Teknologi DAF BBPT
Teknologi DAF BBPT
18
Akhir-akhir ini kerisauan masyarakat akibat pencemaran
lingkungan telah mencapai tingkat yang mencekam. Banyak ahli
berdiskusi tentang hal tersebut, namun permasalahan masih
terus berlangsung. Kerisauan masyarakat ini akan semakin
bertambah jika penanganan permasalahan tidak kunjung selesai
meskipun berbagai proyek penanggulangan telah menghabiskan
dana milyaran rupiah. Suatu proyek yang tidak kecil namun tak
ada hasil yang jelas. Hal-hal seperti ini akan menyulut ke
persoalan sosial yang rumit antara penghasil limbah, masyarakat
yang terkena dampak dan para pihak yang telah memberikan
proyek penanggulangan dengan memanfaatkan dana dari pihak
lain.
19
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi terjadinya
pencemaran akibat kegiatan industri antara lain dengan
pengembangan proses produksi bersih (nir limbah), minimisasi
limbah, penggantian bahan berbahaya dan dengan teknologi
pengolahan limbah (end of pipe). Teknologi pengolahan limbah
meskipun digunakan sebagai pilihan penyelesaian terakhir dan
dianggap kurang effisien, tetapi sampai saat ini teknologi ini
masih sangat diperlukan. Berbagai ketentuan dan peraturan
perundangan juga telah diterbitkan untuk mencegah, mengurangi
dan mengendalikan kerusakan lingkungan akibat berbagai
kegiatan, namun jika semua itu tanpa diikuti oleh kesadaran dari
semua pihak untuk mendukung program-program pelestarian
lingkungan, mustahil akan dapat berjalan.
20
• Dari kantin,
• Dari air untuk membersihkan lingkungan.
21
2.4. Strategi Pengelolaan Limbah Kegiatan Industri Kecil/
Rumah Tangga
22
Program produksi bersih merupakan upaya proaktif dalam
sistem produksi untuk tidak melakukan tindakan dan proses
apapun sebelum yakin benar bahwa produknya nanti akan lebih
ramah terhadap lingkungan. Pengalaman juga menunjukkan
bahwa dengan menerapkan produksi bersih pada industri biaya
produksi dapat dipotong secara nyata, disamping itu dapat
mengamankan kelestarian peran dan fungsi lingkungan.
23
effisiensi operasional industri tersebut, yang mana sebagian
upaya tersebut akan menghasilkan produk samping, tidak hanya
difokuskan pada pengubahan proses industri.
24
memadukan penghitungan neraca bahan ke dalam proses
desain.
• Subtitusi bahan baku yang menyebabkan dihasilkannya
bahan berbahaya,
• Redisain atau reformulasi produk akhir.
Penghilangan sumber
Pengurangan sumber
Recycle
Pengolahan
Penimbunan residu
25
Input = produk + bahan yang terrecovery + limbah yang
dikeluarkan + limbah yang dibuang.
Bahan
Usaha untuk
mendapatkan bahan
Limbah Reuse
Pembuangan
26
Alternatif minimisasi:
- Modifikasi proses
- Subtitusi bahan
- Recycle, reuse, recovery
Evaluasi ekonomi
Kriteria seleksi :
- Ekonomi
- Konservasi
- Regulasi
- Hubungan masyarakat
Prioritas alternatif
27
2.8. Teknologi Proses Pengolahan Air Limbah
28
Tabel 2.1. Jenis Proses Pengolahan Untuk Menghilangkan
Senyawa Pencemar Dalam Air Limbah
29
Salah satu contohnya adalah proses pengolahan air limbah
perkotaan untuk daur ulang menjadi air bersih terdiri dari
pengolahan primer, pengolahan sekunder dan pengolahan lanjut.
Di dalam penggunaan daur ulang air limbah untuk digunakan
sebagai suplai air bersih ada beberpa kategori kontaminan yang
harus diperhatikan secara khusus yakni antara lain kontaminan
organik termasuk pestisida, bakteria patogen dan virus serta
kontaminan logam berat misalnya merkuri, timbal, chrom valensi
6, cadminm dan lain-lain.
30
Oleh karena itu proses pengolahannya harus dilakukan hati-
hati dengan kontrol kualitas yang dapat dipertanggung-jawabkan.
Salah satu konsep pengolahan air limbah perkotaan untuk
dijadikan air bersih yakni menggunakan kombinasi proses
pengolahan primer, pengolahan sekunder dengan proses biologis
dilanjutkan proses pengolahan lanjut secara fisika-kimia misalnya
meliputi proses klarifikasi, penghilangan nutrien, recarbonasi,
filtrasi, adsorpsi dengan karbon aktif, proses ion exchange , serta
demeineralisasi dengan proses reverse osmosis serta ozonisasi
dan khlorinasi. Dengan kombinasi proses tersebut dapat
mengolah air limbah sampai menghasilkan air olahan dengan
kualitas sebagai air minum. Diagram pengolahannya dapat dilihat
seperti pada gambar di atas.
31
Bar screen terdiri dari batang baja yang di las pada kedua
ujungnya terhadap dua batang baja horizontal. Penggolongan bar
screen yakni kasar, halus dan sedang tergantung dari jarak antar
batang (bar). Saringan halus jarak antar batang 1,5 – 13 mm,
saringan sedang jarak antar batang 13 – 25 mm, dan saringan
kasar (coarse scrre) jarak antar batang 32 – 100 mm. Saringan
halus (fine screen) terdidi dari fixed screen dan movable screen.
Fixed atau static screen dipasang permanen dengan posisi
vertikal, miring atau horizontal. Movable screen dibersihkan harus
secara berkala. Kedua tipe saringan halus tersebut juga dapat
menghilangkan padatan tersuspensi, lemak dan kadang dapat
meningkatkan oksigen terlarut (DO level) air limbah.
32
2.8.1.1.3. Screen Chamber
33
2.8.1.2. Unit Pemisah Pasir (Grit Removal)
34
Bak Pemisah Pasir Dengan Kontrol Kecepatan
35
aliran dekat dasar bak sedemikian rupa sehingga cukup untuk
mengendapakan pasir (grit). Partikel organik yang lebih ringan
akan terbawa aliran spiral dan akan keluar dari bak. Bak pemisah
pasir dengan areasi biasanya digunakan untuk memisahkan
partikel pasir (grit) dengan berat jenis 2,5 dan diameter lebih
besar atau sama dengan 65mesh (0,21 mm), dan umumnya
digunakan untuk plant dengan skala medium atau besar.
36
Suplai Udara 4,6 – 12,4 Udara yang lebih banyak diberikan
liter/det per untuk bak pemisah pasir yang lebih
meter panjang lebar dan lebih dalam. Untuk
bak. kecepatan udara 4,6–8 lt/det.m dan
(3 – 8 cfm/ft) untuk ukuran bak 3,5 –5 m lebar,
kedalaman 4,5 m akan memberikan
kecepatan permukaan sekitar 0,5–
0,7 m/detik. Kecepatan di dasar
bak kurang lebih 75 % dari
kecepatan permukaan. Kecepatan
0,23 m/det dibutuh-kan untuk dapat
bergeraknya partikel 0,2 mm
bergerak sepanjang dasar tangki.
Struktur Inlet dan - Struktuir inlet dan outlet harus
Outlet cukup untuk mencegah terjadi-nya
aliran singkat/turbulensi. Struktur
inlet dalam bak harus dibuat
sedemikian rupa agar aliran influen
masuk ke dalam putaran aliran.
Bagian inlet dan outlet dirancang
sedemikian rupa agar kecepatan
aliran pada bagian tersebut lebih
besar atau sama dengan 0,3 m/det
untuk berbagai kondisi untuk
mencegah terjadinya pengendapan
grit pada bagian tersebut.
Baffles - Baflle atau sekat membujur dan
sekat melintang digunakan untuk
menambah efisiensi pemisahan
grit. Jika panjang bak jauh lebih
besar dari lebar bak dipakai baflle
melintang.
Geometri bak - Yang harus diperhatikan untuk
geometri bak adalah letak difuser
udara, slope dasar bak, hoper dan
peralatan pengambilan endapan
yang terkumpul. Difuser udara
umumnya diletakkan kira-kira 0,6
meter di atas dasar bak yang
miring.
37
Contoh bak pemisah pasir dapat dilihat pada di bawah ini.
38
2.8.1.3. Proses Nertalisasi atau Pengontrolan pH
39
Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dengan
penambahan senyawa kimia yang disebut zat koagulan. Flokulasi
adalah proses penggumpalan (agglomeration) dari koloid yang
tidak stabil menjadi gumpalan partikel halus (mikro-flok), dan
selanjutnya menjadi gumpalan patikel yang lebih besar dan dapat
diendapkan dengan cepat. Senyawa kimia lain yang diberikan
agar pembentukan flok menjadi lebih cepat atau lebih stabil
dinamakan flokulan atau zat pembantu flokulasi (flocculant aid).
40
2.8.1.4.2. Aluminium Sulfat (Alum), Al2(SO4)3 .18 H2O
41
2.8.1.4.4. Sodium Aluminat, NaAlO2
42
Proses ini biasanya lebih murah dibandingkan dengan alum,
tetapi penggunaan dua macam bahan prosesnya lebih sulit dan
pengolahan air dengan menggunakan ferro sulfat dan kapur
dapat memperbesar kesadahan air.
43
koagulasinya lebih besar dari pada alum dan dapat menghasilkan
flok yang stabil walaupun pada suhu yang rendah serta
pengerjaannyapun mudah.
44
2.8.1.5. Zat Alkali (Alkaline Agent)
W = [( A2 + K x R ) - A1] x F
Keterangan:
45
2.8.1.6. Zat Koagulan Pembantu
46
(mixing basin). Tahap selanjutnya adalah proses pertumbuhan
flok agar menjadi besar dan stabil yaitu dengan cara pengadukan
lambat pada bak flokulator. Proses tersebut dinamakan flokulasi.
Dengan demikian untuk proses koagulasi diperlukan dua buah
bak yakni untuk bak pencampur cepat dan bak flokulator.
47
Gambar 2.7. Metoda Alat Pencampur (Mixing) (A) Menggunakan
Mixer Propeler, (B) Menggunakan Mixer Propeler Pada Proses
Dengan Aliran Kontinu, (C) Menggunakan Mixer Turbin, (D)
Menggunakan Hydraulic Jump, (E) Menggunakan In-Line Mixer
48
2.8.1.7.2. Flokulator
49
Dalam hal ini gradien kecepatan dapat dihitung dengan rumus :
P
G =
Vµ
50
2.8.1.8. Sedimentasi atau Pengendapan
Q
Vo = Vo = laju limpahan/beban permukaan (m3/m2 hari)
3
A Q = aliran rata-rata harian, m per hari
2
A = total luas permukaan (m )
51
Aliran puncak 80 - 120 100
3
Weir Loading (m /m.hari) 125 - 500 250
Dimensi :
Bentuk Persegi Panjang
Panjang (m) 15 - 90 25 - 40
Lebar (m) 3 - 24 6 - 10
Kedalaman (m) 3-5 3,6
Kecepatan pengeruk lumpur 0,6 – 1,2 1,0
(m/menit)
Dimensi :
Bentuk bulat (circular)
Kedalaman (m) 3-5 4,5
Diameter (m) 3,6 - 60 12 - 45
Slope dasar (mm/m) 60 - 160 80
Kecepatan sludge scrapper 0,02 – 0,05 0,03
(r/menit)
52
2.8.1.9. Flotasi (Pengapungan)
53
2.8.1.9.3. Aided Flotation (Flotasi Dibantu)
Keterangan:
1. Inlet; 6. Pembuang lumpur;
2. Inlet air yang bertekanan; 7. Pembersih dasar bak;
3. Lokasi pencampuran; 8. Pembersih permukaan;
4. Oulet; 9. Air disirkulasi untuk diberi tekanan.
5. Pelimpah;
54
2.8.1.10. Filtrasi (Penyaringan)
55
2.8.1.11. Adsorpsi
56
melewatkan molekul atau ion terlarut melalui membran disebut
proses dialysis. Sebagai tenaga penggeraknya dapat berupa fisik
(tekanan), kimia (konsentrasi), panas (temperatur) atau listrik.
Penerapan proses membran adalah desalinasi air untuk
penggunaan air domestik dan air industri, pengolahan limbah
industri dan pengambilan kembali (recovery) materi berharga dari
aliran air buangan.
Reverse Osmosis
57
mengandung bahan yang berbahaya, maka kolam pengering
lumpur dapat hanya berupa galian tanah biasa, sehingga
sebagian air akan meresap ke dalam tanah dibawahnya. Contoh
pengeringan lumpur antara lain pengeringan lumpur dengan cara
tekanan (pengepresan) dan proses pengeringan lumpur dengan
gaya centrifugal (centrifuge )
58
2.8.2. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi
59
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di
dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-
organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak
aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan (over flow)
dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam
bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa
khlor untuk membunuh micro-organisme patogen.
60
Contoh Pengolahan air limbah dengan lumpur aktif:
• Modifikasi proses lumpur aktif konvensional (Standar)
• Modifikasi proses lumpur aktif konvensional
• Sistem aerasi berlanjut (Extended Aeration System)
• Proses dengan sistem oksidasi parit (Oxidation Ditch)
• Sistem aerasi bertingkat (Step Aeration)
• Sistem stabilisasi kontak (Contact Stabilization)
• Sistem aerasi dengan pencampuran sempurna (Completely
Mixed System)
• Sistem lumpur aktif kecepatan tinggi (High-RateActivated
Sludge)
• Sistem aerasi dengan oksigen murni (Pure Oxygen Aeration)
61
Sedangkan proses kombinasi anaerob-aerob adalah
merupakan gabungan proses anaerobik dan proses aerobik.
Proses ini biasanya digunakan untuk menghilangan kandungan
nitrogen di dalam air limbah. Pada kondisi aerobik terjadi proses
+
nitrifikasi yakni nitrogen ammonium diubah menjadi nitrat (NH4
NO3 ) dan pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi
yakni nitrat yang terbentuk diubah menjadi gas nitrogen (NO3
N2 ).
62
Gambar 2.15. Diagram Alir Sistem Pengelolaan Limbah Industri
63
Gambar 2.16. Tahapan Awal Perencanaan & Pembangunan IPAL
64
Gambar 2.17. Tahapan Lanjutan Perencanaan dan
Pembangunan IPAL
65
• Bagaimana sistem pembiayaannya (investasi, operasional &
perawatannya).
• Siapa penanggung jawab IPAL.
• Bagaimana kesepakatan antar perusahaan dan antara
perusahaan dengan pengelola.
• Apakah diperlukan unit pre-treatment pada tiap perusahaan.
• Berapa karakteristik standar limbah yang boleh masuk ke
IPAL terpadu.
• Bagaimana perbandingan besaran usaha yang ada.
66
Gambar 2.18. menunjukkan sistem pengelolaan limbah di
sentra industri kecil. Limbah dari industri sebelum masuk ke IPAL
terpadu harus dilakukan kontrol kualitas terlebih dahulu. Hal ini
untuk menjaga agar karakteristik limbah yang masuk tidak
mempunyai fluktuasi yang terlalu besar agar tidak mengganggu
proses pengolahan. Dengan adanya sistem kontrol limbah ini
maka bagi industri yang menghasilkan limbah dengan
karakteristik di atas standar yang diberlakukan harus melakukan
pre-treatment terhadap limbahnya terlebih dahulu sampai
diperoleh standar kualitas limbah yang boleh masuk ke IPAL
terpadu.
67
DAFTAR PUSTAKA
68
15. Hammer, Mark J., Water and Wastewater Technology, John
Wiley & Sons, Inc., 1975
16. Hikami, Sumiko., “Shinseki rosohou ni yoru mizu shouri
gijutsu (Water Treatment with Submerged Filter)”, Kougyou
Yousui No.411, 12,1992.
17. Lay. B.W. dan Hastowo .S. 1994. Analisis Mikroba di
Laboratorium, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
18. Menteri Negara KLH 1991. Keputusan Menteri Negara
Kependudukan Dan Lingkungan Hidup. Nomor : Kep-
03/MENKLH/11/1991, tentang Pedoman Penetapan Baku
Mutu Lingkungan, Jakarta.
19. Metcalf And Eddy, " Waste Water Engineering”, Mc Graw Hill
1978.
20. Pelczar M.J. Jr. dan Chan. E.C.S. 1986. "Dasar-Dasar
Mikrobiologi", UI-Press, Jakarta.
21. Qasim, Syed R., Wastewater Treatment Plans, CBS College
Publishing, 1985.
22. Said, N.I., “Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga
Skala Individual Tangki Septik Filter Up Flow”, Majalah
Analisis Sistem Nomor 3, Tahun II, 1995.
23. Sawyer. C.N. dan McCarty. P.L. 1989. "Chemistry For
Environmental Engineering", International edition, McGraw-
Hill Book, Singapore.
24. Sterrit. R.M. dan Lester.J.N. 1988. "Microbiology for
Environmental and Public Health Engineers", E.&F.N Spon
Ltd, London.
25. Sueishi T., Sumitomo H., Yamada K., dan Wada Y., “ Eisei
Kougaku “ (Sanitary Engineering), Kajima Shuppan Kai,
Tokyo, 1987.
26. Sugirharto, 1987. "Dasar-dasar Pengelo-laan Air Limbah". UI
Press, Jakarta.
27. Tschobanoglous, George & Schroeder, D.Edward, Water
Quality, Addison-Wesley Publishing Company, United States
of America, 1987.
28. Viessman W, Jr., Hamer M.J., “ Water Supply And Polution
Control “, Harper & Row, New York,1985.
29. Water Treatment Handbook, Lavoisier Publishing, Sixth
edition, 1991.
69