Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN TYPOID

A. Konsep Teori Typoid


1. Definisi
Thipoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. (Bruner and Sudart, 2014). Typhoid adalah penyakit infeksi akut
usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para
thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis. (Syaifullah Noer, 2015).
Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang
pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20%
) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%) (Mansjoer,
Arif. 2010).
Demam typhoid atau Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran
(Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson,2015).
2. Etiologi
Menurut (Rahmad Juwono, 1996) :
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
1) antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
2) antigen H(flagella)
3) antigen V1 dan protein membrane hialin
b. Salmonella parathypi A
c. Salmonella parathypi B
d. Salmonella parathypi C
e. Faces dan Urin dari penderita thypus
Penyakit tifus disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil
gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak
menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran
pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan.
Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada
suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70°C maupun oleh
antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C (Soedarto, 1996).
Salmonella Typhosa memiliki tiga macam antigen, yaitu :
a. antigen O (Ohne Hauch) : merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik
untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga
merupakan somatik antigen yang tidak menyebar
b. antigen H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
c. antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis
3. Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada
dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama Plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan
peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran
darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama hati dan limfa.
Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa
sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan.
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah
(bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar
limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer.
Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa
bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran
membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang.
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya
merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang
meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat
termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam. (PPNI Klaten,
2009)
4. Pathway / WOC
E. PATHWAY

Kuman Salmonella typhi yang


Lolos dari asam Dimusnahkan oleh asam
masuk ke saluran
gastrointestinal lambung

Pembuluh darah limfe Bakteri masuk usus halus

Peredaran darah (bakterimia Masuk retikulo endothelial


promer) (RES) terutama hati dan limfa

Masuk kealiran darah


Berkembang biak di hati dan
(bakteremia sekunder)
limfa

Empedu Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Rongga usus pada
kel. Limfoid halus
Merangsang melepas zat
epirogen oleh leukosit
Pembesaran hati Pembesaran limfe

Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus

Lase plak peyer Penurunan /


peningkatan mobilitas Hypertermi
usus

Erosi Resiko kekurangan


Penurunan / peningkatan
volume cairan
peristaltic usus

Nyeri

Konstipasi / diare Peningkatan asam


Perdarahan masif lambung

Anoreksia mual muntah

Komplikasi perforasi dan Ketidakseimbangan nutrisi


perdarahan usus kurang dari kebutuhan tubuh
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari demam thypoid sebagai berikut (Nanda NIC- NOC.
2013):
a. Gejala pada anak : Inkubasi anatara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
b. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
c. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak
tertanganiakanmenyebabkan shock, Stupor dan koma.
d. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selam 2-3 hari
e. Nyeri kepala
f. Nyeri perut
g. Kembung
h. Mual muntah
i. Diare
j. Konstipasi
k. Pusing
l. Nyeri otot
m. Batuk
n. Epistaksis
o. Bradikardi
p. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor)
q. Hepatomegali
r. Splenomegali
s. Meteroismus
t. Gangguan mental berupa samnolen
u. Delirium atau psikosis
v. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda
sebagai penyakit demam akut dengan diseryai syok dan hipotermia
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut widodo 2007 Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid
adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari:
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
factor:
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan
yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
tifoid.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman
Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer
widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O >
1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan media
carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif,
namun demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan
kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian
antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM
dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam
tifoid diklasifikasikan atas:
1) Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan
hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis
ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2) Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir
lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong
demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali
pemeriksaan).
3) Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan
biakan ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan
titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal
O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).
7. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi
penatalaksanaan yang meliputi: istirahat dan perawatan, diet dan terapi
penunjang (baik simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba.
Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi
komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.
a. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di
tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi
untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene
perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
b. Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
1) Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus.
Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran
cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar
meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.
2) Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
3) Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat
dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.
c. Pemberian Antimikroba
Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan
tatalaksana tifoid adalah:
Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah
chloramphenicol dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara
oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.
Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman
salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat sintesis
protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative dan positif. Efek
samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis.
Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka kekambuhan
yang tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari), dan seringkali
menyebabkan timbulnya karier.
Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan
kloramfenikol yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-
5 sampai ke-6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya
anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam
lebih rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB
selama 2 minggu. Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat
digunakan secara oral atau intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP
ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.
Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram dalam
dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan
selama 3-5 hari.
Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif
obat–obatan golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan
lebih efektif dibandingkan obat–obatan lini pertama sebelumnya
(klorampenicol, ampicilin, amoksisilin dan trimethoprim-sulfamethoxazole).
Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk menembus jaringan yang baik,
sehingga mampu membunuh S. Thypi yang berada dalam stadium statis
dalam monosit/makrophag dan dapat mencapai level obat yang lebih tinggi
dalam gallblader dibanding dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu
memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas
dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan
fluriquinolon juga dapat menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca
pengobatan.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita
hamil, kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena
menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome
pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena
memiliki efek teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin,
amoksisilin, dan ceftriaxon. (Yudhistira.W.2009)
B. Konsep Teori Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-
turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta
penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak
keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan
cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakitanaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pad klien.
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
7) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 -410 C,
muka kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak
enak, peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii.
2) Nyeri berhubungan dengan agens cidera biologi.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah
4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
5) Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola makan)
6) Nausea berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak di
lidah
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
c. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSAKEPERAWATAN
NO NOC NOC
DAN TUJUAN
1. 00007 Hipertermia Setelah dilakukan  Observasi tanda vital
Domain 11 : keamanan atau asuhan keperawatan (suhu, nadi, tekanan
selama …x24 darah, pernafasan)
perlindungan
jam,diharapkan setiap 3 jam
Kelas 6 : temoregulasi pasien :  Anjurkan pasien
Definisi : peningkatan suhu untuk banyak minum
tubuh diatas rentang normal 1. Suhu tubuh pasien:
Batasan karakteristik : Suhu tubuh normal
- Objektif (36 – 37 0c).
2. Pasien bebas dari
 Kulit merah demam:
 Suhu tubuh meningkat Pasien tidak
 Kejang kejang
 Teraba hangat
 Takikardi
 Takipnea
2. 00132 Nyeri akut, Setelah dilakukan  Kaji tingkat nyeri
Domain : 12 asuhan keperawatan yang dialami pasien
Kelas : 1 selama…diharapkan  Berikan posisi yang
Def : pengalaman sensori dan pasien : nyaman, usahakan
emosi yang tidak Rasa nyaman pasien situasi ruangan yang
menyenangkan akibat adanya terpenuhi. tenang.
kerusakan jaringan yang Nyeri berkurang atau  Alihkan perhatian
actual atau potensial,atau hilang. pasien dari rasa nyeri
digambarkan dengan istila  Berikan obat-obat
seperti : awitan yang tiba-tiba analgetik
atau perlahan dengan
intensitas ringan
sampai berat atau
dapat diramalkan dan
durasinya kurang dari
6 bulan.
Batasan Karakteristik :
a. Subjektif : pasien mengungkapkan
secara verbal/melaporkan
nyeri dengan isyarat
b. Objektif : perubahan selera
makan, perubahan tonus
otot, perilaku ekspresif,
wajah topeng (nyeri),
perilaku menjaga, focus
menyempit
3. 00002 Ketidak seimbangan nutrisi: Setelah dilakukan  Kaji keluhan mual,
kurang dari kebutuhan. asuhan keperawatan sakit menelan, dan
Domain : 2 selama…x24 muntah yang
Kelas :1 jamdiharapkan pasien dialami pasien.
Def : asupan nutrisi tidak dapat :  Kaji cara /
mencukupi untuk memenuhi Kebutuhan nutrisi bagaimana
kebutuhan metabolic. pasien terpenuhi, makanan
Batasan karakteristik dihidangkan.
pasien mampu
a. Subjektif : Prsepsi ketidak mampuan  Berikan makanan
mencerna makanan, menghabiskan
yang mudah ditelan
kurang nafsu makan, makanan sesuai seperti bubur
merasa cepat kenyang dengan posisi yang  Berikan makana n
b. Objektif : Mual muntah, kurang diberikan dalam porsi kecil
minat terhadap makanan, /dibutuhkan dan frekuensi
menolak untuk makan. sering.
 Catat jumlah / porsi
makanan yang
dihabiskan oleh
pasien setiap hari.
 Berikan obat-
obatan antiemetik
sesuai program
dokter.
Daftar Pustaka

Arief Mansjoer (2010), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media


Aesculapius.

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification


(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-
Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Syaifullah, Noer, 1998; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Balai penerbit FKUI
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai