GENETIKA (PRG)
Prihatin : A 3531070041
Muhammad Rezza Fahlevi : A 3531070051
Tugas: Peraturan Perundangan dalam Perlindungan Tanaman
I. PENDAHULUAN
Kasus gizi buruk yang terjadi di beberapa negara dapat menjadi pertanda
terjadinya krisis pangan. Berdasarkan data UNICEF, di Indonesia ada sekitar 1,3
juta jiwa balita yang masuk kategori rawan gizi serta terdapat sedikitnya 19 juta
penduduk miskin yang sulit untuk mendapatkan pangan yang cukup bergizi dan
seimbang. Diperkirakan setiap lima detik seorang anak di bawah usia 10 tahun di
dunia meninggal karena kelaparan dan lebih dari dua miliar penduduk dunia
menderita kekurangan gizi mikro. Selain itu, gejala krisis pangan lainnya adalah
ancaman kenaikan harga pangan dunia akibat krisis ekonomi yang melanda dunia
saat ini. Seperti krisis ekonomi di Amerika Serikat yang sudah mempengaruhi
perekonomian dunia dan saat ini telah berimbas kepada perekonomian di
Indonesia.
Pada tahun 1978 beberapa ahli seperti Werner Arber, Hamilton Smith, dan
Daniel mendapatkan hadiah nobel untuk penemuannya tentang Endonuklease
restriksi, yaitu enzim yang dapat memotong DNA. Dengan enzim tersebut, kini
manusia dapat memotong dan mengeluarkan gen dari kromosom, dan
memindahkannya ke sel individu lain atau jenis makhluk lain, dan dapat bekerja
normal dalam tubuh penerima atau yang mengalami rekayasa itu.
a) Kedelai Transgenik
Kedelai merupakan produk Genetically Modified Organism terbesar yaitu
sekitar 33,3 juta ha atau sekitar 63% dari total produk GMO yang ada. Dengan
rekayasa genetika, dihasilkan tanaman transgenik yang tahan terhadap hama,
tahan terhadap herbisida dan memiliki kualitas hasil yang tinggi. Saat ini secara
global telah dikomersialkan dua jenis kedelai transgenik yaitu kedelai toleran
herbisida dan kedelai dengan kandungan asam lemak tinggi
b) Jagung Transgenik
Di Amerika Serikat, komoditi jagung telah mengalami rekayasa genetika
melalui teknologi rDNA, yaitu dengan memanfaatkan gen dari bakteri Bacillus
thuringiensis (Bt) untuk menghindarkan diri dari serangan hama serangga yang
disebut corn borer sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Gen Bacillus
thuringiensis yang dipindahkan mampu memproduksi senyawa pestisida yang
membunuh larva corn borer tersebut
Berdasarkan kajian tim CARE-LPPM IPB menunjukkan bahwa pengembangan
usaha tani jagung transgenik secara nasional memberikan keuntungan ekonomi
sekitar Rp. 6,8 triliun. Keuntungan itu berasal dari mulai peningkatan produksi
jagung, penghematan usaha tani hingga penghematan devisa negara dengan
berkurangnya ketergantungan akan impor jagung .
Dalam jangka pendek pengembangan jagung transgenik akan meningkatkan
produksi jagung nasional untuk pakan sebesar 145.170 ton dan konsumsi
langsung 225.550 ton. Sementara dalam jangka panjang, penurunan harga jagung
akan merangsang kenaikan permintaan jagung baik oleh industri pakan maupun
konsumsi langsung. Bukan hanya itu, dengan meningkatkan produksi jagung
Indonesia juga menekan impor jagung yang kini jumlahnya masih cukup besar.
Pada tahun 2006, impor jagung masih mencapai 1,76 juta ton. Secara tidak
langsung, penggunaan tanaman transgenik juga meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
c) Kapas Transgenik
Kapas hasil rekayasa genetika diperkenalkan tahun 1996 di Amerika Serikat.
Kapas yang telah mengalami rekayasa genetika dapat menurunkan jumlah
penggunaan insektisida. Diantara gen yang paling banyak digunakan adalah gen
cry (gen toksin) dari Bacillus thuringiensis, gen-gen dari bakteri untuk sifat
toleransi terhadap herbisida, gen yang menunda pemasakan buah. Bagi para
petani, keuntungan dengan menggunakan kapas transgenik adalah menekan
penggunaan pestisida atau membersihkan gulma tanaman dengan herbisida secara
efektif tanpa mematikan tanaman kapas. Serangga merupakan kendala utama pada
produksi tanaman kapas. Di samping dapat menurunkan produksi, serangan
serangga hama dapat menurunkan kualitas kapas.Saat ini lebih dari 50 persen
areal pertanaman kapas di Amerika merupakan kapas transgenik dan beberapa
tahun ke depan seluruhnya sudah merupakan tanaman kapas transgenik. Demikian
juga dengan Cina dan India yang merupakan produsen kapas terbesar di dunia
setelah Amerika Serikat juga secara intensif telah mengembangkan kapas
transgenik.
d) Tomat Transgenik
Pada pertanian konvensional, tomat harus dipanen ketika masih hijau tapi
belum matang. Hal ini disebabkan akrena tomat cepat lunak setelah matang.
Dengan demikian, tomat memiliki umur simpan yang pendek, cepat busuk dan
penanganan yang sulit. Tomat pada umumnya mengalami hal tersebut karena
memiliki gen yang menyebabkan buah tomat mudah lembek. Hal ini disebabkan
oleh enzim poligalakturonase yang berfungsi mempercepat degradasi pektin.
Tomat transgenik memiliki suatu gen khusus yang disebut antisenescens yang
memperlambat proses pematangan (ripening) dengan cara memperlambat sintesa
enzim poligalakturonase sehungga menunda pelunakan tomat. Dengan
mengurangi produksi enzim poligalakturonase akan dapat diperbaiki sifat-sifat
pemrosesan tomat. Varietas baru tersebut dibiarkan matang di bagian batang
tanamannya untuk waktu yang lebih lama sebelum dipanen. Bila dibandingkan
dengan generasi tomat sebelumnya, tomat jenis baru telah mengalami perubahan
genetika, tahan terhadap penanganan dan ditransportasi lebih baik, dan
kemungkinan pecah atau rusak selama pemrosesan lebih sedikit.
e) Kentang Transgenik
Mulai pada tanggal 15 Mei 1995, pemerintah Amerika nebyetujui untuk
mengomersialkan kentang hasil rekayasas genetika yang disebut Monsanto
sebagai perusahaan penunjang dengan sebutan kentang “New Leaf”. Jenis kentang
hybrid tersebut mengandung materi genetic yang memnungkinkan kentang
mampu melindungi dirinya terhadap serangan Colorado potato beetle. Dengan
demikian tanaman tersebut dapat menghindarkan diri dari penggunaan pestisida
kimia yang digunakan pada kentang tersebut. Selain resisten terhadap serangan
hama, kentang transgenik ini juga memiliki komposisi zat gizi yang lebih baik
bila dibandingkan dengan kentang pada umumnya. Hama beetle Colorado
merupakan suatu jenis serangga yang paling destruktif untuk komoditi kentang di
Amerika dan mampu menghancurkan sampai 85% produksi tahunan kentang bila
tidak ditanggulangi dengan baik.
Daya perlindungan kentang transgenik tersebut berasal dari bakteri Bacillus
thuringiensis sehingga kentang transgenik ini disebut juga dengan kentang Bt.
Sehingga diharapkan melalui kentang transgenik ini akan membantu suplai
kentang yang berkesinambungan, sehat dan dalam jangkauan daya beli
masyarakat.
f) Tebu
Hasil pengembangan tanaman tebu telah menghasilkan jenis tebu produk
rekayasa genetika (PRG) toleran kekeringan. Tebu ini sudah selesai dan disetujui
oleh Komisi Keamanan Hayati, serta mendapatkan rekomendasi dari Menteri
Lingkungan Hidup.
Saat ini status pangan transgenik Indonesia menunggu rekomendasi atas hasil
kajian keamanan pangan untuk kedelai dan jagung toleran glifosat. Kewajiban
pelabelan pangan PRG dilakukan setelah ada rekomendasi status keamanan
tanaman tersebut. Penelitian untuk menghasilkan pangan hasil rekayasa genetika
pun tengah dilakukan antara lain oleh LIPI dengan sejumlah persyaratan ketat.
Untuk mengantisipasi kontroversi mengenai produk rekayasa genetika masih akan
berlangsung, tetapi di sisi lain juga ada kebutuhan untuk tidak bergantung pada
pihak luar, rekomendasi WNPG VIII tentang dikembangkannya penelitian produk
rekayasa genetika lokal perlu disikapi dengan arif tanpa semata-mata bereaksi
menolak. Karena kenyataan yang sudah terjadi adalah bila tidak mengembangkan
produk rekayasa genetik sendiri, Indonesia akan menjadi konsumen produk
rekayasa genetik yang diproduksi negara lain atau perusahaan multinasional.
Pada tahun 2005, Kepber Empat Menteri tahun 1999 telah diangkat menjadi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati PRG (Herman, 2009b). Dalam PP No. 21 Tahun 2005, yang
dimaksud dengan keamanan hayati PRG adalah keamanan lingkungan, keamanan
pangan dan/atau keamanan pakan PRG. Keamanan lingkungan PRG adalah
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya
risiko yang merugikan keanekaragaman hayati sebagai akibat pemanfatan PRG.
Keamanan pangan PRG adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah kemungkinan timbulnya risikoyang merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia sebagai akibat dari proses produksi, penyiapan, penyimpanan,
peredaran, dan pemanfaatan pangan PRG; sedangkan keamanan pakan PRG
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan
timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan hewan dan
ikan sebagai akibat dari proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran, dan
pemanfaatan pakan PRG (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21/2005).
FAO/WHO. 2002. Draft Guideline for The Conduct of Food Safety Assessment
of Food Derived from Recombinant-DNA plant. Rome, Italy.