php/jmagr
Terakreditasi SK Menristek Dikti 12/M/Kp/II/2015 Nomor DOI: 10.17358/JMA.14.2.103
Amzul Rifin*)1
*)
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Jl. Kamper Wing 2 Level 5, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680
ABSTRACT
ABSTRAK
Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu andalan produk pertanian Indonesia baik
sebagai bahan baku minyak goreng maupun komoditas ekspor. Untuk mencapai keuntungan
maksimum, maka perusahaan penghasil CPO perlu berproduksi secara efisien. Penelitian
ini menggunakan data-data perusahaan sawit yang berasal dari Survei Perusahaan
Industri Manufaktur 2013 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Pada survei ini
terdapat 547 pabrik yang merupakan penghasil CPO. Pengukuran efisiensi menggunakan
analisis Data Envelopment Analysis (DEA) dengan satu output, yaitu nilai produksi serta
dua input, yaitu jumlah pekerja dan nilai bahan baku. Hasil yang diperoleh menunjukkan
dari 547 perusahaan terdapat 17 perusahaan yang efisien yang ditunjukkan oleh nilai
efisiensi sebesar satu. Dari nilai efisiensi tersebut dapat dilihat bahwa perusahaan
swasta nasional memiliki rata-rata efisiensi tertinggi diikuti oleh perusahaan asing dan
pemerintah. Sedangakan dilihat dari lokasi, perusahaan yang berlokasi di Kalimantan
memiliki nilai efisiensi yang tertinggi dibandingkan dengan yang berlokasi di Sumatera
dan daerah lain. Apabila dilihat dari orientasi pasar, perusahaan yang mayoritas CPO-
nya dijual di dalam negeri memiliki rata-rata efisiensi yang lebih besar dibandingkan
yang mayoritas diekspor.
1
Alamat Korespondensi:
Email: amzul_rifin@yahoo.com
METODE PENELITIAN
Sedangkan untuk orientasi pasar, pabrik CPO yang Apabila dilihat dari sisi kepemilikian PKS, nilai
berorientasi ekspor memiliki skala yang lebih besar efisiensi tertinggi terdapat pada pabrik yang dimiliki
dibandingkan dengan yang berorientasi pasar domestik. oleh swasta nasional, yaitu sebesar 0,260 (Tabel 3). Hal
Hal ini dapat disebabkan bahwa pabrik CPO yang ini dapat disebabkan pabrik PKS milik swasta nasional
berorientasi pasar domestik lebih terintegrasi dengan relatif lebih baru terutama dibandingkan dengan milik
hilirnya atau dengan kata lain, pada pabrik ini CPO pemerintah. Pabrik milik swasta nasional juga banyak
yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan baku yang terintegrasi dengan industri turunan CPO seperti
untuk industri hilir sehingga kapasitas pabrik CPO minyak goreng sehingga lebih efisien.
tergantung dari kapasitas pabrik produk hilirnya.
Tabel 2. Sebaran nilai efisiensi Tabel 3. Nilai efisiensi berdasarkan kepemilikan, lokasi
Nilai efisiensi Jumlah pabrik Persentase (%) dan orientasi pemasaran
1 17 3,11 Rata-rata efisiensi
0,81–0,99 6 1,11 Kepemilikan
0,61–0,80 12 2,19 • Pemerintah 0,218
• Swasta Nasional 0,260
0,41–0,60 15 2,74
• Swasta Asing 0,246
0,21–0,40 243 44,42
Lokasi
0,00–0,20 254 46,44 • Sumatra 0,246
Total 547 100,00 • Kalimantan 0,283
• Lainnya 0,262
Dengan dilakukan uji-t dapat diuji apakah nilai efisiensi Orientasi Pasar
• Ekspor 0,228
berbeda secara statistik. Pada aspek kepemilikan
• Domestik 0,266
pabrik, dengan dilakukan uji-t menunjukkan bahwa
perbedaan hanya terjadi pada rata-rata efisiensi pabrik
Implikasi Manajerial
pemerintah dengan swasta nasional pada taraf nyata
10%, sedangkan yang lain tidak signifikan. Hal ini
Dari hasil nilai efisiensi terbukti bahwa industri CPO
menunjukkan bahwa secara statistik dapat dibuktikan
belum efisien. Untuk meningkatkan efisiensi maka
bahwa nilai efisiensi pabrik swasta nasional lebih tinggi
perlu dilakukan berbagai pembenahan. Dari model
dibandingkan dengan pabrik milik pemerintah. Di pihak
DEA yang digunakan adalah dengan pendekatan input
lain, antara pabrik milik pemerintah dengan asing serta
orinted yang menunjukkan bahwa pabrik CPO yang
swasta nasional dengan asing secara statistik tidak ada
belum efisien dapat menurunkan penggunaan input
perbedaan rata-rata efisiensi.
(jumlah pekerja dan nilai bahan baku) dengan output
dihasilkan tetap. Penurunan input ini dapat dilakukan
Pada lokasi PKS, pabrik yang berlokasi di Kalimantan
dengan efisiensi penggunaan tenaga kerja dan juga
memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan yang
pembenahan dari teknologi pabrik CPO sehingga dapat
berlokasi di Sumatra atau tempat lainnya (Tabel 3).
menurunkan penggunaan nilai bahan baku.
Pengembangan PKS di Kalimantan relatif baru sehingga
mesin dan teknologi yang digunakan relatif lebih baru
Peran pemerintah juga perlu ditingkatkan terutama bagi
terutama dibandingkan dengan yang di Sumatra.
perusahaan milik pemerintah (PTPN) yang memiliki
tingkat efisiensi paling rendah dibandingkan perusahaan
Dengan dilakukan uji-t dapat disimpulkan bahwa rata-
swasta nasional dan asing. Dilihat dari nilai produksi
rata efisiensi pabrik yang berlokasi di Kalimantan lebih
per satuan pekerja, pabrik milik pemerintah memiliki
besar dibandingkan di Sumatra pada taraf nyata 10%.
nilai terendah, yaitu Rp1.302.254 yang berarti satu
Dua pasangan lainnya, tidak ada perbedaan dalam rata-
pekerja menghasilkan produksi senilai Rp1.302.254,
rata nilai efisiensi.
sedangkan pabrik swasta nasional sebesar Rp1.842.804
dan asing sebesar Rp1.418.500.
Pada orientasi pasar, PKS yang menjual CPO-nya
dalam negeri lebih efisien dibandingkan pabrik yang
Pemerintah sebagai pemegang saham pabrik sawit
menjual CPO-nya ke luar negeri. PKS yang menjual
memiliki peran yang penting untuk meningkatkan
CPO-nya seluruhnya dalam negeri umumnya adalah
efisiensi pabrik-pabrik tersebut terutama apabila ingin
industri yang sudah terintegrasi dengan industri hilirnya
bersaing dengan pabrik milik swasta nasional dan asing.
sehingga lebih efisien (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan
Hal ini sejalan dengan penelitian Dradjat dan Bustomi
penelitian Nayantakaningtyas dan Daryanto (2012)
(2009) yang menunjukkan dalam pengembangan
yang menyatakan bahwa salah satu strategi untuk
industri kelapa sawit peran pemerintah sebagai
meningkatkan dayasaing adalah dengan melakukan
fasilitator dan regulator terutama dalam kaitannya
kebijakan hilirisasi dengan salah satu caranya dengan
dengan ekspor sangat penting.
melakukan integrasi dari hulu ke hilir. Sedangkan
secara statistik dapat dibuktikan pada taraf nyata 5%
bahwa rata-rata nilai efisiensi pabrik yang berorientasi
domestik lebih besar dibandingkan dengan yang
berorientasi ekspor.
Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 14 No. 2, Juli 2017 107
P-ISSN: 1693-5853 E-ISSN: 2407-2524 Tersedia online http://journal.ipb.ac.id/index.php/jmagr
Terakreditasi SK Menristek Dikti 12/M/Kp/II/2015 Nomor DOI: 10.17358/JMA.14.2.103