BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Klasifikasi
Tekanan darah dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi. Berikut
klasifikasi tekanan darah.
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII
Kategori Sistolik Diastolik
Normal <120 <80
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Hipertensi Stage I 140-159 90-99
Hipertensi Stage II >160 >100
4
Tabel 2.2. Efek Sistem Saraf Otonom pada Jantung dan Struktur yang
Mempengaruhi Jantung.
Daerah yang Efek Stimulasi Simpatis Efek Stimulasi Parasimpatis
Terpengaruhi
Nodus SA Peningkatan kecepatan Penurunan kecepatan
depolarisasi ke ambang; depolarisasi ke ambang;
peningkatan kecepatan penurunan kecepatan denyut
denyut jantung jantung
Nodus AV Peningkatan eksitabilitas; Penurunan eksitabilitas;
penurunan perlambatan peningkatan perlambatan
nodus AV nodus AV
Jalur penghantar Meningkatkan eksitabilitas; Tidak ada efek
ventrikel meningkatkan hantaran
melalui berkas His dan sel
Purkinje
Otot Atrium Meningkatkan Penurunan kontraktilitas;
kontraktilitas; memperkuat melemahkan kontraksi
kontraksi
Otot Ventrikel Meningkatkan Tidak ada efek
kontraktilitas, memperkuat
kontraksi
Medula adrenal Mendorong sekresi Tidak ada efek
epinefrin, suatu hormon
yang memperkuat efek
simpatis pada jantung, oleh
medula adrenal
Vena Meningkatkan aliran balik Tidak ada efek
vena
Sumber : Sherwood, L., 2001.
tekanan darah, yaitu sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta, adalah
mekanoreseptor yang peka terhadap perubahan tekanan arteri rata-rata dan
tekanan nadi. Jika karena suatu hal tekanan arteri meningkat di atas normal,
baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta meningkatkan kecepatan
pembentukan potensial aksi di neuron aferen masing-masing. Setelah mendapat
informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh peningkatan pembentukan
potensial aksi tersebut, pusat kardiovaskular berespons dengan mengurangi
aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis. Sinyal-sinyal eferen
ini menurunkan kecepatan denyut jantung, menurunkan volume sekuncup dan
menimbulkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada gilirannya menurunkan
curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali ke
tingkat normal. Penyesuaian jangka panjang (memerlukan waktu beberapa menit
sampai hari) melibatkan penyesuaian volume darah total dengan memulihkan
keseimbangan garam dan air melalui mekanisme yang mengatur pengeluaran urin
dan rasa haus.
2. Konsumsi Garam
Pembatasan garam dapat menurunkan tekanan darah serta dapat
mencegah kenaikan tekanan darah terkait dengan bertambahnya usia. Jika asupan
garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi persentasenya rendah,
tetapi jika asupan garam 5-15 gram per hari akan meningkatkan prevalensi
menjadi 15-20% (Sudjaswadi Wiryo Widagdo, 2002:19 dalam Amira binti
Kamaruzaman, 2010).
2.2. Tidur
2.2.1. Pengertian tidur
Tidur adalah periode istirahat untuk tubuh dan pikiran, yang selama saat
ini kemauan dan kesadaran ditangguhkan sebagian atau seluruhnya dan fungsi-
11
bukti yang menyatakan bahwa pergerakan mata yang cepat berkaitan dengan
”melihat” mimpi secara imajinatif. Gerakan bola mata tersebut tampaknya
berlangsung dalam pola bolak-balik yang sudah terkunci dan tidak terpengaruhi
oleh isi mimpi (Sherwood, 2001).
Berikut gambaran EEG pada setiap stadium tidur.
Gambar 2.1 Gambaran EEG pada setiap stadium tidur pada manusia.
Sumber : Tortora, G.J., Derrickson, B.H., 2009. Principles of anatomy and
physiology.12th ed. Hoboken: John Wiley & Son, Inc.
Tabel 2.3. Perbedaan tidur non-rapid eye movement (NREM) dan tidur
rapid eye movement (REM).
Karakteristik NREM REM
EEG Memperlihatkan Serupa dengan EEG
gelombang lambat pada orang terjaga dan
waspada
Aktivitas Motorik Dijumpai tonus otot; Inhibisi tonus otot
sering berubah posisi secara mendadak; tidak
ada gerakan
Kecepatan denyu jantung, Penurunan ringan Tidak teratur
kecepatan pernafasan,
tekanan darah
14
8. Obat-obatan
Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang
dapat memperngaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik
menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat menekan REM, kafein
dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur,
golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia dan golongan
narkotika dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk (Pujiyantoro, 2009).
2.2.6.1. Klasifikasi
Revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual of Mental
18
dengan reaksi emosiaonal; (3) paralisiss tidur – kelemahan otot secara umum yang
didapati pada transisi antara tidur dan bangun; dan (4) halusinasi hipnagonik yang
terjadi sebelum serangan tidur (Sadock, 2010).
iii. Gangguan Tidur Terkait Pernafasan
Gangguan tidur yang terkait dengan pernafasan ditandai dengan
penghentian tidur yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan atau insomnia
yang disebabkan gangguan pernafasan terkait tidur. Gangguan pernafasan yang
dapat terjadi selama tidur mencakup apnea, hipopnea, dan desaturasi oksigen.
Gangguan ini selalu menyebabkan hipersomnia. Dua gangguan sistem pernafasan
yang dapat menimbulkan hipersomnia adalah apnea tidur dan hiperventilasi
alveolar sentral (Sadock, 2010).
Apnea tidur mengacu pada penghentian aliran udara pada hidung dan
mulut. Periode apneik adalah periode yang berlangsung selama 10 detik atau
lebih. Apnea tidur dapat memiliki beberapa tipe yang berbeda. Pada apnea tidur
sentral murni, upaya aliran udara dan pernafasan berhenti saat episode apneik dan
mulai kembali saat bangun. Pada apnea tidur sentral murni, aliran udara berhenti
tetapi upaya pernafasan meningkat selama periode apneik. Pola ini menunjukkan
adanya suatu obstruktif pada jalan nafas dan upaya bertambah oleh otot-otot
abdomen dan toraks untuk mendorong udara melewati obstruksi ini. Episode ini
juga berhenti saat bangun. Tipe campuran meliputi unsur apnea tidur sentral dan
obstruksif. Apnea tidur biasanya dianggap patologis bila pasien mengalami
setidaknya 5 episode apnea dalam 1 jam atau 30 episode apnea sepanjang malam
(Sadock, 2010).
Hiperventilasi alveolar pusat mengacu pada beberapa keadaan yang
ditandai dengan gangguan ventilasi berupa kelainan pernafasan yang tampak atau
sangat buruk hanya saat tidur tanpa adanya episode apnea yang signifikan.
Disfungsi ventilasi ditandai dengan tidak adekuatnya volume tidal atau frekuensi
pernfasan selama tidur (Sadock, 2010).
iv. Gangguan Tidur Irama Sirkadian
Gangguan tidur irama sirkadian mencakup suatu kisaran luas pada keadan
yang melibatkan ketidaksejajaran antara periode tidur yang sebenarnya dengan
20
yang berlangsung seumur hidup; yang lainnya mengalami mimpi buruk terutama
saat stres dan sakit. Saat bangun dari mimpi yang menakutkan, pasien dengan
cepat memiliki orientasi dan kesiagaan (Sadock, 2010).
ii. Gangguan Teror Tidur
Gangguan teror tidur adalah terbangun pada sepertiga awal malam selama
tidur NREM yang dalam (tahap 3 dan 4). Gangguaan ini hampir selalu diawali
dengan jeritan atau tangisan pilu yang disertai manifestasi perilaku ansietas hebat
yang hampir mendekati panik dengan adanya bangkitan otonom seperti takikardia,
pernafasan cepat, dan berkeringat selama episode ini (Sadock, 2010).
Khasnya, pasien bangun diatas tempat tidur dengan ekspresi ketakutan,
berteriak keras, dan kadang-kadang bangun secepatnya dengan perasaan terteror
yang intens. Pasien mungkin tetap terbangun dalam keadaan disorientasi tetapi
lebih sering tertidur dan mereka melupakan episode ini (Sadock, 2010).
iii. Gangguan Berjalan Sambil Tidur
Gangguan ini, yang juga dikenal senagai somnabulisme, terdiri atas
rangkaian perilaku kompleks yang diawali pada sepertiga malam pertama selama
tidur NREM yang dalam (tahap 3 dan 4) dan sering, meskipun tidak selalu,
dilanjutkan - tanpa kesadaran penuh atau ingatan mengenai episode tersebut -
untuk meninggalkan tempat tidur dan berjalan keliling. Selama berjalan dalam
tidur, orang memiliki wajah yang kosong, dan menatap, relatif tidak responsif
terhadap upaya orang lain untuk berbicara kepada mereka, dan sangat sulit
dibangunkan. Saat bangun, orang ini akan mengalami amnesia terhadap episode
terhadap episode tersebut. Dalam beberapa menit setelah bangun dari episode
berjalan dalam tidur, tidak ada aktivitas atau perilaku mental yang terganggu
(meskipun awalnya bisa terdapat periode singkat bingung dan disorientasi).
Berjalan di dalam tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna
atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan pekerjaan atau area fungsi penting lain.
Gangguan ini juga harus tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(Sadock, 2010).
iv. Parasomnia yang Tidak Tergolongkan
Kategori parasomnia yang tidak tergolongkan digunakan untuk gangguan
22
yang ditandai dengan perilaku atau peristiwa psikologis abnormal selama tidur
atau transisi dari tidur ke bangun tetapi yang tidak memenuhi kriteria parasomnia
yang lebih spesifik (Sadock, 2010).