Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No.

1, Januari 2017 : 1-84

PERBANDINGAN EFEK DEKSMEDETOMIDIN 0,75 µg/kgBB DENGAN


FENTANIL 2 µg/kgBB INTRAVENA TERHADAP KEBUTUHAN DOSIS
INDUKSI PROPOFOL DAN RESPON HEMODINAMIK SELAMA
TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TRAKHEA

Imtihanah Amri,1 Syafri K Arif,2

1
Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
2
Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Email: imtihanahamri@yahoo.com

ABSTRAK
Laringoskopi dan intubasi endotrakhea dapat menimbulkan refleks peningkatan aktivitas simpatis
maupun simpatoadrenal yang berhubungan dengan kenaikan tekanan darah dan denyut jantung. Tujuan
Penelitian Membandingkan efek antara deksmedetomidin 0,75 µg/kgBB dan fentanyl 2 µg/kgBB
terhadap kebutuhan dosis induksi propofol dan respon hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi
endotrakhea. Metode Dilakukan secara acak dengan teknik single blind controlled study, melibatkan 48
pasien status fisik ASA I dan II yang direncanakan operasi elektif dengan anestesi umum di RSUP DR.
Wahidin Sudirohusodo. Kebutuhan dosis induksi pada kelompok D lebih sedikit dibandingkan kelompok
F (p<0,05). Pada menit pertama kelompok F terjadi peningkatan rerata TAR 16,32% dan LJ 18,88%,
kelompok D terjadi peningkatan rerata TAR 2,90% dan penurunan rerata LJ 3,37%. Pada menit ketiga
dan kelima kedua kelompok mampu mencegah peningkatan tekanan darah, namun kelompok F masih
terjadi peningkatan rerata LJ 3,99%. Kejadian hipertensi dan takikardi berbeda bermakna (p<0,05) antara
kedua kelompok. Kebutuhan dosis induksi pada pemberian deksmedetomidin lebih sedikit dibandingkan
fentanil. Respon hemodinamik pada pemberian deksmedetomidin 0,75 µg/kgBB lebih stabil
dibandingkan dengan fentanil 2 µg/kgBB pada 1 menit setelah intubasi, namun pada 3 dan 5 menit
keduanya dapat menjaga kestabilan respon hemodinamik dengan laju jantung pada pemberian
deksmedetomidin lebih rendah.

Kata kunci Deksmedetomidin, fentanil, induksi propofol, respon hemodinamik

ABSTRACT
Laryngoscopy and endotracheal intubation can cause increase in sympathetic activity and
simpatoadrenal reflex, associated with increased blood pressure and heart rate. The objective is to
compare the effects of dexmedetomidine 0,75 µg/kgBW and fentanyl 2 µg/kgBW to propofol induction
dose requirement and hemodynamic response due to laryngoscopy and endotrakheal intubation. This
research used Randomized, single-blind controlled study, involving 48 patients with ASA physical status I
and II planned for elective surgery with general anesthesia in DR. Wahidin Sudirohusodo hospital..
Result Induction dose requirement in D group was less than the F group (p<0,05). In the first minute,
There is a 16,32% increase in average MAP and 18,88% in mean heart rate in F group, whereas a
2,90% increase in average MAP and 3,37% decrease of average heart rate was observed in D group. In
the third and fifth minute, both group was able to prevent increase in blood pressure, but the F group has
not been able to prevent an increase in average heart rate at the 3rd minute (3,99% increase). The
incidence of hypertension and tachycardia was significantly different (p<0,05), between the two groups.
Induction dose requirement in Dexmedetomidine group is less than the Fentanyl group (p<0,05).
Hemodynamic response on dexmedetomidine 0,75 µg/kgBW is more stable than fentanyl 2 µg/kgBW at 1
minute after intubation, but at 3 and 5 minutes after intubation both groups can maintain stable
hemodynamic response with a lower mean heart rate achieved by dexmedetomidine.

Keywords Dexmedetomidine, fentanyl, propofol induction, hemodynamic response

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 22


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

PENDAHULUAN
Pengelolaan jalan nafas mutlak nitroprusid), calcium channel
dikuasai oleh semua ahli anestesi. Salah antagonist(diltiazem) dan α2-adrenergik
satu tindakan pengelolaan jalan nafas agonis(klonidin). Semua cara memiliki
yang banyak dilakukan pada praktik keuntungan dan kerugian masing-
anestesi adalah laringoskopi dan masing.[1,2,3,6,7]
intubasi trakhea. Dari pengamatan dan Fentanil merupakan agonis
data yang ada bahwa sebagian besar opiod sintetis derivat fenilperidin yang
operasi atau tindakan bedah dilakukan sering digunakan karena disamping
efektif untuk mengurangi respon
dengan anestesi umum. Hampir
hemodinamik pada tindakan
sebagian besar dari anestesi umum ini laringoskopi dan intubasi, juga
disertai dengan tindakan laringoskopi mempunyai beberapa keuntungan lain
dan intubasi trakhea.[1,2] yakni sebagai analgetik intraoperatif.
Tindakan laringoskopi dan intubasi Namun pengadaan fentanil bukan tanpa
trakhea yang dilakukan segera setelah masalah, opioid digolongkan sebagai
induksi anestesi dengan dosis standar obat-obatan narkotika. Sebagai
akibatnya, obat ini diatur oleh pakta
seringkali dapat menimbulkan refleks
internasional dan kebijakan
simpatis dan simpatoadrenal yang pengendalian obat nasional dan di
berlebihan, sehingga terjadi peningkatan Indonesia ketersediaan opiod ini
tekanan darah, peningkatan laju jantung terbatas. Oleh karena itu, untuk
dan aritmia. Peningkatan tekanan darah mengatasi keterbatasan jumlah fentanil
berkisar 40-50% dan peningkatan laju tersebut dapat digunakan obat-obat lain
jantung berkisar 20%. Respon ini yang dapat menurunkan respon
hemodinamik akibat tindakan
walaupun bersifat sementara, mungkin
laringoskopi dan intubasi trakhea, salah
pada orang yang sehat tidak berbahaya, satunya adalah deksmedetomidin.
namun pada pasien-pasien yang sudah Deksmedetomidin merupakan obat
mempunyai faktor risiko sebelumnya dari golongan α2-adrenergik agonis
seperti hipertensi, coronary artery yang memiliki afinitas pada α2-
disease (CAD), cerebrovasculer disease adrenoceptor 8 kali lebih kuat jika
(CVD) dan aneurisma intrakranial dibandingkan dengan klonidin, yang
mungkin bisa berbahaya.[1,2,3,4] dapat menurunkan kadar katekolamin
Berbagai cara atau teknik telah dalam plasma serta menahan pelepasan
digunakan untuk mencegah atau dari katekolamin,yang memiliki sifat
mengurangi respon hemodinamik pada simpatolitik, ansiolitik, sedatif dan
saat dilakukan laringoskopi dan analgesia yang relatif lebih poten dan
intubasi. Cara-cara atau teknik tersebut selektif dari α2-adrenergik terdahulu.
antara lain dengan : mendalamkan Deksmedetomidin seperti halnya
anestesi, anestesi local(lidokain) klonidin dilaporkan dapat mengurangi
intravena atau topical, opioid (fentanyl, respon stres simpatoadrenal secara
alfentanil), beta-adrenergik blockers, efektif, meminimalkan respon
vasodilator(nitrogliserin, sodium hemodinamik setelah laringoskopi dan

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 23


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

intubasi trakhea serta menaikkan Desember 2015 hingga sampel


stabilisasi hemodinamik selama operasi. terpenuhi. Penelitian ini merupakan uji
Selain itu juga mampu menekan dan klinik dengan cara single blind
menurunkan kenaikan tekanan randomized controled trial, dengan
intraokuler yang disebabkan oleh bentuk rancangan eksperimental ulang
tindakan laringoskopi dan intubasi (pretest-posttest control group
trakhea.[7,8] design).Variabel penelitian terdiri dari
Selain mempunyai efek variabel bebas (Deksmedetomidin 0,75
simpatolitik, ansiolitik, sedatif dan µg/kgBB/iv, fentanil 2 µg/kgBB/iv),
analgesia, deksmedetomidin juga variabel tergantung (Kebutuhan dosis
mempunyai efek hemat anestesik induksi, respon hemodinamik (TDS,
(anesthetic sparing effect), dapat TDD, TAR, LJ)), variabel antara
menurunkan kebutuhan opioid (Anestesi umum dengan laringoskopi
intraoperatif. Sedasi dan analgesia yang dan intubasi), dan variabel kendali
dihasilkan, dicapai tanpa mempengaruhi (Umur, IMT, PS ASA, Mallampati).
pernafasan dan hemodinamik yang Penelitian dilakukan terhadap 48
bermakna.[7,8,9] penderita yang sebelumnya telah
Deksmedetomidin telah diteliti mendapatkan penjelasan dan setuju
penggunaannya untuk premedikasi mengikuti semua prosedur penelitian,
dengan dosis 0,3-0,6 µg/kgBB intravena diukur tekanan darah sistolik (TDS),
dan 1,0 µg/kgBB intramuskuler, tekanan darah diastolik (TDD), tekanan
didapatkan efek yang optimal. Pada arteri rerata (TAR) dan laju jantung (LJ)
dosis 0,6 µg/kgBB intravena dapat sebagai data dasar selanjutnya dibagi
menurunkan respon hemodinamik menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
akibat tindakan intubasi dan pada dosis (D) Deksmedetomidin( 0,75 µg/kgBB)
1,0 µg/kgBB intramuskuler dapat yang dilarutkan dengan Nacl 0,9%
menurunkan katekolamin serta hingga 20 ml dan diberikan selama 10
menurunkan kebutuhan pentotal menit dan kelompok (F) Fentanyl (2
[10]
sebanyak 17%. µg/kgBB) dalam larutan nacl 0,9%
Dari uraian latar belakang di atas, diberikan selama 2 menit melalui
kami mencoba melakukan penelitian syringe pump. Induksi anestesi
untuk menunjukkan efektivitas menggunakan propofol (50
deksmedetomidin dalam mengurangi mg/kgBB/jam) via syringe pump hingga
kebutuhan dosis induksi propofol dan nilai BIS 48±2 (dihitung jumlah
menurunkan respon hemodinamik propofol). Kemudian diberikan
akibat laringoskopi dan intubasi pelumpuh otot atrakurium 0,5
endotrakhea mg/kgBB/iv sebagai fasilitas intubasi
dan 3 menit setelah pemberian
BAHAN DAN CARA atrakurium dilakukan tindakan
Penelitian ini dilakukan di Instalasi laringoskopi dan intubasi endotrakhea
Bedah Pusat RSUP.Dr.Wahidin yang dilakukan maksimal selama 30
Sudirohusodo Makassar mulai detik, kemudian dilakukan pengukuran

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 24


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

dan pencatatan hemodinamik 1, 3 dan 5 dengan menggunakan uji Mann


menit setelah intubasi. Whitney, di mana nilai P < 0,05
dinyatakan bermakna secara statistik.
HASIL Karakteristik klinis awal sampel
Dari hasil analisis pada Tabel 1 dan pada penelitian ini yaitu terdiri dari
Tabel 2, tidak didapatkan perbedaan TDS, TDD, TAR, dan laju jantung saat
bermakna pada karakteristik awal pada sebelum induksi, yang dapat dilihat
kedua kelompok penelitian. Oleh karena pada Tabel 3. Dari hasil analisis, tidak
itu, karakteristik 48 subjek penelitian ada perbedaan yang bermakna pada
dapat dinyatakan homogen secara karakteristik hemodinamik klinis awal
statistik (P ≥ 0,05). Jenis kelamin, ASA dari kedua kelompok penelitian,
PS, dan mallampati dianalisis dengan sehingga dapat dinyatakan homogen
uji Chi-Square, sedangkan umur dan secara statistik (P ≥ 0,05)
indeks massa tubuh (IMT) dianalisis

Tabel 1. Perbandingan proporsi jenis kelamin, ASA PS, dan mallampati pada
kedua Kelompok
Kelompok
Deksmedetomidin Fentanil
Variabel P
(n=24) (n=24)
N % N %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 9 37,5 12 50
0,561
Perempuan 15 62,5 12 50
ASA PS
I 12 50 13 54,2 1,000
II 12 50 11 45,8
Mallampati
1 16 66,7 11 45,8 0,244
2 8 33,3 13 54,2
Uji Chi square, nilai P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Tabel 2. Perbandingan sebaran umur dan IMT kedua kelompok


Kelompok
Variabel Deksmedetomidin (n=24) Fentanil (n=24) P
Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
Umur (tahun) 18 54 35,04 10,06 17 50 38,62 11,36 0,253
IMT (kg/m2) 18,73 24 21,79 1,40 17,44 23,90 21,62 1,80 0,710
Uji Mann Whitney, P < 0,05 dinyatakan bermakna

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 25


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

Tabel 3. Karakteristik hemodinamik klinis awal


Kelompok
Variabel KD (n=24) KF (n=24) P
Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
TDS (mmHg) 107 138 123,4 7,6 108 138 127,3 7,8 0,086
TDD (mmHg) 66 84 74,1 5,5 60 90 75,9 6,7 0,327
TAR (mmHg) 83 103 93,6 5,8 80 107 96,8 7,0 0,098
LJ (x/menit) 68 92 83,3 7,4 62 95 79,5 9,3 0,357
Uji Mann Whitney, P < 0,05 dinyatakan bermakna.

Kebutuhan Dosis Induksi Propofol


Hasil penelitian terhadap kebutuhan induksi propofol pada kedua kelompok
digambarkan pada Tabel 4 dan gambar 1.

Tabel 4. Perbandingan kebutuhan dosis induksi propofol pada kedua kelompok


Dosis Induksi Propofol (mg)
Kelompok P
Min Maks Mean SD IK95%
1 (n=24) 36 58 45,58 7,30 42,50 – 48,67
< 0,001
2 (n=24) 55 79 66,96 7,21 63,70 – 70,22
Uji Mann Whitney, P < 0,05 dinyatakan berbeda bermakna.

0,05). Karakteristik klinis awal


Dari hasil analisis pada Tabel 4, dianalisis dengan menggunakan uji
terdapat perbedaan yang bermakna Mann Whitney, di mana nilai P < 0,05
untuk kebutuhan dosis induksi propofol dinyatakan signifikan secara statistik.
pada kedua kelompok penelitian (P <
Dosis Propofol (mg)

Gambar 1. Perbandingan mean kebutuhan dosis induksi propofol pada kedua


kelompok

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 26


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

Hemodinamik

Hasil penelitian terhadap setelah intubasi, rerata TAR lebih


hemodinamik pada masing-masing rendah daripada rerata TAR basal pada
kelompok untuk masing-masing waktu kedua kelompok. Ada kenaikan yang
pengukuran digambarkan pada Tabel 5 lebih besar pada kelompok fentanil pada
dan Tabel 6. Dari hasil analisa, terlihat saat 1 menit setelah intubasi, walaupun
di tabel 5 bahwa terdapat perubahan sudah menurun kembali pada
TAR pada kedua kelompok. Terjadi pengamatan 3 menit setelah intubasi,
kecenderungan peningkatan TAR pada TAR tetap lebih tinggi pada kelompok
kedua kelompok 1 menit setelah fentanil daripada kelompok
intubasi, dimana kenaikan yang lebih deksmedetomidin dan berbeda
besar terjadi pada kelompok fentanil bermakna (p<0,05). Tidak ditemukan
dan perbandingan antara kedua perbedaan TAR yang bermakna
kelompok tersebut bermakna secara (p>0,05) antara kedua kelompok pada 5
statistik (p<0,05). Selanjutnya menurun menit setelah intubasi.
kembali pada 3 menit dan 5 menit

Tabel 5. Perbandingan TAR antara kedua kelompok selama waktu pengamatan


Waktu Tekanan Arteri Rerata (mmHg)
Kelompok
Pengamatan Min Maks Mean SD IK95% P
1 (n=24) 83 103 93,6 5,8 91,2 – 96,1
To 0,098
2 (n=24) 80 107 96,8 7,0 93,8 – 99,7
1 (n=24) 85 103 96,2 5,2 94,0 – 98,4
T1 <0,001
2 (n=24) 98 137 112,2 10,2 107,9 – 116,5
1 (n=24) 80 100 89,3 5,4 87,0 – 91,5
T2 0,005
2 (n=24) 80 108 94,5 7,0 91,6 – 97,5
1 (n=24) 77 96 84,7 4,7 82,7 – 86,7
T3 0,714
2 (n=24) 76 96 85,3 6,2 82,6 – 87,9
Uji Mann Whitney, P < 0,05 dinyatakan berbeda bermakna.

Terlihat pada gambar 2 setelah intubasi. Walaupun TAR


menunjukkan bahwa terjadi kenaikan menurun pada kedua kelompok pada
TAR terlebih dahulu pada 1 menit saat 3 menit setelah intubasi namun
setelah intubasi, kemudian menurun grafik TAR kelompok fentanil terletak
hingga pada pengamatan 3 dan 5 menit di atas grafik deksmedetomidin pada
setelah intubasi dan lebih rendah dari saat 3 menit setelah intubasi.
nilai TAR basal. Kenaikan pada Selanjutnya 5 menit setelah intubasi
kelompok fentanil lebih tinggi dari pada grafik TAR kedua kelompok berimpit.
kelompok deksmedetomidin 1 menit

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 27


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

Gambar 2. Grafik Error Bar Dinamika Tekanan Arteri Rata-Rata pada kedua kelompok

Tabel 6. Perbandingan LJ antara kedua kelompok selama waktu pengamatan


Waktu Laju jantung (x/mnt)
Kelompok
Pengamatan Min Maks Mean SD IK95% P
1 (n=24) 68 92 83,3 7,4 79,2 – 85,5
To 0,357
2 (n=24) 62 95 79,5 9,3 75,6 – 83,5
1 (n=24) 68 86 79,3 5,2 77,1 – 81,5
T1 <0,001
2 (n=24) 82 119 93,7 8,7 90,0 – 97,3
1 (n=24) 64 77 70,5 3,6 87,0 – 91,5
T2 <0,001
2 (n=24) 70 104 82,2 8,3 78,7 – 85,7
1 (n=24) 59 72 64,5 3,6 82,7 – 86,7
T3 <0,001
2 (n=24) 65 98 77,7 7,6 74,4 – 80,9
Uji Mann Whitney, P < 0,05 dinyatakan berbeda bermakna.

Dari hasil analisa, terlihat di tabel 6 kenaikan, bahkan cenderung lebih


bahwa terdapat perubahan LJ pada rendah dari LJ basal dan lebih menurun
kedua kelompok. Terjadi pada 3 dan 5 menit setelah intubasi.
kecenderungan peningkatan LJ pada Terjadi perbedaan LJ yang bermakna
kelompok fentanil 1 menit setelah (p<0,05) setelah intubasi antara kedua
intubasi, dan selanjutnya menurun kelompok. LJ jantung pada kelompok
kembali pada 3 dan 5 menit setelah fentanil lebih tinggi daripada kelompok
intubasi, sedangkan pada kelompok deksmedetomidin pada setiap waktu
deksmedetomidin tidak terjadi pengamatan.

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 28


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

Gambar 3. Grafik Error Bar Dinamika laju jantung pada kedua kelompok

Terlihat pada gambar 3 bahwa semuanya mengalami kenaikan yang


terjadi kenaikan TAR terlebih dahulu 1 berkisar 4,04 – 38,37%; sedangkan pada
menit setelah intubasi pada kelompok kelompok Deksmedetomidin, berkisar -
fentanil, lalu kemudian menurun dengan 7,29 – 12,05%. Artinya, pada kelompok
curam hingga pada pengamatan 3 menit ini tidak semuanya mengalami
dan tetap menurun 5 menit setelah kenaikan, ada beberapa yang
intubasi dengan landai dan sedikit mengalami penurunan. Peningkatan
menjadi lebih rendah dari nilai basal. tertinggi sebesar 12,05% dan penurunan
Pada kelompok deksmedetomidin tidak tertinggi 7,29%.
terjadi kenaikan, bahkan cenderung Pada 3 menit setelah intubasi
menurun pada 1 menit setelah intubasi didapatkan penurunan rerata persentase
dan menurun lebih curam 3 menit TAR pada kelompok fentanil (1,81%)
setelah intubasi dan tetap menurun dan penurunan rerata persentase TAR
hingga 5 menit setelahintubasi. pada kelompok deksmedetomidin
Dari hasil analisa, terlihat dari tabel (4,47%), dan perbedaan ini
7 bahwa pada 1 menit setelah intubasi menunjukkan perbedaan yang tidak
didapatkan rerata persentase kenaikan bermakna (p>0,05).
TAR pada kelompok fentanil (16,32%) Pada 5 menit setelah intubasi
lebih tinggi daripada rerata persentase didapatkan penurunan rerata persentase
kenaikan TAR pada kelompok TAR pada kelompok fentanil (11,40%)
deksmedetomidin (2,90%), dan dan penurunan rerata persentase TAR
perbedaan ini menunjukkan perbedaan pada kelompok deksmedetomidin
yang bermakna (p<0,05). Bila dilihat (9,46%), dan perbedaan ini
pada kolom nilai terendah dan tertinggi, menunjukkan perbedaan yang tidak
ternyata pada kelompok fentanil bermakna (p>0,05).

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 29


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

Tabel 7. Perbandingan persentase perubahan TAR terhadap TAR basal


Waktu Perubahan rerata TAR (%)
Kelompok
Pengamatan Min Maks Mean SD IK95% P
1 (n=24) -7,29 12,05 2,90 5,49 0,58 – 5,22
T1 11,71 – <0,001
2 (n=24) 4,04 38,37 16,32 10,90
20,92
-7,15 – (-
1 (n=24) -13,98 9,64 -4,47 6,36
T2 1,38) 0,261
2 (n=24) -20,00 21,18 -1,81 9,82 -5,96 – 2,33
-11,06 – (-
1 (n=24) -19,79 0,00 -9,46 3,80
7,85) 0,103
T3
-15,43 – (-
2 (n=24) -28,04 12,94 -11,40 9,56
7,36)
Uji Mann Whitney, P < 0,05 dinyatakan berbeda bermakna.

Tabel 8. Perbandingan persentase perubahan LJ terhadap LJ basal


Perubahan rerata Laju jantung (%)
Waktu Kelompo
Mak
Pengamatan k Min Mean SD IK95% P
s
1 (n=24) -11,76 5,26 -3,37 5,11 -5,53 – 1,21
T1 <0,001
2 (n=24) 2,47 57,58 18,88 14,41 12,79 – 24,96
-16,82 – (-
1 (n=24) -25,58 5,88 -13,87 7,00
T2 10,91) <0,001
2 (n=24) -13,58 35,48 3,99 10,43 -0,41 – 8,39
-23,90 – (-
1 (n=24) -31,03 -7,25 -21,22 6,35
T3 18,53) <0,001
2 (n=24) -14,77 25,81 -1,64 10,36 -6,01 – 2,73
Uji Mann Whitney, P < 0,05 dinyatakan berbeda bermakna.

Dari hasil analisa, terlihat pada meskipun masih meningkat dari LJ


tabel 8 bahwa pada 1 menit setelah basal, sedangkan rerata persentase LJ
intubasi rerata persentase kenaikan LJ pada kelomok deksmedetomidin terjadi
pada kelompok fentanil lebih tinggi penurunan(13,87%). Pada 5 menit
(18,88%) dari rerata LJ basal, setelah intubasi baik pada kelompok
sedangkan rerata persentase LJ pada fentanil maupun deksmedetomidin
kelomok deksmedetomidin terjadi terjadi penurunan rerata LJ, dimana
penurunan (3,37%). Pada 3 menit pada kelompok fentanil menurun
setelah intubasi terjadi penurunan rerata (1,64%) dan deksmedetomidin
persentase dari sebelumnya (3,99%) (21,22%).

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 30


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

Kejadian Efek Samping

Tabel 9. Kejadian efek samping pada kedua kelompok


Kelompok
Deksmedetomidin Fentanil
Kejadian (n=24) (n=24) P*

N % N %
Hipertensi - - 5 20,83%
Hipotensi - - - -
Takikardi - - 5 20,83% <0,001
Bradikardi - - - -
Mual muntah - - - -
Uji Chi Square,nilai p < 0,05 dinyatakan berbeda bermakna.

Dari hasil analisis pada Tabel 9, vasodilator (nitrogliserin, sodium


pada penelitian ini hanya ditemui nitroprusid), calcium channel antagonist
kejadian efek samping hipertensi dan (diltiazem), α2-adrenergik agonis
takikardi. Untuk kelompok (deksmedetomidin) dan kombinasi dari
deksmedetomidin tidak ditemui adanya obat-obat tersebut. Deksmedetomidin
kejadian efek samping. Sedangkan pada merupakan obat baru yang oleh
kelompok fentanil terdapat 5 pasien beberapa ahli telah digunakan untuk
(20,83%) yang mengalami hipertensi, menekan respon hemodinamik akibat
dan 5 pasien (20,83%) yang mengalami tindakan laringoskopi dan intubasi,
takikardi. Sehingga menurut statistik sedangkan fentanil obat yang paling
terdapat perbedaan yang bermakna (P < sering digunakan di RSUP Dr. Wahidin
0,05) untuk kejadian efek samping pada Sudirohusodo Makassar. Pada
kedua kelompok penelitian ini. penelitian ini bertujuan untuk
Perbandingan kejadian efek samping membandingkan efektivitas antara
pada kedua kelompok ini dianalisis kedua obat tersebut.
dengan menggunakan uji Chi Square, di Pada kelompok deksmedetomidin
mana nilai P < 0,05 dinyatakan terlihat bahwa kebutuhan dosis induksi
bermakna secara statistik. propofol lebih rendah signifikan
dibandingkan dengan kelompok
PEMBAHASAN fentanil. Hal ini dikarenakan
Penggunaan obat suplemen induksi deksmedetomidin memiliki efek sedasi
yang bertujuan untuk menurunkan yang bekerja pada lokus sureleus
respon hemodinamik akibat tindakan pontin, yang merupakan sumber penting
laringoskopi intubasi telah banyak dari sistem saraf simpatis yang
dilakukan oleh para ahli. Beberapa obat menginervasi forebrain dan modulator
yang sering dipakai antara lain: anestesi vital dari sistem kewaspadaan.[17]
lokal (lidokain) intravena atau topikal, Pada menit pertama setelah intubasi
opioid (fentanil), β adrenergic blocker, kelompok fentanil tidak mampu

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 31


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

mencegah peningkatan tekanan darah penurunan respon hemodinamik pada


dan laju jantung akibat tindakan semua variabel. Dimana pada kelompok
laringoskopi dan intubasi, sebaliknya fentanil terjadi penurunan rerata TAR
kelompok deksmedetomidin efektif. sebanyak 11,40% dari TAR basal dan
Didapatkan pada kelompok fentanil penurunan rerata LJ sebanyak 1,64%
mengalami kenaikan rerata TAR dari LJ basal. Sedangkan kelompok
sebanyak 16,32% dari TAR basal dan deksmedetomidin terjadi penurunan
rerata LJ meningkat sebanyak 18,88% rerata TAR sebanyak 9,46% dari TAR
dari LJ basal, sedangkan kelompok basal dan penurunan rerata LJ sebanyak
deksmedetomidin mengalami kenaikan 21,22% dari LJ basal.
rerata TAR sebanyak 2,90% dari TAR Dengan demikian dapat dikatakan
basal dan rerata LJ mengalami bahwa deksmedetomidin efektif dalam
penurunan sebanyak 3,37% dari LJ menurunkan peningkatan respon
basal . Hal ini sesuai dengan penelitian hemodinamik akibat tindakan
Kallio, dkk pada tahun 1989, yang laringoskopi dan intubasi dibandingkan
melaporkan bahwa deksmedetomidin dengan fentanil. Walaupun kurang
sebagai α2-adrenoseptor agonis dapat efektif, fentanil juga dapat digunakan
digunakan untuk mengendalikan untuk menurunkan peningkatan respon
hemodinamik perioperatif, terjadi hemodinamik akibat tindakan
penurunan signifikan terhadap tekanan laringoskopi dan intubasi, karena
darah dan laju jantung, tergantung dosis fentanil mampu menekan respon
yang diberikan.[11] hemodinamik pada menit ketiga dan
Pada menit ketiga baik kelompok kelima. Teori mengatakan bahwa pada
deksmedetomidin maupun kelompok orang sehat terjadi peningkatan tekanan
fentanil mampu mencegah peningkatan darah baik sistolik maupun diastolik
tekanan darah, terlihat bahwa pada terjadi mulai 5 detik, mencapai puncak
kelompok fentanil mengalami dalam 1-2 menit dan kembali seperti
penurunan rerata TAR sebanyak 1,81% sebelum laringoskopi dalam 5 menit.
dan kelompok deksmedetomidin Peningkatan rerata TDS lebih dari 53
mengalami penurunan rerata TAR mmHg, TDD lebih dari 34 mmHg dan
sebanyak 4,47% dari TAR basal, LJ lebih dari 23 kali/menit.[13]
namun kelompok fentanil belum Respon hemodinamik antara kedua
mampu mencegah peningkatan laju kelompok berbeda bermakna pada
jantung dimana masih terjadi semua variabel pada menit pertama.
peningkatan rerata LJ sebanyak 3,99% Secara statistik deksmedetomidin lebih
dari LJ basal. Sebaliknya pada efektif dibandingkan dengan fentanil
kelompok deksmedetomidin terjadi dalam mencegah peningkatan respon
penurunan rerata LJ sebanyak 13,87% hemodinamik pada tindakan
dari LJ basal. laringoskopi dan intubasi endotrakhea.
Pada menit kelima setelah intubasi Hal ini dikarenakan Deksmedetomidin
baik pada kelompok Deksmedetomidin mengaktivasi reseptor α2-adrenergik
maupun kelompok fentanil terjadi presinaptik yang akan menghambat

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 32


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

pelepasan neurotransmiter dujung saraf menghasilkan vasodilatasi dan


dan menyebabkan penurunan kadar penurunan laju jantung. Penurunan nilai
norepinefrin plasma yang menghasilkan sampai dibawah nilai awal terjadi
stabilisasi kardiovaskuler. Fentanil karena sampai pada menit kelima belum
walaupun kurang efektif, tetapi dapat dilakukan tindakan operasi, sehingga
juga menurunkan respon hemodinamik, sesuai dengan teori bahwa setelah menit
dengan cara kerjanya yang memblok pertama nilai akan turun dengan
rangsang nyeri, depresi tonus simpatis sendirinya dan mencapai nilai awal
sentral dan aktivasi tonus vagal. setelah menit kelima.[17,18]
Penelitian-penelitian sebelumnya Didapatkan Insiden hipertensi dan
baik tentang deksmedetomidin maupun takikardi pada kedua kelompok berbeda
fentanil pada umumnya menghasilkan bermakna (p < 0,05), dimana 5 orang
hasil yang sama pada respon tekanan (20,83%) hipertensi dan 5 orang
darah, dimana deksmedetomidin efektif, (20,83%) takikardi pada kelompok
sedangkan fentanil kurang efektif dalam fentanil yang terjadi pada menit
mengurangi peningkatan tekanan darah pertama, sedangkan pada kelompok
akibat laringoskopi dan intubasi. Sesuai deksmedetomidin tidak ditemukan.
penelitian Kharwar RK, dkk tahun Insiden hipotensi dan bradikardi pada
2014, yang menyatakan bahwa kedua kelompok tidak ditemukan
deksmedetomidin 1 µg/kgBB lebih
efektif dalam menurunkan respon KESIMPULAN DAN SARAN
hemodinamik akibat tindakan Kebutuhan dosis induksi propofol
laringoskopi dan intubasi trakhea lebih sedikit pada pemberian
dibandingkan dengan fentanil 2 deksmedetomidin 0,75 µg/kgBB
µg/kgBB, namun efek samping berupa dibandingkan dengan pemberian
hipotensi dan bradikardi lebih banyak fentanil 2 µg/kgBB pada pasien yang
terjadi.[12] menjalani prosedur pembiusan umum.
Pada menit kelima telah terjadi Respon hemodinamik pada
penurunan respon hemodinamik pada pemberian deksmedetomidin 0,75
kedua kelompok, dimana penurunan ini µg/kgBB lebih stabil dibandingkan
berbeda bermakna pada semua variabel, dengan pemberian fentanil 2 µg/kgBB
kecuali variabel laju jantung yang tidak pada 1 menit setelah intubasi.
berbeda bermakna pada kelompok Deksmedetomidin 0,75 µg/kgBB
fentanil. Penurunan lebih besar dan kuat dan fentanil 2 µg/kgBB keduanya dapat
terjadi pada kelompok menjaga kestabilan respon
deksmedetomidin, bahkan penurunan hemodinamik pada menit 3 dan 5
sampai dibawah nilai awal pada semua setelah intubasi, namun rerata laju
variabel. Tekanan darah dan laju jantung pada pemberian
jantung lebih cepat turun pada deksmedetomidin lebih rendah.
kelompok deksmedetomidin disebabkan
oleh efek depresi tonus simpatis sentral
dari deksmedetomidin yang

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 33


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

UCAPAN TERIMA KASIH 9. Savola JM, Ruskoaho H, Puurunen


J, Salonen JS, Karki NT. Evidence
Peneliti mengucapkan terima kasih for medetomidine as a selective and
kepada Kepala Instalasi Bedah Pusat potent agonist at a2-adrenoceptors.
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo J Autonomic Pharmacol
Makassar, yang telah banyak membantu 1986;5:275-84.
dalam pelaksanaan penelitian ini. 10. Hayashi Z, Maze M. Alpha 2-
adrenoceptor agonist. Br. J.
DAFTAR PUSTAKA Anaesth. 1993;71:108-18.
11. Kallio A, Scheinin M, Koulu M, et
1. Stone DJ, Gal TJ. Airway al. Effect of dexmedetomidine, a
management. In: Miller RD, ed. selective alpha 2-adrenoceptor
Anesthesia. 4th edition.Philadelpia: agonist, on hemodynamic control
Churchill Livingstone 2000:1414- mechanism. Clinical Pharmacology
48. & therapeutics 1989;46:33-42.
2. Burstein CL, La Pinto FJ, et al. 12. Kharwar RK, Kumar M, et al. A
Electrocardiographic studies during comparison of intravenous
endotracheal intubation. dexmedetomidin V/S inj. Fentanyl
Anaesthesiology 1950;11:224. for attenuation of hemodynamic
3. Wycoff et al. endotracheal responses during laryngoscopy and
intubation effects on BP & heart intubation after propofol
rate. Anasthesiology 1960;21:1553- induction.NJIRM 2014;5(3):71-5.
8. 13. Laito IP, Rosen M.
4. Forbes & Dally et al. Acute Phatophysiological effects of
hypertension during induction of tracheal intubation. In: Laito IP,
anaesthesia & endotracheal rosen M, eds. Difficulties in
intubation in normotensive person. Tracheal Intubation. Philadelpia:
BJS 1970;42:618. Departement of Anaesthetics
5. Shribman AJ, Smith G, Achola KJ. University Hospital of Wales,
Cardiovascular & catecholamine 1985:12-31.
responses to laryngoscopy with & 14. Chrysostomou C, Schmidt CG.
without tracheal intubation. BJA Dexmedetomidine: sedation,
1987;59:295-9. analgesia and beyond. Expert Opin
6. Derbyshire et al. Plasma Drug Metab Toxicol 2008;4:619-
catecholamine responses to tracheal 627.
intubation. BJA, 1983; 55:855-60. 15. Thaib MR. Deksmedetomidin, α2-
7. Bruder N, Ortega D, Granthil C. adrenoseptor agonis baru. 1st
Consequences and prevention Indonesian Symposium on
methods of hemodynamic changes Obstetric Anesthesia. Bandung
during laryngoscopy and 2002.
intratracheal intubation. Ann Fr 16. Ebert, Thomas J, Hall, et al. The
Anesth Reanim 1992;11:57-71. effects of increasing plasma
8. Gertler R, Brown C, Donald H. concentrations of dexmedetomidine
Dexmedetomidin: a novel sedative- in human. Anesthesiology
analgesic. Baylor University 2000;93:382-94.
Medical Center Proceedings 17. Kamibayashi T, maze M. Clinical
2001;14:13-21. uses of alpha-2 adrenergic agonist.

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 34


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84

Anesthesiology 2000;93: 1345- Clinical Anaesthesiology


1349. 2006;18:24-8.
18. Bloor BJ, Ward DS, Belleville JP, 26. Morgan, Mikhail, Murray. 2002.
Maze M. Efeects of intravenous Clinical Anesthesiology. Third
dexmedetomidine in humans II. Edition. McGraw-Hill,
Hemodynamic changes. Philadelphia.218-219.
Anesthesiology 1992;77:1134-42. 27. Struys MM, T De Smet,
19. Hall JE, Uhrich TD, Barney JA, Versichelen LF, S Van De Velde, R
Shahbaz RA, Ebert TJ. Sedative, Van den Broecke. Comparison of
amnestic and analgesic properties closed-loop controlled
of small dose dexmedetomidine administration of propofol using
infusions. Anesth Analg 2000; Bispectral Index as the controlled
90:699-705. variable versus “standard practice”
20. Yildiz, Munise, Tavlan, Aybars, et controlled administration.
al. Effect of Dexmedetomidine on Anesthesiology. 2001;9:6-17.
hemodynamic responses to 28. Sigl JC, Chamoun NG. An
laryngoscopy and intubation: introduction to bispectral analysis
Perioperative hemodynamic and for the electroencephalogram. J
anaesthetic requirements. Drugs in Clin Monit. 1994;10:392-404.
R an D 2006;7:43-52. 29. Pratiknya AW. Rancangan
21. Bovil GJ. Opioids Analgesics in penelitian eksperimental I pola
Anesthesia: With Special Reference umum. Dalam: Pratiknya A. Dasar-
to Their use in Cardiovasculer dasar metodologi penelitian
Anesth 2000. kedokteran dan kesehatan. Edisi I.
22. Grell FL, et al. Fentanyl in Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
anesthesia. Pub med 2001:117-143.
2004;13(4):395-397. 30. Harun SR, Putra ST, Wiharta AS,
23. Reitan JA, et al. Central vagal Chair I. Uji klinis. Dalam:
control of fentanyl induced Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-
bradycardia during halothane dasar metodologi penelitian klinis.
anesthetic. Anesth analg Jakarta. Binarupa Aksara.
1978;57:31-36. 1995:109-125.
24. Recep A, Aynur A, Cihangir B.
Comparison of the effects of
dexmedetomidine versus fentanyl
on airway reflexes and
hemodynamic responses to tracheal
extubation during rhinoplasty: A
Double-Blind, Randomized,
Controlled Study. Current
Therapeutic Research 2009;70:209-
220.
25. Feld JM. Hoffman WE, Stechert
MM, Hoffman IW, Ananda RC.
Fentanyl or dexmedetomidine
combined with desfluran for
bariatric surgery. Journal of

Healthy Tadulako Journal (Imtihanah Amri, Syafri K Arif : 22-35) 35

Anda mungkin juga menyukai