Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri
gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan
metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi. Disamping itu pula dalam kegiatan
penapisan status gizi masyarakat selalu menggunakan metode tersebut.
Antropometri merupakan salah satu metode yang dapat dipakai secara universal, tidak mahal,
dan metode yang non invasif untuk mengukur ukuran, bagian, dan komposisi dari tubuh manusia. Oleh
karena itu, disebabkan pertumbuhan anak-anak dan dimensi tubuh pada segala usia dapat
mencerminkan kesehatan dan kesejahteraan dari individu dan populasi, antropometri dapat juga
digunakan untuk memprediksi performa, kesehatan, dan daya tahan hidup. Antropometri penting untuk
kesehatan masyarakat dan juga secara klinis yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan
sosial dari individu dan populasi. Selain itu, aplikasi antropometri mencakup berbagai bidang karena
dapat dipakai untuk menilai status pertumbuhan, status gizi dan obesitas, identifikasi individu, olahraga,
militer, teknik dan lanjut usia.
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya
ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri gizi adalah pengukuran yang
berhubungan dengan berbagai macam dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi.
Umumnya, antropometri digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan
antara asupan protein dan energi. Antropometri dapat dibagi menjadi dua, yaitu Antropometri
Statis/structural (Pengukuran manusia pada posisi diam, dan linier pada permukaan tubuh) dan
Antropometri Dinamis/fungsional (pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan
bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut
melaksanakan kegiatannya).
Pada dasarnya jenis pertumbuhan dapat dibagi dua yaitu; pertumbuhan yang bersifat linier dan
pertumbuhan massa jaringan. Dari sudut pandang antropometri, kedua jenis pertumbuhan ini mempunyai
arti yang berbeda. Pertumbuhan linier menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat lampau
dan pertumbuhan massa jaringan menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat sekarang
atau saat pengukuran.
a. Linier
Bentuk dari ukuran linier adalah ukuran yang berhubungan dengan panjang. Contoh ukuran linier
adalah panjang badan, lingkar dada, lingkar kepala. Ukuran linier yang rendah biasanya menunjukkan
keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang dideritawaktu lampau. Ukuran linier
yang paling sering digunakan adalah tinggi atau panjang badan.
b. Massa Jaringan
Bentuk dan ukuran massa jaringan adalah massa tubuh. Contoh ukuran massa jaringan adalah
berat badan, lingkar lengan atas (LLA), dan tebal lemak bawah kulit.
Apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi
dan protein yang diderita pada waktu pengukuran dilakukan.
Ukuran massa jaringan yang paling sering digunakan adalah berat badan.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
a. Tujuan umum
1. Dapat melakukan pengukuran antropometri dengan tepat pada anak.
2. Dapat menilai status gizi anak berdasarkan standar yang digunakan.
b. Tujuan khusus
1. Dapat melakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) pada anak.
2. Dapat menilai status gizi pada anak.

D. Manfaat
a. Agar mahasiswa dapat melakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) pada anak.
b. Agar mahasiswa dapat menentukan status gizi anak.
c. Agar mahasiswa bisa menentukan status pertumbuhan anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Antropometri
Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinya
ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali.
Pengertian dari sudut pandang gizi, telah banyak diungkapkan oleh para ahli Jelliffe (1966)
mengungkapkan bahwa ; “Nutritional antropometry is measurement of the variations of the physical
dimensions and the gross composition of the human body at different age levels and degree of nutrition”.
Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan pengertian bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal
lemak di bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai
ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. (Nyoman,
2002)
Dewasa ini, di masyarakat sangat lazim digunakan metode antropometri untuk menentukan
status gizi, baik pada dewasa maupun anak – anak. Selain untuk tujuan tesebut, antropometri digunakan
untuk kegiatan penapisan status gizi masyarakat. Sedangkan dari sudut pandang gizi, antropometri
berarti pengukuran dari ukuran dan komposisi tubuh pada berbagai level usia dan variasi keadaan gizi.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa fokus utama pengukuran antropometri meliputi pengukuran
dimensi tubuh seperti berat badan, tinggi badan atau panjang badan, lingkar lengan atas dan komposisi
tubuh meliputi lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (fat-free mass) dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi.
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain:
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Keunggulan antropometri gizi sebagai berikut :
a. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.
b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam
waktu singkat dapat melakukan pengukuran antropometri. Kader gizi (Posyandu) tidak perlu seorang ahli,
tetapi dengan pelatihan singkat ia dapat melaksanakan kegiatannya secara rutin.
c. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat. Memang ada
alat antropometri yang mahal dan harus diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat itu hanya
tertentu saja seperti "Skin Fold Caliper" untuk mengukur tebal lemak di bawah kulit.
d. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
e. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
f. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk, karena sudah ada ambang
batas yang jelas.
g. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
h. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.
Di samping keunggulan metode penentuan status gizi secara antropometri, terdapat pula beberapa
kelemahan :
a. Tidak sensitifnya metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Di samping itu tidak
dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe.
b. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi
dan sensitivitas pengukuran antropometri.
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas
pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan ini terjadi karena:
1. pengukuran.
2. perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan.
3. analisis dan asumsi yang keliru.
e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
1. latihan petugas yang tidak cukup.
2. kesalahan alat atau alat tidak ditera.
3. kesulitan pengukuran. (Nyoman, 2002)
Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: Umur, berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan
menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang
akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh
(Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month).
Contoh: Tahun usia penuh (Completed Year)
Umur : 7 tahun 2 bulan, dihitung 7 tahun 6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun
Contoh: Bulan Usia penuh (Completed Month)
Umur : 4 bulan 5 hari, dihitung 4 bulan 3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan
b. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada
bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan
BBLR apabila berat bayi lahir di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi-balita, berat
badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat
kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badan dapat
dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah
dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan
protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh.
Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan di lapangan
sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
1. Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.
2. Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3. Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.
4. Skalanya mudah dibaca.
5. Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan
dalam penimbangan anak balita adalah dacin.
Penggunaan dacin mempunyai beberapa keuntungan antara lain:
1. Dacin sudah dikenal umutn sampai di pelosok pedesaan.
2. Dibuat di Indonesia, bukan impor, dan mudah didapat.
3. Ketelitian dan ketepatan cukup baik.
Dacin yang digunakan sebaiknya minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. Bila digunakan dacin
berkapasitas 50 kg dapat juga, tetapi hasilnya agak kasar, karena angka ketelitiannya 0,25 kg.
c. Tinggi Badan
Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan panjang tulang. Namun,
tinggi saja belum dapat dijadikan indikator untuk menilai status gizi, kecuali jika digabungkan dengan
indikator lain seperti usia dan berat badan. Penggunaan tinggi, atau panjang, bukan tanpa kelemahan.
Pertama, baku acuan yang tersedia umumnya terambil dari penilaian tinggi badan subjek yang berasal
dari masyarakat berstatus gizi baik di negara maju. Kedua, defisit pertumbuhan linier baru akan terjelma
manakala defisiensi telah berlangsung lama yang berarti tidak akan termanifestasi semasa bayi. Jika bayi
terukur lebih pendek ketimbang baku acuan, tidak berarti bayi tersebut tengah malnutrisi pascanatal,
melainkan dampak dari ukuran lahir rendah. Ketiga, secara genetik setiap orang terlahir menurut ukuran
yang tidak serupa: orang yang jika dibandingkan dengan populasi "acuan" berukuran lebih pendek tidak
langsung berarti malnutrisi.
Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan,
punggung dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan.
d. Lingkar Lengan Atas (LLA)
Lingkar lengan atas (LLA) dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan
status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga
yang lebih murah.
Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi protein (KEP)
wanita usia subur (WUS). Pengukuran LLA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi
dalam jangka pendek. Pengukuran LLA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan dapat
dilakukan siapa saja.
Beberapa tujuan pemeriksaan LLA adalah mencakup masalah WUS baik ibu hamil maupun calon
ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah:
1. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis wanita yang mempunyai
risiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
2. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan
penanggulangan KEK.
3. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu
dan anak.
d. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK.
4. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.
Lingkar lengan atas diperiksa pada bagian pertengahan jarak antara olekranon dan tonjolan
akromion. Ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LLA
kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita LLA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan
diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko kematian, gizi
kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak.
e. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang
biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala.
Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar (Hidrosefalus) dan kepala kecil (Mikrosefalus).
Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak
meningkat secara cepat selama tahun pertama, akan tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan
keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak
dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.
f. Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan
lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan
pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada adalah
kurang dari satu, hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan, atau kelemahan
otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP pada
anak balita.
g. Jaringan Lunak
Otak, hati, jantung, dan organ dalam lainnya merupakan bagian yang cukup besar dari berat
badan, tetapi relatif tidak berubah beratnya pada anak malnutrisi. Otot dan lemak merupakan jaringan
lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP. Antropometri jaringan dapat dilakukan pada kedua
jaringan tersebut dalam pengukuran status gizi di masyarakat.
1. Lemak subkutan (Sub-Cutaneous Fat)
Penelitian komposisi tubuh, termasuk informasi mengenai jumlah dan distribusi lemak subkutan,
dapat dilakukan dengan bermacam metode:
a) Analisis Kimia dan Fisik (melalui analisis seluruh tubuh pada autopsi).
b) Ultrasonik.
c) Densitometri (melalui penempatan air pada densitometer)
d) Radiological anthropometry (dengan mengunakan jaringan yang lunak).
e) Physical anthropometry (menggunakan skin-fold calipers).
Dari metode tersebut diatas, hanya antropometri fisik yang paling sering atau praktis digunakan
di lapangan. Bermacam-macam skin-fold calipers telah ditemukan, tetapi pengalaman menunjukkan
bahwa alat tersebut mempunyai standard atau jangkauan jepitan (20-40 mm2), dengan ketelitian 0,1 mm,
tekanan yang konstan 10 gram/mm2). Jenis alat yang sering digunakan adalah Harpenden Calipers. Alat
itu memungkinkan jarum diputar ke titik nol apabila terlihat penyimpangan.
Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa
parameter disebut indeks antropometri.
a. Berat badan menurut umur (BB/U)
Indeks BB/U merefleksikan berat badan relatif dibandingkan dengan umur anak. Indeks ini
menggambarkan status gizi masa kini, baik digunakan apabila data umur tidak diketahui. Karena indeks
ini menggambarkan proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan maka indeks ini merupakan
indikator kekurusan (wasting). Dengan sifat labil, indeks BB/U menggambarkan status gizi pada masa
kini. Indeks ini dapat mendeteksi apakah seorang anak beratnya kurang atau sangat kurang, tetapi tidak
dapat digunakan untuk mengklasifikasikan apakah seorang anak mengalami kelebihan berat badan atau
sangat gemuk.
Penting untuk diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah dapat disebabkan oleh pendek
(stunting) atau kurus(thinness) atau keduanya.
Kelebihan indeks BB/U antara lain :
1. Mudah dan cepat dimengerti masyarakat umum.
2. Sensitif melihat perubahan status gizi jangka pendek.
3. Dapat mendeteksi kelebihan berat badan (overweight).
4. Pengukuran objektif, pengulangan memberikan hasil relatif sama.
5. Alat mudah dibawa dan relatif murah.
6. Pengukuran mudah dilakukan dan teliti.
7. Pengukuran tidak makan waktu banyak.
Kekurangan indeks BB/U :
1. Kekeliruan interpretasi bila ada oedema.
2. Perlu data umur yang akurat.
3. Sering kesalahan pengukuran akibat pengaruh pakaian dan gerakan anak.
4. Secara operasional sering terjadi hambatan karena masalah sosial budaya setempat.

b. Berat badan menurut panjang atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB)
Berat badan mempunyai hubungan linear dengan tinggi badan. Pada keadaan normal, maka
perkembangan berat badan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks
ini menggambarkan status gizi masa kini, baik digunakan apabila data umur tidak diketahui. Karena
indeks ini menggambarkan proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka indeks ini
merupakan indikator kekurusan (wasting).
Kelebihan indeks BB/TB antara lain :
1. Hampir bebas terhadap pengaruh umur dan ras.
2. Dapat membedakan anak : kurus, gemuk, marasmus atau bentuk KEP lainnya.
Kelemahan indeks BB/TB :
1. Tidak dapat memberi gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan TB,
karena faktor umur tidak diperhatikan.
2. Dalam praktek sering dialami kesulitan ketika mengukur panjang badan anak baduta atau TB anak balita.
3. Sering terjadi kesalahan membaca angka hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh tenaga non-
profesional.

c. Panjang atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U)


Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal maka tinggi
badan akan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti
berat badan, dimana tinggibadan relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi dalam jangka pendek.
Indeks ini menggambarkan keadaan stunting.
Kelebihan indeks TB/U :
1. Indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi masa lampau.
2. Alat mudah dibawa ke lapangan dan dapat dibuat secara lokal.
3. Jarang orangtua keberatan diukur anaknya.
4. Pengukuran objektif.
Kelemahan indeks TB/U :
1. Dalam menilai intervensi harus disertai indeks lain (spt BB/U), karena perubahan TB tidak banyak terjadi
dalam waktu singkat.
2. Membutuhkan beberapa teknik pengukuran seperti : alat ukur PB untuk anak < 2 tahun, dan alat ukur TB
untuk anak >2 tahun.
3. Hasil ukur yang teliti sulit diperoleh oleh tenaga kurang terlatih, seperti kader atau petugas yang belum
berpengalaman.
4. Memerlukan tenaga 2 orang untuk mengukur panjang badan.
5. Umur tepat kadang sulit didapatkan.

d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)


Kelebihan Indeks LLA/U :
1. Indikator yang baik untuk menilai KEP berat.
2. Alat ukur murah, sangat ringan, dan dapat dibuat sendiri.
3. Alat dapat diberi kode warna untuk menentukan tingkat keadaan gizi, sehingga dapat digunakan oleh
yang tidak dapat membaca dan menulis.
Kekurangan Indeks LLA/U :
1. Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat.
2. Sulit menentukan ambang batas.
3. Sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak terutama anak usia 2 sampai 5 tahun yan
perubahannya tidak nampak nyata.

e. Indeks Massa Tubuh


Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun) merupakan masalah
penting, karena selain mempunyai resiko penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja.
Oleh karena itu pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu
cara adalah dengan mempertahankan berat badan ideal/normal. Kategori batas ambang IMT untuk
Indonesia menurut WH)/WPR/IASO/ITF (2000) :
Kategori IMT
1. Kurus Sangat kurus < 16,49
2. Kurus 16,5 – 18,49
3. Normal 18,5 – 22,9
4. Overweight 23,0 – 24,0
5. Obesitas
i. Obesitas tingkat ringan (batas I) 23,0 – 29,9
ii. Obesitas tingkat sedang (batas II) > 30
iii. Obesitas tingkat berat (batas (III) > 40

f. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur (TLBK/U)


Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan
pada beberapa bagian misalnya pada bagian lengan atas (triceps dan biceps), lengan bawah (foream),
tulang belikat (subscapular), ditengah garis ketiak (midaxilarry).
Lemak tubuh dapat diukur secara absolute dinyatakan dalam kilogram maupun secara relative
dinyatakan dalam persen terhadap berat tubuh total.
Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi tergantung dari jenis kelamin dan umur. Umumnya lemak
bawah kulit pria = 3,1 kg dan wanita = 5,1 kg.
Intrepretasi Hasil Pengukuran
Status gizi adalah gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari keseimbangan energi
yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh. Status gizi seseorang dapat dinilai dengan mengukur
dimensi tubuh (antropometri), yaitu berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, serta tebal lemak di
bawah kulit. Akan tetapi ukuran tubuh saja tidak akan memberikan arti jika tidak dikaitkan dengan umur
dan jenis kelamin. Kombinasi antar ukuran tubuh, atau antara ukuran tubuh dengan umur disebut
”indices” atau indikator . Secara umum indikator dikelompokkan menjadi dua, yaitu indikator pertumbuhan
(growth indicators) dan indikator komposisi tubuh (body composition). Indikator pertumbuhan termasuk
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB), dan lingkar kepala. Indikator komposisi tubuh antara lain ukuran lengkar lengan atas, dan tebal
lemak bawah kulit.
Untuk menilai status gizi anak balita, WHO merekomendasikan penggunaan baku rujukan dari
National Center for Health and Statistic (NCHS). Ambang batas (cut off point) yang digunakan skor
simpang baku atau z skor untuk menentukan status gizi baik adalah ± 2 SD (WHO, 1983). Dengan
ambang batas tersebut dapat ditetapkan underweight (BB/U <-2 SD), stunted (TB/U<-2 SD), dan wasted
(BB/TB < -2 SD). Status gizi orang dewasa dapat dinilai menggunakan indeks masa tubuh (body mass
index) lebih sering disingkat BMI, yaitu suatu rasio antara berat badan (kg) dengan kwadrat tinggi badan
(dalam meter). (Pelangi Gizi, 2008)

B. Status Gizi
a. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan
oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang
dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.
Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta
biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000:1).
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
1. Faktor External
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
a) Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang hubungannya
dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut (Santoso, 1999).
b) Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua
atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik (Suliha, 2001).
c) Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan
keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 1991).
d) Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan (Soetjiningsih,
1998).
2. Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
a) Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam
pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001).
b) Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya
memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang
kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan
untuk pertumbuhan cepat (Suhardjo, et, all, 1986).
c) Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan
menelan dan mencerna makanan (Suhardjo, et, all, 1986).
c. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa (2001) dapat dilakukan dengan:
1. Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi adalah berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat
gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat keseimbangan asupan protein dan energi.
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode untuk menilai status gizi berdasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi, seperti kulit, mata, rambut, dan
mukosa oral atau organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris
yang dilakukan pada berbagai macam jaringan. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine,
tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
4. Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melibat
kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Penilaian status gizi secara tidak Iangsung menurut Supariasa, IDN (2001) dapat dilakukan dengan:
1. Survey Konsumsi Makanan
Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan
melihat jumlah dan jenis zat dan gizi yang dikonsumsi.
Kesalahan dalam survey makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat dalam
menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita, kecenderungan untuk mengurangi makanan yang
banyak dikonsumsi dan menambah makanan yang sedikit dikonsumsi ( The Flat Slope Syndrome),
membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan melaporkan konsumsi
vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam mencatat (food record).
2. Statistik Vital
Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesebatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian karena penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi.
3. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara beberapa faktor fisik,
biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dan keadaan ekologi
seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain.
d. Macam Klasifikasi Status Gizi
1. Klasifikasi Status Gizi
Tabel 2.1. Tabel Status Gizi

INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS *)


Gizi Lebih > + 2 SD
Gizi Baik ≥ -2 SD sampai +2
Berat badan menurut umur SD
(BB/U) Gizi Kurang < -2 SD sampai ≥ -3
SD
Gizi Buruk < – 3 SD
Tinggi badan menurut Normal ≥ 2 SD
umur (TB/U) Pendek (stunted) < -2 SD
Berat badan menurut Gemuk > + 2 SD
tinggi badan (BB/TB) Normal ≥ -2 SD sampai + 2
SD
Kurus (wasted) < -2 SD sampai ≥ -3
SD
Kurus sekali < – 3 SD
Sumber : Depkes RI, 2002.
Klasifikasi di atas berdasarkan parameter antropometri yang dibedakan atas:
a) Berat Badan / Umur
Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap umur dalam bulan yang hasilnya
kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.
b) Tinggi Badan / Umur
Status gizi ini diukur sesuai dengan tinggi badan terhadap umur dalam bulan yang hasilnya
kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.
c) Berat Badan / Tinggi Badan
Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap tinggi badan yang hasilnya kemudian
dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.
d) Lingkar Lengan Atas / Umur
Lingkar lengan atas (LILA) hanya dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu gizi kurang dan gizi baik
dengan batasan indeks sebesar 1,5 cm/tahun.
e) Parameter Berat Badan / Tinggi Badan banyak digunakan karena memiliki kelebihan:
1) Tidak memerlukan data umur
2) Dapat membedakan proporsi badan ( gemuk, normal, kurus)
Menurut Depkes RI (2005) Parameter berat badan / tinggi badan berdasarkan kategori Z-
Score diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:
1) Gizi Buruk ( Sangat Kurus) : <-3 SD
2) Gizi Kurang (Kurus) :-3SDs/d<-2SD
3) Gizi Baik (Normal) :-2SDs/d+2SD
4) Gizi Lebih (Gemuk) :>+2SD

e. Mengukur status gizi dengan indeks massa tubuh (IMT)


Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status
gizi seseorang tersebut dapat diukur dan diasses (dinilai). Dengan menilai status gizi seseorang atau
sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status
gizinya tergolong normal ataukah tidak normal.
Antropometri adalah pengukuran bagian-bagian tubuh. Perubahan dalam dimensi-dimensi tubuh
merefleksikan keadaan kesehatan dan kesejahteraan seseorang atau penduduk tertentu.
Antropometri digunakan untuk menilai dan memprediksi status gizi, performan, kesehatan dan
kelangsungan hidup seseorang dan merefleksikan keadaan sosial ekonomi atau kesejahreraan
penduduk. Antropometri merupakan pengukuran status gizi yang sangat luas digunakan. Alasan
penggunaan antropometri yang luas tersebut adalah :
1. Kehandalannya dalam menilai dan memprediksi status gizi dan masalah kesehatan dan sosial ekonomi.
2. Mudah digunakan dan relatif tidak mahal.
3. Alat ukur yang non-invasive (tidak membuat trauma bagi orang yang diukur).
Ukuran yang biasa digunakan adalah tinggi badan (atau panjang badan), berat badan, lengkar
lengan atas, dan umur. Tinggi dan berat badan paling sering digunakan dalam pengukuran karena dapat
membantu mengevaluasi pertumbuhan anak-anak dan menentukan status gizi orang dewasa. Indeks
massa tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi masalah gizi
pada seseorang.
Antropometri dapat digunakan untuk berbagai tujuan, tergantung pada indikator antropometri
yang dipilih. Sebagai contoh, indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator kekurusan dan
kegemukan. Pengukuran IMT merupakan cara yang paling murah dan mudah dalam mendeteksi
masalah kegemukan di suatu wilayah. Masalah kegemukan sekarang ini semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kemajuan teknologi yang
memungkinkan aktivitas masyarakat semakin rendah. Peningkatan masalah kegemukan ini saat erat
kaitannya dengan berbagai penyakit kronis degeneratif, seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung
koroner, kanker, dll.
Pengukuran IMT dapat dilakukan pada anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Pada anak-
anak dan remaja pengukuran IMT sangat terkait dengan umurnya, karena dengan perubahan umur
terjadi perubahan komposisi tubuh dan densitas tubuh. Karena itu, pada anak-anak dan remaja
digunakan indikator IMT menurut umur, biasa disimbolkan dengan IMT/U.
IMT adalah perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Cara pengukurannya
adalah pertama-tama ukur berat badan dan tinggi badannya. Selanjutnya dihitung IMT-nya, yaitu :
Berat badan (kg)
IMT = ----------------------------------------------
Tinggi badan 2 (meter)
Dimana : berat badan dalam satuan kg, sedangkan tinggi badan dalam satuan meter.
Untuk menentukan status gizi anak balita (usia 0-60 bulan), nilai IMT-nya harus dibandingkan dengan
nilai IMT standar WHO 2005 (WHO, 2006); sedangkan pada anak dan remaja usia 5-19 tahun nilai IMT-
nya harus dibandingkan dengan referensi WHO/NCHS 2007 (WHO, 2007). Pada saat ini, yang paling
sering dilakukan untuk menyatakan indeks tersebut adalah dengan Z-skor atau persentil.
1. Z-skor : deviasi nilai seseorang dari nilai median populasi referensi dibagi dengan simpangan baku
populasi referensi.
2. Persentil : tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi (WHO/NCHS), yang dijelaskan dengan
nilai seseorang sama atau lebih besar daripada nilai persentase kelompok populasi.
Z-skor paling sering digunakan. Secara teoritis, Z-skor dapat dihitung dengan cara berikut :
Nilai IMT yang diukur – Median Nilai IMT (referensi)
Z-Skor = -------------------------------------------------------------
Standar Deviasi dari standar/referensi
Klasifikasi WHO agak sedikit berbeda dengan klasifikasi menurut Kementerian Kesehatan RI.
Klasifikasi status gizi pada IMT yang dihitung dengan menggunakan Z-skor menurut WHO dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Klasifikasi IMT menurut WHO

Nilai Z-skor Klasifikasi


z-skor ≥ +2 Overweight (kelebihan berat
badan atau gemuk)
-2 < z-skor < +2 Normal
-3 < z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus
Klasifikasi menurut Kemenkes RI (2010) dibedakan pada kelompok usia 0-60 bulan dengan
kelompok usia 5-18 bulan. Klasifikasi IMT untuk usia 0-60 bulan disajikan pada Tabel 2, sedangkan
klasifikasi IMT untuk anak usia 5-18 tahun disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2. Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 0-60 bulan

Nilai Z-skor Klasifikasi


z-skor ≥ +2 Gemuk
-2 < z-skor < +2 Normal
-3 < z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus

Tabel 3. Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-18 tahun

Nilai Z-skor Klasifikasi


z-skor ≥ +2 Obesitas
+1 < z-skor < +2 Gemuk
-2 < z-skor < +1 Normal
-3 < z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus

Sekarang untuk menghitung z-skor IMT/U tersebut bukan hal yang susah lagi. Kemajuan
teknologi mempermudah hal itu. Software-nya sudah tersedia di web WHO. Pada orang dewasa,
pengukuran status gizi dilakukan dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Perhitungan IMT
sama seperti diatas. Hasilnya dibandingkan dengan nilai titik batas IMT menurut WHO atau Departemen
Kesehatan RI, yang nilai titik batasnya disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Pada orang dewasa faktor umur tidak dipertimbangkan dalam menghitung IMT. Pada orang
dewasa biasanya tinggi badannya tidak relatif stabil, sehingga variasi yang terjadi hanya pada berat
badannya.
Tabel 4. Klasifikasi IMT Dewasa menurut WHO

Klasifikasi Interpretasi
< 16,0 Severe thinness
16,00 – 16,99 Moderate thinness
17,00 – 18,49 Mild thinness
18,50 – 24,99 Normal
25,00 – 29,99 Grade 1 overweight
30,00 – 39,99 Grade 2 overweight
≥ 40,0 Grade 3 overweight
Tabel 5. Klasifikasi IMT Dewasa menurut Kemenkes RI (2003)

Kategori IMT Klasifikasi


< 17,0 Kurus (kekurangan berat
badan tingkat berat)
17,0 – 18,4 Kurus (kekurangan berat
badan tingkat ringan)
18,5 – 25,0 Normal
25,1 – 27,0 Kegemukan (kelebihan berat
badan tingkat ringan)
> 27,0 Gemuk (kelebihan berat
badan tingkat berat)

1. Kelemahan penggunaan IMT


Penggunaan IMT mempunyai kelemahan. Kelemahan yang terjadi adalah dalam menentukan
obesitas. Kita tahu bahwa obesitas adalah kelebihan lemak tubuh. IMT hanya mengukur berat badan
dan tinggi badan. Kelebihan berat badan tidak selalu identik dengan kelebihan lemak. Berat badan
terdiri dari lemak, air, otot (protein), dan mineral. Pada seorang yang sangat aktif, misalkan olahragawan,
maka biasanya komposisi lemak tubuhnya relatif rendah dan komposisi ototnya relatif tinggi. Pada orang
yang sangat aktif IMT yang tinggi tidak berarti kelebihan lemak tubuh atau bukan obes.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Menurut Unicef (1998) gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa faktor yang
kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah dan
akar masalah.
Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan dan adanya penyakit
infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan
dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga
dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat
istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2001).
Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit.
Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat
menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya
(imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya
mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi
makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan penyakit infeksi
tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri.
Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan
dapat menyebabkan diare, HIV/AIDS,tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa
menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia. Penyakit Infeksi disebabkan
oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak
yang tidak memadai (Soekirman, 2000).
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta
pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola
asuh anak yang tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak
memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk
keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah
dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan
gizi (Unicef, 1998) Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis
ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidak-seimbangan antara
asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita
(Soekirman, 2000).
Penelitian Anwar (2006) mengenai faktor resiko kejadian gizi buruk di Lombok Timur. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa gizi buruk di Kabupaten Lombok Timur disebabkan oleh Faktor
karakteristik keluarga dan pola asuh, yaitu : pendapatan keluarga (berisiko 5,03 kali), tingkat pendidikan
ibu (2,32 kali), pengetahuan ibu mengenai pemantauan pertumbuhan (berisiko 15,64 kali), pengasuh
anak (7,87 kali), berat badan lahir (5,73 kali), lama ASI eksklusif (2,57 kali), status imunisasi (10,28 kali),
dan pola makan anak (3,27 kali). Namun secara bersama (simultan), hanya pengetahuan ibu yang
bermakna sebagai faktor risiko gizi buruk di Kabupaten Lombok Timur. Pada penelitian ini faktor
karakteristik keluarga yang menjadi pertimbangan dan dapat mempengaruhi hasil adalah pendapatan
keluarga dan tingkat pendidikan ibu.

BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Lokasi

Tempat Pelaksanaan Pengukuran Dan Penimbangan Berat Badan adalah di TK Darussalam


Jalan George Obos pada tanggal 16 Desember 2013 pukul 08.00 – 10.00 WIB.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dari keseluruhan anak di TK Darussalam adalah 84 orang sedangkan sampel anak di
TK Darussalam adalah 64 orang.
C. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis dan cara pengumpulan data yaitu dengan cara mengukur tinggi badan menggunakan
Microise dan menimbang berat badan menggunakan timbangan digital.
1. Hasil BB/U anak- anak di TK Darussalam setelah di hitung menghasilkan rata-rata berat badan 16,14 kg
dengan rumus sebagai berikut :
Rata-rata =

= 16,14 kg
2. Hasil TB/U anak- anak di TK Darussalam setelah di hitung menghasilkan rata-rata tinggi badan
100,66 cm dengan rumus sebagai berikut :
Rata-rata =

= 100,66 cm

D. Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
a. Umur diperoleh dengan cara menghitung selisih tanggal pengumpulan data dengan tanggal lahir.
b. Status Gizi diperoleh dengan cara menghitung Z score dengan rumus

Atau

Dengan indeks
a. Kategori status gizi berdasarkan indeks BB/U
 > 3 SD : Berat badan sangat lebih
 > 2 SD s/d 3 SD : Berat badan lebih
 -2 SD s/d 2 SD : Berat badan normal
 < -2 SD s/d -3 SD : Berat badan kurang (underweight)
 <-3 SD : Berat badan sangat kurang (severe underweight)
b. Kategori status gizi berdasarkan indeks TB/U
 > 3 SD : Tinggi/jangkung
 -2 SD s/d 3 SD : Normal
 -3 SD s/d < -2 SD : Pendek
 < -3 SD : Sangat pendek
c. Kategori status gizi berdasarkan indeks BB/TB
 > 3 SD : Sangat gemuk (Obes)
 > 2 SD s/d 3 SD : Gemuk (Overweight)
 > 1 SD s/d 2 SD : Risiko gemuk
 -2 SD s/d 1 SD : Normal
 -3 SD s/d < -2 SD : Kurus (wasted)
 < -3 SD : Sangat kurus (severe wasted)

d. Kategori status gizi berdasarkan indeks IMT/U


 > 3 SD : Sangat gemuk (Obes)
 > 2 SD s/d 3 SD : Gemuk (Overweight)
 > 1 SD s/d 2 SD : Risiko gemuk
 -2 SD s/d 1 SD : Normal
 -3 SD s/d < -2 SD : Kurus (wasted)
 < -3 SD : Sangat kurus (severe wasted)
c. Status Pertumbuhan
1) Status gizi normal jika, indeks BB/U normal, TB/U normal, BB/TB normal dan IMT/U normal.
2) Status gizi kurang jika, indeks BB/U kurang/sangat kurang, TB/U normal, BB/TB normal dan IMT/U
normal.
3) Pendek / Sangat Pendek jika, indeks BB/U normal, TB/U pendek/sangat pendek, BB/TB normal dan
IMT/U normal.
4) Status gizi lebih jika, BB/U lebih, TB/U normal, BB/TB dan IMT/U normal / resiko gemuk / gemuk.
5) Obesitas jika, BB/U sangat lebih, TB/U normal/pendek, BB/TB dan IMT/U gemuk/obesitas.

2. Analisis Data
Data Umur, Berat Badan, Tinggi Badan, Jenis Kelamin, Status Gizi dan Status Pertumbuhan
dianalisis secara deskriptif.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Sampel
1. Umur
Dari hasil praktikum data anak di TK Darussalam rata-rata berumur 4 tahun.
2. Jenis kelamin
Dari hasil praktikum data anak di TK Darussalam yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan anak berjenis kelamin Laki-laki.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Sampel


Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-laki 31 48

Perempuan 33 52

Jumlah 64 100

3. Berat Badan

Dari hasil praktikum ini berat badan sampel berkisar antara 11,2 kg – 33,9 kg dengan rata-rata berat
badannya 16,1 kg

4. Tinggi Badan
Dari hasil praktikum ini tinggi badan sampel berkisar antara 91,8 cm–111,4 cm dengan rata-rata tinggi
badannya 102,25 cm.

B. Status Gizi

1. Status Gizi Menurut BB/U

Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Status Gizi


Menurut BB/U
Jumlah
Status Gizi %
(n)
Berat Badan Sangat
Lebih 1 1,6
Berat Badan Lebih 3 4,8
Berat Badan Normal 58 92
Berat Badan Kurang
1 1,6
(underweight)
Berat Badan Sangat
Kurang (severe - 0
underweigth)
Jumlah 63 100

2. Status Gizi Menurut TB/U

Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Status Gizi


Menurut TB/U
Jumlah
Status Gizi %
(n)
Tinggi/Jangkung - -
Normal 47 92
Pendek 4 8
Sangat Pendek - -
Jumlah 51 100

3. Status Gizi Menurut BB/TB

Tabel 4.4 Jumlah dan Persentase Status Gizi


Menurut BB/TB
Jumlah
Status Gizi %
(n)
Sangat Gemuk (Obes) 6 11
Gemuk (Overweight) 4 7
Risiko Gemuk 4 7
Normal 43 75
Kurus (Wasted) - 0
Sangat Kurus (Severe
- 0
Wasted)
Jumlah 57 100

4. Status Gizi Menurut IMT/U

Tabel 4.5 Jumlah dan Persentase Status Gizi


Menurut IMT/U
Jumlah
Status Gizi %
(n)
Sangat Gemuk
(Obes) 7 13
Gemuk (Overweight) 4 7
Risiko Gemuk 3 5
Normal 43 75
Kurus (Wasted) - -
Sangat Kurus
- 0
(Severe Wasted)
Jumlah 57 100
5. Kesimpulan Status Gizi
Dari tabel-tabel diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Dari perhitungan z-score berdasarkan indeks Berat Badan menurut Umur diperoleh status
gizi lebih berjumlah 4,8 %.
b. Dari perhitungan z-score berdasarkan indeks Tinggi Badan menurut Umur diperoleh status
gizi pendek berjumlah 8 %.
c. Dari perhitungan z-score berdasarkan indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan diperoleh kategori status
gizi sangat gemuk (obesitas) berjumlah 11%.
d. Dari perhitungan z-score berdasarkan indeks Indeks Massa Tubuh menurut Umur diperoleh status gizi sangat gemuk
(obesitas) berjumlah 13 %.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sebagian besar sampel berjenis kelamin perempuan dengan persentase 52%.
2. Sebanyak 13% sampel mempunyai status gizi sangat gemuk (obesitas).
3. Sebanyak 4,8% sampel mempunyai status gizi gemuk (overweight).
4. Sebanyak 74,2% sampel mempunyai status gizi normal.
5. Sebanyak 8% sampel mempunyai status gizi pendek.
B. Saran
Diharapkan kepada pihak sekolah agar dapat melakukan pengukuran antropometri secara
berkala, supaya orang tua murid dapat memantau pertumbuhan anaknya.
Bagi mahasiswa atau petugas kesehatan yang melakukan pengukuran antropometri diharapkan
dapat memperhatikan pemasangan alat seperti microtoice agar lebih teliti dan mendapatkan hasil yang
lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Achadi, E.L. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat Edisi 1. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Anggraeni, A C. 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Yogyakarta : Graha Ilmu
I Dewa Nyoman Supariasa, MPS dkk, 2002. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Fakultas
Kedokteran. 2010.
Markum A.H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI
Nursalam, S P. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Setyo

Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Suhardjo. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia
Suliha, Uha, dkk. 2001. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta : EGC
Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi Cetakan 1. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Worthington, R,B.S. dan Williams S.R. 2000. Nitrition throughout the Life Cycle, ed 4, hal. 239. McGraw-Hill
International Ed, Sin 01.41

Anda mungkin juga menyukai