Menindaklanjuti Kewenangan DJBC Dibidang Hki
Menindaklanjuti Kewenangan DJBC Dibidang Hki
MENINDAKLANJUTI KEWENANGAN
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIBIDANG
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)
Oleh :
Sunarno *)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Kemajuan tehnologi dan transportasi yang sangat pesat mendorong globalisasi Hak
Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HKI, pen). Suatu barang atau jasa yang hari
ini diproduksi disuatu Negara, pada hari yang lain telah dapat dihadirkan dinegara lain.
Keberadaan barang atau jasa yang bisa dinikmati semua orang ini tentunya setelah
melalui proses yang panjang mulai dari mempelajari konsep-konsep, serangkaian
penelitian, rancang bangun atau pembuatan blueprint, kemudian baru proses produksi
untuk tujuan komersial. Semua kegiatan tersebut akan membutuhkan tenaga, biaya dan
buah pikiran manusia yang sangat besar dan rumit. Atau dengan perkataan lain
kehadiran barang atau jasa tersebut dalam proses produksinya telah menggunakan HKI.
Karena itu timbul adanya kebutuhan untuk melindungi barang atau jasa yang dalam
proses produksinya menggunakan HKI tersebut dari kemungkinan pemalsuan atau
persaingan yang tidak wajar (curang).
Dalam perkembangannya upaya perlindungan HKI menjadi hal yang sangat penting
bagi negara-negara maju , karena barang atau jasa sebagian besar pada awalnya adalah
buatan negara tersebut . Bahkan isu HKI digunakan oleh negara-negara maju untuk
menekan negara-negara berkembang atau negara tertinggal. Bagi negara maju ,
perlindungan HKI sama pentingnya dengan perlindungan kepentingan ekonomi
didalam sistem perdagangan internasional.
1
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
Secara subtanstif , pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang
timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya – karya dibidang ilmu
pengetahuan , seni, sastra ataupun tehnologi memang dilahirkan atau dihasilkan oleh
manusia melalui kemampuan intelektualnya, melalui daya cipta, rasa dan karsanya.
Karya-karya seperti ini, penting untuk dibedakan dari jenis kekayaan lain yang juga
dapat dimiliki manusia, tetapi tidak tumbuh atau dihasilkan oleh intelektualita manusia.
Misalnya , kekayaan yang diperoleh dari alam seperti tanah dan atau tumbuhan berikut
hak-hak kebendaan lain yang diturunkannya. Dari segi ini , tampaknya mudah
dipahami bagaimana intellectual property memang berbeda dengan real property 1.
Setiap penggunaan secara tidak sah suatu HKI menimbulkan kerugian terhadap
pemegang yang sah. Bahkan beberapa tahun terakhir semakin meningkat kesadaran
bahwa standar perlindungan HKI serta penegakan hukumnya juga mempunyai
implikasi terhadap perkembangan perdagangan internasional. Beberapa alasan dapat
dikemukakan disini adalah :
a. produksi barang industri di banyak Negara industri maju semakin padat penelitian
dan tehnologi.
b. semakin terbukanya lahan investasi di banyak Negara berkembang membuka
kesempatan baru untuk memproduksi barang dengan merek dagang yang sudah
terkenal atau yang sudah dipatenkan di Negara maju dengan cara lisensi atau
usaha patungan.
c. kemajuan tehnologi pembuatan suatu produk , sehingga pembuatan reproduksi
atau barang tiruan menjadi lebih mudah dan murah.
Standar perlindungan dan penegakan hukum HKI yang berbeda-beda antara satu Negara
dengan Negara lain , dapat menimbulkan ketegangan hubungan antar Negara. Kurang
1
Bambang Kesowo, Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia, Sekretariat
Negara RI, disampaikan pada Pelatihan HAKI yang diselenggarakan bersama Tim Keppres 34 Pusdiklat BC dan
Indonesia Australia Specialized Training Project.
2
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
ketatnya penegakan hukum dibidang HKI juga dapat mendorong perdagangan barang
palsu, sehingga merugikan kepentingan pihak produsen pemegang yang sah.
Didalam kerangka perjanjian pendirian WTO, pada bulan April 1994, telah disepakati
Persetujuan Aspek-aspek Perdagangan Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement on
Trade related Aspect of Intellectual Property Rights selanjutnya disebut TRIP’s
Agreement). Pada pokoknya Trip’s Agreement terdiri dari Ketentuan Umum dan
Prinsip Dasar, Standar Minimum Perlindungan HKI, Penegakan Hukum HKI, Prosedur
Untuk Memperoleh dan Mempertahankan HKI, Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa,
Ketentuan Peralihan, Ketentuan Kelembagaan dan Ketentuan Penutup. Perjanjian
TRIP’s pada dasarnya berpedoman pada berbagai konvensi internasional di bidang
HKI yang sudah ada sebelumnya. Ketentuan – ketentuan berbagai konvensi tersebut
dimuat atau dijadikan referensi pada berbagai HAKI yang dilindungi yaitu :
a. Paten (patent);
b. Hak Cipta dan Hak-hak lain yang terkait (Copyrights and related rights);
c. Merek Dagang (Trademarks);
d. Design Produk Industri (Industrial Design);
e. Design Rangkaian Listrik Terpadu ( Layout-design of integrated circuits);
f. Informasi Tertutup (Undisclosed Information); dan
g. Indikasi Geografis (Geographical Indications).
3
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
4
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kesiapan aparat penegak hukum dibidang HKI
sangat ditentukan oleh pengetahuan dan kecakapan mereka melaksanakan segala
ketentuan perundang-undangan HKI . Tentu saja Negara harus menciptakan ketentuan
perundang-undangan HKI yang memadai untuk dapat dijadikan dasar menjalankan
segala kewenangan didalam penegakan hukum HKI oleh Pejabat Pemerintah.
Pertanyaannya adalah, sudahkan ketentuan perundang-undangan kepabeanan kita
sudah mengatur secara lengkap tentang HKI sehingga memudahkan para petugas Bea
dan Cukai didalam menjalankan kewenangannya ?
2. Pokok permasalahan
Sampai dengan saat ini, kurang lebih sepuluh tahun sejak diberlakukannya UU
Kepabeanan pada tahun 1995, belum pernah ada permintaan yang diajukan oleh
pemegang HKI untuk menangguhkan pengeluaran barang impor atau barang ekspor dari
Kawasan Pabean yang diduga hasil pelanggaran ketentuan HKI. Padahal hal tersebut
dimungkinkan berdasarkan pasal 54 UU Kepabeanan2. Kemungkinan pertama adalah,
memang tidak pernah ada kasus kegiatan impor atau ekspor yang secara langsung
merugikan pemilik atau pemegang hak atas HKI di Indonesia. Kemungkinan yang lain
adalah beratnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemilik atau pemegang hak .
Pasal 55 UU UU Kepabeanan mensyaratkan agar didalam mengajukan permintaan
penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor yang dilakukan pihak lain , pemilik
atau pemegang hak atas HKI harus mempertaruhkan jaminan. Jaminan ini
dimaksudkan untuk melindungi importir / eksportir dari kerugian yang tidak perlu. Ini
berarti bahwa biaya yang dikeluarkan oleh pemilik atau pemegang hak dalam rangka
mempertahankan haknya adalah sangat besar.
2
Pasal ini diadopsi dari Article 51 Trip’s Agreement yang berbunyi : ‘Members shall, in conformity with
provisions below, adopt procedures to anable a right holder, who has valid grounds for suspecting that the
importation of counterfeit trade mark or pirated copy right goods may take place, to lodge an application in writing
with competent authorities , administrative or judicial, for the suspension by customs authorities of the release into
free circulationof such goods. Members may anable such application to be made in respect of goods which involve
other infringements of intellectual property rights, provided that the requirements of this Section are met.
Members may also provide for corresponding procedures concerning the suspension by the customs authorities of
the release of infringing goods destined for exportation form their territories’.
5
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
Menyimak hal-hal tersebut diatas , maka sangat dimungkinkan bahwa dimasa datang
permintaan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor dari Kawasan Pabean
yang diprakarsai oleh pemilik atau pemegang HKI mungkin tidak pernah ada ataupun
kalau ada mungkin jumlahnya sangat sedikit, dan itupun dilakukan jika kerugian
pemegang hak relatif sangat besar. Karena itu aktifitas penegakan hukum yang
menyangkut kegiatan impor atau ekspor barang yang mengandung pelanggaran HKI ,
akan lebih banyak bertumpu pada peran aktif Pejabat Bea dan Cukai. Hal ini
dimungkinkan , sesuai pasal 62 UU Kepabeanan yang selengkapnya berbunyi :
“ Tindakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor dapat pula dilakukan
karena jabatan oleh Pejabat Bea dan Cukai apabila terdapat bukti yang cukup bahwa
barang tersebut merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta”.
Kewenangan karena jabatan (ex-officio) dibidang HKI sebagaimana diatur dalam pasal
62 UU Kepabeanan hanya ditulis secara singkat dan tentunya masih memerlukan
ketentuan pelaksanaan. Pasal 64 ayat (2) UU Kepabeanan menyebutkan bahwa ,
ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan pasal 54 sampai dengan 63 ,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sayangnya sampai dengan saat ini ,
dalam kurun sepuluh tahun sejak diberlakukannya UU Kepabeanan, peraturan
pemerintah dimaksud belum pernah ada. Juga tidak ada ketentuan pelaksanaan di
tingkat dibawahnya yang mengatur pelaksanaan dari pasal 62 dimaksud.
6
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
4. Apakah mporter atau eksportir barang impor atau ekspor yang diduga melanggar
HKI dapat mengajukan keberatan atas tindakan Pejabat Bea dan Cukai ?.
5. Bagaimana jika tindakan karena jabatan dari Pejabat Bea dan Cukai itu keliru ?
Apakah importir atau eksportir dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ?
3. Metodologi
Untuk menyusun naskah ini , penulis menggunakan 2 (dua) metode penelitian , sebagai
berikut :
4. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang akan disajikan didalam karya ilmiah ini , penulis
membagi materi penyajian didalam bab dan sub bab sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
1. Latar belakang
7
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
2. Pokok masalah
3. Metodologi
8
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
BAB II
LANDASAN KONSEPTUAL DAN ANALISIS
a. Pelanggaran Impor
b. Pelanggaran Ekspor
9
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
Jadi dari data yang tersaji , diperoleh fakta pula bahwa Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai tidak pernah menggunakan kewenangan yang diberikan oleh pasal 62
UU Kepabeanan , yaitu penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor
karena jabatan (ex-officio) terhadap barang hasil pelanggaran merek dan hak cipta,
jika terdapat bukti yang cukup. Pelaksanaan pasal ini mengandung arti bahwa
Pejabat Bea dan Cukai harus memperoleh bukti yang cukup terlebih dahulu, baru
kemudian melakukan penangguhan pengeluaran barang dimaksud.
Didalam kenyataannya Pejabat Bea dan Cukai lebih banyak baru mengetahui
bahwa barang dimaksud merupakan barang hasil pelanggaran HKI setelah ia
menjalankan kewenangan berdasarkan pasal 82 UU Kepabeanan , yaitu
pemeriksaan fisik terhadap barang impor atau ekspor.
10
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
Pasal 62 tidak merinci secara spesifik jenis-jenis pelanggaran HKI yang menjadi
kewenangan pihak Pabean. Pasal 62 UU no. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
ini diadop dari pasal 58 TRIP’s Agreement, yang termasuk pada Bagian 4 ,
11
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
Special Requirements Related to Border Measures. Bagian 4 itu sendiri terdiri dari
pasal 51 sampai dengan pasal 61.
3
Counterfeit trademark goods shall mean any goods, including packaging, bearing without authorization a
trademark which is identical to the trademark validity registered in respect of such goods,or which cannot be
distinguished in its essential aspects from such a trade mark, and which thereby infringes the right of the owner ot
trade mark in question under the law of the country of importation.
4
Pirates copy rights goods shall mean any goods which are copies made without the consent of the right holder or
person duly authorized by him in the country of production and which are made directly or indirectly from an
article where the making of that copy would have contitued in infringement of copyright or a related right under
the law of the country of importation.
5
Pasal ini diadopsi dari pasal 58 Trip’s Agreement yang berbunyi ‘ Where Members require competent
authorities to act upon their own initiative and to suspend the release of goods in respect of which the have
acquired prima facie evidence that an intellectual property rights is being infringed :
a. the competent authorities may at any time seek from the right holder any information that may assist them to
exercices these powers;
b. the importers and the rights holder shall be promptly notified of the suspension.
Members shall only exempt both public authorities and officials form liability to appropriate remedial measures
where actions are taken or intended in good faith.
12
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
(counterfeit trade mark good) dan dan barang hasil pembajakan hak cipta
(pirated copy right goods).
Menurut pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek yang dilindungi
adalah merek yang terdaftar. Setiap merek yang terdaftar dimuat didalam Daftar
Umum Merek. Juga kepada pemohon perlindungan merek atau kuasanya
diberikan Sertifikat Merek ( pasal 27 ayat 2 UU Merek ). Hal serupa tidak
terdapat didalam ketentuan tentang hak cipta. Tidak terdapat kewajiban
pendaftaran bagi hak cipta . Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk ‘mengumumkan’ atau memperbanyak Ciptaannya,
yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
menurut peraturan perundaang-undangan yang berlaku (pasal 2 UU No. 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta). Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra
(pasal 1 butir 3 UU Hak Cipta) Sedangkan yang dimaksud dengan ‘pengumuman’,
adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran
6
Naskah aslinya berbunyi ‘the component authorities may at any time seek from the right holder any information
that may assist them to exercise these powers’.
13
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
sutu Ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau
melakukan dengan cara apapun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar,
atau dilihat orang lain (pasal 1 butir 5 UU Hak Cipta). Kemudian didalam pasal 5
UU Hak Cipta disebutkan bahwa , kecuali terbukti sebaliknya , yang dianggap
sebagai Pencipta adalah :
a. orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan ; atau
b. orang yang namanya disebut dalam Ciptaan yang diumumkan sebagai
Pencipta pada suatu Ciptaan.
a. dari pemegang hak atas merek berupa Sertifikat Merek dan dari pemegang
Hak Cipta berupa tanda bukti pemerimaan pendaftaran hak cipta (jika
ciptaan didaftarkan) di Departemen Kehakiman atau bukti pengumuman
ciptaan yang bersangkutan.
b. dari Departemen Kehakiman, yaitu melihat Daftar Umum Merek (untuk
merek-merek yang sudah didaftarkan) atau meminta petikan resmi
pendaftaran merek yang tercatat dalam Daftar Umum Merek. Untuk hak
cipta, jika ciptaan didafarkan, dapat dilihat pada Daftar Umum Ciptaan atau
dapat pula diminta petikan resmi daftar umum ciptaan dengan membayar
biaya.
c. informasi dari asosiasi pemilik atau pemegang hak , misalnya, ASPILUKI,
ASIRI , Yayasan Karya Cipta Indonesia dan lain-lain.
d. Informasi dari WCO-EBB (WCO-Electronic Bulletin Board), yang memuat
profil pelanggaran HAKI yang disusun WCO berdasarkan laporan
anggotanya.
e. Profil perusahaan/orang yang pernah melakukan pelanggaran HKI yang
dikumpulkan oleh aparat penegak hukum lain.
14
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
f. Informasi yang digali sendiri oleh Pejabat Bea dan Cukai dari pihak – pihak
lainnya maupun dari pengembangan hasil pemeriksaan fisik barang impor
maupun ekspor.
Di Australia , pihak Pabean tidak berwenang untuk menahan barang yang diduga
hasil pelanggaran HKI karena jabatan, baik dipelabuhan maupun dipasar
domestik ( there is no provision for empower Auastralian Customs officers to
undertake Ex-officio seizure action (in action on its own behalf) in the market
place or at the border)7.
Di Amerika Serikat peran aktif karena jabatan (ex-officio) dibidang HKI lebih
dominan dan dilaksanakan oleh Customs and Border Protection (CBP). Disana,
telah dikembangkan suatu prosedure, dimana para pemilik atau pemegang hak
yang mengehendaki agar haknya dilindungi di tapal batas Negara , dapat
melakukan registrasi kepada pihak CBP 8 . Hasil registrasi ini kemudian diolah
dalam suatu database yang lengkap dan handal. Pengawasan lalu lintas barang
impor yang mengandung HKI ini kemudian sepenuhnya didasarkan pada
validnya database ini. Beberapa ciri sistem penegakan hukum HKI oleh CBP
yang membedakannya dengan prosedur adminstrasi kepabeanan lainnya adalah 9:
7
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual , dikutip dari http.\\
www.beacukai.go.id
8
Dikutip dari htpp.www.\\ cbp.gov
9
Irianto, Okto, Laporan Mengikuti USPTO Global Intellectual Property Academy Enforcement of Intellectual
Property Rights, Alexandria, Virginia, Amerika Serikat, 24-27 Januari 2006.
15
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
d. Penegakan hukum oleh CBP hanya dilakukan terhadap merek dan hak cipta
yang telah didaftarkan.
Karena tindak pidana dibidang merek dan hak cipta bukan merupakan tindak
pidana kepabeanan, maka dalam hal terjadi tindak pidana semacam ini,
penyelesaian kasusnya harus diserahkan kepada Penyidik POLRI atau
Penydidik Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehakiman. Pejabat Bea dan Cukai
akan membuat laporan kejadian dengan penyerahan barang bukti kepada
penyidik yang berwenang.
10
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. Kep-57/BC/1997 tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana Di
Bidang kepabeanan dan Cukai.
16
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
11
Penjelasan pasal 77 UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan berbunyi ,’Yang dimaksud dengan "menengah
barang" adalah tindakan administrasi untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang impor
atau ekspor sampai dipenuhinya Kewajiban Pabean’.
12
Naskah asli TRIP’s Agreement berbunyi ‘the importer and the right holder shall be promptly notified the
suspension’.
13
Sudargo Gautama, Prof, Mr, Dr , Hak Milik Intelektual Indonesia dan Perjanjian Internasional, TRIP’s, GATT,
Putaran Uruguay (1994), Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1994.
17
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
14
Naskah asli TRIP’s Agreement (article 57) berbunyi : ‘ Where the importers has lodged an appeal against the
suspension with the competent authorities, the suspension shall be subject to the conditions, mutatis mutandis, set
out at Article 55 above’.
15
Naskah asli TRIP’s Agreement (Article 55) berbunyi : …………..if procedings leading to a decision on the
merits of the case have been initiated, a review, including a right to be heard, shall take place upon request og the
defendant with a view to deciding, within reasonable period, whether these measures shall be modified, revoked or
confirmed .
18
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
16
TRIP’s Agreement menyebutkan bahwa ‘Members shall only exempt both public authorities and officials from
liability to appropriate remedial measures where actions are taken or intended in good faith’
19
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
Dalam hal menyangkut barang yang bermerek dagang palsu , cara pemusnahan
dengan mencabutan merek dagang dari barang saja tidak memadai. Demikian
pula pihak Pabean tidak diperkenankan untuk mengekspor kembali barang yang
bermerek dagang palsu dalam ujudnya semula maupun melalui prosedur Bea
dan Cukai yang berbeda 17.
17
TRIP’s Agreement menyebutkan ‘ in regard to counterfeit trade mark goods, the authorities shall not allow the
re-exportation of the infringing goods in an unaltered state or subject them to different customs procedure.’
20
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
21
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
2. Rekomendasi
a. Harus ada suatu kriteria ’bukti yang cukup’ serta bagaimana cara
memperolehnya . Menurut hemat kami, sistem yang sekarang dikembangkan
di Amerika Serikat oleh Customs and Border Protection (CBP) dapat
diadopsi , karena secara tehnis mudah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai. Pemegang hak atas Merek dan Hak Cipta yang
berkepentingan atas perlindungan HKI melalaui impor dan ekspor dapat
melakukan registrasi pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Registrasi
tentu saja harus disertai dengan dokumen-dokumen misalnya , tanda bukti
pemilikan hak, data alamat dan identitas lengkap pemegang hak, pemegang
lisensi, agen tunggal dan lain-lain serta uraian jelas barang dan data-data
tehnis dari barang yang akan dilindungi. Data registrasi oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai harus dikembangkan menjadi suatu data base yang
handal yang dapat dijadikan dasar oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk
menentukan apakah suatu importasi atau eksportasi barang tertentu adalah
merupakan hasil pelanggaran HKI atau tidak.
22
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
23
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
24
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai
Copyright © 2008 www.bppk.depkeu.go.id
DAFTAR PUSTAKA
25