Anda di halaman 1dari 15

GENETICALLY MODIFIED FOOD (GMF)/ PRODUKREKAYASA

GENETIKA (PRG)

Prihatin : A 3531070041
Muhammad Rezza Fahlevi : A 3531070051
Tugas: Peraturan Perundangan dalam Perlindungan Tanaman

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Genetically Modified Food (GMF)/ Produk Rekayasa Genetika (PRG)
berasal dari Genetically Modified Organisms (GMO) atau Organisme Rekayasa
Genetika, yaitu organisme yang materi genetiknya (DNA) telah diubah atau
dimodifikasi dengan cara yang tidak alami, misalnya melalui pengenalan gen dari
organisme yang berbeda. Teknologi ini sering disebut “bioteknologi modern” atau
“teknologi gen”, kadang-kadang juga “teknologi DNA rekombinan” atau
“rekayasa genetika”. Hal ini memungkinkan gen individu terpilih dapat ditransfer
dari satu organisme ke yang lain, juga antar spesies yang tidak terkait satu sama
lain (WHO, 2002). Intinya adalah dapat memindahkan gen-gen dari satu spesies
mahluk hidup ke spesies yang lain, ataupun memodifikasi gen-gen dalam satu
spesies. Produk transgenik mencakup obat-obatan (sebagai alat diagnosis & obat
seperti misalnya insulin), tanaman yang tahan hama, penyakit dan herbisida,
enzim untuk pengolahan makanan (keju), bahan bakar dan pelarut (ethanol).
Tanaman transgenik untuk bahan pangan yang telah dikembangkan antara lain:
beras, kedelai, kentang, jagung, minyak lobak, tomat, bit gula dan labu (Agustini,
2011).

Tujuan awal untuk mengembangkan tanaman berdasarkan organisme


rekayasa genetika adalah untuk meningkatkan perlindungan tanaman. Tanaman
rekayasa genetika saat ini di pasar terutama ditujukan pada peningkatan tingkat
perlindungan tanaman melalui pengenalan perlawanan terhadap penyakit tanaman
yang disebabkan oleh serangga atau virus atau melalui peningkatan toleransi
terhadap herbisida (WHO, 2002). Namun, Produk Pangan dari Rekayasa Genetika
sendiri sampai sekarang masih mengundang banyak kontroversi. Itu dikarenakan
terdapat sejumlah manfaat yang menguntungkan dan dampak yang merugikan.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dari sekitar 6
milyar penduduk dunia,sebanyak 830 juta diantaranya mengalami kekurangan
pangan. Ironisnya, produk biji-bijian pangan justru melimpah, 18% lebih banyak
daripada yang dikonsumsi untuk manusia dan ternak setiap tahun. Hampir empat
perlima dari mereka yang kelaparan hidup di daerah pedesaan dan hidup dari hasil
pertanian. Ironi ini pernah dikemukakan oleh Amartya Sen, pemenang hadiah
Nobel Perdamaian tahun 1999 dalam bukunya Development as Freedom yaitu
bahwa kelaparan justru terjadi pada saat terjadi surplus pangan di dunia.

Kasus gizi buruk yang terjadi di beberapa negara dapat menjadi pertanda
terjadinya krisis pangan. Berdasarkan data UNICEF, di Indonesia ada sekitar 1,3
juta jiwa balita yang masuk kategori rawan gizi serta terdapat sedikitnya 19 juta
penduduk miskin yang sulit untuk mendapatkan pangan yang cukup bergizi dan
seimbang. Diperkirakan setiap lima detik seorang anak di bawah usia 10 tahun di
dunia meninggal karena kelaparan dan lebih dari dua miliar penduduk dunia
menderita kekurangan gizi mikro. Selain itu, gejala krisis pangan lainnya adalah
ancaman kenaikan harga pangan dunia akibat krisis ekonomi yang melanda dunia
saat ini. Seperti krisis ekonomi di Amerika Serikat yang sudah mempengaruhi
perekonomian dunia dan saat ini telah berimbas kepada perekonomian di
Indonesia.

Perbaikan dan peningkatan kualitas produksi pertanian (intensifikasi)


untuk beberapa tahun yang lalu masih signifi-kan, karena ketersediaan sumber
daya alam dan teknologi pertanian cukup memadai dan berimbang dengan
ketersedia-an lahan dan peningkatan jumlah penduduk. Keadaan ini sulit untuk
dipertahankan dimasa akan datang, kecuali ada pendekatan baru yang mena-
warkan ide dan teknik untuk meningkatkan produktifitas pertanian. Penggunaan
rekayasa genetika memiliki potensi untuk menjadi problem solving dari ancaman
krisis pangan tersebut. Dengan segala kekurangannya rekayasa genetik
diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan pembangunan pertanian
yang tidak lagi dapat dipecahkan secara konven-sional. Salah satu produk dari
rekayasa genetika adalah tanaman transgenik . Perakitan tanaman transgenik dapat
diarahkan untuk memperoleh tanaman yang memiliki produksi tinggi, nutrisi dan
penampilan mempunyai kualitas yang baik maupun resisten terhadap hama,
penyakit dan lingkungan. Fragmen DNA organisme manapun melalui teknik
rekayasa genetika dapat disisipkan ke genom jenis lain bahkan yang jauh
hubungan kekerabatannya. Pemindahan gen ke dalam genom lan tidak mengenal
batas jenis maupun golongan organisme.
II. PEMBAHASAN

2.1 Mekanisme penciptaan GMO (Genetically Modified Organisms)


Menurut Badan POM RI (2010) rekayasa genetika merupakan salah satu
teknik bioteknologi yang dilakukan dengan cara pemindahan gen dari satu
makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya (dikenal juga dengan istilah transgenik).
Tujuannya adalah untuk menghasilkan tanaman/hewan/jasad renik yang memiliki
sifat-sifat tertentu sehingga mendatangkan keuntungan yang lebih besar bagi
manusia. Gen merupakan suatu unit biologis yang menentukan sifat-sifat makhluk
hidup yang dapat diturunkan. Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen
atau rekombinasi DNA. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk
menggabungkan sifat makhluk hidup. Hal itu karena DNA dari setiap makhluk
hidup mempunyai struktur yang sama, sehingga dapat direkombinasikan.
Melalui rekayasa genetika manusia menciptakan tanaman, hewan dan
mikroorganisme baru. Para ilmuwan telah berhasil mengungkapkan kode genetis
yang menentukan sifat-sifat khusus semua makhluk hidup dan kini telah mampu
mengkombinasikan gen-gen yang kalau secara alami, tidak akan pernah
berkombinasi. Perubahan genetis bukan sesuatu yang baru, karena secara alami
dapat terjadi melalui peristiwa yang disebut mutasi. Teknik yang paling dikenal
untuk mengubah makhluk hidup secara genetis adalah DNA rekombinan (rDNA),
yaitu bentuk DNA buatan yang dibuat dengan menggabungkan dua atau lebih
sekuen DNA yang tidak akan bisa terjadi bersama.

Pada tahun 1978 beberapa ahli seperti Werner Arber, Hamilton Smith, dan
Daniel mendapatkan hadiah nobel untuk penemuannya tentang Endonuklease
restriksi, yaitu enzim yang dapat memotong DNA. Dengan enzim tersebut, kini
manusia dapat memotong dan mengeluarkan gen dari kromosom, dan
memindahkannya ke sel individu lain atau jenis makhluk lain, dan dapat bekerja
normal dalam tubuh penerima atau yang mengalami rekayasa itu.

Perlengkapan yang diperlukan untuk rekayasa genetika adalah: (1) enzim


pemotong gen yaitu endonuklease retriksi, (2) enzim penyambung gen yang
dikehendaki yaitu ligase, (3) vektor yang membawa gen yang akan
disisipi/dititipkan dapat berupa plasmid bakteri (gen diluar kromosom bakteri)
atau virus, dan (4) inang. Adapun tahap-tahap rekayasa genetika adalah sebagai
berikut: 1) mendapatkan gen yang diinginkan (gen yang diinginkan dari suatu
indifidu dipotong dengan enzim endonuklease restriksi), (2) gen disambung
dengan enzim ligase, (3) vektor yang sudah membawa gen titipan dimasukkan ke
dalam inang, (4) vektor dalam sel inang ditumbuhkan, (5) isolasi produk dari
inang, (6) penyempurnaan produk.

Teknik rekayasa genetika telah banyak diaplikasikan dalam berbagai


bidang, misalnya penelitian medis, rekayasa genetika hewan, dan rekayasa
genetika tanaman. Rekayasa genetika tanaman adalah suatu teknik untuk
memindahkan gen spesies asing ke dalam suatu sel tanaman, yang diikuti dengan
regenerasi dari sel-sel tanaman tersebut sehingga menjadi tanaman baru. Teknik
ini telah diterapkan pada berbagai tanaman pangan dan nonpangan.

Prinsip rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman, yaitu


memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan menambahkan sifat-sifat ketahanan
terhadap gangguan hama maupun lingkungan yang kurang menguntungkan.
Proses rekayasa genetika telah berhasil mengembangkan berbagai spesies
tanaman baru dengan ketahanan terhadap organisme pengganggu, seperti
serangga, penyakit, dan gulma yang sangat merugikan tanaman.

2.2 Metoda rekayasa genetika pada tanaman

Metode transformasi genetik tanaman merupakan metode alternatif untuk


menghasilkan tanaman pangan hasil rekayasa genetik yang memiliki sifat-sifat
unggul, diantaranya ketahanan terhadap hama dan penyakit, ketahanan terhadap
herbisida, perubahan kandungan nutrisi dan peningkatan daya simpan.
Transformasi genetik adalah suatu perpindahan gen asing yang diisolasi dari
tanaman, virus, bakteri atau hewan ke dalam suatu genom baru. Pada tanaman,
keberhasilan transformasi genetik ditunjukkan oleh keberhasilan pertumbuhan
tanaman baru yang normal, fertil dan dapat mengekspresikan gen baru hasil
insersi.
Dalam memproduksi tanaman pangan hasil rekayasa genetik melibatkan
beberapa langkah dalam teknik biologi molekuler dan seluler. Suatu sifat yang
diinginkan harus dipilih dan gen yang mengatur sifat tersebut harus
dididentifikasi. Apabila gen yang diinginkan belum tersedia, maka harus diisolasi
dari organisme donor. Gen yang sudah diisolasi harus dikontruksi dalam suatu
vektor plasmid untuk ditransfer ke tanaman.

Dalam pembuatan tanaman hasil rekayasa genetika terdapat tiga


komponen penting yaitu:
a. Isolasi gen target
b. Proses transfer gen ke tanaman target
c. Expresi gen pada tanaman transgenik.
Sejumlah gen yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan tanaman melalui
rekayasa genetik adalah gen yang tahan terhadap cekaman lingkungan biotik
maupun abiotik, dan gen untuk modifikasi kualitas produk tanaman. Penelitian
transformasi untuk memproduksi tanaman tahan serangga hama dan penyakit
difokuskan pada protein-protein yang mengandung kode gen tunggal. Beberapa
contoh gen ketahanan terhadap hama atau penyakti adalah gen Bt, proitenase
inhibitor, cowpea trypsin inhibitor, kitinase, coat protein virus. Gen-gen yang
mengatur ketahanan tersebut bersifat tunggal, sehingga lebih mudah dimasukkan
ke dalam tanaman.

Gen phosphinotricin acetyl transferase (PAT) diisolasi dari Streptomyces


hygroscopicus dan gen 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synt5hase (EPSPS)
dari bakteri Klebsiella pneumonial digunakan untuk mentransformasi tanaman
toleran terhadap herbisida. Gen metallothionen-II digunakan untuk memperoleh
tanaman yang tahan terhadap logam berat. Gen mannitol-1-phosphate
dehydrogenasedigunakan untuk memperoleh tanaman yang tahan terhadap
salinitas. Gen yang mengkodemethionine rich seed protein dimanfaatkan untuk
meningkatkan kandungan methionin pada tanaman kedelai. Pendekatan teknologi
antisense digunakan untuk menunda pemasakan buah dan perubahan warna pada
bunga.

2.3 Jenis-jenis GMO yang sudah ada

Berikut ini disajikan berbagai tanaman hasil rekayasa genetika dan


keunggulannya dibandingkan dengan tanaman biasa yang sejenis:

a) Kedelai Transgenik
Kedelai merupakan produk Genetically Modified Organism terbesar yaitu
sekitar 33,3 juta ha atau sekitar 63% dari total produk GMO yang ada. Dengan
rekayasa genetika, dihasilkan tanaman transgenik yang tahan terhadap hama,
tahan terhadap herbisida dan memiliki kualitas hasil yang tinggi. Saat ini secara
global telah dikomersialkan dua jenis kedelai transgenik yaitu kedelai toleran
herbisida dan kedelai dengan kandungan asam lemak tinggi

b) Jagung Transgenik
Di Amerika Serikat, komoditi jagung telah mengalami rekayasa genetika
melalui teknologi rDNA, yaitu dengan memanfaatkan gen dari bakteri Bacillus
thuringiensis (Bt) untuk menghindarkan diri dari serangan hama serangga yang
disebut corn borer sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Gen Bacillus
thuringiensis yang dipindahkan mampu memproduksi senyawa pestisida yang
membunuh larva corn borer tersebut
Berdasarkan kajian tim CARE-LPPM IPB menunjukkan bahwa pengembangan
usaha tani jagung transgenik secara nasional memberikan keuntungan ekonomi
sekitar Rp. 6,8 triliun. Keuntungan itu berasal dari mulai peningkatan produksi
jagung, penghematan usaha tani hingga penghematan devisa negara dengan
berkurangnya ketergantungan akan impor jagung .
Dalam jangka pendek pengembangan jagung transgenik akan meningkatkan
produksi jagung nasional untuk pakan sebesar 145.170 ton dan konsumsi
langsung 225.550 ton. Sementara dalam jangka panjang, penurunan harga jagung
akan merangsang kenaikan permintaan jagung baik oleh industri pakan maupun
konsumsi langsung. Bukan hanya itu, dengan meningkatkan produksi jagung
Indonesia juga menekan impor jagung yang kini jumlahnya masih cukup besar.
Pada tahun 2006, impor jagung masih mencapai 1,76 juta ton. Secara tidak
langsung, penggunaan tanaman transgenik juga meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

c) Kapas Transgenik
Kapas hasil rekayasa genetika diperkenalkan tahun 1996 di Amerika Serikat.
Kapas yang telah mengalami rekayasa genetika dapat menurunkan jumlah
penggunaan insektisida. Diantara gen yang paling banyak digunakan adalah gen
cry (gen toksin) dari Bacillus thuringiensis, gen-gen dari bakteri untuk sifat
toleransi terhadap herbisida, gen yang menunda pemasakan buah. Bagi para
petani, keuntungan dengan menggunakan kapas transgenik adalah menekan
penggunaan pestisida atau membersihkan gulma tanaman dengan herbisida secara
efektif tanpa mematikan tanaman kapas. Serangga merupakan kendala utama pada
produksi tanaman kapas. Di samping dapat menurunkan produksi, serangan
serangga hama dapat menurunkan kualitas kapas.Saat ini lebih dari 50 persen
areal pertanaman kapas di Amerika merupakan kapas transgenik dan beberapa
tahun ke depan seluruhnya sudah merupakan tanaman kapas transgenik. Demikian
juga dengan Cina dan India yang merupakan produsen kapas terbesar di dunia
setelah Amerika Serikat juga secara intensif telah mengembangkan kapas
transgenik.

d) Tomat Transgenik
Pada pertanian konvensional, tomat harus dipanen ketika masih hijau tapi
belum matang. Hal ini disebabkan akrena tomat cepat lunak setelah matang.
Dengan demikian, tomat memiliki umur simpan yang pendek, cepat busuk dan
penanganan yang sulit. Tomat pada umumnya mengalami hal tersebut karena
memiliki gen yang menyebabkan buah tomat mudah lembek. Hal ini disebabkan
oleh enzim poligalakturonase yang berfungsi mempercepat degradasi pektin.
Tomat transgenik memiliki suatu gen khusus yang disebut antisenescens yang
memperlambat proses pematangan (ripening) dengan cara memperlambat sintesa
enzim poligalakturonase sehungga menunda pelunakan tomat. Dengan
mengurangi produksi enzim poligalakturonase akan dapat diperbaiki sifat-sifat
pemrosesan tomat. Varietas baru tersebut dibiarkan matang di bagian batang
tanamannya untuk waktu yang lebih lama sebelum dipanen. Bila dibandingkan
dengan generasi tomat sebelumnya, tomat jenis baru telah mengalami perubahan
genetika, tahan terhadap penanganan dan ditransportasi lebih baik, dan
kemungkinan pecah atau rusak selama pemrosesan lebih sedikit.

e) Kentang Transgenik
Mulai pada tanggal 15 Mei 1995, pemerintah Amerika nebyetujui untuk
mengomersialkan kentang hasil rekayasas genetika yang disebut Monsanto
sebagai perusahaan penunjang dengan sebutan kentang “New Leaf”. Jenis kentang
hybrid tersebut mengandung materi genetic yang memnungkinkan kentang
mampu melindungi dirinya terhadap serangan Colorado potato beetle. Dengan
demikian tanaman tersebut dapat menghindarkan diri dari penggunaan pestisida
kimia yang digunakan pada kentang tersebut. Selain resisten terhadap serangan
hama, kentang transgenik ini juga memiliki komposisi zat gizi yang lebih baik
bila dibandingkan dengan kentang pada umumnya. Hama beetle Colorado
merupakan suatu jenis serangga yang paling destruktif untuk komoditi kentang di
Amerika dan mampu menghancurkan sampai 85% produksi tahunan kentang bila
tidak ditanggulangi dengan baik.
Daya perlindungan kentang transgenik tersebut berasal dari bakteri Bacillus
thuringiensis sehingga kentang transgenik ini disebut juga dengan kentang Bt.
Sehingga diharapkan melalui kentang transgenik ini akan membantu suplai
kentang yang berkesinambungan, sehat dan dalam jangkauan daya beli
masyarakat.

f) Tebu
Hasil pengembangan tanaman tebu telah menghasilkan jenis tebu produk
rekayasa genetika (PRG) toleran kekeringan. Tebu ini sudah selesai dan disetujui
oleh Komisi Keamanan Hayati, serta mendapatkan rekomendasi dari Menteri
Lingkungan Hidup.

Bambang menjelaskan, temuan tebu itu milik PT Perkebunan Nusantara


XI Surabaya. Selain tebu PRG toleran kekeringan, ia pun menciptakan tebu PRG
rendemen tinggi dan tebu PRG efisien pupuk fosfat. Untuk tebu rendemen tinggi,
sedang menyusul untuk diuji keamanan lingkungannya. Bambang yang juga Guru
Besar Biologi Molekuler Fakultas MIPA Universitas Jember menjelaskan,
tanaman tebu memiliki penyerapan air tinggi. Karena itu, diharapkan tebu PRG
toleran kekeringan bisa memberi jalan keluar bagi penanaman tebu di lahan kering
atau tegalan yang banyak di luar Jawa.
Produk itu diperoleh dengan merakit struktur genetika tebu dengan
memasukkan gen yang menghasilkan betain atau asam amino. Keberadaan betain
membuat tebu toleran terhadap kondisi lahan kering. Pada uji terbatas, tebu PRG
punya rendemen lebih tinggi 1 persen dibandingkan tebu kontrol yang sebesar
7,83.
PTPN XI Surabaya telah menyiapkan lahan 29.000 hektar untuk ditanami
tebu transgenik. PTPN XI memiliki 67.000 hektar lahan dan 40 persennya lahan
kering atau tegalan. Tebu PRG diyakini menjadi salah satu jalan keluar
meningkatkan produksi. Saat ini produktivitas tebu 70 ton gula per hektar per
tahun. Dengan tebu PRG, hasilnya meningkat 20 persen. Sementara itu,
pengembangan tebu PRG rendemen tinggi bekerja sama Universitas Jember dan
Institut Teknologi Bandung dan tebu PRG efisien pemupukan fosfat bersama
Institut Pertanian Bogor.

2.4 Keamanan pangan

Pangan Produk Rekayasa Genetik mencakup pangan olahan yang diproduksi,


bahan baku pangan, bahantambahan pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan
dari proses rekayasa genetik. Namun pemanfaatanpangan PRG mengundang
kekhawatiran bahwa pangan tersebut mungkin dapat menimbulkan risikoterhadap
kesehatan manusia antara lain alergi, adanya transfer gen, dan menimbulkan
penyakit (kanker,AIDS dan flu). Oleh karenanya, kemungkinan timbulnya risiko
perlu diminimalkan melalui pengkajianyang dilakukan dengan pendekatan kehati
– hatian ( precautionary approach).
Sejak tahun 1996, pangan PRG telah tersedia di pasaran internasional antara
lain : jagung, kedelai, canoladan kentang. Pangan PRG tersebut telah melalui
kajian keamanan pangan sebelum diedarkan, dan hinggasaat ini, belum ditemukan
adanya pengaruh merugikan terhadap kesehatan manusia ( WHO ).
(http://www.who.int/foodsafety/areas_work/food-technology/faq-genetically-
modified-food/en/)
Beberapa negara yang sudah mengatur peredaran pangan PRG antar lain
Amerika Serikat, Uni Eropa,Cina, Afrika, Australia, Filipina. Berdasarkan
database Biosafety Clearing House (https://bch.cbd.int/)terdapat 117 jagung PRG,
33 kedelai PRG, dan 99 kentang PRG yang sudah dinyatakan aman
pangan.Sedangkan berdasarkan database Center for Evironmental Risk Assesment
( http://cera-gmo.com), saatini telah ada sektar 184 jenis PRG yang sudah
dinyatakan aman pangan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Departemen Kesehatan, melalui Komisi


Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (KKHKP) telah menyusun tata cara
pengkajian keamanan pangan PRG dan tata cara ini telah digunakan untuk
mengkaji keamanan pangan PRG. Pengkajian keamanan pangan GMF
menyangkut informasi genetik dan informasi keamanan pangan. Informasi genetik
berupa deskripsi umum pangan GMF, deskripsi inang dan penggunaannya sebagai
pangan, deskripsi organisme donor, deskripsi modifikasi genetic, dan karakteristik
modifikasi genetik. Sedangkan informasi keamanan pangan meliputi:
kesepadanan, substansial perubahan nilai gizi dibandingkan dengan pangan
tradisional, kemungkinan menimbulkan alergi dan toksisitas “Untuk Indonesia,
ambang batas yang ditetapkan adalah bila terdapat lebih dari lima persen bahan
mengandung GMF, maka harus dicantumkan dalam label. Dengan cara ini
konsumen mendapat informasi dan bias melakukan pilihan.

Saat ini status pangan transgenik Indonesia menunggu rekomendasi atas hasil
kajian keamanan pangan untuk kedelai dan jagung toleran glifosat. Kewajiban
pelabelan pangan PRG dilakukan setelah ada rekomendasi status keamanan
tanaman tersebut. Penelitian untuk menghasilkan pangan hasil rekayasa genetika
pun tengah dilakukan antara lain oleh LIPI dengan sejumlah persyaratan ketat.
Untuk mengantisipasi kontroversi mengenai produk rekayasa genetika masih akan
berlangsung, tetapi di sisi lain juga ada kebutuhan untuk tidak bergantung pada
pihak luar, rekomendasi WNPG VIII tentang dikembangkannya penelitian produk
rekayasa genetika lokal perlu disikapi dengan arif tanpa semata-mata bereaksi
menolak. Karena kenyataan yang sudah terjadi adalah bila tidak mengembangkan
produk rekayasa genetik sendiri, Indonesia akan menjadi konsumen produk
rekayasa genetik yang diproduksi negara lain atau perusahaan multinasional.

Ketentuan lebih lanjut tentang pengkajian keamanan pangan tersebut tertuang


dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2010 tentang Komisi
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik yang telah diubah melalui Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2010 tentang Komisi Keamanan Hayati
Produk Rekayasa Genetik; Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik; Keputusan Presiden
Nomor 181/M Tahun 2014 tentang Pengangkatan Dalam Keanggotaan KKH
PRG; dan Keputusan Ketua KKH PRG Nomor: KEP-02/KKH/10/2015 tentang
Perubahan Atas Keputusan Ketua KKH PRG Nomor: KEP-01/KKH/07/2015
tentang Penetapan Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
2.5 Keamanan Lingkungan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2005 Tentang
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik
Pasal 1
Keamanan lingkungan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah kemungkinan timbulnya resiko yang merugikan keanekaragaman
hayati sebagai akibat pemanfaatan produk rekayasa genetik.
Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah:
• menghambat pelunakan buah (pada tomat).
• tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus.
• meningkatkan nilai gizi tanaman, dan
• meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem
seperti lahan kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam yang
tinggi.
Dampak Tanaman Transgenik Terhadap Lingkungan
Perkembangan teknologi tanaman transgenik mengalami peningkatan
cukup pesat. Pada awal tahun 1988, baru ada sekitar 23 jenis tanaman transgenik
yang diproduksi. Namun pada tahun 1989, terjadi peningkatan menjadi 30
tanaman dan tahun 1990 terdapat 40 tanaman. Akan tetapi meskipun
perkembangannya cukup pesat, terdapat berbagai kekhawatiran masyarakat
terhadap tanaman transgenik. Adapun beberapa pengaruh negatif dari produk
tanaman transgenik yang dapat mengancam lingkungan sebagai berikut:
• Potensi musnahnya plasma nutfah
Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan
tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah
tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai
contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek
pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies
kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan
gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu
tersebut (anonymous, 2010).
Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt
dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada
pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva
kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma
milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami
kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang
cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.
• Potensi pergeseran sasaran
Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera
setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme
dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini
dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan
Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya.
Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat
• Potensi pergeseran ekologi
Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang
pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat
memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap
faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat
menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
• Potensi terbentuknya resistensi species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya
barrier species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat
ditimbulkan adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
• Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi
dengan gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi
lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi
mudah diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga. Penggunaan tanaman
transgenik yang resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan peningkatan
kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan dan bakteri
yang datang menyerang akar tanaman tersebut.

Indonesia perlu mewaspadai masuknya produksi tanaman yang sudah


dimodifikasi secara genetik (transgenik), karena sekarang di Amerika 27 %
produksi kedelai dan 24 % produksi jagungnya berasal dari hasil rekaysa genetika
. demikian juga dengan hasil tanaman lain seperti tomat dan kanola. Kewaspadaan
itu perlu mengingat indonesia mengimpor kedelai dan jagung dari Amerika
dengan jumlah yang cukup besar, umumnya ada tiga gen yang diintroduksi ke
tanaman, yaitu ketahanan herbisida, ketahanan tehadap penyakit, memperbaiki
mutu panen. namu dampaknya tehadap lingkungan dan ketergantungan ekonomi
perlu dikaji lebih lanjut.

Terhadap lingkungan tanaman transgenik dengan modifikasi tahan


terhadap virus dapat memunculkan strain virus dulu yang lebih ganas dan dapat
memunculkan gulma super yang tahan herbisida. Tipe kubis-kubisan yang diberi
gen ketahanan terhadap herbisida serbuk sarinya membuahi tanaman yang
merupakan gulma, dikhawatirkan biji yang dihasilkan berkembang menjadi gulma
yang tahan terhadap herbisida. Burung yang makan dari tanaman transgenik akan
menurun kemampuan reproduksinya. Tanaman jagung yang telah ditambahkan
gen tahan serangga bakteri baccilus serangga disekitar kebun akan menurun daya
hidupnya, gen pada bakteri bacillus berfungsi merusak pencernaan pada serangga,
sehingga berfungsi sebagai insectisida.
Insectisida yang terkandung pada jagung dapat mengendap ditubuh
manusia, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Secara garis besar, yang
dikhawatirkan dari tanaman transgenik adalah:
1. Terjadinya silang luar
2. Adanya efek kompensasi
3. Munculnya hama target yang tahan terhadap insektisida
4. Munculnya efek samping terhadap hama non target (Muladno, 2002).

2.6 Peraturan Indonesia terkait PRG dan GMO

Di Indonesia, telah disahkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.


21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati PRG yang diberlakukan baik untuk
PRG yang diintroduksi dari luar negeri maupun hasil riset nasional. Keamanan
hayati PRG adalah kemanan lingkungan, keamanan pangan, dan/atau keamanan
pakan. Pemberlakuan PP No. 21/2005 ditujukan untuk mencegah kemungkinan
timbulnya risiko yang merugikan bagi keanekaragaman hayati sebagai akibat
pemanfatan PRG dan mencegah timbulnya risiko yang merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia dan hewan dan ikan sebagai akibat dari proses
produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran, dan pemanfaatan pangan PRG.

Pada tahun 2005, Kepber Empat Menteri tahun 1999 telah diangkat menjadi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati PRG (Herman, 2009b). Dalam PP No. 21 Tahun 2005, yang
dimaksud dengan keamanan hayati PRG adalah keamanan lingkungan, keamanan
pangan dan/atau keamanan pakan PRG. Keamanan lingkungan PRG adalah
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya
risiko yang merugikan keanekaragaman hayati sebagai akibat pemanfatan PRG.
Keamanan pangan PRG adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah kemungkinan timbulnya risikoyang merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia sebagai akibat dari proses produksi, penyiapan, penyimpanan,
peredaran, dan pemanfaatan pangan PRG; sedangkan keamanan pakan PRG
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan
timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan hewan dan
ikan sebagai akibat dari proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran, dan
pemanfaatan pakan PRG (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21/2005).

Untuk menjalankan kebijakan tersebut, Pemerintah telah menyusun peraturan


perundang-undangan terkaitpengkajian keamanan pangan PRG, yaitu :
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang
Label dan IklanPangan;
• Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan
Gizi Pangan;
Pengkajian keamanan pangan PRG dilakukan oleh lembaga non struktural
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yaitu Komisi
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik ( KKH PRG) yang terdiriatas unsur
pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat. Hasil pengkajian
beruparekomendasi keamanan pangan PRG yang disampaikan kepada Kepala
Badan POM sebagai acuan untukmenerbitkan Surat Keputusan Izin Peredaran
Pangan PRG yang sekaligus merupakan sertifikat keamananpangan PRG.

Berdasarkan pengkajian keamanan pangan PRG, sampai tahun 2016 telah


diterbitkan sertifikat keamanan pangan PRG untuk 21 pangan produk rekayasa
genetik (tebu, jagung, kentang, kedelai) yang dapat diakses melalui website
http://indonesiabch.or.id.

Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait pangan PRG


melalui Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 35 tahun 2013 Tentang Rekayasa
genetik dan Produknya. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa :
Melakukan rekayasa genetik terhadap hewan, tumbuhan, dan mikroba adalah
mubah (boleh) dengan syarat :
• Dilakukan untuk kemaslahatan (bermanfaat);
• Tidak membahayakan ( tidak menimbulkan mudharat), baik pada manusia
maupun lingkungan; dan
• Tidak menggunakan gen atau bagian lain yang berasal dari tubuh manusia.
Produk hasil rekayasa genetika pada produk pangan, obat – obatan, dan
kosmetika adalah halal dengan syarat :
• Bermanfaat
• Tidak membahayakan;dan
• Sumber asal gen pada produk rekayasa genetika buka berasal dari yang
haram.
III. PENUTUP

GMO merupakan makanan yang dihasilkan dengan menggunakan teknik


modifikasi genetika. Modifikasi atau rekayasa genetika merupakan kegiatan
memanipulasi materi genetika dengan teknik biokimia dan bioteknologi modern.
Hasil rekayasa genetika dapat berupa hasil tanaman, ternak, dan ikan dalam
bentuk varitas/ klon/ jenis baru yang mempunyai sifat unggul tertentu.
Kontroversi terhadap pangan transgenic masih terjadi, karena sebagai produk
teknologi baru resiko jangka panjangnya belum diketahui. Produk transgenic yang
telah beredar di pasaran atau hanya digunakan sebagai bahan baku perlu diberi
labeling secara jelas dan jujur. Namun kenyataannya di lapangan hal ini belum
terlaksana, sehingga muncul pertanyaan apakah produk transgenic aman bagi
kesehatan manusia apabila dikonsumsi? Keputusan untuk memilih produk
transgenic diserahkan sepenuhnya kepada konsumen atas pertimbangan matang
terhadap kerugian dan keuntungannya serta dampak yang akan ditimbulkan.
DAFTAR PUSTAKA

Agustini, Ni Putu, 2011. Aspek Keamanan Pangan Genetically Modified Food


(GMF). Jurnal Ilmu Gizi Volume 2 Nomor 1, Februari 2011: 27-36.
Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar.

FAO/WHO. 2002. Draft Guideline for The Conduct of Food Safety Assessment
of Food Derived from Recombinant-DNA plant. Rome, Italy.

Muladno. 2002. Teknik Rekayasa Genetika. Bogor : Pustaka Wirausaha Muda.

Anda mungkin juga menyukai