Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS RADIOTERAPI

SEORANG WANITA 48 TAHUN DENGAN TUMOR FILOIDES

MAMMAE DEXTRA

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan senior Radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun Oleh :
Wahyu Adhitya Prawirasatra
Albert Agung
Ummi Chamidatun Nadliroh
Galuh Arum Permatasari
Grace Angeline
Yasril Ihza

Dosen Pembimbing :
dr. SR. Subandini, Sp. Rad (K), Onk. Rad
Residen Pembimbing:
dr. Lilin

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO


SEMARANG
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Besar dengan :

Judul : SEORANG WANITA 48 TAHUN DENGAN TUMOR

FILOIDES MAMMAE DEXTRA

Bagian : Radiologi

Pembimbing : dr. SR. Subandini, Sp.Rad (K) Onk.Rad

dr. Lilin

Telah diajukan dan disahkan pada tanggal Mei 2018

Semarang, Mei 2018

Residen Pembimbing Dosen Pembimbing

dr. Lilin dr. SR. Subandini, Sp.Rad (K) Onk.Rad

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

“SEORANG WANITA 48 TAHUN DENGAN TUMOR FILOIDES MAMMAE

DEXTRA” dengan tujuan sebagai bahan pembelajaran pada kepaniteraan

radiologi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. SR. Subandini, Sp.Rad (K) Onk.Rad dan dr. Lilin selaku dosen

pembimbing dan residen pembimbing yang telah membantu penulis dalam

dalam mengerjakan laporan kasus ini.

2. Orang tua yang telah memberikan support kepada penulis dalam

penyelesaian tulisan ilmiah ini.

3. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam proses pembuatan tulisan ini.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi

kita bersama. Semoga karya ilmiah yang penulis sampaikan ini dapat membuat kita

mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.

Semarang, Mei 2018

Penulis

iii
iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2. Tujuan ............................................................................................................. 3

1.3. Manfaat ........................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4

2.1 ANATOMI PAYUDARA .......................................................................... 4

2.2 KARSINOMA MAMMAE ........................................................................ 8

2.2.1Definisi....................................................................................................... 8

2.2.2 Klasifikasi ............................................... Error! Bookmark not defined.

2.2.3 Epidemiologi ........................................... Error! Bookmark not defined.

2.2.4 Stadium ................................................... Error! Bookmark not defined.

2.2.5 Etiologi dan Faktor Risiko ...................... Error! Bookmark not defined.

2.2.6 Manifestasi Klinis ................................... Error! Bookmark not defined.

2.2.7 Diagnosis ................................................ Error! Bookmark not defined.

2.2.8 Tatalaksana ............................................. Error! Bookmark not defined.

BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................. 20

3.1 Identitas Penderita .................................................................................... 20

3.2 Anamnesis ................................................................................................ 20

3.3 Pemeriksaan Fisik..................................................................................... 23

v
3.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 24

3.4.1 Laboratorium Hematologi....................................................................... 24

3.4.2 Pemeriksaan Histopatologi ..................................................................... 25

3.4.3 Pemeriksaan Radiologi ........................................................................... 27

3.3 Diagnosis .................................................................................................. 29

3.4 Terapi ........................................................................................................ 29

3.4.1Radiasi ..................................................................................................... 29

3.5 Edukasi ..................................................................................................... 30

BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................... 31

BAB V KESIMPULAN .......................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 36

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang

dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker payudara merupakan

salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Berdasarkan Pathological Based

Registration di Indonesia, KPD menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif

sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data

Histopatologik ; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi

Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka

kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah

sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000

atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat

diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1 %. Kanker payudara kini jumlah

kasusnya menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker serviks. The American

Cancer Society memperkirakan hampir 1,4 juta kasus baru kanker payudara invasif

pada tahun 2008. Selama 25 tahun terakhir, tingkat insidensi kanker payudara telah

meningkat secara global, dengan tingkat tertinggi di negara-negara barat. Selain

kanker payudara invasif, 62.280 kasus baru pada kanker payudara in situ terjadi di

kalangan wanita di tahun 2009. Sekitar 85% di antaranya karsinoma duktal in situ

(DCIS). Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang

lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu

1
pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun

paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat

dilakukan secara optimal.1

Terdapat beberapa faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan

insiden kanker payudara antara lain faktor reproduksi misalnya riwayat menstruasi

dini (kurang dari 12 tahun) atau menarche lambat (lebih dari 55 tahun),

penggunaan hormon estrogen, penyakit fibrokistik, obesitas, riwayat radiasi,

riwayat keluarga dan genetik, umur, dan faktor lingkungan. Risiko utama kanker

payudara berhubungan dengan bertambahnya umur. Secara anatomi dan

fungsional, payudara akan mengalami atrofi seiring dengan bertambahnya umur.

Kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga

diperkirakan awal terjadinya tumor sudah terjadi sebelum gejala klinis muncul.

Wanita paling sering terserang kanker payudara adalah usia di atas 40 tahun.

Wanita berumur di bawah 40 tahun juga dapat terserang kanker payudara, namun

risikonya lebih rendah dibandingkan wanita di atas 40 tahun. Kanker payudara

juga erat kaitannya dengan faktor genetik yaitu adanya mutasi pada beberapa gen

yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara. Gen yang dimaksud

adalah gen yang bersifat onkogen dan pensupresi tumor. Gen pensupresi tumor

yang berperan penting adalah gen BRCA1 dan gen BRCA2. Apabila terdapat gen

BRCA 1 probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50

tahun dan 85% pada umur 70 tahun.1

Kanker payudara memberikan gejala berupa benjolan, perubahan kulit pada

payudara, serta kelainan pada puting. Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa,

2
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi pada kanker payudara harus

didahului dengan diagnosa yang lengkap dan akurat, termasuk penetapan stadium.

Terapi yang diberikan berupa pembedahan, kemoterapi, terapi hormonal, terapi

target, radioterapi, atau kombinasinya. Peran radoterapi kuratif pada kanker

payudra adalah sebagai tindakan pascabedah yang bertujuan untuk membersihkan

sisa-sisa sel tumor pada dinding dada serta kelenjar getah bening lokal. Selain itu

radioterapi juga diterima sebagai pengobatan paliatif yang murah pad kasus-kasus

lanjut lokal atau dengan metastasis ke tulang atau otak. Radioterapi juga terbukti

dapat memperbaiki angka kesintasan hidup pasien kanker payudara. 2

1.2. Tujuan

Pada laporan kasus ini disajikan suatu kasus berupa seorang wanita 48 tahun

dengan karsinoma mammae. Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari

lebih dalam tentang pengertian, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, penegakan

diagnosis, pengobatan, dan radioterapi yang digunakan pad pasien degan

karsinoma mammae.

1.3. Manfaat

Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat membantu mahasiswa

kedokteran untuk belajar menegkkan diagnosis, melakukan pengelolaan, dan

mengetahui prognosis penderita karsinoma mammae.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI PAYUDARA

Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua

sampai iga enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media.1

Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan

glandular (kelenjar) dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi

kelenjar susu (lobus) dan salurannya (ductus). Sedangkan jaringan penopang

meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Selain itu, payudara juga memiliki aliran

limfe. Aliran limfe payudara sering dikaitkan dengan timbulnya kanker maupun

penyebaran (metastase) kanker payudara.2

Menurut Hoskins et, al (2005) Untuk mempermudah menyatakan letak

suatu kelainan, payudara dibagi menjadi lima regio, yaitu:2

1. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)

2. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant

3. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)

4. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)

5. Regio puting susu (nipple)

4
Gambar1. Anatomi Payudara
Sumber: Medical Media, 2008

Mammae didarahi oleh a. mamaria interna (a. thoracic interna) dan a.

thoracic lateral. Kedua arteri tersebut berasal dari a. axillaris yang masing-masing

masuk ke mammae melalui bagian atas medial dan bagian atas lateral mammae.

Cabang dari arteri-arteri tersebut saling beranastomase. Selain itu a. mammaria

interna mempercabangkan a. intercostal posterior yang memperdarahi bagian

dalam dari mammae. 3

5
Gambar 2. Pendarahan arteri mammae

Pembuluh darah vena akan mengikuti pembuluh darah arteri dengan drainase

vena menuju axilla. Tiga kelompok vena yang paling berperan adalah v. axilla

(yang mempunyai peran utama dalam drainase), v. torakalis interna dan v.

interostal posterior. Pleksus vertebra Batson’s dari v. paravertebra yang berjalan

sepanjang tulang belakang dan memanjang dari dasar tengkorak ke sakrum, dapat

memberikan rute metastasis carcinoma mammae ke tulang belakang, tengkorak,

tulang panggul, dan sistem saraf pusat.3

Gambar 3.Arteri dan Vena Mammae

6
Di bagian dalam dari m.pectoralis mayor terdapat m.pectoralis minor yang

berhubungan dengan letak pembuluh limfe axilla, pembagian pembuluh limfe pada

daerah tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pembedahan dan

mempermudah menilai stadium kanker. Tingkat I adalah pembuluh limfe axilla

yang terletak di lateral sampai batas lateral m.pectoralis minor. Tingkat II terdapat

tepat di bagian bawah m.pectoralis minor. Bagian III adalah pembuluh limfe yang

terletak di medial sampai batas medial dari m.pectoralis minor. Rotter’s lymph

nodes atau pembuluh limfe interpectoral terletak antara m.pectoralis mayor dan

m.pectoralis minor.3

Gambar 4. Pembuluh Limfe Mammae

A : m. pectoralis mayor

B : axillary lymph nodes : levels I (low axilla)

C : axillary lymph nodes: levels II (mid axilla)

D : axillary lymph nodes: levels III (apical axillary)

E : supraclavicular lymph nodes

F : internal mammary lymph nodes.

7
2.2 TUMOR PHYLLODES

2.2.1 Definisi

Tumor phyllodes adalah neoplasma fibroepitelial yang


jarang ditemukan. Insidensnya hanya sekitar 0,3-0,9% dari seluruh tumor
payudara, sedangkan frekuensi lesi maligna bervariasi sekitar 5-30%.
Tumor phyllodes dikemukakan pertama kali oleh Johannes Muller dengan
nama cystosarcoma phyllodes pada tahun 1838, untuk menunjukkan tumor
yang makroskopik menyerupai daging dengan gambaran lea ike pada
potongan melintang; juga disebut giant broadenoma, cellular
intracanalicular broadenoma dan beberapa nama lain.

Penyebutan sarcoma dianggap kurang tepat, karena phyllodes


tidak selalu bersifat ganas. Etiologi tumor phyllodes masih belum jelas
apakah dari broadenoma yang sudah ada sebelumnya atau de novo.

2.2.2 Patofisiologi

Tumor ini bisa berasal dari fibroadenoma selular yang telah ada
dan sekarang telah mengandung satu atau lebih komponen asal mesenkim.
Diferensiasi dari fibroadenoma didasarkan atas lebih besarnya derajat
selularitas stroma, pleomorfisme selular, inti hiperkromatik dan gambaran
mitosis dalam jumlah yang bermakna. Protrusio khas massa polopoid
stromahiperplastik ke dalam kanalikuli yang tertekan menghasilkan
penampilanseperti daun yang menggambarkan istilah filoides.

2.2.3 Gambaran Klinis

Tumor filoides merupakan neoplasma non-epitelial mammae yang


paling sering terjadi, meskipun hanya mewakili 1% dari tumor mammae.
Tumor ini memiliki tekstur halus, berbatas tegas dan biasanya bergerak
secara bebas. Tumor ini adalah tumor yang relatif besar, dengan ukuran

8
rata-rata 5 cm. Namun, lesi yang > 30 cm pernah dilaporkan. Kebanyakan
tumor tumbuh dengan cepat menjadi ukuran besar sebelum pasien datang,
namun tumor-tumor tidak menetap dalam arti karsinoma besar.
Hal ini disebabkan mereka khususnya tidak invasif; besarnya tumor
dapat menempati sebagian besar mammae, atau seluruhnya, dan
menimbulkan tekanan ulserasi di kulit, namun masih memperlihatkan
sejumlah mobilitas pada dinding dada. Meskipun tumor jinak tidak
bermetastase, namun mereka memiliki kecenderungan untuk tumbuh secara
agresif dan rekuren secara lokal. Mirip dengan sarkoma, tumor maligna
bermetastase secara hematogen. Ciri-ciri tumor filoides maligna adalah
sebagai berikut:
1. Tumor maligna berulang terlihat lebih agresif dibandingkan tumor asal.
2. Paru merupakan tempat metastase yang paling sering, diikuti
olehtulang, jantung, dan hati.
3. Gejala untuk keterlibatan metastatik dapat timbul mulai dari
sesegera,beberapa bulan sampai paling lambat 12 tahun setelah terapi
awal.
4. Kebanyakan pasien dengan metastase meninggal dalam 3 tahun dari
terapi awal.
5. Tidak terdapat pengobatan untuk metastase sistemik yang terjadi
6. Kasarnya 30% pasien dengan tumor filoides maligna meninggal karena
penyakit ini.

2.2.4 Dasar Diagnosis

A. Anamnesa

Pasien khususnya datang dengan massa di mammae yang keras, bergerak, dan
berbatas jelas dan tidak nyeri. Sebuah massa kecil dapat dengan cepat
berkembang ukurannya dalam beberapa minggu sebelum pasien
mencari perhatian medis. Tumor jarang melibatkan kompleks puting-areola

9
atau mengulserasi kulit. Pasien dengan metastase bisa muncul dengan
gejala seperti dispnoe, kelelahan, dan nyeri tulang.

B. Pemeriksaan Fisik
 Didapatkan adanya massa mammae yang keras, mobile, dan
batasnya jelas
 Pemeriksaan Mammae

Gambar 5. Pemeriksaan Payudara


 Secara tidak diketahui, tumor mammae cenderung melibatkan mammae sinistra
lebih sering dibandingkan mammae dekstra.
 Diatas kulit mungkin terlihat tampilan licin dan cukup translusen untuk
memperlihatkan vena mammae yang mendasarinya.
 Temuan fisik (misal, adanya massa mobile dengan batas tegas)mirip dengan
yang ada pada fibroadenoma.
 Tumor filoides umumnya bermanifestasi sebagai massa lebih besar dan
memperlihatkan pertumbuhan yang cepat.

10
C. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada penanda tumor hematologik atau uji darah lainnya yang
bisa digunakan untuk mendiagnosa tumor filoides.

b) Pemeriksaan Radiologi
Pada mammogram, tumor filoides akan memiliki tepi yang
berbatas jelas dan radioopak. Baik mammogramn ataupun
ultrasonografi(USG) mammae dapat membedakan secara jelas
antara fibroadenoma dan filoides jinak atau tumor ganas. Jenis
tumor mammae ini biasanya tidak ditemukan di dekat mikro
kalsifikasi.4

Gambar 6. Gambaran mamografi tumor filoides


Magnetic Resonance Imaging (MRI) mammae dapat
membantutindakan operasi dalam pengangkatan jaringan tumor
filoides.Sebuah studi di Italia yang membandingkan mammogram,
USG dan MRI mammae dari tumor filoides melaporkan bahwa MRI
memberikan gambaran yang paling akurat dan ini membantu ahli
bedah tumor dalam menjalankan rencana operasi mereka.
Bahkan jika tumor itu cukup dekat dengan otot-otot dinding dada,
MRI bisa memberikan gambaran yang lebih baik dari tumor filoides
dari pada mammogram atau USG.4

11
Gambar 7. Gambaran USG. Gambaran USG mammae normal (atas);
GambaranUSG tumor filoides (kiri) dengan color Doppler (kanan)

c) Fine Needle Aspiration Biopsy


FNAB untuk pemeriksaan sitologi biasanya tidak
memadai untuk diagnosis tumor filoides.
Biopsi jarum lebih dapat dipercaya, namun masih bisa terdapat kesal
ahan pengambilan sampel dan kesulitan dalam membedakan lesi
dari sebuah fibroadenoma. Biopsi mammae eksisi terbuka untuk lesi
lebih kecil atau biopsi insisional untuk lesi lebih besar adalah
metode pasti untuk mendiagnosis tumor filoides.
Sel-sel dari biopsi jarum dapat diuji dilaboratorium
tapi jarang memberikan diagnosis yang jelas, karenasel-sel dapat
menyerupai karsinoma dan fibroadenoma. Temuan histopatologi
Semua tumor filoides mengandung komponen stroma yang dapat
bervariasi dalam tampilan histologis dari satu lesi ke lesi lainnya.
Umumnya, tumor filoides jinak memperlihatkan
peningkatan jumlah mencolok pada fibroblas fusiformis reguler dala
m stroma.Adakalanya, sel-sel sangat anaplastik dengan perubahan

12
miksoid yang diamati. Atipia seluler tingkat tinggi,
dengan peningkatan selularitas stroma
dan peningkatan jumlah mitosis.

Gambar 8. Gambaran histopatologis (kiri), gambaran makroskopis (kiri)

D. Diagnosis Banding
i. Fibroadenoma
ii. Karsinoma mammae

Gambaran 9. Gambaran USG fibroadenoma

13
Gambar 10. Gambaran USG Karsinoma mammae

2.2.5 Penatalaksanaan

Usia penting dalam manajemen lesi-lesi ini. Dibawah umur


20,semuanya harus diterapi dengan enukleasi, karena mereka hampir selalu
bersifat jinak.Sitologi aspirasi dapat memberi kesan diagnosis tumor filoides
namun histologi yang lebih tepat pada biopsi jarum inti dibutuhkan sebelum
merencanakan pengobatan.

Berbeda pada pasien yang lebih tua. Haagensen merekomendasikan


eksisi lokal luas sebagai pendekatan primer pada penanganan tumor
filoides jinak. Data yang dimiliki yaitu angka rekurensi lokal sebesar 28%
diantara 43 pasien yang ditangani dengan eksisi lokal, dengan follow-up
minimal 10 tahun. Namun hanya 3 dari rekurensi tersebut yang
membutuhkan mastektomi sekunder, dan tak satupun yang meninggal akibat
tumor ini.Hanya 1 dari 21 pasien yang diterapi dengan mastektomi (simpel
atau radikal)mengalami rekurensi lokal; ini adalah sarkoma filoides
(maligna) yangdengan cepat menimbulkan metastasis lokal dan sistemik.
Angka rekurensilebih tinggi untuk tumor filoides jinak dibandingkan ganas
telah dilaporkandalam sejumlah studi (Schwartz, 2000). Jelas bahwa eksisi

14
yang tidak tuntas merupakan penentu utama rekurensi pada lesi jinak dan
menengah.

Ada dua alasan utama yang mungkin, yaitu: kegagalan untuk


mendiagnosis kemungkinan tumor filoides dan kegagalan untuk menentukan
teknik operasi. (Schwartz, 2000). Eksisi makroskopik komplit, dengan
usulan batas 1 cm, dapatdipastikan adalah teknik yang tepat. Untuk lesi besar
dan lesi rekuren,pembersihan yang baik pasti melibatkan mastektomi
mendekati-total danmastektomi sederhana dengan rekonstruksi. Terdapat
beberapa bukti meningkatnya insiden karsinoma mammae yang berhubungan
dengan pasien dengan tumor filoides dan hal ini merupakan alasan
untuk follow-up jangka panjang yang teliti terhadap pasien-pasien yang
demikian
Peran radioterapi dan kemoterapi adjuvan masih kontroversial,
namun penggunaan radioterapi dan kemoterapi pada sarkoma
mengindikasikan bahwa keduanya dapat digunakan pada tumor phyllodes.
Radioterapi adjuvan dapat bermanfaat pada tipe maligna. Kemoterapi
golongan antrasiklin, ifosfamid, sisplatin, dan etoposid jarang digunakan.
Belum banyak penelitian mengenai terapi hormonal seperti tamoksifen.
Sensitivitas hormonal pada tumor phlloides juga belum teridentifikasi dengan
baik. Secara garis besar, terapi sistemik tumor phylloides tidak berbeda
dengan terapi pada sarcoma.

2.2.6 Radioterapi
Merupakan salah satu terapi dengan menggunakan sinar pengion

berenergi tinggi yang dapat menghancurkan sel kanker. Pengaruh radiasi

pada jaringan tubuh ditentukan oleh radiosensitivitas jaringan yang

bersangkutan, yang pada umumnya kanker lebih sensitif terhadap radiasi

dibandingkan dengan jaringan normal. 5,6

15
Radioterapi selain digunakan sebagai terapi kuratif, juga merupakan

terapi paliatif. Pada umumnya, pada tumor dengan stadium tinggi yang

radioresponsif namun inoperable, dengan ulkus yang berbau, dan

metastasis hingga tulang, radioterapi digunakan untuk mengurangi rasa

nyeri dan mencegah terjadinya fraktur serta perdarahan.6

Sinar yang dipakai ntuk radioterapi adalah sinar Alfa yang

meupakan partikel dari inti atom, sinar beta atau sinar elektron, dan sinar

gama yang merupakan sinar elektromagnetik (foton). Terapi radiasi dapat

dibedakan dalam 2 cara utama, yaitu:6

a. Radiasi Eksterna (teletherapy)

Sumber sinar berupa sinar x atau radioisotop yang ditempatkan di luar

tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi.

b. Radiasi Interna (Brachytherapy)

Sumber radiasi diletakkan di dalam tumor atau berdekatan dengan

tumor di dalam rongga tubuh. Radiasi internal dibagi menjadi:

1) Intersitial

Radioisotop yang berupa jarum lalu ditusukkan ke dalam tumor

2) Intracavitair

Radiasi intracavitair dapat dilakukan dengan:

- After loading

Radioisotop dapat dimasukkan kedalam rongga tubuh yang

terdapat tumor seperti vagina, uterus, rektum, dan lain – lain

16
tanpa membahayakan tenaga medis yang memasang

radioisotop tersebut

- Instalasi

Radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubugh seperti

pleura atau peritoneum

c. Intravena

Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam vena. Misalnya I131 yang

disuntikkan ke intravena akan diserap oleh tiroid untuk mengobati

kanker tiroid.6

Prinsip radioterapi pada karsinoma mammae:

a. Radiasi payudara

Radiasi payudara diberikan sebagai adjuvant terhadap kasus -

kasus kanker payudara stadium dini yang dilakukan Breast

Conserving Surgery (BCS). Teknik radiasi dapat berupa tangensial

2D, 3D konformal dengan FIF (Field in field), ataupun teknik

Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT).

Area radiasi meliputi seluruh jaringan payudara, dengan dosis 45

- 50 Gy dalam 23 - 25 fraksi atau 40 - 42.5 Gy dalam 15 - 16 fraksi.

Booster pada tumor bed direkomendasikan dengan dosis 10 - 16 Gy

dalam 2 Gy/fraksi, terutama untuk pasien risiko tinggi (usia <50

tahun atau derajat keganasan tinggi). Booster tersebut juga dapat

diberikan dalam bentuk brakiterapi atau elektron. Pemberian radiasi

diberikan 5 kali seminggu.7

17
b. Radiasi dinding dada

Target radiasi mencakup dinding dada ipsilateral, skar

mastektomi, dan daerah drain, bilamana mungkin. Teknik radiasi

dapat menggunakan foton maupun elektron, dengan memastikan

Organ at risk, yaitu paru dan jantung, aman. Untuk itu, penggunaan

CT Simulator disarankan bilamana mungkin. 7

c. Radiasi kelenjar getah bening regional

Diberikan pada kasus lokal lanjut (T3- 4, KGB + >3 pada

pengangkatan minimal 11 KGB pada axilla level 1 - 2). Radiasi

meliputi area kelenjar getah bening supra dan infra-klavikular (aksilla

level 3). Sedangkan radiasi pada axilla level 1 - 2 hanya diberikan bila

KGB menembus kapsul atau terdapat residu. Dosis radiasi adalah 45 -

50 Gy.7

d. Pada kasus kanker dengan luminal A (ER+,PR+,Her2-) pilihan terapi

adjuvan utamanya adalah hormonal bukan kemoterapi. Kemoterapi

tidak lebih baik dari hormonal terapi. 7

e. Jarak antara radiasi dan kemoterapi harus <7bulan pada pasien yang

mendapatkan kemoterapi adjuvan.7

f. Jarak antara radiasi dan operasi harus < 4 minggu pada pasien yang

tidak mendapatkan kemoterapi adjuvan.7

18
 Terapi Hormon

Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka

horman dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan

atau pada stadium akhir.8,9

 Kemoterapi

Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap

lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat

kemoterapi dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan. Salah

satu diantaranya Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral yang

diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya

menyerang sel kanker saja.9

 Terapi Imunologi

Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein

pemicu pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien

seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk

menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, dapat menjadi

pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk

menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.9

19
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama : Ny. DR

Usia : 48 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Indramayu

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Masuk RSDK : 08/05/2018

No. CM : C692805

3.2 Anamnesis

 Keluhan Utama: Benjolan di payudara kanan

 Riwayat Penyakit Sekarang

±14 tahun SMRS, pasien mengeluhkan adanya beberapa benjolan sebesar

kelereng yang muncul di payudara sebelah kanan, di dekat areola. Saat

pertama kali muncul benjolan pasien sedang dalam masa menyusui.

Pasien tidak merasakan nyeri pada benjolan. Benjolan terkadang

membesar dan mengecil seiring berjalannya waktu. Pasien tidak

memeriksakan diri karena benjolan dianggap tidak mengganggu.

±8 tahun SMRS pasien mengeluhkan benjolan di payudara kanannya

semakin membesar, dari awalnya hanya sekitar sebesar kelereng menjadi

20
sebesar telur angsa. Keluhan nyeri disangkal, kulit payudara tidak

berkerut-kerut, keluar cairan dari puting disangkal, keluar darah dari

puting disangkal, tidak ada luka pada payudara kanan maupun kiri. Pasien

kemudian memeriksakan diri ke RS Dadi Keluarga Purwokerto dan

didiagnosis tumor payudara dan disarankan untuk dilakukan operasi

pengangkatan tumor (operasi dilakukan pada Mei 2010). Jaringan tumor

yang diangkat lalu dilakukan pemeriksaan PA dan didapatkan hasil Giant

Fibroadenoma. Oleh dokter disampaikan bahwa tumor bersifat jinak dan

tidak perlu terapi lanjutan.

±5 tahun kemudian pasien kembali mengeluhkan keluhan yang sama di

payudara kanannya. Pasien kembali memeriksakan diri ke RS Dadi

Keluarga Purwokerto dan dilakukan operasi pengangkatan tumor kembali

(Juni 2015) serta dilakukan pemeriksaan PA atas jaringan tumor yang

diangkat, dengan hasil lesi fibrokistik non proliferatif. Setelah operasi

yang kedua, pasien mengeluhkan nyeri di payudara kanannya, terutama

pada bekas operasi. Nyeri dirasakan hampir sepanjang hari, mengganggu

aktivitas sehari-hari, dan berkurang apabila asien meminum parasetamol.

Di payudara yang sama pula, benjolan kembali tumbuh, membesar dalam

waktu cepat. Warna dan tekstur kulit di sekitar benjolan sama seperti kulit

normal di sekitarnya, tidak ada cairan mauun darah keluar dari puting.

Penurunan berat badan disangkal. Oleh karena timbul benjolan besar lagi,

pasien kembali ke RS Dadi Keluarga Purwokerto dan dilakukan operasi

yang ke-3 kalinya pada Desember 2017. Hasil pembacaan PA tumor yang

21
dioperasi pada operasi ke-3 yaitu fibrosarcoma. Oleh dokter disampaikan

bahwa tumor yang tumbuh kali ini adalah tumor ganas, dan pasien

dirujuk ke Klinik Onkologi Kotabaru Jogjakarta untuk mendapatkan

tatalaksana lebih lanjut. Dalam waktu 3 bulan setelah operasi ke-3,

benjolan tumbuh kembali di payudara kanan pasien. Pasien mengeluhkan

nyeri yang terasa sepanjang hari, mengganggu aktivitas, dan berkurang

dengan istirahat dan konsumsi parasetamol. Pasien juga mengeluhkan

munculnya benjolan berisi darah pada payudara kanannya di area bekas

operasi. Benjolan di ketiak disangkal, benjolan muncul di sekitar tulang

selangka disangkal. Di Klinik Onkologi Kotabaru Jogjakarta pasien

dilakukan pemeriksaan FNAB dengan hasil myofibrosarcoma. Oleh Prof.

Dr. dr. Teguh A., SpB(K) yang menanganinya, pasien disarankan

dilakukan pengangkatan payudara dan dilanjutkan terapi sinar. Lalu

pasien menjalani operasi pada bulan Maret 2018. Saat ini pasien datang

dengan rujukan dari Klinik Onkologi Kotabaru Jogjakarta untuk

menjalani terapi sinar di RSUP Dr Kariadi.

 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keganasan sebelumnya disangkal.

Riwayat operasi 4x tahun 2010, 2015, 2017, dan 2018.

Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, alergi disangkal.

Riwayat penggunaan pil KB selama 18 tahun.

Riwayat menarche usia 12 tahun, haid lancar, tidak ada keluhan.

Riwayat menopause disangkal.

22
 Riwayat Penyakit keluarga

Riwayat keganasan pada keluarga (+) pada ibu pasien (leukemia), kakak

perempuan dari ayah pasien (ca mamae) dan sepupu pasien (ca mamae).

 Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien seorang karyawan swasta, suami bekerja sebagai wirausahawan.

Biaya pengobatan pasien dengan BPJS NPBI.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik, composmentis (E4V6M5)

Tanda Vital

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi Napas : 20x/menit

Nadi : 82x/menit

Suhu : 36,7 oC

Berat badan : 65 kg

Tinggi badan : 158 cm

Status Internus

Kesadaran : composmentis (E4V6M5)

Kepala : mesosefal, tidak ada bekas trauma

Mata : konjungtiva palpebral anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

diplopia (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya

(+/+), penurunan tajam penglihatan (-/-)

23
Telinga : simetris, discharge (-/-), kurang pendengaran (-/-)

Hidung : obstruksi (-), epistaksis (-), discharge (-)

Tenggorokan : hiperemis (-)

Leher : simetris, trachea di tengah, pembesaran nnll (-/-)

Dada

Jantung :I : iktus tak tampak

Pa : iktus kordis SIC IV, 2 cm medial LCMS

Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal

Au : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Paru :I : simetris statis-dinamis

Pa : stem fremitus kanan sama dengan kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru

Au : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

Abdomen : I : datar

Pa : nyeri tekan (-), supel

Pe : timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-)

Au : Bising usus (+) N

3.4 Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Laboratorium Hematologi (

NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
Hematologi Paket
Hemoglobin 13.6 g/dl 12.00 – 15.00
Hematokrit 42.7 % 35 – 47

24
Eritrosit 4.85 10^6/µL 4.4 – 5.9
MCH 28.0 Pg 27.00 – 32.00
MCV 88.0 fL 76 – 96
MCHC 31.9 g/dL 29.00 – 36.00
Leukosit 13.46 10^3/µL 3.6 – 11
Trombosit 452 10^3/µL 150 – 400
RDW 12.9 % 11.60 – 14.80
MPV 9.9 fL 4.00 – 11.00
Kimia Klinik
Ureum 39 mg/dL 15 – 39
Kreatinin 0.9 mg/dL 0.60 – 1.30
Elektrolit
Natrium 137 mmol/L 136 – 145
Kalium 4.1 mmol/L 3.5 – 5.1
Klorida 108 mmol/L 98 – 107

3.4.2 Pemeriksaan Histopatologi (14 September 2010)


Makroskopis: Diterima jaringan ukuran 9x6x4 cm, berbonjol-bonjol dan
berkapsul, penampang putih kecokelatan, kenyal, 1 kupe.
Mikroskopis: sediaan menunjukkan jaringan tumor epitelial dan
mesenchymal. Tumor epitelial berupa proliferasi ringan
epitel kelenjar berbentuk bulat dan sebagian berbentuk
saluran memanjang terdesak oleh jaringan fibrous.
Tidak mendapatkan tanda ganas.
Kesimpulan: payudara kanan Giant Fibroadenoma.

Pemeriksaan Histopatologi (14 Juli 2015)

Makroskopis: Diterima 4 buah jaringan ukuran 4x3x2 cm, kuning


keputihan, 2 kupe.
Mikroskopis: Sediaan menunjukkan jaringan payudara dengan hiperplasi

25
ringan kelenjar dan jaringan fibrous, pada beberapa tempat
duktus kelenjar melebar kistik.
Tidak mendapatkan tanda ganas.
Kesimpulan: payudara kanan Lesi Fibrokistik Non Proliferatif

Pemeriksaan Histopatologi (6 Desember 2017)

Makroskopis: Diterima dua buah jaringan masing-masing ukuran 8x6x3


cm dan 5x4x2 cm, berbenjol-benjol, penampang putih, keras
masing-masing 1 kup.
Mikroskopis: Sediaan menunjukkan jaringan mammae dengan tumor
mesensimal sel selular
sel tumor berbentuk spindel tersusun seperti herring bone
appearance, inti hiperkromasi da mitosis dapat ditemukan
Kesimpulan: mammae dekstra Fibrosarcoma Breast

Pemeriksaan Histopatologi FNAB (7 Maret 2018)

Bahan : mammae dekstra


Diagnose klinis : post op fibromatosis, residif?
Makroskopis: 1 slide
Mikroskopis: Sediaan sitologi menunjukkan massa miksoid eosinofil dan
sel-sel tersebar dengan selularitas tinggi yang terdiri atas sel-
sel polimorfik bentuk spindel, bulat, oval, dan poligonal,
kromatin kasar, beberapa anak inti dapat terlihat.
Kesimpulan: USG guided FNAB mamma dextra : ditemukan sel ganas
Pendapat: myxofibrosarcoma

Pemeriksaan Histopatologi (21 Maret 2018)

Makroskopis: Satu buah jaringan payudara dengan axilary tail dengan


tanda benang uuran 27x2,5-12x5 cm ditutupi kulit bentuk elips
ukuran 18,5x9 cm, puting sedikit retraksi. Pada permukaan kulit

26
dekat puting, didapatkan penonjolan diameter 3 cm, warna coklat
sebagian kemerahan. Tdak didapatkan bekas operasi. Pada
penelusuran axillary tail didapatkan 1 buah penebalan, ukuran
diameter 1 cm, warna putih kecoklatan, pada pembelahan penampang
warna putih kecoklatan, cetak 1 kupe (A). Pada pembelahan lamelar,
didapatkan massa (pada penonjolan dekat puting) ukuran 2,5x2x2,5
cm, warna putih, kenyal, cetak 1 kupe (B). Jarak terdekat dengan
dasar operasi 3 cm. Dari puting cetak 1 kupe (C).
Mikroskopis: Sediaan menunjukkan:
a. 1 buah jaringan limfonodi dengan sinus histiositosis, tanpa tumor
b. Jaringan mammae dengan tumor mesenkimal yang seluler, yang
berbatasan cukup tegas. Sel-sel polimorfi ringan ukuran sedang,
sitoplasma cukup. Inti spindel, oval, sebagian hiperkromatis,
sebagian kromatin kasar, mitosis 5-10/10 HPF. Didapatkan
dilatasi pembuluh darah.
c. Jaringan puting, dengan jaringan ikat didapatkan tumor seperti
(C).
Kesimpulan: jaringan mammae dekstra: Borderline phyllodes tumor.
Ukuran terbesar tumor 2,5 cm.

3.4.3 Pemeriksaan Radiologi

a. X-foto Thorax PA

Gambar 5. X-foto Thorax

Cor :

- CTR < 50%, bentuk dan letak normal

- Aorta baik

27
Pulmo :

- Corakan bronchovasculer normal

- Tidak tampak infiltrat/nodul pada kedua paru

- Hilus tak menebal

- Diafragma dan sinus costophrenicus kanan-kiri baik

- Tulang-tulang baik

Kesan :

- Cor dan pulmo dalam batas normal.

- Tidak tampak metastasis.

c. USG Abdomen

Hasil pemeriksaan :

 Hepar : Ukuran dan bentuk normal, parenkim

homogen, tepi tajam, permukaan rata, tidak

tampak nodul, v. Porta dan v. Hepatika tak

melebar.

 Duktus Biliaris : Intra dan ekstra hepatik baik, tak melebar.

 Kandung empedu : Ukuran normal, tak tampak sludge / batu.

 Pankreas :Ukuran normal, tak tampak massa.

 Kelenjar para Aorta : Tak membesar.

 Limpa : Ukuran normal, parenkim homogen, tak

tampak nodul, v. Lienalis tak melebar.

28
 Ginjal kanan : Ukuran dan bentuk normal, echogenisitas

parenkim baik, sistem pelviocalyces tak

melebar, batu (-).

 Ginjal kiri : Ukuran dan bentuk normal, echogenisitas

parenkim baik, sistem pelviocalyces tak

melebar, batu (-).

 Vesika urinaria : Sedikit terisi urine.

 Tidak tampak ascites maupun efusi pleura.

Kesan :

Struktur hepar, kandung empedu, pankreas, limpa, dan ginjal baik.

Tak tampak nodul metastasis pada hepar maupun para aorta.

Tak tampak ascites maupun efusi pleura.

3.3 Diagnosis

Phyloides tumor borderline

3.4 Terapi

3.4.1 Radiasi

Pasien mendapatkan program untuk terapi radiasi.

CT Simulator :

Pesawat : LINAC

Terapi radiasi pertama dilaksanakan pada tanggal. Terapi radiasi

dilakukan setiap hari, 5 kali dalam seminggu dengan dosis setiap kalinya

29
adalah 2 Gy. Kontrol kondisi pasien dilakukan setiap seminggu sekali untuk

memantau keadaan dan perkembangan pasien.

3.5 Edukasi

 Menjelaskan kepada pasien tentang tahapan terapi yang akan dilakukan

 Menjelaskan kepada pasien prosedut pelaksanaan terapi radiasi

 Menjelaskan kepada pasien efek samping yang mungkin terjadi dari

terapi radiasi

 Edukasi dan motivasi pasien untuk tetap melanjutkan terapi dengan

teratur hingga selesai

30
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien Ny. M berusia 47 tahun datang dengan keluhan benjolan di

payudara kanannya sebesar telur puyuh. Benjolan dirasakan sejak tahun lalu, tanpa

adanya keluhan nyeri dan tidak mengelami perubahan ukuran. Pasien didiagnosis

Karsinoma mammae dextra pada April 2016 dan telah menjalani operasi

masektomi. Pasien sudah mendapat 6 kali kemoterapi dan sedang menjalani terapi

eksternal radiasi semenjak sejak 16 Februari 2017. Selama menjalani terapi

eksternal radiasi, pasien tidak mengalami keluhan seperti pusing, mual muntah,

penglihatan ganda, ataupun keluhan buang air kecil dan buang air besar.

Berdasarkan literatur, gejala dan tanda yang dialami pasien sesuai dengan gejala

dan tanda karsinoma mammae yang meliputi: muncul benjolan pada payudara dan

tidak dirasakan nyeri.

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya pembesaran noduli

limfatisi. Hal tersebut disebabkan karena pasien sudah menjalani kemoterapi dan

radioterapi. Namun didapatkan riwayat adanya pembesaran noduli limfatisi pada

regio axilla. Limfadenopati pada regio axilla merupakan penyebaran langsung atau

metastasis dekat secara limfogen dari karsinoma mammae. Tanda yang mungkin

ditemukan pada kasus karsinoma mammae adalah adanya perubahan warna kulit,

retraksi puting, dan luka ulserasi pada payudara yang terkena tumor, namun tidak

ditemukan tanda-tanda tersebut pada pasien Ny. M.

Pemeriksaan X-foto thorax PA-lateral pada tanggal 6 Oktober 2016, tidak

didapatkan adanya metastasis. Bentuk dan ukuran jantung normal dengan CTR

31
<50%, tidak tampak adanya infiltrate pada paru . Pada pemeriksaan USG abdomen

tanggal 6 Oktober 2016, tidak diapatkan nodul pada hepar, lien, maupun

limfadenopati paraaorta yang mencurigakan suatu metastasis. Hepar, pankreas,

lien, ginjal tampak normal dan tidak didapatkan asites.

Pada pemeriksaan histopatologi menunjukkan kesan yang mendukung

penegakan diagnosis adanya lesi ganas pada payudara kanan. Pada gambaran

mikroskopis, sediaan menunjukkan adanya 2 buah jaringan limfonodi dengan

tumor berdiameter >2 mm dan telah menembus kapsula jaringan ikat. Pada

jaringan papilla mammae tanpa tumor. Adanya jaringan mammae dengan lesi

fibrokistik dan jaringan tumor epithelial solid (score 3), infiltrative ke jaringan ikat

dan jaringan lemak di sekitarnya. Sel tumor atypia, polimorfi, ukuran sedang,

dengan inti besar, polimorfi, bulat, oval, dan polygonal. Dari hasil pemeriksaan,

tidak didapatkan adanya area yang nekrosis dan Ductal Carcinoma In Situ (DCIS).

Dari pemeriksaan histopatologi, Ny. M didiagnosis Invasive ductal carcinoma,

NST/NOS (Score 6/grade II)

Setelah menerima pengobatan kemoterapi, pada tanggal 10 Januari 2017

dilakukan pemeriksaan hematologi untuk melihat apakah pasien dapat melanjutkan

ke pengobatan terapi radiasi. Dari pemeriksaan hematologis klinis, didapatkan

hasil Hb: 12 gr/dL, leukosit: 4.00/mm3, dan trombosit: 158.000/mm3. Dengan hasil

tersebut, maka pasien telah memenuhi syarat hematologi untuk dilakukannya terapi

radiasi.

Pasien mendapatkan program untuk dilakukan eksternal radiasi mulai

tanggal 16 Februari 2017 dengan pesawat LINAC. Terapi radiasi dilakukan setiap

32
hari (Senin-Jumat) selama 30 kali, dengan dosis radiasi setiap kalinya adalah 2 Gy.

Pemantauan kondisi pasien dilakukan setiap minggu setelah dilakukan terapi 5

kali. Hal-hal yang diperhatikan dalam pemantauan antara lain; adanya tanda-tanda

perbaikan kondisi dan hilangnya gejala, munculnya efek samping dari radiasi,

pemantauan penyebaran dan perkembangan tumor, dan pemeriksaan hematologis

klinis.

33
BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus Invasive ductal carcinoma mammae dextrapada

seorang wanita berusia 48 tahun dengan NST/NOS (Score 6/grade II) post

masektomi et kemoterapi 6x. Pasien mendapatkan terapi berupa eksternal radiasi

dengan menggunakan pesawat LINAC. Terapi pertama dilaksanakan setiap hari, 5

kali dalam seminggu (Senin-Jumat) mulai dari tanggal 16 Februari 2017 hingga 30

kali radiasi. Terapi radiasi menggunakan dosis setiap kalinya adalah 2 Gy.

Pemantauan yang dilakukan pada pasien ini antara lain hilangnya gejala dan

munculnya tanda-tanda perbaikan, efek samping radiasi dan perbaikan keadaan

umum, pemantauan penyebaran dan perkembangan tumor, dan laboratorium darah

terutama hemoglobin, leukosit, dan trombosit.

Karsinoma mammae merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan

payudara. Kanker dapat tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan

lemak, maupun jaringan ikat pada payudara. Usia penderita 48 tahun secara

statistik termasuk dalam usia yang paling banyak menderita kanker payudara.

Diagnosa karsinoma mammae ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Kebanyakan pasien

didiagnosa dengan kasus karsinoma mammae yang sudah stadium lanjut.

Pada kasus karsinoma mammae penting dilakukan deteksi dini dengan

imaging. Tes skrining (seperti mammogram tahunan) yang diberikan secara rutin

kepada orang-orang yang tampak sehat dan tidak diduga menderita kanker

34
payudara.Setelah karsinoma mammae terdeteksi dini dengan mammogram,

dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang lain-lainnya untuk menegakkan

diagnosis. CT-Scan ataupun MRI merupakan pemeriksaan yang dibutuhkan dalam

menentukan stadium dan tindakan karena dapat memberikan gambaran ukuran,

bentuk, dan posisi serta mengetahui pembesaran limfonodi. Pada karsinoma

nasofaring perlu dinilai mengenai perluasan massa, destruksi tulang, pembesaran

kelenjar getah bening regio axiller, serta tanda-tanda adanya metastasis.

Radio terapi memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma

mammae. Radioterapi dapat dilakukan dengan atau tanpa kemoterapi.Radiasi

ditujukan pada kanker primer. Respons dinilai dari pengecilan kanker primer di

payudara.

Oleh karena itu, penting bagi seorang dokter untuk dapat menegakkan

diagnosis karsinoma mammae sedini mungkin dengan mengenali gejala-gejala dan

tanda-tanda dari stadium dini karsinoma mammae, sehingga pasien mendapatkan

terapi lebih dini dan menghasilkan prognosis yang lebih baik.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, R. S., 2006. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta:EGC.

2. Haryono SJ, Sukasah C, Swantari N, 2011. Payudara. Dalam: Sjamsuhidayat R, De jong

WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke–3. Jakarta: EGC. hlm. 140–5.

3. Jatoi, Ismail, dkk. Atlas of The Breast Surgery. New York: Springer. 2006.

4. Kissane JM. The Breast Anderson’s Pathology. Vol II, 9 th ed.St

Louis:Mosby;1990.p.1726.

5. Sukardja IDG. Onkologi Klinik. 2nd ed. Surabaya: Airlangga UniversityPress; 2010.

6. F. Cardoso, A. Costa, E. Senkus, M. Aapro, F. André, et al. 3rd ESO–ESMO

International Consensus Guidelines for Advanced Breast Cancer (ABC 3). Ann

Oncol 2017; 28 (1): 16-33. doi: 10.1093/annonc/mdw544

7. Komite Nasional Penanggulangan Kanker. Panduan Nasional Penanganan Kanker:

Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015.

8. Reeves GK, Beral V, Green J, Gathani T, Bull D; Million Women Study Collaborators.

Hormonal therapy for menopause and breast-cancer risk by histological type: a cohort

study and meta-analysis. Lancet Oncol. Nov 2006. 7(11):910-8.

9. Hamajima N, et al; Collaborative Group on Hormonal Factors in Breast Cancer. Alcohol,

tobacco and breast cancer--collaborative reanalysis of individual data from 53

epidemiological studies, including 58,515 women with breast cancer and 95,067 women

without the disease. Br J Cancer. 2002 Nov 18. 87 (11):1234-45.

36

Anda mungkin juga menyukai