Anda di halaman 1dari 14

RANGKUMAN

DESAIN PENELITIAN
PENDEKATAN METODE KUALITATIF, KUANTITATIF, DAN CAMPURAN

Diajukan dalam Memenuhi


Tugas Metodologi Penelitian

Pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung

Kelompok : 1

Nama : 1. Bayu Pranata


2. Dian Purnomo

Dosen Pengampu : 1. Dr. Chandra Ertikanto, M.Pd.


2. Dr. Undang Rosidin, M.Pd.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
DESAIN PENELITIAN
PENDEKATAN METODE KUALITATIF, KUANTITATIF, DAN CAMPURAN
Edisi Kedua
John W. Creswell

Bagian Satu : Pertimbangan Awal


Bab 1 : Kerangka Untuk Desain
Dalam dua dekade terakhir, pendekatan penelitian memiliki peran ganda dimana
investigasi atau inquiri memiliki banyak pilihan. Untuk merancang proposal atau rencana
ini, saya merekomendasikan agar menggunakan kerangka umum untuk memberikan
panduan tentang semua aspek pembelajaran, dari penilaian gagasan filosofi umum
membawa penelitian menjadi pengumpulan data dan prosedur analisis yang lebih rinci.
Menggunakan kerangka tambahan juga diperkenankan peneliti untuk mengajukan
rencana-rencana mereka dalam kelompok gagasan didalam literatur dan pengenalan oleh
pendengar (contohnya panitia kampus) yang membaca dan mendukung proposal untuk
penelitian.
Kerangka apa yang sering digunakan untuk merancang proposal. Meskipun
berbeda jenis dan penuh ketentuan didalam literatur, saya akan fokus kedalam tiga hal,
kuantitatif, kualitatif dan pendekatan metode campuran. Pertama sudah tersedia peneliti
sosial dan kemanusiaan untuk beberapa tahun. Yang kedua terutama sudah terlihat,
menjelang tiga atau empat dekade terakhir dan yang paling akhir adalah yang terbaru dan
masih dikembangkan dalam bentuk dan isi pokok
Bab ini mengenalkan pembaca kepada tiga pendekatan penelitian, saya
menyarankan untuk memahaminya, pengembang proposal perlu mempertimbangkan
ketiga unsur-unsur kerangka, dugaan filosofi tentang hak membenarkan pengetahuan
prosedur umum penelitian disebut strategi inquiri, dan rincian prosedur pengumpulan data,
analisis dan penulisan disebut metode. Kualitatif, kuantitatif dan metode pendekatan
campuran dibentuk setiap unsurnya berbeda dan perbedaan ini diidentifikasi dan
didiskusikan di bab ini. Kemudian alur khusus yang menggabungkan tiga unsur lebih
lanjut, berikut ini diikuti oleh alasan- alasan mengapa seseorang akan memilih satu
pendekatan diantara yang lain didalam merancang pembelajaran. Pembahasan ini tidak
akan menjadi karangan filosofi dalam asal pengetahuan, namun itu akan memberikan
landasan praktis dalam beberapa gagasan filosofi dibalik penelitian.

Tiga unsur Penelitian


Edisi pertama buku ini saya menggunakan dua pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Saya menjelaskan setiap bagian dari perbedaan dugaan filosofi tentang dasar
kenyataan epistemologi, nilai, penelitian retorik dan metodelogi. Beberapa perkembangan
dalam dekade terakhir ini menyebabkan pemeriksaan ulang dari dasar ini.
 Metode penelitian campuran sudah cukup lama. Untuk hanya berisi metode
kualitatif dan kuantitatif tidak sesuai dengan pendekatan utama yang digunakan
saat ini dalam ilmu sosial dan kemanusiaan.
 dugaan filosofi lain, diluar peningkatan pada tahun 1994 sudah cukup banyak
dibahas dalam literatur, yang paling penting pandangan kritis, advokasi /
pandangan peserta dan gagasan pragmatis (e.g., see Lincoln and Guba, 2000;
Tashakkori and Taddile,1998) menjadi pembahasan yang cukup luas. Walaupun
gagasan filosofi tetap lebih banyak ‘tersembunyi’ dalam penelitian(Slife and
Williams,1995), gagasan filosofi tetap mempengaruhi praktek penelitian dan butuh
untuk diidentifikasi
 .keadaan saat ini lebih sedikit kuantitatif dibandingkan dengan kualitatif dan
banyak penelitian melakukan kebohongan dibeberapa kelanjutan diantara
penelitian, (e.g., Newman and Benz, 1998), yang terbaik yang dapat dikatakan
adalah pembelajaran cenderung lebih banyak kuntitatif atau kualitatif dasar,
kemudian dalam Bab saya memperkenalkan tipe alur kualitatif, kuantitatif, metode
penelitian campuran,
 Terakhir peraktik penelitian (seperti menulis proposal ) praktik penelitian
melibatkan lebih banyak daripada anggapan filosofi. Gagasan filosofi harus
disatukan dengan pendekatan yang lebih luas untuk penelitian( strategi dan
penerapan prosedur yang rinci ( metode) kemudian, kerangka ini membutuhkan
kombinasi unsur gagasan filosofi strategi dan metode dalam tiga pendekatan
penelitian.

Crotty’s (1998) gagasan membentuk alasan kerja untuk kerangka ini, dia menyarankan
dalam rancangan ini proposal penelitian harus mempertimbangkan empat pertanyaan.
1. Apa epistemologi, teori pengetahuan tetap pada sikap teoritis, menerangkan
peneliti (contohnya objectivism, subjectivism, dll.)?
2. Apa sikap teoritis , pendirian sikap dibalik pertanyaan metodelogi
3. Apa metodologi, strategi atau rencana tindakan yang menghubungkan metode
dengan hasil menetukan pilihan kita dan penggunaan metode. Contoh penelitian
eksperimental, penelitian survei etmografi dan lain lain.
4. Apa itu metode, teknik atau prosedur yang kita ajukan untuk digunakan ( misalnya,
kuis, wawancara, kelompok pusat dan lain lain.)

Dengan gagasan ini, saya mengkonseptualisasikan model Crotty untuk tiga pertanyaan
penting dalam sebuah desain penelitian:
1. Klaim pengetahuan apa yang sedang dilakukan oleh peneliti (termasuk perspektif
teoretis)?
2. Strategi penyidikan apa yang akan menginformasikan prosedurnya?
3. Metode pengumpulan data dan analisis apa yang akan digunakan?

Selanjutnya, saya menggambar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1.


Tampilan ini bagaimana tiga elemen penelitian (yaitu, pengetahuan, strategi, dan metode)
digabungkan untuk membentuk pendekatan yang berbeda dalam penelitian. Pendekatan
ini, diterjemahkan ke dalam proses desain penelitian. Langkah-langkah pendahuluan
dalam merancang proposal penelitian adalah untuk menilai klaim pengetahuan dibawa ke
sebuah penelitian, dilakukan untuk mempertimbangkan strategi penyelidikan yang akan
digunakan, dan untuk mengidentifikasi metode tertentu. Dengan menggunakan ketiga
unsur ini, peneliti kemudian dapat mengidentifikasi kuantitatif, kualitatif, atau metode
pendekatan untuk inquiry.

Beberapa Pandangan Filosofis Strategi-Strategi Penelitian


 Post-Positivis  Strategi-Strategi Kualitatif (seperti,
 Konstruksi Sosial ethnografi)
 Advokasi/Partisipatoris  Strategi-Strategi Kuantitatif (seperti,
 Pragmatis eksperimen)
 Strategi-Strategi Metode Campuran
(seperti, sekuensial)

Rancangan-Rancangan Penelitian
 Kualitatif
 Kuantitatif
 Metode Campuran

Metode-metode Campuran
 Pertanyaan-pertanyaan
 Pengumpulan data
 Analisis data
 Interpretasi
 Laporan tertulis
 Validasi

Gambar 1.1 Kerangka Kerja Rancangan Penelitian – Relasi antara


Pandangan/Paradigma Filosofis, Startegi-Strategi Penelitian, dan Metode-Metode
Penelitian

Pandangan pengetahuan alternatif


Menetapkan pengetahuan berarti bahwa peneliti memulai sebuah proyek dengan
asumsi tertentu tentang bagaimana mereka akan belajar dan apa yang akan mereka pelajari
selama penelitian mereka. Pandangan ini bisa disebut paradigma (Lincolndan Guba, 2000;
Martens, 1998); atau metodologi penelitian yang dipahami secara luas (Neuman, 2000).
Secara filosofis, pandangan sebuah peneliti tentang apa itu pengetahuan (ontologi),
bagaimana kita mengetahuinya (epistemologi), apa nilai masuk ke dalamnya (aksiologi),
bagaimana kita menulis tentang itu (retorika), dan proses untuk mempelajarinya
(metodologi) (Creswell, 1994). Empat aliran pemikiran tentang klaim pengetahuan akan
dibahas: post positivisme, konstruktivisme, advokasi partisipatif, dan pragmatisme.
Elemen utama dari masing-masing posisi disajikan pada Tabel 1.1. Dalam diskusi yang
akan diikuti, saya akan mencoba menerjemahkan gagasan filosofis yang luas dari sebuah
keadaan ini ke dalam praktik.

Tabel 1.1 Empat Pandangan/Paradigma


Post-positivisme Konstruktivisme
 Determinasi  Pemahaman
 Reduksionisme  Makna yang beragarn dari partisipan
 Observasi dan Pengujian empiris  Konstruksisosiai dan historis
 Verifikasi teori  Penciptaan teori

Advokasi/Partisipatoris Pragmatisme
 Bersifat politis  Efek-efek tindakan
 Berorientasi pada isu pemberdayaan  Berpusat Pada masalah
 Kolaboratif  Bersifat Pluralistik
 Berorientasi pada perubahan  Berorientasi pada praktik dunia-nyata

Pandangan Pengetahuan Post-positivisme


Asumsi-asumsi post-positivis merepresentasikan bentuk tradisional penelitian,
yang kebenarannya lebih sering disematkan untuk penelitian kuantitatif ketimbang
penelitian kualitatif. Pandangan-dunia ini terkadang disebut sebagai metode saintifik atau
penelitian sains. Ada pula yang menyebutnya sebagai penelitian positivis/post-positivis,
sains empiris, dan post-positivisme. Istilah terakhir disebut post-positivisme karena ia
merepresentasikan pemikiran post-positivisme, yang menentang gagasan tradisional
tentang kebenaran absolut ilmu pengetahuan (Phillips & Burbules, 2000), dan mengakui
bahwa kita tidak bisa terus menjadi "orang yang yakin/positif" pada klaim-klaim kita
tentang pengetahuan ketika kita mengkaji perilaku dan tindakan manusia. Dalam
perkembangan historisnya, tradisi post-positivis ini lahir dari penulis-penulis abad XIX,
seperti Comte, Mill, Dukheim, Newton, dan Locke (Smith, 1983), dan belakangan
dikembangkan lebih lanjut oleh penulis-penulis seperti Phillips dan Burbules (2000).
Post-positivis mempertahankan filsafat deterministik bahwa sebab-sebab sangat
mungkin menentukan akibat atau hasil akhir. Dengan demikian, problem-problem yang
dikaji oleh kaum post-positivis mencerminkan adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor penyebab yang memengaruhi hasil akhir, sebagaimana yang banyak kita
jumpai dalam penelitian eksperimen kuantitatif. Hal ini juga reduksionis dalam hal itu
tujuannya adalah untuk mengurangi gagasan-gagasan besar menjadi serangkaian kecil dan
diskrit untuk diuji, seperti halnya variabel yang merupakan hipotesis dan pertanyaan
penelitian. Pengetahuan yang berkembang melalui kacamata kaum post-positivis selalu
didasarkan pada observasi dan pengujian yang sangat cermat terhadap realitas objektif
yang muncul di dunia "luar sana." Dengan demikian, melakukan observasi dan meneliti
perilaku individu-individu dengan berlandaskan pada ukuran angka-angka dianggap
sebagai aktivitas yang amat penting bagi kaum post-positivis. Akibatnya, muncul hukum-
hukum atau teori-teori yang mengatur dunia, yang menuntut adanya pengujian dan
verifikasi atas kebenaran teori-teori tersebut agar dunia ini dapat dipahami oleh manusia.
Dengan demikian, dalam metode saintifik, salah satu pendekatan penelitian yang telah
disepakati oleh kalangan post-positivis, seorang peneliti harus mengawali penelitiannya
dengan menguji teori tertentu, lalu mengumpulkan data baik yang mendukung maupun
yang membantah teori tersebut, baru kemudian membuat perbaikan-perbaikan lanjutan
sebelum dilakukan pengujian ulang.
Membaca buku Phillips dan Burbules (2000), kita akan menemukan sejumlah
asumsi dasar yang menjadi inti dalam paradigma penelitian post-positivis, antara lain:
1. Pengetahuan bersifat dugaan (dan antifondasional/ddak berlandasan apa pun) -bahwa
kita tidak akan pernah mendapatkan kebenaran absolute. Dengan demikian, bukti yang
dibangun dalam penelitian sering kali lemah dan tidak sempurna. Karena alasan ini
pula, banyak peneliti yang berujar bahwa mereka tidak dapat membuktikan
hipotesisnya; bahkan, tak jarang rnereka juga gagal untuk menyangkal hipotesisnya.
2. Penelitian merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian menyaring sebagian
klaim tersebut menjadi klaim-klaim lain yang kebenarannya jauh lebih kuat. Sebagian
besar penelitian kuantitatif, rnisalnya, selalu diawali dengan pengujian atas suatu teori.
3. Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti, dan Pertimbang-pertimbangan logis. Dalam
praktiknya, peneliti mengumpulkan informasi dengan menggunakan instrumen-
instrumen Pengukuran tertentu yang diisi oleh para partisipan atau dengan melakukan
observasi mendalam di lokasi penelitian.
4. Penelitian harus mampu mengembangkan statemen-statemen yang relevan dan benar,
statemen-statemen yang dapat menjelaskan situasi yang sebenarnya atau dapat
mendeskripsikan relasi kausalitas dari suatu persoalan. Dalam penelitian kuantitatif,
peneliti membuat relasi antarvariabel dan mengemukakannya dalam bentuk pertanyaan
dan hipotesis'
5. Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif; para peneliti harus menguji
kembali metode-metode dan kesimpulan-kesimpulan yang sekiranya mengandung
bias. untuk ituiah, dalam penelitian kuantitatif, standar validitas dan reliabilitas.
menjadi dua ispek penting yang wajib dipertimbangkan oleh peneliti.

Pandangan Pengetahuan Konstruktivisme Sosial


Kelompok lain memiliki pandangan yang berbeda. Salah satunya adalah
pandangan-konstruktivisme sosial (yang sering kali dikombinasikan dengan
interpretivisme) (lihat Merters, 1998). Gagasan konstruktivisme sosial berasal dari
Mannheim dan buku-buku Berger dan Luekmann (1967) seperti “The Social Construction
of Reality” dan Lincoln dan Guba (1985) “Naturalistic Inquiry”. Dewasa ini, penulis-
penulis yang telah mengkaji paradigma konstruktivisme sosial antara lain Lincoln dan
Guba (2000), Schwandt (2007, Neuman (2000), dan Crotty (1998). Konstruktivisme sosial
meneguhkan asumsi bahwa individu-individu selalu berusaha memahami dunia di mana
mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna-makna subjektif atas
pengalaman-pengalaman mereka dan makna-makna yang diarahkan pada objek-objek atau
benda-benda tertentu. Makna-makna ini pun cukup banyak dan beragam sehingga peneliti
dituntut untuk lebih mencari kompleksitas pandangan-pandangan ketimbang
mempersempit makna-makna meniadi sejumlah kategori dan gagasan. Tujuan Peneliti
adalah berusaha mengandalkan sebanyak mungkin pandangan partisipan tentang situasi
yang tengah diteliti. Pertayaan-pertanyaan ini bisa jadi sangat luas dan umum sehingga
partisipan dapat mengkonstruksi makna atas situasi tersebut, yang biasanya tidak asli atau
tidak dipakai dalam interaksi dengan orang lain. Semakin terbuka pertanyaan tersebut
tentu akan sermakin baik, agar peneliti bisa mendengarkan dengan cermat apa yang
dibicarakan dan dilakukan partisipan dalam kehidupan mereka. Makna-makna subjektif ini
sering kali dinegosiasi secara sosial dan historis. Makna-makna ini tidak sekadar dicetak
untuk kemudian dibagikan kepada indiviciu-individu, tetapi harus dibuat melalui interaksi
dengan mereka (karena itulah dinamakan konstruktivisme sosial) dan melalui norma-
norma historis dan sosial yang berlaku dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan
demikian, peneliti konstruktivis sering menangani "proses" dari interaksi antar individu
Mereka juga fokus pada konteks spesifik di yang orang tinggal dan bekerja untuk
memahami sejarah dan pengaturan budaya peserta. Peneliti juga perlu menyadari bahwa
latar belakang dapat mempengaruhi penafsiran mereka, dan mereka harus “memosisikan
diri” dalam penelitian untuk mengetahui bahwa interpretasi mereka tidak pernah lepas dari
pengalaman pribadi, cultural/budaya, dan historis/sejarah mereka sendiri. Dalam konteks
konstruktivisme, peneliti memiliki tujuan utama, yakni berusaha memaknai (atau
menafsirkan) makna-makna yang dimiliki orang lain tentang dunia ini. Daripada
mengawali penelitiannya dengan suatu teori (seperti dalam post-positivisme), peneliti
sebaiknya membuat atau mengembangkan suatu teori atau pola makna tertentu secara
induktif.
Misalnya, dalam membahas konstruktivisme ini Crotty (1998) mengidentifikasi
beberapa asumsi:
1. Makna-makna dikonstruksi oleh manusia agar mereka bisa tertibat dengan dunia yang
tengah mereka tafsirkan. Para peneliti kualititif cenderung menggunakan pertanyaan-
pertanyaan terbuka agar partisipan dapat mengungkapkan pandangan-pandangannya.
2. Manusia senantiasa terlibat dengan dunia mereka dan berusaha memahaminya
berdasarkan perspektif historis dan sosial mereka sendiri – kita semua dilahirkan ke
dunia makna (world of meaning) yang dianugerahkan oleh kebudayaan di sekeliling
kita. Untut itulah, para peneliti kualitatif harus memahami konteks atau latar belakang
partisipan mereka dengan cara mengunjungi konteks tersebut dan mengumpulkan
sendiri informasi yang dibutuhkan. Mereka juga harus menafsirkan apa yang mereka
cari: sebuah penafsiran yang dibentuk oleh pengalaman dan latar belakang mereka
sendiri.
3. Yang menciptakan makna pada dasarnya adalah lingkungan sosial, yang muncul di
dalam dan di luar interaksi dengan komunitas manusia. Proses penelitian kualitatif
bersifat induktif di mana di dalamnya peneliti menciptakan makna dari data-data
lapangan yang dikumpulkan.

Pandangan Pengetahuan Advokasi dan Partisipatoris


Terdapat kelompok peneliti lain yang mengklaim pengetahuan melalui sebuah
pendekatan advokasi / partisipatif. Posisi ini muncul pada tahun 1980an hingga 1990-an
dari individu yang merasa bahwa asumsi-asumsi post-positivis hukum dan teori struktural
yang dipaksakan tidak sesuai dengan individu-individu atau kelompok atau tidak
menangani masalah sosial secara keadilan, secara historis, beberapa advokasi / partisipatif
(atau emansipatoris) penulis tertarik pada karya-karya Marx, Adorno, Marcuse, Habermas,
dan Freire (Neuman, 2000). Baru-baru ini, karya Fay (1987), Heron dan Reason (1997),
dan Kemmis dan Wilkinson (1998) dapat dibaca untuk perspektif advokasi dan
partisipatoris ini. Yang jelas, pertanyaan-pertanyaan ini terasa bahwa konstruktivis sikap
tidak memadai dalam mengadvokasi sebuah agenda tindakan untuk membantu orang yang
terpinggirkan. Peneliti berasumsi bahwa penelitian harus dihubungkan dengan politik dan
agenda politik. Dengan demikian, penelitian ini harus berisi agenda tindakan untuk
reformasi yang dapat mengubah kebohongan peserta, institusi tempat individu bekerja atau
tinggal, dan kehidupan para peneliti. Di samping itu, ada isu-isu tertentu yang perlu diatasi
yang menyangkut isu sosial dewasa ini, isu-isu seperti pemberdayaan, ketidakadilan,
penindasan, penguasaan, penindasan, dan pengasingan. Peneliti dapat mengawali
penelitian dengan salah satu dari masalah ini sebagai fokus penelitiannya. Dalam
penelitian ini harus bertindak secara kolaboratif agar nantinya tidak ada partisipan yang
terpinggirkan dalam hasil penelitian. Dalam hal ini, para partisipan dapat membantu
merancang pertanyaan, mengumpulkan data, menganalisa informasi, atau menerima
penghargaan untuk berpartisipasi dalam penelitian (hibah penelitian). Penelitian advokasi
menyediakan sarana bagi partisipan untuk menyuarakan pendapat bertujuan untuk
reformasi dan perubahan. Penelitiani ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
mereka atau mengusulkan agenda perubahan untuk memperbaiki kehidupan para mereka
sendiri.
Pandangan dunia advokasi dan partisipatoris ini terfokus pada kebutuhan-
kebutuhan suatu kelompok atau individu tertentu yang mungkin termarginalkan secara
sosial. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan diintegrasikannya asumsi filosofis ini
dengan perspektif-perspektif teoretis lain yang mengkonstruksi suatu gambaran tentang
isu-isu/masalah-masalah yang hendak diteliti, orang-orang yang diselidiki, dan perubahan-
perubahan yang diinginkan. Beberapa dari perspektif teoretis ini ditunjukkan sebagai
berikut:
 Sudut pandang feminis berpusat pada situasi permasalahan wanita yang beragam dan
institusi yang membangun situasi tersebut. Topik penelitian mencakup masalah
kebijakan yang terkait dengan realisasi keadilan sosial bagi perempuan dalam konteks
atau pengetahuan tentang situasi wanita (Olesen, 2000).
 Wacana rasial meningkatkan pertanyaan penting tentang control dan produksi
pengetahuan, terutama pengetahuan tentang manusia dan masyarakat kulit berwarna
(Ladson-Billings, 2000).
 Critical theory fokus berkaitan dengan pemberdayaan manusia sebagai makhluk untuk
mengatasi kendala yang ditujukan pada mereka sesuai ras, kelas, dan jenis kelamin
(Fay, 1987).
 Teori Queer berfokus pada individu-individu yang tergabung dalam lesbian, gay,
biseksual, atau transgender. Penelitian ini kurang objektif, lebih mementingkan budaya
dan politik, dan menyampaikan suara dan pengalaman individu yang telah ditindas
(Gamson, 2000).
 Penelitian kecacatan membahas kehidupan di sekolah meliputi ministrator, guru, dan
orang tua yang memiliki anak-anak cacat (Mertens, 1998).
Meskipun penjelasan saya sejak tadi cenderung bersifat generalisasi terhadap kelornpok-
kelompok yang termarginalkan, setidak-tidaknya kita perlu membaca ringkasan Kemmis
dan Wilkinson (1995) tentang karakteristik-karakteristik inti dari penelitian advokasi atau
partisipatoris:
1. Tindakan partisipatoris bersikap dialektis dan difokuskan untuk membawa perubahan.
Untuk itulah, pada akhir penelitian advokasi /partisipatoris, para peneliti harus
memunculkan agenda aksi demi reformasi dan perubahan.
2. Penelitian ini ditekankan untuk membantu individu-individu agar bebas dari kendala-
kendala yang muncul dari media, bahasa, aturan-aturan kerja, dan relasi kekuasaan
dalam ranah pendidikan. Penelitian advokasi/partisipatoris sering kali dimulai dengan
satu isu penting atau sikap tertentu terhadap masalah-masalah sosial, seperti
pemberdayaan.
3. Penelitian ini bersifat emansipatoris yang berarti bahwa penelitian ini membantu
membebaskan manusia dari ketidakadilan-ketidakadilan yang dapat membatasi
perkembangan dan determinasi diri. Penelitian advokasi/partisipatoris bertujuan untuk
menciptakan perdebatan dan diskusi politis untuk menciptakan perubahan.
4. Penelitian ini juga bersifat praktis dan kolaboratif karena ia hanya dapat sempurna jika
dikolaborasikan dengan penelitian-penelitian lain, dan bukan menyempurnakan
penelitian-penelitian yang lain. Dengan spirit inilah para peneliti
advokasi/partisipatoris melibatkan para partisipan sebagai kolaborator aktif dalam
penelitian mereka.

Pandangan Pengetahuan Pragmatik


Prinsip lain tentang klaim atas pengetahuan adalah bentuk pragmatis. Pragmatisme
berasal dari kajian Peirce, James, Mead, dan Dewey (Cherryholmes, 1992). Penulis
terakhir yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain Rorty (1990), Murphy (1990),
Patton (1990), dan Cherrholmes (1992). Ada banyak bentuk pragmatisme. Pada umumnya
Pragmatisme lahir dari tindakan-tindakan, situasi-situasi, dan konsekuensi-konsekuensi
yang sudah ada, dan bukan dari kondisi-kondisi sebelumnya (seperti dalam post-
positivisme). Pandangan ini berpijak pada aplikasi-aplikasi dan solusi-solusi atas problem-
problem yang ada (Patton, 1990). Ketimbang berfokus pada metode-metode, para peneliti
pragmatik lebih menekankan pada pemecahan masalah dan menggunakan semua
pendekatan yang ada untuk memahami rnasalah tersebut (lihat Rossman & Wilson, 1985).
Sebagai salah satu paradigma filosofis untuk penelitian metode campuran, Tashakkori dan
Teddlie (1998), Morgan (2007), dan Patton (1990) menekankan pentingnya paradigma
pragmatik ini bagi para peneliti metode campuran, yang pada umumnya harus berfokus
pada masalah-masalah penelitian dalam ilmu sosial, kemudian menggunakan pendekatan
yang beragam untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang problem-
problem tersebut. Menurut Cherrholmes (1992), Murphy (1990), dan pandangan saya
pribadi, pragmatisme memberikan dasar untuk setiap bentuk penelitian:
1. Pragmatisme tidak hanya diterapkan untuk satu sistem filsafat atau realitas saja.
Pragmatisme dapat digunakan untuk penelitian metode campuran yang di dalamnya
para peneliti bisa dengan bebas melibatkan asumsi-asumsi kuantitatif dan kualitatif
ketika mereka terlibat dalam sebuah penelitian.
2. Setiap peneliti memiliki kebebasan memilih. Dalam hal ini, mereka “bebas” untuk
memilih metode-metode, teknik-teknik, dan prosedur-prosedur peneIitian yang
dianggap terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan mereka.
3. Pragmatis tidak melihat dunia sebagai kesatuan yang mutlak. Artinya, para peneliti
metode campuran dapat menerapkan berbagai pendekatan dalam mengumpulkan dan
menganaIisis data ketimbang hanya menggunakan satu pendekatan saja (jika tidak
kuantitatif, selalu kualitatif).
4. Kebenaran adalah apa yang teriadi pada saat itu. Kebenaran tidak didasarkan pada
dualitas antara kenyataan yang berada di luar pikiran dan kenyataan yang ada dalam
pikiran. Untuk itulah, dalam peneiitian metode campuran, para peneliti menggunakan
data kuantatif dan kualitatif karena mereka meneliti untuk memiliki pemahaman yang
baik terhadap masalah penelitian.
5. Para peneliti pragmatis selalu melihat “apa” dan “bagaimana” meneliti, seakan
mengetahui apa saja akibat-akibat yang akan mereka terima kapan dan dimana mereka
harus menjalankan penelitian tersebut. Untuk itulah, para peneliti metode campuran
pada umumnya selalu memiliki tujuan atas pencampuran (mixing) ini, sejenis alasan
mengapa data kuantitatif dan kualitatif harus dicampur menjadi satu.
6. Pragmatis setuju bahwa penelitian selalu muncul dalam konteks sosial, historis, politis,
dan lain sebagainya. Dalam hal ini, penelitian metode campuran bisa saja beralih pada
paradigma post-modern, suatu pandangan teoretis yang reflektif terhadap keadilan
sosial dan tujuan-tujuan politis.
7. Pragmatis percaya bahwa kita harus berhenti bertanya tentang realitas dan hukum-
hukum alam (Cherryholmes, 1992). Bahkan, "mereka sepertinya ingin mengubah
subjek" (Rorty, 1983: xiv).
Jadi, bagi para peneliti metode campuran, pragmatisme dapat membuka pintu untuk
menerapkan metode-metode yang beragam, pandangan dunia yang berbeda-beda, dan
asumsi-asumsi yang bervariasi, serta bentuk-bentuk yang berbeda dalam pengumpulan dan
analisis data.

Strategi-strategi Penelitian
Peneliti mengajukan pilihan asumsi desain penelitian tentang pengetahuan. Sebagai
tambahan, beroperasi pada tingkat yang lebih tepat merupakan strategi penyelidikan (atau
tradisi penyelidikan, Creswell, 1998; atau metodologi, Mertens, 1998) yang memberikan
arahan khusus untuk prosedur dalam desain penelitian. Strategi-strategi yang tersedia bagi
peneliti sebenamya sudah muncul bertahun-tahun lalu saat teknologi komputer telah
mempercepat aktivitas kita dalam menganalisis data-data yang rumit dan kemampuan
menganalisa model yang kompleks, dan telah mampu mengartikulasikan prosedur-
prosedur baru dalam melakukan penelitian ilmu sosial. Strategi penyelidikan ini
berkontribusi terhadap keseluruhan pendekatan penelitian kami.
Strategi utama yang digunakan dalam ilmu sosial dibahas di bab 9, 10, dan 11
dalam buku ini. Alih-alih mencakup semua atau jumlah besar strategi, bab ini hanya
berfokus pada yang sering digunakan di dalam ilmu sosial. Disini saya akan mengenalkan
yang akan dibahas nanti dan yang dikutip dalam contoh penelitian di seluruh buku ini.
Sebuah gambaran umum strategi ini ditunjukkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Strategl-Strategi Penetitian Alternatif


Kuantitatif Kualitatif Metode Campuran
 Rancangan-rancangan eksperimen  Penelitian naratif  Sekuensial
 Rancangan-racangan non-eksperimen,  Fenomenologi  Konkuren
seperti metode survei  Etnografi  Transformatif
 Grounded theory
 Studi kasus

Strategi-strategi Terkait dengan Pendekatan Kuantitatif


Selama akhir abad 19 dan awal abad 20, strategi-strategi penelitian yang berkaitan
dengan rancangan kuantitatif selalu melibatkan pandangan-dunia post-positivis. Ini
meliputi eksperimeh-eksperimen nyata, eksperimen-eksperimen yang kurang ketat yang
sering disebut dengan kuasi-eksperimen dan penelitian korelasional (Campbell & Stanley,
1963), dan eksperimen-eksperimen single-subject (Cooper, Heron, & Heward, 1987;
Neuman & Mc Cormick,1995). Baru-baru ini, strategi-strategi kuantitatif sudah
melibatkan eksperimen-eksperimen yang lebih kompleks dengan semua variabei dan
treatment-nya (seperti rancangan faktorial dan rancangan repeated measure). Strategi-
strategi kuantitatif juga meliputi model-model persamaan struktural yang sedikit rumit,
yang biasanya menyertakan metode-metode kausalitas dan identifikasi kekuatan variabel-
variabel ganda. Dalam buku ini, kami hanya fokus pada dua strategi penelitian kuantitatif,
yakni survei dan eksperimen.
 Penelitian eksperimen mencakup eksperimen-aktual dengan penugasan acak (random
assignmenf) atas subjek-subjek yang di-treatment dalam kondisi-kondisi tertentu, dan
kuasi-eksperimen dengan prosedur-prosedur non-acak (Keepel 1991). Termasuk dalam
kuasi-eksperimen adalah desain subjek tunggal.
 Penelitian survei meliputi penelitian cross-sectional dan longitudinal yang
menggunakan kuesioner atau wawancara terencana dalam pengumpulan data, dengan
tujuan untuk menggeneralisasi populasi berdasarkan sampel yang sudah ditentukan
(Babbie, 1990).

Strategi-Strategi Terkait dengan Pendekatan Kualitatif


Untuk penelitian kualitatif, strategi-strateginya sudah mulai bermunculan
sepanjang tahun 1990-an. Tidak sedikit buku yang telah membahas strategi kualitatif ini
(seperti 19 strategi yang diperkenalkan oleh Wolcott, 2001). Bahkan, pendekatan-
pendekatan di dalam penelitian kualitatif tertentu sudah memiliki prosedur-prosedur yang
lengkap dan jelas. Misalnya, Clandinin dan Connelly (2000) telah membuat deskripsi
komprehensif tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang “peneliti naratif”. Moustakas
(1994) juga telah membahas doktrin-doktrin filosofis dan prosedur-prosedur dalam metode
fenomenologi, sedangkan Strauss dan Corbin (1990,1998) memperkenalkan prosedur-
prosedur untuk peneliti grounded theory. Wolcott (1999) menjabarkan prosedur-prosedur
etnografis, dan Stake (1995) merekomendasikan sejumlah proses yang harus dilakukan
dalam penelitian studi kasus. Dalam buku ini, menyajikan ilustrasi-ilustrasi berdasarkan
strategi-strategi berikut:
 Etnografi merupakan salah satu strategi penelitian kualitatif yang di dalamnya peneliti
menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di lingkungan yang alamiah dalam periode
waktu yang cukup lama dalam pengumpulan data utama, data observasi, (creswell,
1998). Proses penelitiannya fleksibel dan biasanya berkembang sesuai kondisi dalam
merespons kenyataan-kenyataan hidup yang dijumpai di lapangan (LeCompte &
Schensul, 1999).
 Grounded theory nterupakan strategi penelitian yang di dalamnya peneliti
memproduksi teori umum dan abstrak dari suatu proses, aksi, atau interaksi tertentu
yang berasal dari pandangan-pandangan partisipan. Rancangan ini mengharuskan
peneliti untuk menjalani sejumlah tahap pengumpulan data dan penyaringan kategori-
kategori atas informasi yang diperoleh (Strauss dan Corbin, 1990, 1998). Rancangan
ini memiliki dua karakteristik utama, yaitu; perbandingan yang konstan antara data dan
kategori-kategori yang muncul dan pengambilan contoh secara teoretis (teoretical
sampling) atas kelompok-kelompok yang berbeda untuk memaksimalkan kesamaan
dan perbedaan informasi.
 Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti menyeliki
secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu.
Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi
secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data
berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Stake, 1995).
 Fenomenologi merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti
mengidentifikasi “hakikat” pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu,
seperti dijelaskan oleh peserta dalam sebuah penelitian. Memahami “pengalaman-
pengalaman hidup” manusia menjadikan filsafat fenomenologi sebagai suatu metode
penelitian yang prosedur-prosedurnya mengharuskan peneliti untuk mengkaji sejumlah
subjek dengan terlibat secara langsung dan relatif lama di dalamnya untuk
mengembangkan pola-pola dan relasi-relasi makna (Moustakas, 1994). Dalam proses
ini, peneliti “mengesampingkan” terlebih dahulu pengalaman-pengalaman pribadinya
agar ia dapat memahami pengalaman-pengalaman partisipan yang ia teiiti
(Nieswiadomy, 1993).
 Naratif merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti menyelidiki
kehidupan individu-individu dan meminta seorang atau sekolompok individu untuk
menceritakan kehidupan mereka. Informasi ini kemudian diceritakan kembali oleh
peneliti dalam kronologi naratif. Di akhir tahap penelitian, peneliti harus
menggabungkan dengan gaya naratif pandangan-pandangannya tentang kehidupan
partisipan dengan pandangan-pandangannya tentang kehidupan peneliti sendiri
(Clandinin & Connelly, 2000).

Strategi Terkait dengan Pendekatan Metode Campuran


Strategi-strategi metode campuran sebenamya kurang populer dibanding dua
strategi sebelumnya (kuantitatif dan kualitatif). Konsep untuk mencampur metode-metode
yang berbeda ini pada hakikatnya muncul pada 1959 ketika Campbell dan Fisk
menggunakan metode-jamak (multimethods) dalam meneliti kebenaran watak-watak
psikologis. Mereka kemudian mendorong orang lain menggunakan “matriks metode-
jamak” mereka untuk menguji kemungkinan digunakannya pendekatan-jamak (muttiple
approaches) dalam pengumpulan data penelitian. Berawal dari inilah, banyak orang yang
kemudian mencampur metode-metode sekaligus pendekatan-pendekatan yang
berhubungan dengan metode-metode tersebut, misalnya, mereka menggabungkan metode
observasi dan wawancara (data kualitatif) dengan metode survei tradisional (data
kuantitatif) (Sieber, 1973). Dengan menyadari bahwa setiap metode pasti memiliki
kekurangan dan keterbatasan, para peneliti metode campuran pun akhirnya meyakini
bahwa dugaan-dugaan yang muncul dalam satu metode dapat menetralisasi atau
menghilangkan dugaan-dugaan dalam metode-metode yang lain. Triangulasi sumber-
sumber data (triangulasi of data resourcers) suatu metode dalam mencari konvergensi
antara metode kualitatif dan metode kuantitatif pun muncul (Jack, 1979). Dari sebuah
gagasan metode triangulansi mulai muncul usaha untuk menggabungkan berbagai jenis
data. Misalnya, hasil-hasil dari satu metode dapat membantu metode yang lain, utamanya
dalam mengidentifikasi para partisipan yang diteliti atau pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan (Thashakkori & Teddlie, 1998). Atau sebuah metode yang dapat diterapkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang luas dan transformatif, misalnya, dalam mengadvokasi
kelompok-kelompok marginal, seperti perempuan, minoritas etnik/ras, komunitas gay dan
lesbian, orang-orang difabel, dan mereka yang miskin/lemah (Mertens' 2003).
Alasan sejumlah metode dicampur jadi satu telah rnenuntun para pakar untuk
mengembangkan prosedur-prosedur penelitian berdasarkan metode campuran. Hingga saat
ini, istilah-istilah untuk menyebut rancangan metode campuran pun sangat beragam,
seperti multi-metode, metode konvergensi, metode terintegrasi, dan metode kombinasi
(Creswell, 1994), yang memiliki prosedur-prosedurnya masing-masing (Tashakkori &
Teddlie, 2003) .
Secara khusus, ada strategi metode campuran dan sejumlah variasinya yang akan
diilustrasikan dalam buku ini:
 Prosedur berurutan, di mana peneliti berusaha untuk menguraikan atau memperluas
temuan satu metode dengan metode lain. Ini bisa dimulai dengan metode kualitatif
bertujuan mengeksplorasi dan menindak lanjuti dengan metode kuantitatif dengan
sampel yang besar sehingga peneliti bisa menggeneralisasi hasilnya dari sebuah
populasi. Sebagai alternatif, penelitian ini mungkin dimulai dengan sebuah metode
kuantitatif di mana teori atau konsep diuji, kemudian dilanjutkan dengan metode
kualitatif yang melibatkan eksplorasi terperinci dengan beberapa kasus atau individu.
 Prosedur serentak, dimana peneliti menyatukan data kuantitatif dan kualitatif untuk
memberikan analisis komprehensif masalah penelitian. Dalam desain ini, peneliti
mengumpulkan kedua bentuk data pada saat yang sama selama penelitian dan
kemudian mengintegrasikan informasi dalam interpretasi dari keseluruhan hasil.
Selain itu, dalam perancangan ini, peneliti mengambil satu bentuk data di dalam
prosedur pengumpulan data lain yang lebih besar untuk menganalisis berbagai
pertanyaan atau tingkat atau unit dalam sebuah kelompok.
 Prosedur transformatif, dimana peneliti menggunakan a Lensa teoritis (lihat Bab 7)
sebagai perspektif menyeluruh dalam sebuah desain yang berisi data kualitatif dan
kuantitatif. Lensa profil ini memiliki kerangka kerja untuk topik yang diminati, metode
untuk mengumpulkan data, dan hasil atau perubahan yang diantisipasi oleh penelitian.
Di dalam lensa ini bisa dijadikan metode pengumpulan data yang melibatkan sebuah
sekuensial atau pendekatan bersamaan.

Anda mungkin juga menyukai