Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Asal Mula perkembagan Sosiologi Politik

Teori-teori yang dicetuskan oleh pemikir-pemikir terkemuka berpengaruh besar terhadap


studi-studi politik. Maka tidak mengherankan muncul studi-studi yang dapat di golongkan
dalam bidang “sosiologi politik”. Asal mula sosiologi politik sebagai bidang suatu studi sulit
ditetapkan secara pasti. Namun hal ini bisa ditelusuri dari karya-karya sosiolog atau ilmuwan
politik mengenai tema-tema sosiologi politik. Dua tokoh besar yang bisa dianggap sebagai
"bapak pendiri" sosiologi politik karena karyanya yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan sosiologi politik, baik dalam hal teori atau konsep dan metodologi ialah Karl
Marx dan Max Weber.

a. Sumbangan Marx

Sumbangan Marx sangat bervariasi , yang digolongkan dalam tiga bidang, yaitu teori umum,
teori khusus, dan metodologi. Teori umum Marx berbicara tentang determinisme ekonomi
dan dialektika materialisme. Teori khusus berbicara tentang perjuangan kelas dan alienasi.
Sumbangan metodelogisnya tampak dari upaya untuk mengembangkan sosialisme ilmiah.

b. Sumbangan Weber

Menurut Weber, faktor-faktor non ekonomis, dan ide-ide merupakan faktor sosiologis yang
penting. Begitu juga status sosial dan posisi individual dalam struktur kekuasaan menentukan
strata masyarakat.

Politik adalah sarana perjuangan unruk bersama-sama melaksanakan politik, atau perjuangan
untuk mempengaruhi pendistribusian kekuasaan, baik di antara negara-negara maupun
diantara kelompok-kelompok di dalam suatu negara. Ada tipe legitimasi yaitu tradisional,
karisnatik, legal-rasional.

Menurut Weber sosiologi harus bebas nilai. Sumbagan metodelogis yang diterapkan nya pada
sosiologi adalah pemahaman yang disebut Verstehen.
BAB II

TEORI

Peristiwa revolusi politik yang diwakili oleh Revolusi Perancis pada tahun 1789 dan
berlanjut sampai abad ke-19 yang memunculkan perubahan pada tatanan sosial telah
menghadapkan masyarakat Eropa pada kondisi yang serba chaos dan disorder. Sementara itu
di sisi lain mereka juga berharap bahwa kedamaian dan tatanan sosial yang selama ini sudah
mapan bias kembali lagi. Dalam kondisi seperti, inilah maka para pemikir berpendapat bahwa
sudah saatnya mereka harus mencari fondasi yang baru bagi tatanan sosial baru yang ada.
Para pemikir Eropa abad ke-18 mengidentifikasi sejumlah peristiwa yang dianggap sebagai
ancaman atas apa yang selama ini dianggap oleh masyarakat sebagai kebenaran atau
kenyataan tersebut.
Peter Berger mengidentifikasi disintegrasi masyarakat, khususnya disintegrasi dalam
agama Kristen, sebagai peristiwa yang melatarbelakangi munculnya sosiologi. Sementara L.
Layendecker mengaitkan kelahiran sosiologi dengan
(a) pertumbuhan kapitalisme pada akhir abad ke-18.
(b) perubahan bidang sosial dan politik,
(c) perubahan yang ada hubungannya dengan reformasi yang dibawa oleh Martin
Luther.
(d) meningkatnya paham individualisme,
(e) lahirnya ilmu pengetahuan modern,
(f) berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri,
(g) revolusi industri, dan
(h) revolusi Perancis.
Sedangkan Ritzer berpendapat bahwa kelahiran sosiologi erat berhubungan dengan
(a) revolusi politik,
(b) revolusi industri dan munculnya kapitalisme,
(c) munculnya sosialisme,
(d) urbanisasi,
(e) perubahan di bidang keagamaan, dan
(f) perubahan dalam bidang ilmu (Sunarto, 2000: 1).
Untuk dapat mengerti peristiwa lepasnya sosiologi dari filsafat,. Perkembangan
sosiologi melewati empat periode yang meliputi periode
a) pra-sosiologi,
b) peralihan ilmu sosiologi abad 18,
c) kelahiran ilmu sosiologi abad 19, dan
d) periode perkembangan ilmu sosiologi (Ahmadi, 1983: 11).
Pada periode pra-sosiologi yaitu sebelum sosiologi menjadi ilmu yang berdiri sendiri,
sudah banyak pemikir-pemikir (dari ilmu filsafat) yang mengkaji tentang masyarakat,
misalnya Aristoteles dengan bukunya yang berjudul ‘Republica’ dan Plato dengan bukunya
yang berjudul ‘Politeia’. Mereka dalam mengkaji masyarakat biasanya dikaitkan dengan
kajian tentang Negara. Oleh karena itu, kajian tentang masyarakat selanjutnya banyak
dilakukan oleh pemikir-pemikir dari bidang politik.
Pemikir politik Thomas Hobbes (1588-1679) dengan slogannya yang berbunyi ‘homo
homini lupus’ (manusia merupakan serigala terhadap manusia lainnya) berusaha menjelaskan
bahwa individu-individu itu selalu berperang sehingga tidak terbentuk suasana tenang. Untuk
mencapai ketenangan maka dibuatlah kesepakatan-kesepakatan di antara mereka. Pemikir
lainnya John Locke (1632-1704) dengan idenya tentang masyarakat yang dicita-citakan
berpendapat bahwa sudah kodratnya manusia dilahirkan mempunyai sejumlah hak. Akan
tetapi kenyataannya hak-hak tersebut sering kali tidak dimilikinya karena ada hubungan yang
timpang antara penguasa dan yang dikuasai. Untuk mengatasi ketimpangan ini maka
dibuatlah kesepakatan di antara mereka.
Di lain pihak Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berpendapat bahwa individu itu
dilahirkan dalam keadaan bebas. Akan tetapi kenyataannya sering kali individu tersebut
terbelenggu oleh penguasa. Untuk mendapatkan kebebasannya lagi maka dibuatlah
kesepakatan di antara mereka. Dari ide-ide para pemikir politik tersebut di atas nampak
bahwa ide tentang masyarakat sudah dimasukkan dalam kajian mereka. Pada periode
peralihan ilmu sosiologi abad 18, terjadi proses timbul tenggelamnya ilmu sosiologi. Pada
masa itu terjadi perubahan masyarakat yang sangat besar dan cepat, terutama perubahan pada
bidang ekonomi dan teknologi. Pada masa itu juga berkembang berbagai isme, yaitu
industrialisme dan kapitalisme, positivisme, dan darwinisme.
Isme-isme ini sangat mempengaruhi perkembangan pemikiran sosiologi pada masa
itu. Selanjutnya pada periode kelahiran ilmu sosiologi abad ke-19, sebagai bagian dari ilmu
social, maka sosiologi bersama-sama dengan ilmu sosial lainnya menjadikan masyarakat
sebagai obyek kajiannya, akan tetapi dengan sudut pandangnya sendiri-sendiri. Pada masa itu
sosiologi cenderung melihat masyarakat secara positif sehingga lahirlah paham positivisme
dalam sosiologi yang dimotori oleh August Comte.
Telaah politik yang sesungguhnya mulai dilakukan ketika orang yakin bahwa mereka
dapat membentuk pemerintah sendiri sesuai dengan asas-asas yang dapat difahami dan
diterima akal. Dimulai oleh Plato yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles, para pemikir
Yunani Kuno mengemukakan gagasan bahwa dengan menerapkan asas-asas penalaran
terhadap masalah-masalah kemanusiaan, maka manusia dapat memerintah dirinya sendiri.
Titik tolak ini merupakan suatu hal yang sangat penting, oleh karena alam semesta tidak lagi
dianggap sebagai daerah kekuasaan dewa-dewa. Tetapi tidak dapat difahami dalam kerangka
ilmu pengetahuan.
Di Yunani kuno, pemikiran tentang Negara dan pemerintahan di mulai sekitar 450
sebelum masehi, seperti tercermin dalam karya filsafat Plato dan Aristoteles, maupun karya
sejarah Herodotus. Demikian juga pusat-pusat kebudayaan tua di Asia, seperti India dan
China, juga mewariskan tulisan-tulisan tentang Negara dan pemerintahan. Tulisan-tulisan ini
disajikan dalam bentuk kesusasteraan dan filsafat, misalnya Dharmasastra dan Arthasastra di
India maupun karya Confucius dan Mencius di China.
Pemikiran mengenai Negara dan pemerintahan juga bukan merupakan hal yang baru
dalam pemikiran ummat manusia. Dengan demikian politik merupakan suatu cara untuk
mengendalikan aktivitas-aktivitas manusia. Dalam keadaan yang demikian manusia terpaksa
membuat berbagai keputusan yang melibatkan semua elemen yang ada dalam masyarakat
tersebut.
Ketika ilmu politik banyak dipengaruhi oleh ilmu hokum, pusat perhatian utama
adalah Negara. Tradisi ini terutama berkembang di Jerman, Austria dan Perancis, sedangkan
di Inggris perkembangan Ilmu politik banyak diengaruhi oleh filsafat moral. Perancis dan
Inggris memang kemudian menjadi ujung tombak dalam perkembangan ilmu politik sebagai
disiplin tersendiri, setelah dibentuknya Ecole Libere des Science Politiques (1870) dan
London School of Economic and Political Science (1895).
Perkembangan Ilmu politik di Amerika Serikat dipengaruhi oleh spektrum yang lebih
luas, Kajian ilmu politik di benua baru yang ditemukan oleh Columbus ini, berpijak pada ide
rasionalitas dari Yunani. Ide yuridis dari Roma, ide kenegaraan dari Jerman, dan ide-ide
persamaan, kebebasan dan kekuasaan yang berasal dari Inggris dan Perancis. Oleh karena itu
Amerika Serikat tidak mengenal tradisi Monarkhi, di samping adanya pertalian antara
monarkhi dan tirani di Eropah dibenak orang Amerika Serikat, tentu tidak mengherankan
apabila orang Ameriika lebih menyukai pemikiran yang universal dan bertumpu pada azas-
azas demokrasi.
Sementara itu, ketidakpuasan sarjana-sarjana Amerika terhadap pendekatan yuridis,
menyebabkan mereka berpaling pada pengumpulan fakta-fakta empiric, Tradisi ini kemudian
didukung pula oleh perkembangan ilmu ilmu social linnya, misalny psikologi dan sosiologi.
Assosiasi ilmu politik (APSA) yang didirikan pada tahun 1904, pada dasarnya merupakan
wadah untuk mengumpulkan fakta-fakta.
Pendekatan empirik ini berkembang di Amerika Serikat ketika orang menjadi sadar
bahwa diperlukan azas-azas baru untuk menjelaskan tingkah laku manusia, sehingga
Psikologi dengan perhatian utamanya terhadap proses belajar, pendidikan dan pembentukan
pendapat umum memperoleh perhatian luas dari para sarjana. Bersamaan dengan berdirinya
APSA dua orang Filsuf, masing-masing William James dan John Dewey, mulai tergugah
untuk memberikan sumbangan ilmu psikologi kepada ilmu politik. Pendekatan ini kemudian
dikenal sebagai pendekatan perilaku.
Sejarah ilmu sosiologi politik juga mengalami perkembangan yang sangat pesat
dimana para sarjana politik mengakui pentinya sosiologi politik. Teori yang dekemukakan
oleh pemikir terkenal, seperti Karl Max, Max Weber, Mosca dan Pareto serta
Michels berpengaruh besar terhadap studi-studi politik. Studi sosiologis memberikan
wawasan yang berharga bagi studi-studi politik. Maka tidak mengherankan bila kemudian
muncul karya-karya yang digolongkan dalam bidang “Sosiologi Politik” Karya tersebut lahir
karena dilakukan penelitian yang sungguh-sungguh dan cermat mengenai hubungan antara
masalah-masalah politik dan masyarakat, antara struktur politik dan struktur social, antara
tingkah laku politik dab tingkah laku social.
Diantara tokoh-tokoh tersebut ada dua yang sangat menonjol dalam bidang sosiologi
politik, yaitu Karl Marx (1818-1883) dan Max Weber (1864 – 1920) keduanya memberikan
sumbangan yang sagat besar terhadap perkembangan Sosiologi Politik.
Sumbangan pemikiran Marx tentang sosiologi politik sangat bervariasi dan dapat
digolongkan dalam tiga bidang, yaitu Teori Umum, Teori Khusus dan Metodologi. Teori
Umum berbicara tentang determinisme ekonomi dan dialektika materialism. Sedangkan Teori
Khusus membicarakan perjuangan kelas, serta sumbangan metodologinya tampak dari
upayanya untuk mengembangkan sosialisme ilmiah. Marx tidak mengakui bahwa perbedaan
antara kaum pekerja dan kaum kapitalis ditentukan oleh seleksi ilmiah, sebaliknya ia yakin
bahwa perbedaan diantara mereka ditentukan oleh system ekonomi. Disamping itu Marx juga
berpendapat bahwa Agama adalah candu bagi masyarakat. Agama adalah temppat pelarian
orang-orang miskin.
Manakala menurut Weber, factor-faktor non ekonomis, dan ide-ide mertupakan
factor sosiologis yang penting. Begitu pula status social dan posisi individual dalam struktur
kekuasaan menentukan strata masyarakat. Menurut Weber ada tiga tipe legitimasi kekuasaan,
yaitu legitimasi Tradisional, legitimasi Karismatik dan legitimasi legal rasional.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Sosiologi

Menurut pendapat Soerjono Soekanto dalam Ng Philipus (2008) Sosiologi adalah

ilmu yang mempelajari struktur social, proses social termasuk perubahan-perubahan social
dan masalah social.Sedangkan mengikuti pendapat Pitirien Sorokin Sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala

social, misalnya antara gejala ekonomi dan agama, antara keluarga dan moral, antara
hokum dan ekonomi, gerakan masyarakat dan politik serta ejala lainnya. Manakala Emile
Durkheim Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta-fakta social, yaitu fakta-fakta yang

berisikan cara bertindak, berfikir dan merasakan yang mengendalikan individu tersebut.

Merujuk kepada pendapat Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi sosiologi

adalah ilmu masyarakat yang mempelajari struktur social dan proses-proses social termasuk
didalamnya perubahan-perubahan social, norma-norma social, lemabaga-lembaga social
serta lapisan-lapisan social.
Dari definisi yang tersebut diatas, maka definisi sosiologi dapat ditakrifkan adalah
Sosiologi adalah ilmu yang memahami dan mempelajari seluruh segi kehidupan masyarakat
yang mencakup masalah struktur sosial, proses sosial, perubahan sosial, gejala sosial,

interaksi sosial, problem sosial dan organisasi sosial.


3.1 Definisi Politik

Politik dalam bahasa Arab disebut dengan ”Siyasyah” sedangkan dalam bahasa
Inggris disebut dengan ”Politics” kedua istilah tersebut berarti cerdik dan bijaksana. Asal
mula kata politik itu sendiri dari kata ”polis” yang berarti negara kota, dengan politik berarti

adanya hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul
aturan dan kewenangan, dan akhirnya kekuasaan. Menurut Wilbur White (1947) Political

Science is the study of the formation, forms and processes of the state and

government.
Menurut Robert A.Dahl Political Science is,of couse, the study of politics, one
might better say, it is the systematic study of politics, that is as attempt by systematic
analysis to discover in the compusing tangle of spesific detail what ever principle
may exist of wider and more general significance.

Definisi politik menurut Meriam Budiardjo bahwa politik adalah sebagai berbagai
macam kegiatan yang terjadi dalam suatu negara, yang menyangkut dengan proses
menentukan tujuan dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Sedangkan Roger F.

Soltou Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan
lembaga-lembaga negara yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara
negara dengan warganegara dan hubungan antara negara dengan negara lain.

Sementara David Easton mengatakan bahwa ilmu pilitik adalah studi mengenai
terbentuknya kebijaksanaan umum.
Ramlan Surbakti (1993 : 1-2) menyebutkan bahwa ada lima pandangan ketika

berbicara tentang politik, yaitu:


· Politik adalah usaha-usaha yang ditempuh oleh warganegara untuk
membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama,
· Politik ialah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan
pemerintahan,
· Politik adalah segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan
mempertahankan dalam masyarakat,
· Politik segala kegiatan yang berkaitan perumusan dan pelaksanaan
kebijaksanaan umum, dan
· Politik adalah sebagai konflik dalam rangka mencari dan/atau mempertahankan
sumber-sumber yang dianggap penting.
1.2.3. Sifat Kontradiktif dan ambivalen Ilmu Politik.

Apabila dianalisis secara mendalam dari berbagai referensi dan para pakar ilmu politik,
maka ditemui bahwa ilmu politik mempunyai sifat dan ambivalennya diantaranya,
1) Politik bisa dipandang sebagai arena pertarungan untuk merebut, mengendalikan,
dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Disamping itu politik

merupakan biang konflik dan sebagai instrumen untuk menindas.


2) Sebaliknya politik juga bisa dipandang sebagai upaya menegakkan ketertiban dan
keadilan melalui sarana kekuasaan sebagai pelindung kepentingan dan

kesejahteraan umum melawan tekanan dabn tuntutan berbagai kelompok


kepentingan, dan politik merupakan kekuasaan sebagai instrumen pengintegrasian.
Skrematisnya sebagai berikut :

3.3 Definisi Sosiologi Politik

Terdapat berbagai macam definisi dalam memberikan pengertian sosialis


si politik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sosialisasi politik adalah proses
internalisasi nilai, pengenalan dan pemahaman, pemeliharaan dan penciptaan, serta proses
eksternalisasi nilai-nilai dan pedoman politik dari individu/kelompok ke individu/kelompok
yang lain. Sosialisasi politik ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Dengan
demikian sosiologi politik akan meneropong kekuasaan dalam konteks social, hal tersebut
dipengaruhi oleh, individu, masyarakat dan Negara disatu pihak sedangkan dilain pihak
dipengaruhi oleh lingkungan global, dengan demikian dalam skematis dapat dilihat sebagai
berikut:
Berdasarkan kepada skematis tersebu diatas, maka berbagai Sarjana Sosiologi
politik mendefinisikannya seperti dibawah ini :
Menurut Duverger (1996) bahwa Sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan,

pemerintahan, otoritas, komando didalam semua masyarakat manusia yang bukan saja
didalam masyarakat nasional, tetapi masyarakat lokal dan Masyarakat
internasional Sementara Sherman dan Kolker (1987) ia berpendapat bahwa sosiologi

politik adalah studi yang mempelajari mengenai partisipasi dalam pembuatan keputusan
mengenai suatu kehidupan yang luas dan yang sempit.
Sedangkan Faulks (1999) mendefinisikan sosiologi politik adalah ilmu yang
mempelajari hubungan kekuasaan yang saling tergantung antara negara dan masyarakat
sivil. Dimana diantara negara dengan masyarakat sivil terdapat batas-batas kekuasaan yang
saling berhubungan dalam proses perubahan sosial.
Di dalam Wikipedia, The free Enclopedia disebutkan bahwa Sosiologi Politik
merupakan studi tentang basis sosial dan politik, dengan demikian bidang utamanya kajian
sosiologi politik kontemporer meliputi 4 bidang yaitu :
1) The social formation of the modern state,
2) ”who rules” that is, how social inequality between groups (classes, races,
genders, etc) affect politics,
3) How social movements and trends out side of the formal institution of political
power affect politics, and
4) Power is small goups (e.g families, workplaces).

3.4 Keterkaitan Sosiologi dan Politik

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh seluk beluk yang berhubungan dengan
sosial. Banyak aspek yang dipelajari dalam ilmu sosiologi dimana berkait dengan kehidupan
sosial, hubungan antar sesama, kekeluargaan, kasta, rumpun, bangsa, agama dan asosiasi
kebudayaan, ekonomi dan organisasi politik.

Pada dasarnya ilmu sosiologi sangat berkaitan erat dengan ilmu politik karena pada dasarnya
perlu dipahami mengenai ruang lingkup penelaahan masing-masing ilmu. Misal: ilmu
sosiologi mempelajari proses proses yang terjadi di antara masyarakat. Sedangkan ilmu
politik berhubungan dengan pembentukan kekuasaan dan alokasi kekuatan. Dari situ bisa
didapat gambaran bahwa kedua ilmu tersebut saling berkait. Misal, dalam sosiologi ada
penelaahan tentang profil sosial, nah hal itu digunakan dalam ilmu politik untuk menelaah
misalnya: kelompok sosial yag bersifat apatis terhadap politik, anomie terhadap politik,
kecenderungan suatu kelompok sosial untuk bereaksi terhadap suatu keputusan politik.

Karena pelaku Politik merupakan bagian dari masyarakat yang juga harus memiliki rasa
sosial, maka disinilah keterkaitan Sosiologi dan Politik. Dalam berpolitik kita akan
menghadapi berbagai masalah diantaranya pesaing. Maka agar kita dapat bersaing dengan
pesaing. Kita harus memiliki Ilmu Sosiologi yang cukup yang bertujuan untuk mengetahui
titik kelemahan pesaing kita baik dari sikapnya, tingkah lakunya dan lain sebagainya.

Pada intinya, pelaku politik adalah manusia yang merupakan bagian dari masyarakat,
sedangkan Ilmu Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang hampir keseluruhan
dari aspek-aspek yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karnanya keterkaitan antara
Sosiologi dan Politik itu sangat erat dan saling menimbulkan ketergantungan antara satu
dengan yang lainnya.
3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sosiologi Politik

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan Sosiologi Politik antara lain :

1. Keluarga

Aspek-aspek kehidupan keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi partisipasi Politik seorang anak, diantaranya karena :

a. Tingkat daya tarik keluarga bagi seorang anak

b. Tingkat kesamaan pilihan (preferensi) Politik orang tua

c. Tingkat keutuhan (cohesiveness) keluarga

d. Tingkat minat orang tua terhadap Politik

e. Proses sosialisasi Politik keluarga

2. Agama dan Ekonomi

Selain keluarga faktor yang mempengaruhi perilaku Politik individu adalah agama yang
dianutnya. Dalam kenyataan pendidikan anak dalam keluarga antara lain mengajarkan
tentang otoritas, yaitu otoritas orang tua. Otoritas ini merupakan perpaduan antara otoritas
politik dan agama. Sementara organisasi keagamaan diluar rumah pada kenyataannya juga
mensosialisasikan ajaran yang mengandung pendidikan politik. Dengan demikian agama
yang memuat nilai-nilai dan ajaran-ajaran juga dapat mendorong individu untuk
berpartisipasi dalam kegiatan politik.

3. Stratifikasi serta Sistem Nilai dan Kepercayaan

Perbedaan kelas sosial dalam suatu masyarakat akan berpengaruh pada perbedaan keyakinan
dan pola perilaku individu diberbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik.
Perbedaan kelas akan tercermin pada praktik sosialisasi, aktivitas budaya, dan pengalaman
sosialnya. Tingkat partisipasi individu dalan voting dilukiskan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, pendapatan, ras, jenis kelamin, situasi, dan status individu tersebut.
3.6 Peranan Sosiologi Politik

Dari konsep-konsep yang sudah dijelaskan merupakan suatu usaha untuk menyumbang
kepada tugas pengembangan sosiologi politik sebagai kaitan teoritis dan metodelogis antara
sosiologi dan ilmu politik.

Jadi, seperti yang dilakukan oleh sementara pengamat, ada dikemukakan pendapat bahwa
sosiologi politik mengandung “suatu keterlibatan politik pada nilai-nilai dari lembaga-
lembaga demokratis;[2]dan bahwa tugas pokoknya sebagai sebagai “studi tentang kondisi
demokrasi sebagai suatu sistem sosial”[3] adalah tidak wajar, seperti juga menempatkan
batas-batas yang tak dapat diterima dari sosiologi politik.

Sedangkan sosiologi politik telah memberikan keterangan luas mengenai kondisi di mana
demokrasi mungkin bisa berkembang, dan telah banyak berjasa dalam menjelaskan proses
demokrasi. Maka kita percaya, bahwa ada cukup bukti dalam buku ini untuk menyokong
pandangan, bahwa sosiologi politik secara metodelogis dapat diterapkan pada setiap studi
sistem politik.

Seberapa jauh kemungkinan berlangsungnya hal ini pada waktu sekarang untuk
menggunakan sosiologi politik pada sistem politik, adalah soal lain lagi. Hal ini disebabkan
karena penetapan sosiologi poltik sebagai satu pendekatan interdisipliner (ilmu pengetahuan)
adalah nyata; sebagai proses corssfertilization (pemupukan silang) yang seimbang antara para
sosiolog dan ilmuan politik, lebih banyak merupakan tugas bagi hari-hari mendatang daripada
suatu prestasi pada waktu sekarang.[4]
BAB IV

ANALISIS

Analisis yang dimaksudkan di sini adalah sudut pandang atau pendekatan, metode yang
dipakai oleh para ahli sosiologi politik untuk mempelajari masalah-masalah yang menjadi
objek perhatian mereka. Umumnya para ahli sosiologi politik mempelajari masalah-masalah
seperti berikut :

1. Kondisi – kondisi apakah yang menimbulkan tertib politik atau kekacauan politik dalam
masyarakat?

2. Mengapa sistem-sistem politik tertentu dianggap sah atau tidak sah oleh warga negara?

3. Mengapa sistem-sistem politik tertentu stabil, sedangkan yang lainnya tidak ?

4. Mengapa ada pemerintahan yang demokratis, dan mengapa ada yang totaliter?

5. Mengapa pula ada pemerintahan yang merupakan kombinasi antara keduanya.?

6. Faktor –faktor apakah yang menyebabkan variasi pada sistem kepartaian, taraf
partisipasi politik, dan angka rata-rata pemilihan suara?

Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, dipergunakan berbagai cara


pendekatan historis, pendekatan komparatif, institusional, dan pendekatan histories,
pendekatan komparatif, instituusional, dan pendekatan behavioral. Melalui pendekatan
histories kita berusaha mencari karya para ahli sosiologi politik klasik untuk menemukan
konsern-konsern dan minat-minat tradisional dari sosiologi politik sebagai suatu dsiplin
intelektual. Dengan cara ini kita bisa menemukan bagaimana jawaban-jawaban mereka atas
permasalahan-permasalahan yang kita hadapi. Dengan kata lain, pendekatan ini memberikan
suatu perspektif yang diperlukan bagi studi-studi yang sama, baik dalam pengertian
kontekstual maupun temporal. (Maran, 2001)

Metode adalah cara yang dilakukan dalam studi sosiologi politik termasuk teknik
analisa data guna mengambil kesimpulan. Ada dua metode yang dikenal, yaitu:

1. metode kuantitatif, yang menggunakan data-data kuantitatif (angka-angka) dan tes-tes


statistika dalam pengambilan kesimpulan,
2. metode kualitatif, yang menggunakan data-data kualitatif (verbal) dan tidak menggunakan
teknik-teknik statistika dalam mengambil kesimpulan.

Sosiologi politik, melalui penelitian-penelitian yang dilakukan dapat berperan dalam


pembangunan, khususnya pembangunan politik. Peranan tersebut terutama dalam
menyediakan data-data hasil penelitian guna keperluan perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembangunan.
BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1 Kesimpulan

Menurut pengertian yang lebih modern, sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan,
pemerintahan, otoritas, komando, di dalam semua masyarakat manusia, tidak hanya di dalam
masyarakat nasional. Konsep ini pada dasarnya, memfokuskan pada perbedaaan antara
pemerintah dan yang diperintah. Dalam setiap kelompok manusia, mulai dari yang terkecil
hingga yang terbesar, mulai dari yang rapuh hingga yang paling stabil terdapat orang yang
memerintah dan mereka yang mematuhinya, terdapat mereka yang membuat keputusan dan
orang-orang yang menaati keputusan yang bersangkutan. Perbedaaan tersebut merupakan
fenomena politik yang fundamental yang dijelaskan melalui studi perbandingan pada setiap
masyarakat dan pada setiap tingkatan sosial.

Kedua konsep di atas tidak dengan sendirinya memperjelas pengertian sosiologi politik.
Terdapat dua tafsiran umum tentang politik. Di satu pihak, politik secara hakiki dipandang
sebagai pergolakan, pertempuran. Kekuasaan memungkinkan kelompok-kelompok dan
individu yang berkuasa mempertahankan dominasi terhadap masyarakat dan
mengeksploitasinya. Sedangkan kelompok dan individu yag lain menentang dominasi dan
tidak eksploitatif tersebut. Di sini politik merupakan sarana untuk mempertahankan hak-hak
istimewa kelompok minoritas dari dominasi kelompok mayoritas. Di lain pihak, politik
dipandang sebagian suatu usaha untuk mengakkan ketertiban dan keadilan. Disini kekuasaan
dipakai untuk mewujudkan kemakmuran bersama dan melindungi kepentingan umum dari
tekanan kelompok-kelompok tertentu. Politik merupakan sarana untuk mengintegrasikan
setiap orang ke dalam komunitas dan menciptakan keadilan seperti yang dicta-citakan oleh
Aristoteles.

5.2 Saran

Tidak ada yang sempurna di Dunia ini begitu pula makalah yang saya buat, saya menyadari
makalah ini masih mempunyai kekurangan dan demi penyempurnaan makalah ini.maka Saya
membutuhkan kritik dan saran yang bersifat positif/membangun dari pembaca. dan semoga
makalah ini bermanfaat untuk pembaca khususnya bagi saya selaku penyusun.

Anda mungkin juga menyukai