Mengungkap Eksistensi
Mengungkap Eksistensi
Mengungkap Eksistensi
Pada era yang sudah serba digital ini, banyak cara yang dilakukan oleh produsen untuk
mempromosikan produknya, salah satunya adalah dengan memakai jasa
endorsement. Endorsement yang dimaksud adalah promosi yang dilakukan seseorang atau
kelompok melalui media sosial, seperti Instagram, yang dilakukan dengan memberikan testimoni
terhadap suatu produk barang ataupun jasa. Dalam beberapa tahun terakhir, jasa endorsement
marak digunakan. Jasa endorsement biasanya diberikan oleh selebriti dan juga pengguna akun
media sosial Instagram yang terkenal, yang biasa disebut selebgram. Melihat potensi penerimaan
pajak yang cukup besar, pada Oktober 2016 lalu, Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak)
mengaku tengah mengkaji sistem pengenaan pajak dari sektor ini mengingat pengenaan pajak
dari imbal jasa endorsement saat ini hanya berdasarkan pada penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT).
Survey membuktikan, 85% selebriti yang memiliki jumlah followers lebih dari 10 ribu
melakukan endorsement di media sosial sebanyak dua kali setiap harinya. Hal ini membuktikan
tingginya permintaan akan kegiatan endorsement ini di media sosial. Sebagai gambaran, berikut
kami sajikan data mengenai top 5 youtuber dan top 5 selebgram di Indonesia:
Top 5 Youtuber:
Top 5 Followers:
No Nama Pengikut
1 Ayu Tingting (@ayutingting92) 16,2 juta
2 Syahrini (@princessyahrini) 15,2 juta
3 Raffi Ahmad dan Nagita (@raffinagita1717) 13,6 juta
4 Laudya Chintya Bella (@laudyachintabella) 13,1 juta
5 Prilly Latuconsina (@prillylatuconsina96) 12,8 juta
Melihat perputaran uang yang terjadi pada aktivitas ini cukup besar, Ditjen Pajak memperkirakan
potensi penerimaan pajak yang bisa masuk ke kas negara dari bisnis ini mencapai US$ 1,2 miliar
atau setara dengan Rp 15,000,000,000,- Sementara iturif pajak yang dikenakan atas aktivitas ini
adalah sesuai dengan ketentuan mengenai pajak penghasilan. Menurut Direktur Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, aturan ini dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dari usaha yang
diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
cana penerapan pajak pada aktivitas endorsement mengalami kendala dalam penerapannya.
Pertama, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP, Yon Arsal, berpendapat bahwa
pengawasan pajak pada aktivitas endorsement ini menggunakan model yang berbeda dengan
aktivitas promosi konvensional sehingga tantangan pertama yang dihadapi pemerintah adalah
sulitnya memperoleh dan mengumpulkan data pembanding yang akan digunakan untuk menguji
data yang dilaporkan dalam SPT wajib pajak. Kegiatan endorsement yang belum sepenuhnya
dapat diawasi dan diatur oleh pemerintah menyebabkan banyak endorser tidak melaporkan
pendapatannya yang material dari kegiatan endorsement, meskipun endorsee-nya belum
melakukan pemotongan pajak. Kedua, regulasi pemerintah cenderung kurang cepat dalam
merespon dinamika model bisnis di masyarakat. Yunus Prastowo, pengamat perpajakan
mengatakan, “Sudah sejak dua tahun lalu kita punya rencana, mau membuat pemungutan pajak
secara digital, lalu ada pengadaan alat seperti electronic data capture yang akan dipakai, namun
ini pengadaannya juga tidak mudah”. Apabila pengaadaan EDC dapat terlaksana dengan baik,
maka pemerintah akan mudah untuk melakukan pemetaan terhadap apa-apa saja yang dapat
dijadikan objek pajak.
Menanggapi permasalahan ini, Yunus Prastowo memberikan saran agar pemerintah membuat
terobosan atau inovasi dengan menggunakan public private partnership, misalkan melakukan
kerjasama antara pemerintah dengan pihak perbankan dan penyedia kartu kredit. Dengan
demikian, pemerintah tidak perlu melakukan pengadaan alat. Yang penting public private
partnership ini dapat dikontrol dan dimonitor, sehingga pemerintah dapat membut regulasi dan
memungut pajak dengan mudah serta disisi lain selebgram (endorser) yang memenuhi kriteria
WP dapat secara transparan melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain itualam pemungutan
pajak hendaknya tetap memerhatikan penerapan asas convenience atau istilahnya yaitu “pay as
you earn” (kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang
tidak menyulitkan wajib pajak). Dari segi sanksi, karena ini masih tahap awal, masih banyak
pihak yang belum memahami kewajiban perpajakannya, sehingga sebaiknya yang diprioritaskan
adalah upaya-upaya persuasi dan sosialisasi sehingga pihak-pihak ini memiliki literasi yang
memadai, namun mereka yang memiliki penghasilan besar namun tetap bandel untuk bayar
pajak bisa dilakukan pemeriksaan untuk menimbulkan efek jera.
Berdasarkan pemaparan diatas, kita telah mengetahui apa yang dimaksud dengan aktivitas
endorsement di sosial media, mengapa aktivitas tersebut menjadi krusial, kemdian seberapa
besar potensi pajak yang diharapkan, dan gambaran mengenai berbagai tantangan yang dihadapi
pemerintah dalam penerapan pajak atas aktivitas ini serta upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk mengatasinya. Bagaimana menurut pendapat kalian?
Sumber