikuen batupasir kuarsa, dengan
interbeds serpih abu-abu dan coal strings serta batulanau karbonan berwarna abu-abu.
Batupasir kaya quartzose, coklat, karbon, berbutir sangat halus, sortasi baik, well rounded,
masif, laminasi tipis dengan interbeds batupasir kasar (jarang ditemui) dengan sortasi buruk
dan well-rounded.
Tipe daerah dan tipe penampang: Sebagai lokalitas jenis dari Poro Member diusulkan
Sungai Poro, sesuai bagian jenis yang telah diukur.
Persebaran dan tebal: Poro Member melampar terutama di bagian barat cekungan,
tersingkap bersama Trans-Sumatera Highway. Selain itu member ini uga ditemukan pada
bagian timur cekungan, tersingkap sepanjang jalan raya. Kemungkinan meluas ke arah
tenggara, namun tidak ke arah utara yang mengalami interfingers dengan Formasi
Sawahtambang utama.
Usia dan kandungan fosil: Ketidakhadiran fosil pada unit ini sehingga tidak dapat
melakukan penentuan umur formasi.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 17


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Lingkungan pengendapan: Poro Member dapat terendapkan pada lingkungan flood


plain yang dipotong oleh sungai sinuously berkelok-kelok rendah.
FORMASI OMBILIN
Pernyataan Pengantar: Nama Ombilin Formasi diperkenalkan oleh Kastowo dan
Silitonga (1973) dalam penjelasan di rangle Peta Singkarak (skala 1: 100.000). Namun, nama
ini terdiri dari unit yang telah diusulkan yaitu Formasi Sawahtambang dan Formasi
Sawahlunto, unit termasuk disebut dengan Formasi Lower Ombilin oleh kedua penulis.
Formasi Ombilin diberi nama untuk sikuen napal dan serpih dengan batupasir, yang
sebelumnya disebut Formasi Upper Ombilin oleh Kastowo dan Silitonga (1973).
Karakteristik litologi umum: Formasi Ombilin didominasi oleh serpih karbon dan
berkapur dengan warna abu-abu gelap atau napal, pelapukannya berwarna abu-abu terang,
dan berstruktur well-laminated. Sikuen ini kaya akan sisipan tipis batupasir mengandung
glaukonit dan batupasir berkapur halus berwarna abu-abu kehijauan. Moluska dan sisa
tanaman dapat ditemukan tersebar menyeluruh pada Formasi Ombilin. Pada bagian bawah
terdapat nodul batugamping dan lensa kapur terumbu hingga persebaran merata foraminifera
yang tipis. Sedangkan pada bagian atas terdiri dari sisipan batupasir tufaan berlapis dengan
batulanau yang mengandung; karbon, glaukonit dan moluska. Litologi napal penciri laut
mengandung globigerina.
Tipe daerah dan tipe penampang: Banyaknya singkapan formasi yang tersingkap
sepanjang Sungai Ombilin, hal ini merupakan tipe daerah Formasi Ombilin. Daerah ini
merupakan bagian dari S. Mudik Pekuning, anak sungai dari Sungai Ombilin yang diusulkan.
Persebaran dan tebal: Formasi Ombilin memiliki pelamparan terluas di seluruh
cekungan, sebagai formasi termuda sebagian besar tersebar pada bagian tengah cekungan,
sepanjang sumbu basin. Formasi ini tidak pernah ditemukan yang selaras di bawah Pleistosen
Formasi Ranau (tufa) sehingga ketebalan penuh dari formasi tidak dapat dibangun. Ketebalan
maksimum yang pernah terukur sepanjang 1,442m.
Hubungan stratigrafi: Sebagian besar Formasi Ombilin terendapkan selaras di atas
Formasi Sawahlunto. Namun, di Palangki (sepanjang Trans Sumatera Raya) kontak
menunjukkan kontak erosional sehingga diduga terdapat ketidakselarasan lokal. Kontak
erosional yang umum di Formasi Sawahtambang merupakan fluviatile sehingga signifikansi
tektonik tidak pasti. Namun, di Lembah Tanjung Tengah dan Sumatera Selatan merupakan

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 18


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

angular unconformity ditunjukkan pada umur Oligosen dan formasi yang berumur Miosen
Awal (de Coster, 1979).
Umur dan kandungan fosil: Formasi Ombilin mengandung fosil laut (fosil moluska).
Analisis mikropaleontologi dari beberapa sampel menunjukkan kehadiran dari
Globigerinoides primordius dan G. trilobus, sehingga diindikasikan umur Miosen (zona
Blow, N4-N5).
Lingkungan pengendapan: Kehadiran glauconites menunjukkan lingkungan laut
dengan asosiasi fosil bentonik menunjukkan lingkungan neritik luar – batial atas.

TUFA FORMASI RANAU


Pada beberapa area dari cekungan formasi tuff, disebut Ranau Tuffs oleh van
Bemmelen (1949). Secara posisi horizontal dan ignimbrit menjadi dasar formasi dengan
angular unconformity. Tufa ini diasumsikan merupakan endapan vulkanik Pleistosen.
Konfigurasi stratigrafi (Modified Koning, 1985) dan analisis korelasi sumur dari
Lapangan Sinamar ditunjukkan pada Gambar 2.4 dan Gambar 2.5 hingga Gambar 2.8.

Gambar 2.4. Pengaturan stratigrafi dari Ombilin Basin (Modified Koning, 1985)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 19


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 20


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.5. Korelasi Marker Sumur Sinamar-3 ke South Sinamar-2

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 21


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.6 Korelasi stratigrafi dan Zonasi Sumur Sinamar-3 ke South Sinamar-2
(di flatten pada Formasi Upper Sawahtambang)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 22


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.7. Korelasi stratigrafi dan Zonasi Sumur Sinamar-3 ke South Sinamar-2
(di flatten pada Formasi Middle Sawahtambang)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 23


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.8. Korelasi stratigrafi dan Zonasi Sumur Sinamar-3 ke South Sinamar-2
(di flatten pada Formasi Lower Sawahtambang)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 24


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.1.3. Analisis Cekungan


Seratus lima puluh delapan sampel (cutting, sidewallcore, dan core) yang meliputi
bagian 150-9900 ft Sinamar-1 yang diajukan untuk studi petroleum geokimia yang
melibatkan penyelidikan (Gambar 2.9).

HYDROGEN INDEX DIAGRAM (HI) - Tmax

Radiant Bukit Barisan Well : Sinamar-1 Location : West Sumatera

900
0.6 Iso-reflectance

TYPE I
HYDROGEN INDEX (m g HC/g TOC)

600

TIYPE II

300

1.35

TYPE III

Tm ax (OC)
0
375 405 435 465 495 525 555 585

IMMATURE MATURE POSTMATURE


ZONE ZONE ZONE

Remark

150 ft - 9900 ft

Gambar 2.9. Diagram Hidrogen Indeks dari Sinamar-1

Kedua gradien kematangan menunjukkan kondisi sekarang, baik yang belum matang
untuk generasi hidrokarbon dengan kedalaman sekitar 450 'dan awal kematangan untuk
generasi hidrokarbon minor dari kerogenoil-prone, jika ada, antara 450' dan sekitar 2.355 '.Di
bawah ketidakselarasan tersebut, bagian tersebut mencapai tingkat yang lebih tinggi
kematangan. Antara 2576 ft dan 6000 ft, yang juga sepenuhnya matang untuk generasi
hidrokarbon dari kerogen oil-prone, mencapai kematangan optimum sekitar 4000-4500 ft.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 25


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Di bawah sekitar 6,000 ft juga memasuki tahap matang akhir yang berupa kerogen
oil-prone, akan menghasilkan terutama kondensat dan gas kondensat. Pada kedalaman yang
lebih dari sekitar 9000 ft memiliki kematangan bagian yang cukup tinggi untuk explusion dry
gas untuk dipertimbangkan sebagai produk generasi hidrokarbon. Data kematangan tambahan
disediakan oleh nilai rock-eval Tmax akan mengkonfirmasi kesimpulan di atas. Nilai Rock-
eval Tmax di interval 150 ft – 2,350 ft umumnya kisaran rendah 4270C - 4440C dan
menyarankan bahwa interval ini pada tingkat kematangan rendah. Antara 2550 ft – 9900 ft
nilai Tmax di
4450C -5 080C diukur menunjukkan tingginya tingkat kematangan termal (Gambar 2.10).

Gambar 2.10. Indeks Reflektansi vitrinit Vs. Kedalaman

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 26


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Reflektansi vitrinit adalah alat untuk studi metamorfosis bahan organik sedimen dari
kerogen ke hidrokarbon telah semakin dieksploitasi. Dengan kalibrasi yang sesuai, vitrinit
reflektansi dapat digunakan sebagai indikator kedewasaan dalam batuan sumber hidrokarbon.
Umumnya, timbulnya generasi minyak berkorelasi dengan pemantulan 0,5-0,6% dan
penghentian generasi minyak dengan pemantulan 0,85-1,1%. Timbulnya generasi gas (
'window gas') biasanya dikaitkan dengan nilai-nilai 1,0-1,3% dan berakhir sekitar 3,0%.
Namun jendela generasi ini bervariasi antara batuan sumber dengan jenis kerogen yang
berbeda (vitrinit biasanya melimpah di 'Type III' batuan sumber yang kaya kerogen), sehingga
konversi ke 'Transformasi Ratio' (TR) dapat diterapkan untuk membuat jatuh tempo kerogen
khusus parameter. Biasanya Data reflektansi vitrinit disajikan dalam satuan% Ro, persentase
diukur dari cahaya yang dipantulkan dari sampel yang direndam dalam minyak (% Ro =%
pemantulan dalam minyak). Kurangnya maseralnya vitrinit di serpih laut dengan sedikit
masukan terestrial sering memerlukan parameter alternatif jatuh tempo bukan reflektansi
vitrinit seperti Rock-Eval Tmax, ekuivalensi biomarker dan parameter maseral reflektansi lain
(mis liptinite reflektansi).
Biasanya geologist secara langsung memplot nilai Ro% terhadap kedalaman dan
mempertimbangkan kedalaman tertentumulai pembentukan minyak (top oil window),
biasanya di 0,6% Ro. Maka dapat diartikan kedalaman di puncak minyak, minyak akhir ff.
Namun, jika nilai plot mencerminkan kematangan tren saat ini atau bagaimana jika ada
kemungkinan kondisi geologi tertentu, yang bisa mengubah interpretasi. Misalnya jika ada
ketidakselarasan dalam lapisan sedimen akibat proses pengangkatan dan erosi.
Dua (2) jenis sejarah sedimentasi yang terkait dengan tingkat kematangan reflektansi
vitrinit.Pertama, sejarah sedimentasi terus sampai "hari ini" begitu vitrinite reflektansi
dianggap kematangan pada kondisi sekarang.Yang kedua adalah sejarah sedimentasi dengan
"ketidakselarasan" permukaan, yang menunjukkan bahwa tingkat kematangan maksimal
reflektansi vitrinit tercapai sebelum pengangkatan tektonik.Hidrokarbon juga tergantung pada
waktu dan sejarah suhu dan jenis kerogen dalam batuan induk.Reflektan vitrinit digunakan
untuk mengindikasikan kemungkinan pembentukan hidrokarbon dan juga digunakan untuk
menentukan jenis hidrokarbon yang terbentuk, tetapi tidak dapat langsung digunakan sebagai
indikasi ketika hidrokarbon mulai terbentuk atau berapa banyak hidrokarbon yang telah
terbentuk.Nilai reflekstansi vitrinit merupakan suhu tertinggi bahwa vitrinit maseral (dan

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 27


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

batuan) telah mengalami, dan secara rutin digunakan dalam pemodelan burial1D untuk
mengidentifikasi ketidakselaran geologi di bagian sedimen (Gambar 2.11).

Top Oil Windows @1517 Ft.


Top Gas Windows @4602 Ft.

Gambar 2.11. Burial History (1D) dari Sumur Sinamar-1

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 28


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.2. Analisis Geologi


Analisis geologi pada Lapangan Sinamar yang dilakukan meliputi analisis geodinamik
(fold, fault dan fracture), lingkungan pengendapan, fasies, sekuen stratigrafi, petrografi,
biostratigrafi, korelasi sumur dan zonasi reservoir.

2.2.1. Stratigrafi Lapangan Sinamar


Stratigrafi Lapangan Sinamar disusun dari 6 sumur yaitu; Sinamar-1,
Sinamar-2, Sinamar-3, South Sinamar-1, South Sinamar-2 dan Ganesha-1. Penyusunan
dilakukan dengan mengacu referensi dari Koesoemadinata (1981) dan Noeradi (2005)
(Gambar 2.12).

Gambar 2.12. Perbandingan stratigrafi Lapangan Sinamar dari berbagai peneliti

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 29


Tabel 2-1 Kolom Stratigrafi Lapangan Sinamar

System
Age Formation Environtment Lithology Description
Tract
SB
HST Shale with intercalation
Early Ombilin MFS Marine
Miocene TST calcareceous sandstone
SB6
HST Deltaic Interbedded siltstone, localy calcareous
Upper MFS5 sandstone and conglomeratic
TST

Bab II. Geological Findings and Reviews


TS5 sandstone and coal intercalation
LST Meandering -
SB5 TST
Oligocene Deltaic Shale,coal lenses, interbedded
Middle TS4 LST
SB4 TST sandstone and siltstone (often
Sawahtambang SB3
TST
TS3
LST
STUDI POFD

SB2 Sandstone with interbedded siltstone,


TST Braided -
Lower TS2 localy conglomeratic sandstone and
LST Meandering
SB1 minor shale.
TST
TS1
LST
Eocene SB
Swamp - Interbedded sandstone, shale,
Sawahlunto TST
Meandering carbonaceous shale and coal
SB2
LAPANGAN SINAMAR

Upper LST Mudstone and sandstone,


Sangkarewang SB1 Lacustrine
siltstone and sideritic shale
Lower TST
Paleocene SB
Conglomeratic sandstone and silty
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)

Brani TST Alluvial Fan


sandstone, minor shale

II - 30
STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Kolom Stratigrafi Lapangan Sinamar pada Tabel 2-1 dijabarkan sebagai berikut:
1. Formasi Ranau: Tuff dan breksi vulkanik. Formasi ini terendapkan secara
tidak selaras di atas Formasi Ombilin. Lingkungan pengendapan Formasi Ranau
adalah vulkanik.
2. Formasi Ombilin: Batulempung karbonat berwarna abu-abu, napal, lensa batugamping
dan sisipan batupasir karbonat. Formasi ini terendapkan secara tidak selaras di atas
Formasi Sawahtambang. Lingkungan pengendapan Formasi Ombilin adalah marine.
3. Formasi Sawahtambang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
 Upper Sawahtambang: Perlapisan batulanau, batupasir (mengandung karbonat dan
glaukonit) pada bagian atas, secara lokal ditemukan batupasir konglomerat dan
sisipan batubara. Lingkungan pengendapan Upper Sawahtambang adalah deltaic-
meandering (Gambar 2.13).
 Middle Sawahtambang: Shale, lensa batubara, perlapisan batupasir dan batulanau
(banyak bersifat karbonan). Lingkungan pengendapan Middle Sawahtambang
adalah meandering-deltaic (Gambar 2.14).
 Lower Sawahtambang: Batupasir, perlapisan batulanau, secara lokal ditemukan
batupasir konglomeratan dan sedikit batulempung. Lingkungan pengendapan Lower
Sawahtambang adalah braided-meandering (Gambar 2.15).
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Sawahlunto
4. Formasi Sawahlunto: Perlapisan batupasir, shale, carbonaceous shale dan sisipan
batubara. Lingkungan pengendapan Formasi Sawahlunto adalah swamp-meandering.
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Sangkarewang dan Formasi
Brani.
5. Formasi Sangkarewang: Mudstone (sedikit bersifat karbonatan) dan batupasir pada
bagian atas, sedangkan bagian bawah terdiri dari mudstone, batulanau dan sideritic
shale. Lingkungan pengendapan Formasi Sangkarewang adalah lacustrine. Formasi
ini terendapkan secara membaji dengan Formasi Brani.
6. Formasi Brani: Batupasir konglomerat dan batupasir lanauan dengan sedikit shale.
Lingkungan pengendapan Formasi Brani adalah alluvial fan.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 31


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.13. Korelasi stratigrafi dan Zonasi Sumur Sinamar-3 ke Sinamar-2


(di flatten pada Formasi Upper Sawahtambang)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 32


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.14. Korelasi stratigrafi dan Zonasi Sumur Sinamar-3 ke Sinamar-2


(di flatten pada Formasi Middle Sawahtambang)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 33


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.15. Korelasi stratigrafi dan Zonasi Sumur Sinamar-3 ke Sinamar-2


(di flatten pada Formasi Lower Sawahtambang)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 34


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Kehadiran Formasi Brani, Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto dapat


diidentifikasi dari sumur Sinamar-1, South Sinamar-2, dan Ganesha-1. Picking ketiga formasi
pada ketiga sumur tersebut digunakan untuk mengetahui penerusan Formasi Brani,
Formasi Sangkarewang dan Formasi Sawahlunto pada sumur Sinamar-3, Sinamar-2 dan
South Sinamar-1 (Gambar 2.16).

Gambar 2.16. Korelasi stratigrafi dan Zonasi Sumur Sinamar-3 ke Sinamar-2


Lapangan Sinamar

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 35


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.2.2. Struktur Lapangan Sinamar


Berdasarkan korelasi sumur berarah barat laut – tenggara (Gambar 2.17), Lapangan
Sinamar mempunyai 3 struktur berupa:
1. Sesar turun (barat daya-timur laut) antara Sinamar-3 dan Sinamar-1
2. Sesar turun (barat daya-timur laut) antara Sinamar-2 dan South Sinamar-1
3. Sesar naik (barat laut-tenggara) antara South Sinamar-2 dan Ganesha-1

NW SE

Gambar 2.17. Korelasi Struktur Lapangan Sinamar

Terdapat 7 ilustrasi hasil analisis picking seismik (struktur dan top formasi) yang
dilakukan untuk mengetahui perkembangan tektonik Cekungan Ombilin. Ketujuh ilustrasi
mewakili tiap formasi yaitu: Brani, Sangkarewang, Sawahlunto, Sawahtambang: Lower-
Middle-Upper, dan Recent.

Formasi Brani dan Formasi Sangkarewang


Fase opening (Paleosen – Eosen Tengah) terbentuk akibat gaya berarah utara-selatan
yang menyebabkan sesar geser berarah barat laut-tenggara, kemudian sesar geser ini
mengakibatkan sesar turun arah utara-selatan. Fase ini ditandai dengan terbentuknya pull

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 36


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

apart yang mengakibatkan subsidence. Penurunan ini membentuk cekungan dan proses
pengisian Formasi Brani dan Formasi Sangkarewang berlangsung (Gambar 2.18).

Gambar 2.18. (A) Fase opening Cekungan Ombilin


(B) Ilustrasi perkembangan tektonik Formasi Brani
(C) Ilustrasi perkembangan tektonik Formasi Sangkarewang

Formasi Sawahlunto dan Formasi Lower Sawahtambang


Fase transisi dari fase opening - break up (Eosen Tengah - Akhir) terjadi akibat
berhentinya gaya dari arah utara-selatan, menyebabkan struktur pada fase ini tidak
berkembang dengan baik. Fase ini ditandai dengan kondisi tektonik stabil dan proses
pengisian Formasi Sawahlunto dan Formasi Lower Sawahtambang berlangsung (Gambar
2.19).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 37


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.19. (A) Fase transisi Cekungan Ombilin


(B) Ilustrasi perkembangan tektonik Formasi Sawahlunto
(C) Ilustrasi perkembangan tektonik Formasi Lower Sawahtambang

Formasi Middle-Upper Sawahtambang dan Formasi Ombilin


Fase break up yang terjadi pada Eosen Akhir – Miosen Awal merupakan fase
perubahan arah gaya dari utara-selatan menjadi utara timur laut – selatan barat laut sehingga
sesar berarah barat laut-tenggara dan utara-selatan menjadi sesar minor dextral wrenching dan
sesar normal. Fase ini ditandai dengan basin subsidence pada bagian barat laut cekungan dan
terbentuknya sesar turun di tenggara Sinamar-3. Pengisian pada fase ini meliputi
Formasi Middle-Upper Sawahtambang hingga Formasi Ombilin (Gambar 2.20).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 38


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.20. (A) Fase break up Cekungan Ombilin


(B) Ilustrasi perkembangan tektonik Formasi Middle Sawahtambang
(C) Ilustrasi perkembangan tektonik Formasi Upper Sawahtambang

Recent
Fase terakhir pada Cekungan Ombilin adalah fase closing (Miosen Akhir – Kuarter).
Fase closing terjadi ketika gaya utama berarah utara timur laut – selatan barat daya
mengakibatkan sesar berarah barat laut - tenggara berubah menjadi reverse fault dan sesar
berarah utara - selatan berubah menjadi dextral faulting. Perubahan sesar pada fase ini
ditandai berdampak kepada geometri cekungan yang semakin dalam ke arah barat laut dan
pembentukan antiklin di sebelah barat laut. Penurunan gaya pada fase closing ditandai dengan
pengisian Formasi Ranau (Gambar 2.21).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 39


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

A
B

Gambar 2.21. (A) Fase closing Cekungan Ombilin


(B) Ilustrasi perkembangan tektonik Recent

2.2.3. Lingkungan Pengendapan dan Facies

Lingkungan
Pengendapan

Id e n tifik a s i Sekuen Karakterisasi Identifikasi Asosiasi


F o rm a s i Stratigrafi Formasi Fasies Fasies

Karakteristik
Litologi

Gambar 2.21. Workflow analisis lingkungan pengendapan dan fasies

Tahapan analisis lingkungan pengendapan dan fasies Lapangan Sinamar dapat dilihat
pada Gambar 2.21. Tahap pertama, identifikasi jumlah formasi dilakukan dengan litofasies
(data core, petrografi, dsb). Tahap kedua, melakukan analisis lingkungan pengendapan data
biostratigrafi (Tabel 2-2), sekuen stratigrafi (elektrofasies) dan karakteristik litologi untuk
mengetahui karakterisasi formasi. Tahap ketiga mengidentifikasi fasies yang ada pada tiap
formasi. Tahap keempat, menentukan asosiasi fasies tiap interval.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 40


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Tabel 2-2 Tabel Fosil Index Environtment Lapangan Sinamar


Well Depth (ft Md) Fossil Index Environment

Ammonia
50 2260 Uvigerina spp. Neretic (Shallow - Deep)
Brizalina
Ammonia sp.
2260 2670 Littoral - Inner Neretic
Zonocostites ramonae
Sinamar-1
2670 5850 Pediastrum sp. Supralittoral
Ammonia sp.
5850 6920 Littoral - Inner Neretic
Acrostichum speciosum
6920 7060 Dicolpopollis sp. Littoral
7710 9900 Pediastrum sp. Supralittoral
Ammonia sp.
205 595 Inner Neretic
Elphidium incertum
655 670 Ammonia (rare) Littoral
Elphidium incertum
Sinamar-2 700 2310 Bolivina spp. Neretic (Inner-Outer)
Cyclammina concellata
Ammonia (rare)
2350 5555 Acrosticum aureum Supralittoral - Littoral
Calophyllum sp.
Bolivina spp.
265 2485 Neretic (Inner-Deep)
Uvigerina peregrina
Globigerinoides primordius
2485 3550 Littoral - Inner Neretic
Sinamar-3 Zonocostites ramonae
Calophyllum sp.
3550 6600 Monoporites annulatus Supralittoral - Littoral
Discoidites sp.

Well Depth (ft Md) Fossil Index Environment

Bolivina spp.
164 1056 Neretic (Inner-Deep)
Lenticulina tangens
Zonocostites ramonae
South Sinamar-1 1460 1607 Littoral - Inner Neretic
Spiniferites ramosus
Pediastrum spp.
2294 3691 Supralittoral - Littoral
Retitrilites spp.
Ammonia beccarii
120 1410 Neretic (Inner-Deep)
Uvigerina spp.
1515 1860 Ammonia (rare) Littoral - Inner Neretic
Discoidites bornensis
2520 3720 Littoral
South Sinamar-2 Florscuetzia trilobata
Florscuetzia trilobata
3780 4950 Littoral - Neretic
Acrosticum aureum
Calophyllum sp.
5000 6000 Littoral
Monoporites annulatus

Identifikasi fasies pengendapan memberikan petunjuk mengenai asosiasi fasies yang


memungkinkan terdapat pada suatu lingkungan (Tabel 2-3). Formasi Sawahtambang
mempunyai 3 depositional facies yaitu:
A. Deltaic, dengan asosiasi fasies berupa levee-splay, distributary channel dan
flood plain
B. Meandering – Deltaic, dengan asosiasi fasies berupa distributary channel, meandering
channel, levee-splay, channel bar dan flood plain
C. Braided – Meandering, dengan asosisasi fasies berupa meandering channel, braided
channel, channel bar dan flood plain

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 41


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Tabel 2-3 Analisis Lingkungan Pengendapan Lapangan Sinamar


Biostratigraphy
Formasi Electrofacies Depositional Facies Associate Facies
Environtment
Funnel Neretic
Ombilin Marine Not Analysed
Serrated (Inner-Outer)
Leeve - Splay
Funnel Serrated Littoral - Neretic Deltaic Distributary Channel
Floodplain
Upper
Serrated Bell
Distributary Channel
Bell Assymetrical Meandering Channel
Littoral - Meandering -
Serrated Bell Leeve - Splay
Supralittoral Deltaic
Channel Bar
Middle Bell Serrated
Sawahtambang Floodplain
Serrated
Serrated
Cylndrical Meandering Channel
Supralittoral - Braided - Braided Channel
Lower Serrated
Littoral Meandering Channel Bar
Cylndrical Serrated
Floodplain
Serrated
Bell Serrated
Sawahlunto Serrated Littoral Swamp - Meandering Not Analysed
Upper Bell Assymetrical
Sangkarewang Supralittoral Lacustrine Not Analysed
Lower Serrated
Brani Serrated Cylindrical Supralittoral Alluvial Fan Not Analysed

2.2.4. Sikuen Stratigrafi dan Korelasi Sumur

Sikuen Stratigrafi

Tabel 2-4 Sikuen Stratigrafi Lapangan Sinamar


System Depth (ft MD)
Formation
Tract Sinamar-1 Sinamar-2 Sinamar-3
SB
HST 0 0 3
Ombilin MFS
TST 1961.67 2153.5 2608.73
SB 6
HST 2269.81 2308 2960.27 Keterangan:
MFS 5
Upper TST 2752.86 2798.58 3403.79
TS 5 SB : Sequence Boundary
LST 3928.2 3941.46 4127.2
SB 5
TST 4276 4279 4443
TS4
Middle LST 4747.44 4754.22 4896.82
SB 4 FS : Maximum
TST 4891.53 4893.44 5019.56
Sawahtambang SB3
TST 4924 4917 5071 Flooding Surface
TS3
LST 4969.84 4960 5089.5
SB2
TST 5542.37 5480.86 5647.79
Lower TS2
LST 5592.87 5520.55 5699.93 S :
SB1
TST 5828.2 5925.74
TS1 Transgressive Surface
LST 6229.86 6285
SB
Sawahlunto TST 7027 HST : Highstand System Tract
SB2
Upper LST 7575
Sangkarewang SB1 TST : Transgressive System Tract
Lower TST 8748.33
SB
Brani TST 9739 LST : Lowstand System Tract

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 42


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Berdasarkan ketersediaan data log dan kedalaman sumur, identifikasi sikuen stratigrafi
yang paling representatif berada pada Sinamar-1 (Tabel 2-4), (Gambar 2.22). Secara
keseluruhan Lapangan Sinamar memiliki 11 Sequence Boundary dari yang terbagi atas:
2.1.Formasi Brani (Sequence Bounday 1)
2.2.Formasi Lower Sangkarewang (Sequence Bounday 1)
Upper Sangkarewang (Sequence Bounday 2)
2.3.Formasi Sawahlunto (Sequence Bounday 1)
2.4.Formasi Lower Sawahtambang (Sequence Bounday 1-3)
Middle Sawahtambang (Sequence Bounday 4-5)
Upper Sawahtambang (Sequence Bounday 6)
2.5.Formasi Ombilin (Sequence Bounday 1)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 43


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.22. Sikuen Stratigrafi Lapangan Sinamar pada korelasi struktur


Korelasi Sumur
Identifikasi reservoir Lapangan Sinamar yang dilakukan berfokus pada Formasi
Sawahtambang. Berdasarkan hasil interpretasi, Formasi Sawahtambang memiliki 69 reservoir
yang terbagi atas:
1. Upper Sawahtambang memiliki total 30 reservoir dengan 3 reservoir potensial berupa
U6, U9, dan U27 (Gambar 2.23)
2. Middle Sawahtambang memiliki total 13 reservoir dengan 2 reservoir potensial berupa
M12 dan m13 (Gambar 2.24)
3. Lower Sawahtambang memiliki total 26 reservoir dengan 4 reservoir potensial berupa
L4, L5, L6 dan L8 (Gambar 2.25)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 44


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

NW SE

U6

U9

U27

Gambar 2.23. Potensial reservoir pada Formasi Upper Sawahtambang


NW SE

DST 5 (4903'-4925.7')
No Flow
Found Oil API Measured 18 @60 degF
(Waxy Crude)

M12
DST 4 (4996'-5016')
No Flow
Found Oil API Measured 22.1 @ 60degF

M13

Gambar 2.24. Potensial reservoir pada Formasi Middle Sawahtambang

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 45


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

NW SE

DST 3 (5139'-5159')
Recovered Oil API Measured 32 @60 degF
1599.07 bbls liquid recovered

L4

L5

L6
DST 2 (5216'-5236')
Recovered Oil API Measured 32.3 @60 degF
1364.45 bbls liquid recovered

L8

DST 1 (5139'-5159')
206.5 bbls liquid recovered

Gambar 2.25. Potensial reservoir pada Formasi Lower Sawahtambang


2.2.5. Analisis Petrografi

Karakterisasi Formasi
Analisis data petrografi dilakukan untuk menentukan identifikasi lebih detail dari
Formasi Sawahtambang, hal ini dilakukan dengan pengelompokan data komposisi mineral
batupasir, batulanau dan batulempung. Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa terdapat
perbedaan prosentase kuarsa pada batupasir dan kaolinit pada batulempung, sehingga kedua
aspek ini dapat dijadikan ciri untuk Formasi Upper-Middle-Lower Sawahtambang (Tabel 2-
5).

Tabel 2-5 Tabel Perbandingan Komposisi Mineral Formasi Sawahtambang

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 46


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Sawahtambang Petrography Description


Sublitharenite Quartz (60-84%)
Cgl Sublitharenite Sandstone KF (0-2%)
Clc subarkose Plagioklas (3-4%)
Clc sublitharenite Quartz (27-82%)
Upper Quartzarenite Siltstone KF (-)
Lithic greywacke Plagioklas (3%)
Lithic arkose Kaolinite (5-12%)
Siltstone Claystone Illite (3-4%)
Clayey Siltstone Klorit (2-5%)
Sublitharenite Quartz (40-70%)
Litharenite Sandstone KF (0-2%)
Quartzwacke Plagioklas (0-1%)
Clc sublitharenite Quartz (30-55%)
Middle Cgl Sublitharenite Siltstone KF (0-1%)
Siltstone Plagioklas (0-1%)
Kaolinite (4-26%)
Shaly Claystone Claystone Illite (4-24%)
Sandy Claystone Klorit (2-3%)
Sublitharenite Quartz (85-90%)
Cgl Sublitharenite Sandstone KF (2-3%)
Litharenite Plagioklas (-)
Quartz (40-60%)
Lower Siltstone KF (0-1%)
Plagioklas (0-1%)
Sireditize Claystone Kaolinite (0-2%)
Silty Claystone Claystone Illite (4-6%)
Siltstone Klorit (-)

Jumlah yang terbatas dan persebaran yang tidak merata dari data petrografi pada
interval kedalaman sumur menyebabkan keakuratan analisis rendah. Sehingga beberapa
analisis petrografi menggunakan data sumur South Sinamar-1 dan South Sinamar-2 yang
masih berada pada lapisan yang sama. Apabila hal tersebut tidak dapat mewakili, maka
analisa petrografi interval terdekat akan digunakan sebagai kesebandingan untuk reservoir
potensial (Tabel 2-6)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 47


Tabel 2-6 Tabel Data Petrografi Reservoir Potensial Lapangan Sinamar

Zona
Sin 3 Sin 1 Sin 2 S.Sin2 Sin 3 Sin 1 Sin 2 S.Sin 2
Reservoir
2450 Subarkose 1510* Clc Subarkose
U6 - U6A 3049.95 3120.24 2361.3 2458.41 2417.97 2479.57 1598.7 1649.14 3081 Cgl Fldspr Litharenite 2377 Clc Qz Sandstone 1607 Cgl Sublitharenite
2510 Sideritic Fldspr Litharenite
1608 Sublitharenite

U9 - U9A 3234.18 3241.02 2547.9 2571.83 2585.71 2605.08 1704.02 1732.88 No Data 2582* Clc Qz Sandstone 2585* Calc Litharenite 1953* Sublitharenite

3956 Calc Litharenite


U27 - U27A 4133.08 4150.62 3934.71 3954.98 3941.46 3964.04 2424.14 2441.57 No Data No Data 2587* Sublitharenite
3960 Sandy Siltstone

M12 - M12A 4898.44 4929.57 4760.92 4799.65 4754.22 4789.78 2924.64 2956.54 No Data No Data 4770 Sublitharenite 2763* Sublitharenite

Bab II. Geological Findings and Reviews


3008 Cgl Sublitharenite
M13 - M13A 4978.94 5019.56 4840.65 4891.53 4845.35 4893.44 2970.46 3015.39 No Data No Data 4882 Sandstone 3020* Sublitharenite
3027* Claystone
5028 Sandstone
L4 - L4A 5133.07 5163.85 5008.88 5068.87 4996.56 5063.39 3092.34 3139.59 No Data No Data 3090* Sublitharenite
5060 Sublitharenite
STUDI POFD

5083 Sublithic sandstone 3123* Subarkose


L5 - L5A 5169.93 5243.59 5080.26 5112.54 5067.57 5102.97 3144.14 3170.34 No Data 5088 Sublitharenite
5096 Sublithic sandstone 3165 Subarkose
5130 Sublitharenite 3200 Sublitharenite
L6 - L6A 5254.42 5291.81 5118.23 5178.61 5108.2 5159.46 3176.73 3216.29 No Data 5130 Sublithic sandstone 5143 Sublitharenite
3250* Sublitharenite
5154 Sublitharenite
3293 Sublitharenite
L8 - L8A 5326.29 5395.15 5206.28 5261.04 5186.55 5246.63 3260.19 3335.69 No Data No Data No Data 3288 Sublitharenite
3301 Litharenite

.
Note: *Nearest petrography sample
LAPANGAN SINAMAR
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)

II - 48
STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Informasi dari data mudlog, corelog dan sidewall core digunakan sebagai data
pendukung untuk karakterisasi litofasies Formasi Sawahtambang.
Berdasarkan analisis litofasies Formasi Sawahtambang memiliki karakter yaitu:
1. Upper Sawahtambang
Perlapisan batulanau, batupasir (mengandung karbonat dan glaukonit) pada bagian atas,
secara lokal ditemukan batupasir konglomerat dan sisipan batubara.
2. Middle Sawahtambang
Shale, lensa batubara, perlapisan batupasir dan batulanau (banyak bersifat karbonan).
3. Lower Sawahtambang
Batupasir, perlapisan batulanau, secara lokal ditemukan batupasir konglomeratan dan
sedikit batulempung.

Petrografi Reservoir
Informasi yang diperlukan dari data petrografi untuk menentukan kualitas reservoir
berupa komposisi mineral, grain contact, diagenesis, porositas dan permeabilitas. Informasi
tersebut digunakan sebagai dasar menentukan reservoir potensial, analisis petrografi reservoir
potensial Lapangan Sinamar ditampilkan pada Gambar 2.26 – Gambar 2.34.

Upper Sawahtambang

Perbesaran 20x
Normal view Ø = 0.08% K = 9.55mD
Depth (MD) : 3081.8 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Porosity : 8.175%
Visual Porosity : 5.5%

Perbesaran 1100x
XRD view XRD: Qz (81%)
K-Feld (2%)
Plag (5%)
Cal (trace)
Dol (1%)
Sid (4%)
iIl (1%)
Kaol (3%)
Glau (3%)

Gambar 2.26. Analisis petrografis pada reservoir U6

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 49


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Perbesaran 40x
Normal view Ø = 0.1% K = 0.29mD
Depth (MD) : 2585 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Porosit : 10.03%
Visual Porosity : 4.25%

Perbesaran 160x
X-Nickol view
Qz (51%)
K-Feld (0.5%)
Clay (8.5%)
Rock Frag (8.75%)
Cements ( 8.75%)
Replacements (11.5%)
Acc. Min (6.25%)
Others (0.5%)

Gambar 2.27. Analisis petrografis pada reservoir U9

Perbesaran 40x
Normal view Ø = 0.11% K = 0.09mD
Depth (MD) : 3960 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Porosity : 11%
Visual Porosity : 5.25%

Perbesaran 320x
Normal view
XRD : Qz (84%),
Plag (4%)
Sid (2%)
ill (4%)
Kaol (3%)
Chlor (5%)

Gambar 2.28. Analisis petrografis pada reservoir U27

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 50


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Middle Sawahtambang

Perbesaran 40x
Normal view
Ø = 0.11% K = 0.07mD
Depth (MD) : 4770 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Porosity : 11.03%
Visual Porosity : 5.5%

Perbesaran 160x
X-Nickol view
Qz (64.25%)
K-Feld (1%)
Rock Frag (13.5%)
Cements ( 5.5%)
Replacements (4.5%)
Acc. Min (3.5%)
Visible Pores (5.5%)
Others (2.25%)

Gambar 2.29. Analisis petrografis pada reservoir M12

Perbesaran 40x
Normal view
Ø = 0.13% K = 0.26mD
Depth (MD) : 4874 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Visual Porosity : 9.75%

Perbesaran 80x
X-Nickol view
XRD: Qz (95%),
K-Fld (1%)
Sid (2%)
ill (1%)
Kaol (1%)

Gambar 2.30. Analisis petrografis pada reservoir M13

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 51


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Lower Sawahtambang

Perbesaran 40x
Normal view
Ø = 0.06% K = 0.05mD
Depth (MD) : 5060 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Visual Porosity : 1.75%

Perbesaran 160x
X-Nickol view
XRD : Qz (95%)
K-Fld (1%)
Sid (2%)
ill (1%)
Kaol (1%)

Gambar 2.31. Analisis petrografis pada reservoir L4

Perbesaran 40x
Normal view
Ø = 0.14% K = 0.22mD
Depth (MD) : 5088 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Visual Porosity : 6.75%

Perbesaran 80x
X-Nickol view
XRD : Qz (87%)
K-Fld (3%)
Sid (6%)
ill (4%)

Gambar 2.32. Analisis petrografis pada reservoir L5

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 52


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Perbesaran 40x
Normal view
Ø = 0.14% K = 0.51mD
Depth (MD) : 5130 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Visual Porosity : 6.50%

Perbesaran 80x
X-Nickol view
XRD : Qz (83%)
K-Fld (4%)
Sid (10%)
ill (2%)
Kaol (1%)

Gambar 2.33. Analisis petrografis pada reservoir L6

Perbesaran 20x
Normal view
Ø = 1.95% K = 1.60mD
Depth (MD) : 3288 ft
Sample Type : SWC
Rock Name : Sandstone
Visual Porosity : 3.75%

Perbesaran 160x
XRD view
XRD : Qz (92%)
K-Feld (2%)
Sid (3%)
Ill (2%)
Kaol (1%)

Gambar 2.34. Analisis petrografis pada reservoir L8

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 53


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.2.6. Sistem Petroleum


Keberadaan potensi hidrokarbon di Sumatera Barat telah dikenal pertama kali oleh
PT. Caltex Pacific Indonesia (PT CPI) pada tahun 1981. CPI diawali bekerja untuk eksplorasi
minyak dan gas di Sumatera Barat khususnya di Cekungan Ombilin dan melakukan
pengeboran sumur eksplorasi minyak dan gas pertama, kemudian diberi nama Sinamar-1. Uji
DST dan perforasi dari Sinamar-1 dari Formasi Sawahtambang. Hasilnya adalah 22 BOPD,
13,56 MMCFD dan 314 BCPD.

Batuan Induk
Berdasarkan hasil studi dan laboratorium, potensi batuan induk di Cekungan Ombilin
berasal dari Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, dan Formasi Ombilin
(Gambar 2.35).

Gambar 2.35. Tmax VS HI dan OI VS HI

Tingkat Kematangan
Tingkat kematangan dari Sinamar-1 menunjukkan variasi antara tingkat kematangan
awal (Formasi Ombilin) – tingkat kematangan tinggi (Formasi Sangkarewang).
Formasi Sangakarewang dan Formasi Sawahlunto berada di zona overmature dalam Struktur
Sinamar. Hal ini dikarenakan Struktur Sinamar terletak dekat dari dasar cekungan
(Gambar 2.36).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 54


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.36. Profil Tingkat Kematangan Sinamar-1

Batuan Reservoir

Target reservoirnya adalah braided stream dan endapan meander batupasir dari
Formasi Sawahtambang yang tersebar luas dan memiliki kualitas reservoir yang baik dengan
porositas lebih dari 15-20% dan permeabilitas seringkali melebihi 50-200 mD. Target
sekunder reservoir adalah batupasir fluvio-deltaic dari Formasi Sawahlunto yang memiliki
sifat batuan yang bagus.

Batuan Tudung

Batuan tudung utama pada Cekungan Ombilin ini adalah Formasi Ombilin yang
memiliki ketebalan lebih dari 700 kaki di lokasi sumur. Selain itu, keberadaan batulempung
intra-formational telah terbukti batuan penyekat yang efektif seperti yang ditemukan di
Sumur Sinamar-1.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 55


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Migrasi Hidrokarbon

Deposit lacustrine yang kaya dan matang dari Formasi Sangkarewang yang tersimpan
di graben diyakini merupakan batuan induk yang bagus dan telah menghasilkan minyak
dalam jumlah besar. Berdasarkan sampel analisis geokimia, batu serpih intraformational pada
Formasi Sawahtambang memungkinkan untuk menjadi batuan induk yang baik. Tingkat
kemungkinan prospek diinterpretasikan dari migrasi primer dan sekunder. Keterdapatan
sampel rembesan minyak di Daerah Kolok secara umum ditafsirkan berhubungan dengan
minyak sinamar. Namun, sampel vitrinit Reflectance (Ro) dari lapangan dan sumur telah
dikumpulkan dan dianalisis bahwa jalur migrasi menunjam dari NW-SE. Arah penunjaman
itu diikuti oleh struktur kedalaman dan peta isopach yang menunjukkan paleografi area dapur
(Gambar 2.37).

Perangkap

Struktur Sinamar adalah antiklin antagonik yang mengarah ke baratlaut tenggara dan
dibatasi di arah timurlaut oleh sesar naik sub-paralel ke arah baratdaya. Saat ini interpretasi
telah mengungkapkan bahwa Struktur Sinamar terletak dekat dari pusat cekungan dan dekat
dari batuan induk. Strukturnya sudah berubah bentuk, oleh karena itu, lebih baik untuk tidak
menggunakan tipe jebakan lama (Gambar 2.38), (Gambar 2.39).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 56


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.37. Sistem Petroleum Lapangan Sinamar


(migrasi ditunjukan dengan panah hitam)

Gambar 2.38. Model Perangkap Sinamar pada saat Paleogen

Gambar 2.39. Model Perangkap Sinamar pada saat Neogen

2.3. Analisa Geofisika

2.2.1. Ketersediaan Data


Pada Block SWBB terdapat data seismik yang terdiri dari 61 lintasan old vintage, 19
lintasan new vintage, dan 3D seismik new vintage. Lintasan tersebut diakuisisi pada tahun
1981 (old vintage), 2011 (new vintage) dan 2016-2017 (3D Seismik). Data sumur yang
tersedia berjumlah 6 sumur. Basemap data seismik dan data sumur beserta boundary WK
(Wilayah Kerja) lapangan ini dapat dilihat pada Gambar 2.40. Pada studi ini akan
memfokuskan pada area seismik 3D dan 5 sumur, terutama pada Struktur Sinamar.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 57


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.40. Basemap Lapangan South West Bukit Barisan

2.2.2. Resolusi Vertikal


Data seismik yang digunakan dalam analisa ini menggunakan data seismik 3D
sehingga tidak diperlukan analisa mistie. Hal yang perlu dilakukan adalah melakkan analisa
tunning thickness untuk mengetahui resolusi vertikal. Hal ini berhubungan dengan sebarapa
jauh antara dua bidang batas dapat dipisahkanoleh reflektor atau seberapa tebal lapisan dapat
dibedakan. Resolusi vertikal data seismik harus dihitung untuk menyelesaikan batas atas dan
batas bawah dari setiap lapisan. Resolusi vertikal data seismik dapat dihitung sebagai berikut
(Gambar 2.41).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 58


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.41. Resolusi vertikal data 3D Lapangan Sinamar


Berdasarkan hasil resolusi vertikal, berarti untuk tubuh lapisan yang lebih tipis dari
136.71 ft tidak dapat dipisahkan oleh data seismik.

2.2.3. Well to Seismic Tie


Proses well to seimic tie merupakan teknik pengikatan antara data seismik dan data
sumur. Hal ini dilakukan untuk mengikatkan data seismik (domain waktu) dan data sumur
(domain kedalaman) pada posisi kedalaman yang sebenarnya, serta agar data seismik dapat
dikorelasikan dengan data sumur.Metode ini memanfaatkan seismogram sintetik dari hasil
survei kecepatan. Seismogram sintetik dibuat dengan cara mengkonvolusi wavelet dengan
koefisien refleksi. Data untuk mendapatkan koefisien refleksi yang dibutuhkan adalah dari
log sonic dan densitas.
Proses well to seismik tie telah dilakukan pada 5 sumur. Proses yang sangat penting
pada proses well to seismic tie yaitu pada proses estimasi wavelet. Proses estimasi wavelet
merupakan proses untuk menghasilkan wavelet terbaik untuk proses well seismik tie.
Pembuatan wavelet merupakan proses trial and error yang artinya perlu dilakukan secara
berulang untuk menghasilkan wavelet yang sesuai. Hasil wavelet yang digunakan
mernggunakan wavelet ricker dengan zero phase dan polaritas normal. Hasil well to seismic
tie dapat dilihat pada
Gambar 2.42 sampai Gambar 2.45. Nilai korelasi hasil WST dapat dilihat pada Tabel 2-7.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 59


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.42. Hasil well to seismic tie pada sumur SINAMAR-1

Gambar 2.43. Hasil well to seismic tie pada sumur SINAMAR-2

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 60


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.44. Hasil well to seismic tie pada sumur SINAMAR-3

Gambar 2.45. Hasil well to seismic tie pada sumur SOUTH_SINAMAR-3

Tabel 2-7 Nilai korelasi hasil WST masing-masing sumur

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 61


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.2.4. Interpretasi Seismik dan Analisa Struktur


.Perekaman seismik memiliki dua unsur dasar yang perlu diketahui interpreter dalam
studi. Pertama adalah waktu datang setiap refleksi bersumber pada lapisan geologi.
Kedalaman sebenarnya dari lapisan ini merupakan fungsi dari ketebalan dan kecepatan dari
lapisan batuan yang saling tumpang tindih. Kedua adalah bentuk dari refleksi, dimana
termasuk seberapa kuat sinyal, bagaimana frekuensi, kandungannya, dan bagaimana frekuensi
tersebarkan melalui pulsa. Informasi yang sering digunakan untuk mendukung kesimpulan
tentang litologi dan kandungan fluida merupakan hasil evaluasi reflektor seismik.
Interpretasi dilakukan pada cube seismik 3D dengan melakukan picking horizon pada
3 formasi yaitu Upper Sawahtambang, Middle Sawahtambang, dan Lower Sawahtambang.
Interpretasi sruktur juga dilakukan untuk mengetahui pola struktur yang terdapat pada
lapangan ini. Hasil interpretasi horizon dan strukutur dapat dilihat pada Gambar 2.46 -
Gambar 2.52. Pada gambar tersebut penampang seismik dan peta time structure Formasi
Upper Sawahtambang. ditampilkan bersamaan untuk mempermudah pemahaman tentang
lokasi lintasan.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 62


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.46. Interpretasi horizon dan sesar inline-1443

Gambar 2.47. Interpretasi horizon dan sesar inline-1383

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 63


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.48. Interpretasi horizon dan sesar inline-1318

Gambar 2.49. Interpretasi horizon dan sesar xline-5205

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 64


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.50. Interpretasi horizon dan sesar xline-5225

Gambar 2.51. Interpretasi horizon dan sesar xline-5285

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 65


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.52. Interpretasi horizon dan sesar arbitrary line

2.2.5. Model Kecepatan dan Time to Depth Conversion


Proses time to depth dilakukan dengan membuat velocity model dengan constant
velocity dan koreksi dari well log (Gambar 2.53). Interval Velocity map masing-masing
horizon dapat dihasilkan melalui proses ini (Gambar 2.54). Grafik time vs depth diplot untuk
mengetahui kesesuain antara data checkshot dengan time-depth hasil WST (Gambar 2.55).

Gambar 2.53. Proses konversi dari domain waktu ke kedalaman dengan velocity model

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 66


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.54. Interval velocity map masing-masing horizon

Gambar 2.55. Plot grafik time-depth melihat kesesuaian data checkshot dengan
time-depth hasil WST

Proses konversi dilakukan untuk ketiga horizon. Tabel mistie dihasilkan sebagai
Quality Control (QC) hasil time to depth. Semakin kecil nilai mistie maka semakin tepat hasil
konversi. Gambar 2.55 sampai Gambar 2.57 merupakan peta hasil konversi time to depth.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 67


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.55. Time structure Map dan Depth structure Map


Formasi Upper Sawahtambang beserta tabel mistie hasil konversi.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 68


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.56. Time structure Map dan Depth structure Map


Formasi Middle Sawahtambang beserta tabel mistie hasil konversi.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 69


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.57. Time structure Map dan Depth structure Map


Formasi Lower Sawahtambang beserta tabel mistie hasil konversi.

2.2.6. Analisa Cross-plot dan Seismik Inversi


Analisa cross-plot digunakan dalam klasifikasi litologi dari parameter fisik. Crossplot
pertama dilakukan pada masing-masing interval Formasi Upper Sawahtambang, Middle
Sawahtambang, dan Lower Sawahtambang. Crossplot didapatkan dari data 5 Sumur yaitu
Sinamar-1, Sinamar-2, Sinamar-3, South_Sinamar-1, dan South_Sinamar-2. Gambar 2.58
menunjukkan hubungan antara Acoustic Impedance (AI) dengan RHOB dan Gamma ray (GR)
dan densitas yang dapat dilihat pada Gambar 2.58. Analisa crossplot tersebut mencoba
melihat karakter litologi sand dan shale. Pada crossplot Upper Sawahtambang dan Middle
Sawahtambang, karakter sand yang ditunjukkan dengan warna kuning dan nilai GR rendah
berada dominan pada nilai AI dan RHOB tinggi. Pada shale, karakter yang ditunjukkan
dengan warna hijau dan nilai GR tinggi berada dominan pada nilai AI dan RHOB rendah.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 70


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Pada crossplot Lower Sawahtambang, karakter sand yang ditunjukkan dengan warna kuning
dan nilai GR rendah berada dominan pada nilai AI dan RHOB rendah. Hasil analisa crossplot
tidak dapat ditarik kesimpulan dengan tegas parameter yang dapat membedakan sand dan
shale.

Gambar 2.58. Analisa crossplot antara AI, density (RHOB) dan gamma ray

Analisa crossplot juga dilakukan dengan membuat log turunan seperti S-wave,
poisson’s ratio dan s-impedance (Gambar 2.59). Hasil crossplot tersebut tetap tidak dapat
memisahkan litologi sand dan shale. Hal ini megakibatkan tidak dapatnya dilakukan
penyebaran secara lateral untuk mengetahui pola fasies.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 71


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.59. Analisa crossplot meggunakan log P-wave dan


log turunan seperti S-wave, Poisson’s Ratio, dan S-Impedance.

Solusi yang dapat dilakukan untuk melihat pola penyebaran fasies dengan
meggunakan slicing attribut RMS Amplitude. RMS Amplitude merupakan attribut yang
diekstrak dari data seismik dengan melakukan perhitungan RMS pada window yang telah
ditentukan. RMS akan menggambarkan anomali karakter bright dan dim. Karakter bright
menggambarkan terdapatnya high amplitude dan kontras RC yang besar. Karakter dim
menunjukkan low amplitude dan kontras RC yang rendah. Karakter bright menggambarkan
fasies sand, karakter dim menggambarkan fasies shale. Validasi dilakukan dengan melihat
posisi well berada pada zona yang tepat. Pada interval sand harus berada pada zona bright.
Slicing menggunakan 2 ms pada masing-masing interval zona reservoar. Hasil slicing RMS
Amplitude dapat dilihat pada Gambar 2.60 – Gambar 2.62.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 72


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.60. Peta attribut RMS Amplitude Formasi Upper Sawahtambang


pada zona reservoir U6, U9, dan U27

Gambar 2.61. Peta attribut RMS Amplitude Formasi Middle Sawahtambang


pada zona reservoir M13 dan M12

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 73


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.62. Peta attribut RMS Amplitude Formasi Lower Sawahtambang


pada zona reservoir L4 dan L5

Gambar 2.62. Peta attribut RMS Amplitude Formasi Lower Sawahtambang


pada zona reservoir L6 dan L8

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 74


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.4. Evaluasi Formasi


2.4.1. Analisis Petrofisika
2.4.1.1 Ketersediaan Data dan Alur Kerja Petrofisika
Evaluasi petrofisika telah dilakukan melalui interpretasi kuantitatif yang memadukan
data log, core, dan test produksi menggunakan software Geolog 7 berdasarkan data yang
tersedia pada 3 sumur, yaitu Sinamar-1, Sinamar-2, dan Sinamar-3. Metode terintegrasi ini
diterapkan untuk mengurangi tingkat ketidakpastian yang biasanya terjadi jika hanya
menggunakan data log saja. Tabel 2-8 menunjukkan data-data yang tersedia pada sumur yang
dianalisa.

Tabel 2-8 Ketersediaan Data Log


WELL Sinamar-1 Sinamar-2 Sinamar -3
Header Log Header Log Header Log
GR GR GR
SGR SGR
SP SP SP
Cali CALI CALI
WIRELINE LOG

LLD LLD LLD


LLS LLS LLS
MSFL MSFL MSFL
RHOB RHOB RHOB
DRHO PEF PEF
PEF DRHO DRHO
NPHI NPHI NPHI
DT DT DT
Cutting Cutting Cutting
MUD
LOG

HC show HC Show HC Show


Gas Unit Gas Unit
Bottomhole Core Bottomhole Core
Sidewall Core Sidewall Core Sidewall Core
CORE SAMPLE

Routine Core Analysis Routine Core Analysis Routine Core Analysis


Thin Section Thin Section
XRD XRD
SEM
Special Core Analysis Special Core Analysis
DST & Prod Test DST DST
RESERVOIR

Water Analysis Water Analysis Water Analysis


TEST

PVT PVT PVT


RFT FET RDT
EMRT MRIL
OTHER SUPPORTING DATA

CBL CBL
XRMI
VSP
Borehole Geometry
WSTT
Dipole Sonic
Dipmeter
Biostratigraphy Biostratigraphy
Geochemstry Geochemstry

Data core yang digunakan sebagai validasi data petrofisika terdapat pada
Sumur Sinamar-1, Sinamar-2, dan Sinamar-3. Analisa core Sinamar-1 dilakukan oleh
CPI (Chevron Pacific Indonesia) PE Lab Duri, sedangkan analisa core Sumur Sinamar-2 dan
Sinamar-3 dilakukan oleh LEMIGAS.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 75


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Analisa Core dibagi pada kedalaman sebagai berikut:


 Sinamar-1 : Core-2 2347 – 2378 ftmd, Core– 3 2569-2582, Core 5 4202 – 4234 ftmd,
Core 6 5047 – 5077 ftmd, Core 7 5077 – 5100 ftmd, Core 8 5100 – 5131
ftmd.
 Sinamar-2 : 69 Rotary Sidewall Core pada kedalaman 2352 – 5154 ftmd.
 Sinamar-3 : Core-1 5540 – 5570.60’ ftmd, Core-2 5733 – 5762.3 ftmd,
12 Rotary Sidewall Core 3033 – 4378 ftmd.

Data tes produksi pada Lapangan Sinamar turut dipergunakan untuk validasi hasil
analisa petrofisika. Adapun ringkasan dari tes produuksi yang telah dilakukan tersaji pada
Tabel 2-9.

Tabel 2-9 Data Tes Produksi Lapangan Sinamar


Perforasi Chk
Sumur Tes Produksi Top Bottom Keterangan
(1/64")
(ftmd) (ftmd)
Test 6 2362 2412 48 1.36 MMSCFD; 22 BWPD
Test 5 2550 2570 32 0.58 MMSCFD; 48 BWPD
SINAMAR-1

Test 4 3534 3554 No Flow


Test 3 4196 4216 No Flow
32 6.8 MMSCFD; Kondensat 177 BCPD; 10.62 BWPD
Test 2 5040 5050 64 13.79 MMSCFD; Kondensat 343 BCPD; 10.29 BWPD
48 11.53 MMSCDD; Kondensat 296 BCPD; 17.76 BWPD
Test 1 5080 5100 No Flow
DST 4 3946 3961 No Flow
16 0.32 MMSCFD;0.16 BCPD; 43.40 BWPD
24 0.33 MMSCFD; 114 BWPD
STAGE#3 3946 3961
32 0.35 MMSCFD; 190.20 BWPD
EXT 16 0.16 MMSCFD; 72.60 BWPD
DST 3 4865 4885 No FLow
6 0.02 MMSCFD
8 0.07 MMSCFD; 1.40 BCPD; 24 BWPD
STAGE#2 4865 4885 12 0.18 MMSCFD; 74.10 BWPD
16 0.14 MMSCFD; 59.30 BWPD
SINAMAR-2

EXT 8 0.04 MMSCFD; 92 BWPD


6 0.03 MMSCFD; 3.47 BCPD; 42.55 BWPD
16 0.20 MMSCFD; 2.60 BCPD; 37.5 BWPD
DST 2 5070 5090
20 0.19 MMSCFD; 0.9 BCPD; 12.6 BWPD
EXT 16 Gas 0.11 MMSCFD; 4.6 BWPD
6 0.02 MMSCFD
8 0.08 MMSCFD
DST 1 5125 5145
16 0.14 MMSCFD
EXT 8 0.06 MMSCFD
24 3.32 MMSCFD; 76 BCPD; 4.7 BWPD
5070-5090
32 3.73 MMSCFD; 64.3 BCPD; 111.50 BWPD
STAGE#1 5125-5145
48 3.87 MMDCFD; 74.80 BCPD; 197.50 BWPD
(Commingle)
32 2.62 MMSCFD; 32.50 BCPD; 107 BWPD
DST 5 4903 4925.7 Found Oil in String, API Measured 18 @ 60degF (waxy crude)
SINAMAR-3

DST 4 4996 5016 Found Oil in String; API Measured 22.1 @ 60degF
DST 3 5139 5159 Recovered Oil API Measured 32 @ 60degF; 1599.07 bbls liquid recovered
DST 2 5216 5236 Recovered Oil API Measured 32.3 @60degF; 1364.45 bbls liquid recovered
DST 1 5139 5159 206.5 bbls liquid recovered

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 76


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Analisa petrofisika kemudian dilakukan berdasarkan data-data yang tersedia di atas.


interpretasi yang dilakukan meliputi interpretasi kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi
kualitatif dilakukan dengan mengintegrasikan data geologi lokal yang ada dengan data hasil
pemboran, yang selanjutnya diaplikasikan kedalam data log sumur. Interpretasi kuantitatif log
sumur merupakan bagian yang utama dalam evaluasi formasi Lapangan Sinamar. Tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menentukan nilai: kandungan lempung (Vsh), porositas (ø), saturasi
air (Sw), Net Sand, Net Sand to Gross Sand, Net Pay, dan Net Pay to Gross Sand pada zona
reservoir. Parameter-parameter petrofisika batuan reservoir hasil analisa petrofisika
diperlukan untuk proses modeling reservoir statik dan integrasi data subsurface Lapangan
Sinamar. Analisa log dilakukan berdasarkan data digital/softcopy log yang ada yang terdiri
dari log GR, SP, Caliper, Resistivity, Neutron, Density, dan Sonic. Hasil analisis log
selanjutnya divalidasi dengan data core/cutting dan tes produksi sumur pada interval
kedalaman yang memiliki data-data tersebut. Workflow yang digunakan untuk melakukan
analisis log/petrofisika disajikan pada
Gambar 2.63.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 77


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

DATA PREPARATION
Las Log, Mud Parameter, Salinity & Temperature

NORMALIZATION
NORAMALIZATIONOF
OF GR
SP BASELINE
SHIFTING
SYNTHETIC LOG
SHALE PARAMETER MATRIX PARAMETER
GR, Res, NPHI, RHOB NPHI & RHOB MATRIX
Clean, Shale, Wetclay,
Dryclay

RESISTIVITY of WATER (RW)


Picket Plot, Water Analysis

Gambar 2.63. Diagram Workflow petrofisika Lapangan Sinamar

2.4.1.2 Parameter Petrofsika


Analisa petrofisika memerlukan beberapa nilai parameter yang perlu ditentukan.
Parameter-parameter tersebut akan digunakan dalam perhitungan volume shale, porositas, dan
saturasi air.
Parameter untuk menentukan volume shale diperoleh dari penentuan nilai GRmin dan
GRmax pada histogram frekuensi log gamma ray. GRmin ditentukan pada batuan yang bersih,
sedangkah GRmax ditentukan pada batulempung (shalestone). Interpolasi dari kedua nilai ini
akan menghasilkan volume shale dari suatu interval batuan.
Penentuan nilai porositas memerlukan parameter pembacaan log density, neutron, dan
sonic pada interval shale. Parameter ini digunakan untuk mengkoreksi nilai porositas terharap
keberadaan mineral clay di dalam batuan. Keberadaan mineral clay tersebut dapat membuat
perhitungan porositas lebih tinggi oleh karena keberadaan microporosity di mineral-mineral
lempung (clay). Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi porositas terhadap keberadaan
mineral lempung tersebut. Terdapat dua jenis porositas yang akan dihitung, yaitu porositas
total dan porositas efektif. Porositas total adalah porositas batuan yang memperhitungkan

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 78


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

keberadaan clay bound water yang terperangkap pada mineral clay, sedangkan porositas
efektif adalah porositas yang telah dikoreksi terhadap keberadaan clay bound water tersebut.
Metode penentuan nilai-nilai parameter di atas disajikan pada Gambar 2.64.

Gambar 2.64. Penentuan GRmax, GRmin, dan parameter porositas shale.

Perhitungan saturasi air memerlukan data electrical properties batuan, diataranya


adalah nilai a, m, dan n. Electrical properties ditentukan dari analisa core spesial (SCAL)
sumur Sinamar-2, Sinamar-3 dan South Sinamar-2 yang ditunjukkan pada Gambar 2.65.
SCAL dari core South Sinamar-2 turut digunakan untuk melengkapi kekurangan data pada
Zona Upper Sawahtambang. Hasil analisa SCAL tersebut kemudian dikelompokkan
berdasarkan zona formasi, pengelompokkan tersebut juga disajikan pada Gambar 2.65.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 79


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.65. Parameter a, m, dan n hasil SCAL Lapangan Sinamar

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 80


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Parameter resistivitas air Lapangan Sinamar ditentukan berdasarkan data analisa air
yang ada. Data analisa air perlu divalidasi dengan pickett plot untuk mengurangi tingkat
ketidakpastian dalam penentuan resistivitas air. Tabel 2-10 merupakan rangkuman seluruh
analisa air yang terdapat pada Lapangan Sinamar. Baris yang berwarna hijau menunjukkan
data analisa air yang diyakini baik, karena sampel yang digunakan berasal dari hasil tes
produksi dan kemudian dianalisa pada laboratorium.

Tabel 2-10. Data Analisa Air Lapangan Sinamar

Validasi resistivitas air hasil analisa air dilakukan menggunakan pickett plot.
Perbandingan resistivitas air pada Formasi Upper Sawahtambang dan Lower Sawahtambang
ditunjukkan pada Gambar 2.66. Analisa pickett plot tidak dapat dilakukan pada Formasi Low
Sawahtambang dikarenakan formasi tersebut tidak memiliki interval batuan bersih yang
mengandung air, sehingga resistivitas air hasil pickett plot menghasilkan resistivitas air yang
terlalu besar. Oleh karena itu, nilai resistivitas air pada Formasi Middle Sawahtambang
menggunakan hasil analisa air secara langsung.
Seluruh parameter yang telah ditentukan di atas untuk analisa petrofisika dirangkum
pada Gambar 2.67.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 81


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.66. Perbandingan Rw analisa air dengan pickett plot.

Gambar 2.67. Rangkuman nilai-nilai parameter untuk analisa petrofisika.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 82


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gradien temperatur digunakan untuk membuat kurva temperatur yang kontinyu,


digunakan untuk mengkonversi resistivitas air pada suhu formasi tertentu. Kurva temperatur
tersebut ditentukukan berdasarkan plot antara bottom hole temperature (BHT) dan kedalaman
pengukuran. Sampel-sampel data yang digunakan mencakup sumur-sumur pada Struktur
Sinamar, South Sinamar, dan Ganesha. Hal ini dilakukan guna memperkuat analisa gradien
temperatur pada Lapangan Sinamar. Penentuan gradien temperatur tersebut disajikan pada
Gambar 2.68.

Gambar 2.68. Gradien Temperatur dari Lapangan Sinamar

2.4.1.3 Analisis Petrofisika


Analisa petrofisika yang dilakukan mencakup penentuan volume shale, porositas total
dan efektif, dan saturasi air. Analisa petrofisika ini menggunakan nilai-nilai parameter yang
telah ditentukan sebelumnya pada Gambar 2.67.
Volume shale ditentukan menggunakan log gamma ray. Log gamma ray menjadi
sarana yang baik untuk menentukan volume shale pada Lapangan Sinamar oleh karena
ketahannya terhadap kondisi lubang bor.
Porositas ditentukan menggunakan seluruh log porositas yang ada, yaitu log density,
sonic, dan kombinasi density-neutron. Gambar 2.69. menunjukkan plot porositas total
masing-masing metode dengan data analisa core rutin pada Sumur Sinamar-1. Berdasarkan
gambar tersebut diketahui bahwa porositas total dari log density-neutron memiliki keselarasan
yang baik dengan porositas hasil analisa core. Keselarasan tersebut juga ditunjukkan pada
interval-interval log lainnya yang disajikan pada Gambar 2.70

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 83


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.69. Perbandingan metode penentuan porositas log

Gambar 2.70. Validasi porositas density-neutron terhadap data analisa core

Saturasi air pada Lapangan Sinamar ditentukan menggunakan metode Indonesia.


Metode ini digunakan karena batupasir pada Lapangan Sinamar cenderung berlempung
(shaly). Perhitungan saturasi air pada Lapangan Sinamar menggunakan nilai-nilai parameter
yang telah ditentukan pada Gambar 2.67.
Hasil perhitungan saturasi air pada Lapangan Sinamar kemudian disandingkan dengan
hasil analisa Swirr (irreducible water saturation). Swirr ditentukan melalui buckle plot yang
ditunjukkan pada Gambar 2.71. Reservoir-reservoir pada Upper Sawahtambang
menggunakan konstanta buckle C=0.071, sedangkan reservoir-reservoir pada Middle dan

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 84


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Lower Sawahtambang menggunakan konstanta buckle C=0.0395. Penggunaan nilai konstanta


buckle tersebut didasari pada keselarasan antara Sw dan Swirr hasil analisa, dimana Sw tidak
diperkenankan lebih kecil dari Swirr. Keselarasan antara Sw dan Swirr ditunjukkan pada
Gambar 2.72.

Gambar 2.71. Buckle Plot Lapangan Sinamar

Gambar 2.72. Perbandingan perhitungan Sw dengan Swirr

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 85


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Permeabilitas pada Lapangan Sinamar ditentukan dengan menggunakan data analisa


core rutin untuk membuat permeability transform. Permeability transform ditentukan melalui
hubungan antara porositas-permeabilitas untuk masing-masing reservoir berdasarkan data
core yang ada. Adapun plot permeability transform Lapangan Sinamar disajikan pada
Gambar 2.73.

Gambar 2.73. Permeability transform Lapangan Sinamar

2.4.1.4 Hasil Petrofisika


Hasil analisa petrofisika ditunjukkan pada Gambar 2.74. Hasil analisa tersebut
menujukkan keberadaan hidrokarbon pada Sumur Sinamar-1, Sinamar-2, dan Sinamar-3. Hal
ini diperkuat dengan adanya tes produksi pada masing-masing lapisan. Namun terdapat
ketidakselarasan antara hasil analisa petrofisika pada Sumur Sinamar-3 dengan data tes
produksinya. Hasil analisa menunjukkan keberadaan hidrokarbon, namun hasil tes produksi
menunjukkan hasil produksi berupa air dengan sedikit minyak. Hal ini mungkin disebabkan
karena hasil tes yang tidak konklusif, dimana tes produksi belum mengeluarkan semua filtrat
lumpur yang masuk ke dalam formasi.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 86


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.74. Hasil analisa petrofisika Lapangan Sinamar

2.4.1.5 Nilai Cut-off Petrofisika


Nilai cut off berfungsi untuk menentukan interval-interval yang termasuk dalam zona
pay (pay zone). Pay zone adalah interval yang memiliki porositas dan permeabilitas baik dan
dapat mengalirkan hidrokarbon saat diproduksikan. Tabel II-4. merupakan rangkuman nilai
parameter cut off yang digunakan pada Lapangan Sinamar.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 87


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Tabel 2-11 Cut Off Parameter di Sinamar Lapangan

Penentuan nilai cut off tersebut didasari pada perbandingan hasil tes produksi dengan
hasil analisa petrofisika. Nilai cut off volume shale (Vsh) ditentukan dari plot antara Vsh
dengan laju produksi gas, sedangkan Nilai cut off porositas ditentukan dari plot antara
porositas dengan laju produksi gas. Plot tersebut didasari pada konsep dimana laju produksi
gas akan menurun seiring meningkatnya volume shale dan mengecilnya porositas pada
batuan. Hasil kedua plot di atas ditunjukkan pada Gambar 2.77. Berdasarkan plot tersebut
diketahui nilai cut off Vsh dan porositas berturut-turut adalah 0.25 dan 0.085.

Gambar 2.77. Cut Off Vsh dan Porositas Lapangan Sinamar

Nilai cut off yang ditentukan selanjutya adalah cut off saturasi air. Penentuan cut off
saturasi air dilakukan dengan menggunakan plot antara porositas vs bulk water volume
(perkalian antara porositas dengan saturasi air). Nilai cut off ditentukan berdasarkan nilai
tertinggi dimana hidrokarbon masih terproduksi. Pada Gambar 2.58 . dapat diketahui nilai
cut off saturasi Lapangan Sinamar adalah 0.70. Nilai tersebut diambil berdasarkan referensi
hasil tes DST 1 pada Sumur Sinamar-3, dimana hasil tes seluruhnya berupa air.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 88


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.78. Cut Off Saturasi Air Lapangan Sinamar

2.4.2. Reservoir Lumping


Reservoir lumping dilakukan untuk membedakan zona pay dan non-pay dengan
menerapkan parameter cut-off di atas. Parameter cut-off yang digunakan untuk melakukan
reservoir lumping disajikan pada Tabel 2-12. Melalui reservoir lumping, akan diketahui zona
net sand dan zona net pay dari masing-masing sumur. Zona net sand didefinisikan sebagai
interval yang memiliki volume shale kurang dari nilai cut off dan porositas lebih dari nilai cut
off. Net sand dapat diartikan sebagai batuan yang mampu mengalirkan fluida. Sedangkan Net
Pay adalah interval-interval yang memiliki volume shale kurang dari nilai cut off, porositas
lebih dari nilai cut off, dan saturasi air kurang dari nilai cut off. Net pay dapat diartikan
sebagai batuan yang mampu mengalirkan fluida hidrokarbon. Hasil reservoir lumping
ditabulasi pada Tabel 2-13 sampai Tabel 2-14.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 89


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Tabel 2-12. Reservoir Lumping Sinamar-1

Tabel 2-13. Reservoir Lumping Sinamar-2

Tabel 2-14. Reservoir Lumping Sinamar-3

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 90


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.5. Analisa Geomodeling

Pemodelan Reservoir
Pekerjaan pemodelan 3D Geology dilakukan dengan menggunakan software Petrel.
Pada Lapangan Sinamar dilakukan yang akan dilakukan pemodelan terdiri dari pada 9 zona
reservoir, dimana 3 zona (U6, U9 dan U27) berada di Formasi Upper Sawahtambang, 2 zona
(M12 dn M13) berada di Formasi Middle Sawahtambang dan 4 zona (L4, L5, L6 dan L8)
berada di Formasi Lower Sawahtambang. Secara garis besar dibagi menjadi 4 tahap utama
yang meliputi: Structural Modeling, Property Modeling, Volumetric Calculation, Upscale
Grid (Fine to Coarse Grid). Structural Modeling dilakukan untuk membuat kerangka
reservoir secara 3D, sedangkan Property Modelling dimaksudkan untuk mengisi kerangka 3D
dengan properties dari sumur, antara lain Vshale, Net To Gross, Porositas, Permeabilitas, Sw,
dan lain-lain, untuk keperluan simulasi reservoir, 3D Geology Model tersebut di up-scaled
menjadi total grid cell yang sesuai dengan kebutuhan model simulasi.

2.5.1. Structural Modeling


2.5.1.1 Mapping
Mapping bertujuan untuk membuat peta surface dari marker sumur hasil korelasi
sumur. Mapping marker dilakukan untuk marker Upper Sawahtambang, Middle
Sawahtambang dan Lower Sawahtambang, yang di-guide dengan menggunakan peta hasil
interpretasi seismik 3D. Sedangkan mapping untuk marker yang lain dilakukan pada saat
proses Make Horizons dan Make Zones.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 91


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.5.1.2 Fault Modeling


Lapangan Sinamar merupakan antiklin berarah NW-SE, dimana terdapat sesar besar
yang terdapat di sebelah utara dan selatan Lapangan Sinamar. Pola struktur patahan di
Lapangan Sinamar diperoleh dari hasil interpretasi seismik 3D, dimana patahan utama berarah
relatif barat laut - tenggara. Proses fault modeling hanya dibatasi dari Upper Sawahtambang
sampai dengan zona L8. Model patahan di Lapangan Sinamar dapat dilihat pada Gambar
2.79.

Gambar 2.79. Pola Fault Lapangan Sinamar

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 92


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.5.1.3 Pillar Gridding


Pada tahap ini dilakukan pembuatan jaring-jaring 3D yang disebut skeleton, yang akan
menjadi acuan untuk pembuatan 3D Grid. Ukuran grid yang digunakan adalah 50 m x 50 m.
Hasil dari proses ini adalah tiga buah skeleton, yaitu top, mid dan base yang akan menjadi
acuan untuk membangun geometri 3D grid. Gambar 2.80 menunjukan proses pilar gridding
dan skeleton yang dihasilkan dari proses ini.

Gambar 2.80. Proses Pilar Gridding

2.5.1.4 Segmentasi
Segmentasi merupakan pembagian 3D Grid yang dibatasi oleh sesar-sesar.
Pada Lapangan Sinamar dibagi menjadi 7 kompartemen dan diberi nama: kompartemen-1, 2,
3, 4, 5, 6 dan 7. Pembagian kompartemen Lapangan Sinamar ditunjukan pada Gambar 2.81.
Sumur Sinamar-3 terdapat pada kompartemen-3, sumur Sinamar-1 dan Sinamar-2 pada
kompartemen-7 dan sumur South Sinamar-1 dan South Sinamar-2 pada kompartemen-2.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 93


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.81. Pembagian Segment (Kompartemen) Lapangan Sinamar

2.5.1.5 Make Horizons


Pada tahap ini dibuat Model 3D Struktur Sinamar dengan menggabungkan peta hasil
mapping dengan model sesar hasil fault modeling, di dalam kerangka 3D yang dibuat pada
proses pillar gridding. Horizon yang dibuat adalah Upper Sawahtambang, Middle
Sawahtambang dan Lower Sawahtambang. Horizon-horizon lain dibuat pada proses make
zones. Proses make horizon dapat dilihat pada Gambar 2.82.

2.5.1.6 Make Zones


Pada tahap Make Zones dilakukan untuk membuat horizon yang tidak bisa dilihat
berdasarkan interpretasi seismik. Dasar pembuatan make zone dari make horizon sebagai
batasannya. Pada proses make zone dibuat berdasarkan base horizon, dengan volume
correction berupa propotional correction serta pillar dibuat dengan stratigraphic thickness
(TST). Pada Gambar 2.83 menunjukan proses pembuatan make zone, sedangkan hasil peta
dari proses make zone ditunjukan pada Gambar 2.84 - Gambar 2.92.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 94


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.82. Proses Make Horizon.

Gambar 2.83. Proses Make Zones.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 95


Bab II. Geological Findings and Reviews
STUDI POFD

LAPANGAN SINAMAR
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)

Gambar 2.84. Peta Struktur Kedalaman Gambar 2.85. Peta Struktur Kedalaman
Lapangan Sinamar U6 Lapangan Sinamar U9

II - 96
Bab II. Geological Findings and Reviews
STUDI POFD

LAPANGAN SINAMAR
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)

Gambar 2.86. Peta Struktur Kedalaman Gambar 2.87. Peta Struktur Kedalaman
Lapangan Sinamar U27 Lapangan Sinamar M12

II - 97
Bab II. Geological Findings and Reviews
STUDI POFD

LAPANGAN SINAMAR
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)

Gambar 2.88. Peta Struktur Kedalaman Gambar 2.89. Peta Struktur Kedalaman
Lapangan Sinamar M13 Lapangan Sinamar L4

II - 98
Bab II. Geological Findings and Reviews
STUDI POFD

LAPANGAN SINAMAR
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)

Gambar 2.90. Peta Struktur Kedalaman Gambar 2.91. Peta Struktur Kedalaman
Lapangan Sinamar L5 Lapangan Sinamar L6

II - 99
STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.92. Peta Struktur Kedalaman Lapangan Sinamar L8

2.5.1.7 Layering
Layering dilakukan untuk membuat layer yang lebih tipis dan detail di dalam masing-
masing zone reservoir. Ketebalan layering ini yang akan menjadi ketebalan cell, ketebalan
cell akan menjadi interval rata-rata data log properti sumuran yang akan dimodelkan. Jumlah
layer tiap lapisan bervariasi, sedangkan untuk zona yang dianggap bukan reservoir hanya
terdapat
1 layer. Berdasarkan layering tersebut sehingga menghasilkan dimensi cell 308x322x189 dan
total cell 17,157,488. Parameter dan hasil dari proses layering dapat dilihat pada Gambar
2.93.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 100


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.5.1.8 Penentuan Kontak Fluida


Kontak fluida yang digunakan menggunakan Lowest Known Oil (LKO) dan Lowest
Known Gas (LKG), yang ditentukan berdasarkan data-data sumur yang terbukti pernah
diproduksi minyak dan gas. Tabel 2-15 dan Tabel 2-16 menunjukan data kedalaman
LKO dan LKG untuk tiap Sand di Lapangan Sinamar. Peta LKO dan LKG untuk tiap zona
reservoir Lapangan Sinamar ditampilkan pada Gambar 2.94 - Gambar 2.110.

Tabel 2-15 Data Lowest Known Gas (LKG) Lapangan Sinamar


Kontak P1 Gas Kontak P2 Gas Kontak P3 Gas
Zone Segment 7 Zone Segment 7 Zone Segment 7
U6 -1733.57 U6 -1733.57 U6 -1733.57
U9 -1891.57 U9 -1891.57 U9 -1891.57
U27 -3312.93 U27 -3312.93 U27 -3312.93
M12 - M12 - M12 -
M13 -4236.93 M13 -4236.93 M13 -4236.93
L4 -4371.57 L4 -4371.57 L4 -4371.57
L5 -4441.93 L5 -4441.93 L5 -4441.93
L6 -4496.93 L6 -4496.93 L6 -4496.93
L8 - L8 - L8 -

Tabel 2-16 Data Lowest Known Oil (LKO) Lapangan Sinamar


Kontak P2 Oil Kontak P3 Oil
Zone Segment 3 Zone Segment 3
U6 -1733.57 U6 -1733.57
U9 -1891.57 U9 -1891.57
U27 -3312.93 U27 -3312.93
M12 - M12 -
M13 -4236.93 M13 -4236.93
L4 -4371.57 L4 -4371.57
L5 -4441.93 L5 -4441.93
L6 -4496.93 L6 -4496.93
L8 - L8 -

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 101


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.94. Kontak Fluida Lapangan Sinamar (U6).

Gambar 2.95. Peta Kontak Fluida P1 Gas Lapangan Sinamar (U6).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 102


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.96. Peta Kontak Fluida P2 Gas Lapangan Sinamar (U6).

Gambar 2.97. Peta Kontak Fluida P3 Gas Lapangan Sinamar (U6).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 103


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.98. Kontak Fluida Lapangan Sinamar (U9).

Gambar 2.99. Peta Kontak Fluida P1 Gas Lapangan Sinamar (U9).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 104


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.100. Peta Kontak Fluida P2 Gas Lapangan Sinamar (U9).

Gambar 2.101. Peta Kontak Fluida P3 Gas Lapangan Sinamar (U9).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 105


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.102. Kontak Fluida Lapangan Sinamar (U27).

Gambar 2.103. Peta Kontak Fluida P1 Gas Lapangan Sinamar (U27).

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 106


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.104. Peta Kontak Fluida P2 Gas Lapangan Sinamar (U27)

Gambar 2.105. Kontak Fluida Lapangan Sinamar (M12)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 107


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.106. Peta Kontak Fluida P3 Gas Lapangan Sinamar (M12)

Gambar 2.107. Peta Kontak Fluida P2 Oil Lapangan Sinamar (M12)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 108


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.108. Kontak Fluida Lapangan Sinamar (M13)

Gambar 2.109. Peta Kontak Fluida P1 Gas Lapangan Sinamar (M13)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 109


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.110. Peta Kontak Fluida P2 Gas Lapangan Sinamar (M13)

Gambar 2.111. Peta Kontak Fluida P2 Oil Lapangan Sinamar (M13)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 110


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.112. Kontak Fluida Lapangan Sinamar (L4)

Gambar 2.113. Peta Kontak Fluida P1 Gas Lapangan Sinamar (L4)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 111


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.114. Peta Kontak Fluida P2 Gas Lapangan Sinamar (L4)

Gambar 2.115. Peta Kontak Fluida P2 Oil Lapangan Sinamar (L4)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 112


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.116. Kontak Fluida Lapangan Sinamar (L5)

Gambar 2.117. Peta Kontak Fluida P1 Gas Lapangan Sinamar (L5)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 113


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.118. Peta Kontak Fluida P2 Gas Lapangan Sinamar (L5)

Gambar 2.119. Peta Kontak Fluida P2 Oil Lapangan Sinamar (L5)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 114


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.120. Kontak Fluida Lapangan Sinamar (L6)

Gambar 2.121. Peta Kontak Fluida P1 Gas Lapangan Sinamar (L6)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 115


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.122. Peta Kontak Fluida P2 Gas Lapangan Sinamar (L6)

Gambar 2.123. Peta Kontak Fluida P3 Oil Lapangan Sinamar (L6)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 116


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.124. Kontak Fluida Lapangan Sinamar (L8)

Gambar 2.125. Peta Kontak Fluida P3 Gas Lapangan Sinamar (L8)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 117


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.126. Peta Kontak Fluida P2 Gas Lapangan Sinamar (U27)

2.5.2. Property Modeling


2.5.2.1 Scale Up Well Logs
Scale Up merupakan proses perata-rataan nilai log dari sumur yang semula memiliki
resolusi vertikal tinggi, menjadi satu nilai untuk tiap cell yang ditembus sumur. Proses ini
dilakukan untuk memasukkan data properties dari sumur ke dalam 3D Grid, yang selanjutnya
akan disebarkan ke seluruh grid melalui proses property modeling. Scale up dilakukan untuk
log Vshale, PHIE dan fasies. Validasi hasil scale up well logs dilakukan dengan melihat
perbedaan antara histogram data log asli dengan hasil scale up. Gambar 2.127., menunjukan
contoh hasil scale up well log dan histogram validasinya.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 118


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.127. Contoh hasil scale up well log dan histogram validasi

2.5.2.2 Data Analysis


Sebelum dilakukan pendistribusian ke seluruh 3D Grid, data properties hasil proses
scale-up dianalisa, meliputi histogram, maksimum-minimum, ada tidaknya outlier, dan
transformasinya, untuk menganalisis kecenderungan arah penyebaran data secara spasial,
dilakukan analisis variogram baik secara lateral maupun vertikal. Dari analisa variogram
tersebut akan didapatkan parameter major range, minor range, vertical range, nugget effect
dan arah dari major range. Tabulasi parameter model variogram untuk semua lapisan masing-
masing properti dapat dilihat pada Tabel 2-17 - Tabel 2-19. Sedangkan Gambar 2.128.
hingga Gambar 2.130 menunjukan proses data analysis dan variogram untuk properti facies,
VShale dan PHIE.

Tabel 2-17. Tabulasi Model Variogram Facies


Fasies
Model Major Minor Major Minor Vertikal
Lapisan Fasies Orientasi Sill Nugget
Type Dir. Dir. Range Range Range
U6 Sand Spherical 323.8 233.8 NE-SW 1 0.01 150 150 10.602
U9 Silt Spherical 325 235 NE-SW 1 0.01 150 150 6.571
U27 Sand Spherical 325 235 NE-SW 1 0.01 150 150 4.742
M12 Silt Spherical 322.4 232.4 NE-SW 1 0.01 150 150 2.223
M13 Sand Spherical 330.2 240.2 NE-SW 1 0.01 150 150 13.168
L4 Sand Spherical 316.5 226.5 NE-SW 1 0.01 150 150 16.027
L5 Sand Spherical 320.8 230.8 NE-SW 1 0.01 150 150 2.676
L6 Sand Spherical 342.3 252.2 NE-SW 1 0.01 150 150 7.429
L8 Sand Spherical 315 225 NE-SW 1 0.01 150 150 3.359

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 119


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.128. Data analysis dan variogram model facies

Tabel 2-18. Tabulasi Model Variogram Vshale


VSH
Model Major Minor Major Minor Vertikal
Lapisan Fasies Orientasi Sill Nugget
Type Dir. Dir. Range Range Range
U6 Sand Spherical 336 245 NE-SW 1 0.01 150 150 10.643
U9 Silt Spherical 326.7 236.7 NE-SW 1 0.01 150 150 2.242
U27 Sand Spherical 321.6 231.6 NE-SW 1 0.01 150 150 2.792
M12 Silt Spherical 327.9 237.9 NE-SW 1 0.01 150 150 6.331
M13 Sand Spherical 316.3 226.3 NE-SW 1 0.01 150 150 4.186
L4 Sand Spherical 321.2 231.2 NE-SW 1 0.01 150 150 7.521
L5 Sand Spherical 330.5 240.5 NE-SW 1 0.01 150 150 2.821
L6 Sand Spherical 314.5 224.5 NE-SW 1 0.01 150 150 4.986
L8 Sand Spherical 345.6 255.6 NE-SW 1 0.01 150 150 3.865

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 120


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.129. Data analysis dan variogram model vshale

Tabel 2-19. Tabulasi Model Variogram PHIE


PHIE
Model Major Minor Major Minor Vertikal
Lapisan Fasies Orientasi Sill Nugget
Type Dir. Dir. Range Range Range
U6 Sand Spherical 330.9 240.9 NE-SW 1 0.01 150 150 6.371
U9 Silt Spherical 300 210 NE-SW 1 0.01 150 150 1.724
U27 Sand Spherical 321.6 231.6 NE-SW 1 0.01 150 150 1.797
M12 Silt Spherical 345.9 255.9 NE-SW 1 0.01 150 150 3.333
M13 Sand Spherical 298.3 208.3 NE-SW 1 0.01 150 150 4.986
L4 Sand Spherical 318.1 228.1 NE-SW 1 0.01 150 150 3.946
L5 Sand Spherical 314.5 224.5 NE-SW 1 0.01 150 150 4.727
L6 Sand Spherical 320.2 230.2 NE-SW 1 0.01 150 150 4.633
L8 Sand Spherical 328.3 238.3 NE-SW 1 0.01 150 150 4.395

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 121


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.130. Data analysis dan variogram model PHIE

2.5.2.3 Facies dan Property Modeling


Pemodelan fasies dilakukan dengan metode SIS (Sequential Indicator Simulation)
dengan membuat probability map terlebih dahulu berdasarkan data sumur dari hasil scale-up
log sumur (Gambar 2.131). Pemodelan properties VShale dan PHIE digunakan metode
geostatistik SGS (sequential Gaussian Simulation) yang di guide oleh untuk setiap sand yang
menggunakan parameter-parameter hasil data analysis. Proses modeling dan penyebaran
properti VShale dan PHIE dijelaskan lewat Gambar 2.132. Untuk melakukan validasi
hasil penyebaran properti pada 3D Grid dengan melihat perbandingan antara
histogram data hasil scale up well logs dengan histogram properti hasil modeling.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 122


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Berikut akan ditampilkan peta properti fasies (Gambar 2.133 - Gambar 2.141),
Vshale (Gambar 2.142 - Gambar 2.150) dan PHIE (Gambar 2.151 - Gambar 2.159)
hasil modeling pada zona reservoir yang utama.

Gambar 2.131. Proses modeling fasies

Gambar 2.132. Proses modeling petrofisik

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 123


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.133. Distribusi fasies Lapangan Sinamar (U6)

Gambar 2.134. Distribusi fasies Lapangan Sinamar (U9)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 124


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.135. Distribusi fasies Lapangan Sinamar (U27)

Gambar 2.136. Distribusi fasies Lapangan Sinamar (M12)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 125


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.137. Distribusi fasies Lapangan Sinamar (M13)

Gambar 2.138. Distribusi fasies Lapangan Sinamar (L4)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 126


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.139. Distribusi fasies Lapangan Sinamar (L5)

Gambar 2.140. Distribusi fasies Lapangan Sinamar (L6)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 127


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.141. Distribusi fasies Lapangan Sinamar (L8)

Gambar 2.142. Distribusi VShale Lapangan Sinamar (U6)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 128


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.143. Distribusi VShale Lapangan Sinamar (U9)

Gambar 2.144. Distribusi VShale Lapangan Sinamar (U27)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 129


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.145. Distribusi VShale Lapangan Sinamar (M12)

Gambar 2.146. Distribusi VShale Lapangan Sinamar (M13)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 130


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.147. Distribusi VShale Lapangan Sinamar (L4)

Gambar 2.148. Distribusi VShale Lapangan Sinamar (L5)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 131


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.149. Distribusi VShale Lapangan Sinamar (L6)

Gambar 2.150. Distribusi VShale Lapangan Sinamar (L8)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 132


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.151. Distribusi porositas Lapangan Sinamar (U6)

Gambar 2.152. Distribusi porositas Lapangan Sinamar (U9)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 133


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.153. Distribusi porositas Lapangan Sinamar (U27)

Gambar 2.154. Distribusi porositas Lapangan Sinamar (M12)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 134


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.155. Distribusi porositas Lapangan Sinamar (M13)

Gambar 2.156. Distribusi porositas Lapangan Sinamar (L4)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 135


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.157. Distribusi porositas Lapangan Sinamar (L5)

Gambar 2.158. Distribusi porositas Lapangan Sinamar (L6)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 136


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.159. Distribusi porositas Lapangan Sinamar (L8)

Perhitungan Permeabilitas
Permeabilitas didapatkan dari hasil model porositas yang telah didapatkan, kemudian dibuat
model permeabilitas dengan menggunakan persamaan hasil crossplot permeabilitas-porositas
dari data core.

Perhitungan permeabilitas dapat dilakukan dalam software Petrel, dengan langkah-langkah


sebagai berikut :
Data input yang diperlukan adalah 3D grid Vshale dan porositas hasil petrophysical modeling
Melalui tool calculator digunakan rumus tranform permeability berdasarkan sand untuk
masing-masing fasies.

Gambar 2.136 sampai 2.142, menunjukan peta-peta permeabilitas untuk reservoir utama
pada Lapangan Sinamar.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 137


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.136.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (U6)

Gambar 2.137.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (U9)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 138


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.138.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (U27)

Gambar 2.139.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (M12)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 139


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.140.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (M13)

Gambar 2.141.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (L4)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 140


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.142.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (L5)

Gambar 2.143.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (L6)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 141


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.144.
Model Permeabilitas Lapangan Sinamar (L8)
Penentuan Saturasi Air (Sw)
Perhitungan Sw dilakukan dengan menggunakan distribusi dari beberapa log yang dibor pada
awal dan memiliki data yang lengkap, yaitu sumur Sinamar-1, Sinamar-1 dan Sinamar-3.
Didalam melakukan metode pendistribusian sama seperti pada Vshale dan PHIE,
penyebarannya akan dikontrol dengan penyebaran Vshale. Gambar 2.154. sampai 2.161.
menunjukan peta-peta Sw untuk zone reservoir utama Lapangan Sinamar.

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 142


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.154.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (U6)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 143


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.155.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (U9)

Gambar 2.155.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (U27)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 144


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.156.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (M12)

Gambar 2.157.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (M13)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 145


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.158.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (L4)

Gambar 2.159.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (L5)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 146


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Gambar 2.160.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (L6)

Gambar 2.161.
Model Saturasi Air Lapangan Sinamar (L8)

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 147


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.4.3. Perhitungan OOIP (Original Oil In Place)


Data yang diperlukan untuk perhitungan OGIP dan OOIP adalah model 3D porositas (PHIE),
NTG, Sw, yang telah dilakukan cutoff berdasarkan analisa petrofisik, serta data kontak fluida
dan data nilai Boi. Boi didapatkan dari analisa PVT sebesar 1.03 RB/STB. Tabel II-7
menunjukan hasil perhitungan OGIP Lapangan Sinamar : P1 sebesar 49.94 BSCF, P2 sebesar
176.01 BSCF dan P3 sebesar 237.26 BSCF , RF : X %. Hasil perhitungan OOIP Lapangan
Sinamar : P1 sebesar 0 MMSTB, P2 sebesar 1.28 MMSTB dan P3 sebesar 2.69 MMSTB, RF
: X %.

Tabel II-7.
Hasil Perhitungan OGIP P1, P2 dan P3 Lapangan Sinamar

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 148


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

Tabel II-8.
Hasil Perhitungan OOIP P1, P2 dan P3 Lapangan Sinamar

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 149


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.4.4. Upscaling Model (Fine to Coarse Grid)


Upscaling model adalah proses untuk mengurangi jumlah grid dari model 3D grid (fine
model), karena untuk keperluan simulasi reservoir, jumlah grid harus dikurangi. Pengurangan
jumlah grid bisa dilakukan dengan menambah ukuran cell (lateral) atau dengan cara
mengurangi jumlah layering (memperbesar vertikal). Setelah diperoleh grid yang lebih sedikit
jumlah cell-nya (coarse model), kemudian dilakukan scale up properties, yaitu memasukkan
properti dari fine model ke dalam coarse model. Pada Lapangan Sinamar proses upscaling
dilakukan sengan cara mengurangi jumlah lapisan dengan cara lapisan-lapisan pada fine
model yang memiliki proyeksi yang relatif sama digabung, sehingga jumlah lapisan pada
coarse model lebih sedikit, dari proses tersebut diperoleh jumlah cell sebanyak 699,930 cell.
Validasi hasil upscaling model dilakukan dengan membandingkan histogram sebaran data
masing-masing properti antara fine model dan coarse model. Histogram antara fine model
dengan coarse model tidak boleh berbeda terlalu jauh. Kemudian dihitung cadangan OOIP
pada coarse model. Coarse model dan hasil perhitungan OOIP ini yang selanjutnya akan
digunakan sebagai input untuk proses simulasi reservoir.

Gambar 2.180. menunjukan proses, parameter dan histogram validasi proses upscaling
mode. Sedangkan Tabel II-8. menunjukan hasil perhitungan OOIP untuk coarse model.
Selanjutnya pada Tabel II-9. menunjukan perbandingan antara fine model dengan coarse
Upscale
model. Grid & Property (Fine to Coarse Grid)

Histogram Fasies
Fine Vs Coarse

Histogram VShl
Fine Vs Coarse

Histogram PHIE
Fine Vs Coarse

Dimensi
Dimensi Perbedaan
Lapangan GridGrid
Lapangan Cell Perbedaan
TotalCell
Total TotalCell
Total Cell
I I JJ KK
FineFine 94 94 6262 314
316 1.829.992
1,835,820
Butun
Butun 61%
62%
Coarse 94 94
Coarse 6262 121
120 705.188
699,930

VShl VShl PHIE PHIE


Fine Coarse Fine Coarse

Gambar 2.180.
Parameter Upscaling Model dan Histogram Validasi

Tabel II-8.
Hasil Perhitungan OOIP Lapangan Sinamar Coarse Model

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 150


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

OOIP NP
Bulk volume Net volume Pore volume HCPV oil RF
Lapisan [MMSTB [MMSTB]
[acre.ft] [acre.ft] [acre.ft] [acre.ft] (%)
] @ Des. 2013
X SD 25765 24919 2313 250 1,76
3940 SD 22062 20719 4331 2326 16,40
3990 SD 19736 15267 3032 1002 7,07
4050 SD 23087 22554 5694 3777 26,64
4160 SD 18339 16387 3096 1436 10,13
4200 SD 9101 9091 2044 1070 7,55
4250 SD 8639 8639 1979 877 6,19
4330 SD 18614 17812 3624 1859 13,11
4400 SD 18133 17343 3437 1067 7,52
4480 SD 13283 12009 2360 1116 7,87
4490 SD 6527 6432 1423 605 4,27
4620 SD 1531 1428 339 109 0,77
4650 SD 0 0 0 0 0,00
4710 SD 1017 289 55 15 0,11
4740 SD 10843 6324 1007 177 1,25
4860 UP SD 0 0 0 0 0,00
4860 LW SD 4888 3287 413 74 0,52
5000 SD 21363 17738 2135 666 4,69
5020 SD 3444 0 0 0 0,00
5040 SD 8394 646 86 9 0,07
Total 234766 200884 37368 16435 115,92 44,4 38,30%

Tabel II-9.
Perbandingan Hasil Fine Model dengan Coarse Model
OOIP [MMSTB]
Lapisan Perbedaan (%)
Fine Coarse
X SD 1,78 1,76 0,67%
3940 SD 16,20 16,40 0,67%
3990 SD 6,43 7,07 -9,91%
4050 SD 26,57 26,64 -0,26%
4160 SD 10,02 10,13 -1,11%
4200 SD 8,16 7,55 7,47%
4250 SD 6,59 6,19 6,12%
4330 SD 12,97 13,11 -1,15%
4400 SD 6,82 7,52 -10,27%
4480 SD 7,82 7,87 -0,63%
4490 SD 4,38 4,27 2,62%
4620 SD 0,75 0,77 -2,22%
4650 SD 0,00 0,00 0
4710 SD 0,10 0,11 -8,68%
4740 SD 0,84 1,25 2,51%
4860 UP SD 0,00 0,00 0
4860 LW SD 0,46 0,52 -13,38%
5000 SD 5,50 4,69 14,72%
5020 SD 0,00 0,00 0
5040 SD 0,03 0,07 3,20%
Total 115,42 115,92 -0,44%

2.5.3. Volumetric Calculation

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 151


STUDI POFD
STUDI POD (PLAN OF DEVELOPMENT)
LAPANGAN SINAMAR

2.5.4. Upscale Grid

Bab II. Geological Findings and Reviews II - 152

Anda mungkin juga menyukai