:
∙
Malaria otak (gangguan kesadaran)
∙
Malaria dengan kejang berulang
∙
Malaria dengan hiperpireksia (t axiler > 40,5°C)
∙
Malaria dengan GE Dehidrasi
∙
Malaria dengan perdarahan/DIC
∙
Malaria dengan anemia berat (Hb < 8 g%)
∙
Malaria dengan ikterus
∙
Malaria dengan gagal ginjal
∙
Black water fever/hemoglobinuri
Untuk penentuan status gizi, dipakai pengukuran BB terhadap
umur, dan dibandingkan terhadap standar
(3)
:
1. Gizi baik : 80% - 100%
2. Gizi kurang : 60% - 80%
3. Gizi buruk : < 60%
Standar yang dipakai masih menurut Lokakarya Antropometri
(Standar Harvard).
Sedangkan untuk anemia, memakai angka sebagai berikut
(4)
:
6-23 bulan
: Hb 10,3 g/dl
24-59 bulan
: Hb 10,6 g/dl
60-83 bulan
HTA Indonesia_2004_Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal_hlm 5/59
: Hb 11 g/dl
di bawah angka tersebut dinyatakan anemi.
Data yang diperoleh dari catatan medik dikumpulkan,
diolah dan dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Di bagian Anak sejak Januari - Desember 1997 telah
dirawat 605 penderita, 109 penderita (18%) pada preparat
darahnya positif malaria. Yang diambil sebagai sampel se-
banyak 106 penderita.
Penderita paling banyak didapatkan pada bulan April dan
makin menurun ketika musim kemarau tiba, yaitu dari bulan
Juni. Lingkungan fisik amat mempengaruhi perilaku nyamuk
dan siklus sexual plasmodium yang berada dalam tubuh
nyamuk. Lingkungan itu misalnya: suhu udara, curah hujan,
kelembaban udara, arah angin dan lain-lain.
Tiap jenis spesies Anopheles memiliki sifat, perilaku dan
tempat perindukan yang tidak sama. Sehingga vektor malaria
pada tiap-tiap daerah berbeda-beda sesuai dengan lingkungan
fisiknya. Misalnya pada musim kemarau populasi An. aconitus
dan An. maculatus mencapai puncaknya, dan sebaliknya pada
musim hujan untuk An. sundaicus dan An. subpictus. Tempat
Grafik 1. Distribusi penderita Malaria di bagian anak bulan Januari
Desember 1997 dihubungkan dengan curah hujan 1997.
Penderita Curah
hujan
(anak) (mm)
97 97
perindukan masing-masing juga berbeda, ada yang di laguna
(An. sundaicus, An. subpictus, An. barbirostris), di sawah (An.
aconitus, An. anularis), dan ada yang di sungai (An.
maculatus). Untuk daerah Sumbawa, penulis belum mendapat-
kan data tertulisnya.
Menurut data dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika
Sumbawa Besar, pada bulan-bulan Juni sampai awal Nopember
1997 sama sekali tidak ada curah hujan. Secara umum hujan
punya hubungan langsung dengan perkembangan larva nyamuk
menjadi dewasa. Range suhu maksimum-minimum pada bulan-
bulan itu menjadi semakin besar (rata-rata 33,5- 21,2°C). Hujan
yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkem-
bang biaknya Anopheles
(6)
.
Tabel 1. Distribusi umur penderita Malaria
Jumlah
Golongan umur
n %
HTA Indonesia_2004_Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal_hlm 6/59
0 bulan 6 bulan
22
21
> 6 bulan 1 tahun
37
35
> 1 tahun 2 tahun
17
16
> 2 tahun 5 tahun
13
12
> 5 tahun
17
16
Total 106
100
Pada kelompok umur lebih dari 6 bulan sampai 1 tahun,
paling besar jumlahnya, yaitu 37 orang (35%). Penderita yang
paling muda tercatat pada usia 1,5 bulan. Hal ini berbeda dari
hasil penelitian Nuchsan Umar Lubis di RSU Langsa Aceh
Timur 1992, yang mendapatkan penderita terbanyak pada
kelompok umur lebih dari 5 tahun (52,3%).
Kekebalan tubuh alami, terdapat pada bayi selama tahun
pertama dari kehidupannya. Tiga faktor yang menyebabkan
kekebalan itu adalah
(10)
:
Cermin Dunia Kedokteran No. 126, 2000
18
HTA Indonesia_2004_Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal_hlm 7/59
HTA Indonesia_2004_Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal_hlm 8/59
100
interval
(1)
.
Gejala gastrointestinal ternyata menempati urutan ke-dua
(setelah febris, Tabel 4), yaitu berupa mual-muntah : 69 pen-
derita (65%), diikuti diare : 64 penderita (60%). Hasil ini ber-
beda dengan pengamatan yang dilakukan oleh Nuchsan Umar
Lubis, dimana mual-muntah dikeluhkan pada 36% penderita
(urutan ke-6) dari gejala lainnya. Dan pada pengamatan
tersebut tidak dilaporkan adanya diare
(5)
. Tidak mengherankan
bila penderita malaria pada saat awal masuk, 53% di antaranya
didiagnosis sebagai GEA (Tabel 8). Pada saat tercatat di
rekammedik pun banyak yang tidak terhitung sebagai malaria.
Sehingga sepanjang tahun 1997, malaria terhitung "hanya"
menempati urutan ke-4 dengan jumlah 32 penderita. Dengan
kata lain, banyak malaria yang "tersembunyi" sebagai GEA.
Adanya keluhan gastrointestinal ini mungkin disebabkan
adanya iskemia organ, sehingga mukosa lambung dan usus
timbul proses radang dan mengalami edema, sehingga timbul
keluhan-keluhan di atas. Iskemia ini, karena eritrosit yang
Cermin Dunia Kedokteran No. 126, 2000 19
HTA Indonesia_2004_Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal_hlm 11/59
HTA Indonesia_2004_Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal_hlm 12/59
.
Dari 64 penderita yang mengalami diare, dijumpai 1 kasus
dengan dehidrasi berat yang berakhir dengan kematian. Yang
patut dicatat adalah 82% (46 penderita) dari 64 anak tadi, gejala
diare disertai dengan febris.
Sesak juga merupakan gejala yang sering ditemui, didapat-
kan 15% dari penderita. Biasanya batuk-batuk merupakan
gejala yang mendahului. Sesak ditandai adanya napas cuping
hidung, respirasi meningkat, retraksi, dan didapatkan ronki. Hal
ini sering sulit dibedakan, apakah sesaknya memang karena
komplikasi malarianya atau sebagai penyakit yang berdiri sen-
diri, karena infeksi. Masih perlu dipastikan lagi dengan bantuan
foto thorax.
Sesak yang terjadi pada malaria adalah karena permeabi-
litas pembuluh kapiler paru yang meningkat, sehingga me-
nyebabkan edema paru
(9)
.
1) Pecahnya eritrosit oleh karena infeksi parasit.
2) Pemusnahan oleh lien pada eritrosit yang terinfeksi mau-
pun yang tak terinfeksi, yang berikatan dengan imun komplek.
3) Penurunan ikatan Fe pada heme.
4) Eritrosit menjadi fragil oleh karena disfungsi Na-K pump.
5) Gangguan eritropoesis karena penekanan sumsum tulang
oleh toksin malaria.
Dari 8 kasus dengan anemia berat 4 kasus di antaranya
oleh karena infeksi Pl. falciparum, dengan rata-rata Hb 6,0 g%
(dengan satu kasus Hb 5 g%). Anemia yang disebabkan oleh
HTA Indonesia_2004_Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal_hlm 13/59
6,6
Plasmodium vivaxfalciparun
Total 106
100
Tabel 8. Diagnosis awal saat masuk rumah sakit
Diagnosa awal
n
%
Malaria 12
11,3
GE 56
53,0
Observasi febris
7
6,6
Observasi vomiting
3
3,0
Febril konvulsi
5
4,7
Pneumonia 12
11,3
Lainlain 11
10,0
Total 106
100,0
Dari diagnosis yang dibuat di UGD ataupun di poli, saat
awal masuk rumah sakit, sebanyak 11,3% saja yang men-
diagnosis/mendiagnosis banding sebagai malaria. Artinya
hanya 1 kasus yang benar didiagnosis sebagai malaria, dari 10
kasus malaria yang sebenarnya. Sebagian besar (56%) men-
diagnosanya sebagai GE.
Menurut penelitian terhadap 127 kasus malaria anak di
Mandang, Papua New Guinea, batuk dan demam merupakan
gejala yang paling sering ditemui. Keluhan demam sebanyak
90,6%, sedangkan demam tanpa keluhan yang lain sebanyak
41,7%, batuk sebanyak 37,8%, gejala gastrointestinal sebanyak
25,4% dan sisanya nyeri kepala, dan lemas. Malaria disebutkan
sering mempunyai manifestasi klinis yang menyerupai penyakit
lain, seperti : GE, pneumonia, meningitis, encephalitis atau
hepatitis
(10)
.
Cermin Dunia Kedokteran No. 126, 2000
20
HTA Indonesia_2004_Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal_hlm 15/59
HTA Indonesia_2004_Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal_hlm 16/59
HTA Indonesia_2004_Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal_hlm 17/59
BAB I
PENDAHULUAN
Hierarchy of evidence dan derajat rekomendasi Imunomodulator yang akan dikaji pada topik ini
diklasifikasikan berdasarkan definisi dari Scottish dibatasi pada imunostimulator yang beredar di
Intercollegiate Guidelines Network yang berasal dari Indonesia, yaitu jamur Maitake, Echinaceae dan
US Agency for Health Care Policy and Research. Phyllantus, meskipun masih terdapat jenis
imunostimulator lain di Indonesia.
BAB III
IMUNOMODULATOR
Sistim imun dibagi atas dua jenis, yaitu sistim imun Obat golongan imunomodulator bekerja
kongenital atau nonspesifik dan sistim imun didapat menurut 3 cara, yaitu melalui5:
atau adaptive atau spesifik. Mekanisme pertahanan - Imunorestorasi
tubuh oleh sistim imun kongenital bersifat spontan, - Imunostimulasi
tidak spesifik, dan tidak berubah baik secara kualitas - Imunosupresi
maupun kuantitas bahkan setelah paparan berulang
dengan patogen yang sama. Sedangkan sistim imun Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut
didapat muncul setelah proses mengenal oleh imunopotensiasi atau up regulation, sedangkan
limfosit (clonal selection), yang tergantung pada imunosupresi disebut down regulation.5
paparan terhadap patogen sebelumnya. Adanya
sistim imun kongenital memungkinkan respon imun
dini untuk melindungi tubuh selama 4-5 hari, yang A. Imunorestorasi5
merupakan waktu yang diperlukan untuk
mengaktivasai limfosit (imunitas didapat). Ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi
Mekanisme pertahanan tubuh ini dibagi atas 3 fase4: sistem imun yang terganggu dengan memberikan
berbagai komponen sistem imun, seperti:
1. Immediate phase, ditandai oleh terdapatnya immunoglobulin dalam bentuk Immune Serum
komponen sistim imun kongenital (makrofag Globulin (ISG), Hyperimmune Serum Globulin
dan neutrofil), yang beraksi langsung terhadap (HSG), plasma, plasmapheresis, leukopheresis,
patogen tanpa diinduksi. Jika mikroorganisme transplantasi sumsum tulang, hati dan timus.
(m.o) memiliki molekul permukaan yang dikenali
oleh fagosit (makrofag dan neutrofil) sebagai 1. ISG dan HSG
benda asing, akan diserang atau dihancurkan
secara langsung. Bila m.o dikenali sebagai Diberikan untuk memperbaiki fungsi sistem imun
antibodi, maka protein komplemen yang sesuai pada penderita dengan defisiensi imun humoral,
yang berada diplasma akan berikatan dengan baik primer maupun sekunder. ISG dapat diberikan
m.o, kompleks ini kemudian dikenal sebagai secara intravena dengan aman. Defisiensi
benda asing oleh fagosit dan kemudian diserang imunoglobulin sekunder dapat terjadi bila tubuh
atau dihancurkan. kehilangan Ig dalam jumlah besar, misalnya pada
2. Acute-phase proteins atau early phase, muncul sindrom nefrotik, limfangiektasi intestinal, dermatitis
beberapa jam kemudian, diinduksi, tetapi masih eksfoliatif dan luka bakar.
bersifat nonspesifik, timbul bila fagosit gagal
mengenal m.o melalui jalur diatas. M.o akan 2. Plasma
terpapar terhadap acute-phase proteins (APPs)
yang diproduksi oleh hepatosit dan kemudian Infus plasma segar telah diberikan sejak tahun 1960
dikenali oleh protein komplemen. Kompleks dalam usaha memperbaiki sistem imun. Keuntungan
m.o, APPs, dan protein komplemen kemudian pemberian plasma adalah semua jenis
dikenali oleh fagosit dan diserang serta imunoglobulin dapat diberikan dalam jumlah besar
dihancurkan. tanpa menimbulkan rasa sakit.
3. Late phase, merupakan respon imun didapat
timbul 4 hari setelah infeksi pertama, ditandai 3. Plasmapheresis
oleh clonal selection limfosit spesifik. Pada fase
ini dibentuk molekul dan sel efektor pertama. Plasmapheresis (pemisahan sel darah dari plasma)
digunakan untuk memisahkan plasma yang
mengandung banyak antibodi yang merusak
Imunomodulator jaringan atau sel, seperti pada penyakit: miastenia
gravis, sindroma goodpasture dan anemia hemolitik
Imunomodulator adalah obat yang dapat autoimun.
mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang
fungsinya terganggu atau untuk menekan yang 4. Leukopheresis
fungsinya berlebihan.5
Pemisahan leukosit secara selektif dari penderita
telah dilakukan dalam usaha terapi artritis
reumatoid yang tidak baik dengan cara-cara yang d. Antibodi
sudah ada. monoklonal
Bahan yang disebut imunostimulator itu dapat Ekstrak leukosit seperti Dialysed Leucocyte Extract
dibagi sebagai berikut: dan Transfer Factor (TF) telah digunakan dalam
imunoterapi. Imunostimulasi yang diperlihatkan oleh
1. Biologik TF yang spesifik asal leukosit terlihat pada penyakit
seperti candidiasis mukokutan kronik,
a. Hormon timus koksidiomikosis, lepra lepromatosa, tuberkulosis,
dan vaksinia gangrenosa.
Sel epitel timus memproduksi beberapa jenis homon
yang berfungsi dalam pematangan sel T dan f. Lymphokin-
modulasi fungsi sel T yang sudah matang. Ada 4 Activated Killer (LAK) cells
jenis hormon timus, yaitu timosin alfa, timolin,
timopoietin dan faktor humoral timus. Semuanya Adalah sel T sitotoksik singeneik yang ditimbulkan in
berfungsi untuk memperbaiki gangguan fungsi imun vitro dengan menambahkan sitokin seperti IL-2 ke
(imunostimulasi non-spesifik) pada usia lanjut, sel-sel seseorang yag kemudian diinfuskan kembali.
kanker, autoimunitas dan pada defek sistem imun Prosedur ini merupakan imunoterapi terhadap
(imunosupresi) akibat pengobatan. Pemberian keganasan.
bahan-bahan tersebut jelas menunjukkan
peningkatan jumlah, fungsi dan reseptor sel T dan g. Bahan asal bakteri
beberapa aspek imunitas seluler. Efek sampingnya
berupa reaksi alergi lokal atau sistemik. - BCG (Bacillus Calmette Guerin), memperbaiki
produksi limfokin dan mengaktifkan sel NK dan
b. Limfokin telah dicoba pada penanggulangan keganasan
(imuno-stimulan non-spesifik).
Disebut juga interleukin atau sitokin yang diproduksi - Corynebacterium parvum (C. parvum),
oleh limfosit yang diaktifkan. Contohnya ialah digunakan sebagai imunostimulasi non-spesifik
Macrophage Activating Factor (MAF), Macrophage pada keganasan.
Growth Factor (MGF), T-cell Growth Factor atau - Klebsiella dan Brucella, diduga memiliki efek
Interleukin-2 (IL-2), Colony Stimulating Factor (CSF) yang sama dengan BCG.
dan interferon gama (IFN-γ). Gangguan sintetis IL-2 - Bordetella pertusis, memproduksi
ditemukan pada kanker, penderita AIDS, usia lanjut Lymphocytosis Promoting Factor (LPF) yang
dan autoimunitas. merupakan mitogen untuk sel T dan
imunostimulan.
c. Interferon - Endotoksin, dapat merangsang proliferasi sel B
dan sel T serta mengaktifkan makrofag.
Ada tiga jenis interferon yaitu alfa, beta dan gama.
INF-α dibentuk oleh leukosit, INF-β dibentuk oleh h. Bahan asal jamur
sel fibroblas yang bukan limfosit dan IFN-γ dibentuk
oleh sel T yang diaktifkan. Semua interferon dapat Berbagai bahan telah dihasilkan dari jamur seperti
menghambat replikasi virus DNA dan RNA, sel lentinan, krestin dan schizophyllan. Bahan-bahan
normal dan sel ganas serta memodulasi sistem tersebut merupakan polisakarida dalam bentuk
imun. beta-glukan yang dapat meningkatkan fungsi
makrofag dan telah banyak digunakan dalam
pengobatan kanker sebagai imunostimulan non-
spesifik.5 Penelitian terbaru menemukan jamur
Maitake (Grifola frondosa) yang mengandung beta- transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan
glukan yang lebih poten sebagai imunostimulan pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan
pada pasien dengan HIV-AIDS, keganasan, kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun
hipertensi dan kerusakan hati (liver ailments). 6 atau auto-inflamasi.
2. Sintetik5 1. Steroid
Pada percobaan toksisitas kronik terhadap tikus, Belum ada kesepakatan yang jelas tentang
didapatkan hasil bahwa pemberian ekstrak P. niruri manfaat Echinacea untuk kesehatan manusia.
sebesar 5 g/kgBB/hari peroral selama 3 bulan tidak Jumlah studi yang telah dipublikasikan, yang menilai
menimbulkan efek patologis. efektivitas penggunaannya pada manusia cukup
banyak. Umumnya randomized controlled trial yang
ada difokuskan untuk pencegahan dan pengobatan
D. KESIMPULAN common cold. Akan tetapi hasil dari berbagai studi
tersebut tidak seragam. Penelitian pencegahan
1. JAMUR MAITAKE umumnya memperlihatkan Echinacea hanya
mempunyai efek yang kecil dalam menurunkan
Ekstrak beta-glukan dari Maitake berupa fraksi D insiden common cold. Sedang penelitian
dan MD dinyatakan memperlihatkan efek sebagai pengobatan memberikan hasil yang lebih positif
imunostimulator lewat aktivasi sistem imun non tetapi keuntungan dalam menurunkan keparahan
spesifik dengan cara menginduksi apoptosis, bersifat dan lamanya gejala dilaporkan bervariasi diantara
sitotoksik dan kemosensitisator, yang berpotensi berbagai studi yang ada yang umumnya dipengaruhi
besar dalam pencegahan dan terapi keganasan. 22 oleh metodologi penelitian dan sediaan Echinacea
Selain itu, memiliki kelebihan dalam cara pemberian yang digunakan.36 Studi RCT terbaru oleh Barret
dibandingkan beta-glukan yang lain karena dapat dkk.25,40 (2002) tidak menemukan adanya
diberikan secara oral. keuntungan lebih pemberian Echinacea pada
common cold dibanding plasebo.
Studi yang telah dipublikasikan umumnya
dilakukan pada binatang dan in vitro. Studi pada Penelitian lain juga telah dilakukan untuk
manusia sejauh ini hanya berupa studi klinis, case menilai kegunaan Echinacea sebagai antijamur,
series dan case reports yang menyatakan bahwa antikanker dan untuk pengobatan bronkitis dan
ekstrak, whole powder, atau kombinasi keduanya pertusis, akan tetapi penelitian tersebut tidak
efektif pada keganasan dan penyakit HIV sebagai memberikan hasil yang bermakna dan umumnya
terapi tambahan serta pada diabetes, hipertensi, memiliki keterbatasan dalam hal metodologi
penyakit hati dan pengendalian berat badan. penelitian.
Namun, metode penelitian yang digunakan belum
memenuhi syarat untuk mendukung dan 3. PHYLLANTUS NIRURI
menggunakan hasil penelitian tersebut sebagai
dasar indikasi pemakaian Maitake sebagai obat. Kesulitan dalam meneliti manfaat ekstrak
Sementara uji klinis Maitake masih berada pada fase Phyllanthus adalah banyaknya kandungan zat aktif
I/II.
sehingga sulit menentukan zat aktif yang memiliki herpes kulit dan ISPA pada anak. Namun, uji klinis
efek spesifik. Dari beberapa penelitian mengenai yang telah dilakukan pada manusia umumnya
khasiat ekstrak Phyllanthus sebagai antivirus dan memiliki banyak kekurangan seperti metode yang
imunostimulan, didapatkan hasil yang berbeda. kurang baik, jumlah sampel yang kecil dan tidak
adanya kontrol, sehingga hasil penelitian yang
Beberapa penelitian yang dilakukan pada hewan diperoleh kurang sahih.
memberikan hasil yang menunjukkan bahwa P.
niruri memiliki efek anti virus, anti malaria, anti Meskipun bukti ilmiah yang didapatkan belum
kanker, antioksidan, imunostimulan dan masih memuaskan, namun ekstrak P. niruri telah banyak
banyak lagi. Namun hasil penelitian pada hewan ini digunakan oleh kalangan medis untuk mengatasi
tidak dapat begitu saja diaplikasikan pada manusia, pelbagai keadaan klinis sebagai tambahan terapi
sehingga perlu dilakukan uji klinis pada manusia. standar. Untuk merekomendasikan P. niruri sebagai
pilihan terapi pada pelbagai keadaan klinis masih
Telah dilakukan beberapa uji klinis mengenai membutuhkan lebih banyak penelitian dan uji klinis
manfaat ekstrak Phyllanthus pada pelbagai keadaan yang baik.
klinis seperti hepatitis, tuberkulosis paru, infeksi
BAB V
BIAYA
Sampai saat ini, belum ada data tentang jumlah sendiri, penjualannya pertahun mencapai 300 juta
pemakaian Maitake, Echinacea dan Phyllanthus di dolar.25
Indonesia. Informasi yang dikumpulkan dari 3
perusahaan farmasi yang mengeluarkan produk Data tentang produk imunomodulator yang
Echinacea, Maitake dan Phyllanthus didapatkan hasil digunakan, pemakaian dan harga yang
penjualan macam produk yang berisi dibayarkan untuk masing-masing penyakit
imunomodulator tersebut pada periode Januari-
Desember 2003 mencapai lebih dari 12 milyar Produk Imunomodulator yang digunakan:
rupiah (Echinacea lebih dari 3 milyar, Maitake lebih
dari 4 milyar dan Phyllanthus lebih dari 4,5 milyar).
- Vitacare Super Maitake MD fraction
Angka tersebut merupakan direct cost (Harga Nett
Komposisi: Bubuk Maitake 150mg, Ekstrak D-
Apotik), belum termasuk indirect cost dan intangible
Fraction 25mg, Ester C 5mg
cost. Jumlah tersebut dipengaruhi adanya isu flu
Harga = Rp 174.000,00 (30 kapsul, @ Rp
burung yang berjangkit sepanjang tahun lalu.
5.800,00)
- Vitacare Super Maitake
Dari jumlah tersebut belum dapat dilakukan
Komposisi: Bubuk Maitake 250mg, Ekstrak D-
analisis biaya mengingat tidak adanya data efikasi
Fraction 5mg, Ester C 5mg
penggunaan produk-produk herbal tersebut.
Harga = Rp 117.600,00 (30 kaplet, @ Rp
Sebagai ilustrasi, pemakaian Echinacea di luar
3.920,00)
negeri difokuskan untuk pencegahan dan
- Sanotake
pengobatan common cold yang didukung dengan
Komposisi: bubuk Maitake 500 mg, Ekstrak MD-
beberapa randomized controlled trial. Untuk
Fraction 50 mg, Ester C: 20 mg.
pencegahan, Echinacea hanya memiliki efek yang
HNA = Rp 136.950,00/botol (30 tablet, @ Rp
kecil dan dari studi dengan kualitas yang paling baik
4.565,00)
(Melchart dkk.), ditemukan penurunan relative risk
- Imboost
sebesar 10-15%. Sedangkan untuk pengobatan,
Terdapat 2 sediaan, yaitu Imboost Tablet dan
dilaporkan keuntungan Echinacea untuk
Imboost Syrup 60 ml & 120 ml. Komposisi
menurunkan keparahan dan lamanya gejala sebesar
Imboost tablet Echinacea purpurea 250 mg dan
40-50% (studi dengan keterbatasan metodologi)
Zn picolinate 10 mg; Imboost syrup Echinacea
dan 10-30% pada studi-studi terbaru.36 Di Indonesia
purpurea 250 mg dan Zn picolinate 5 mg.
sendiri, Echinacea digunakan untuk penyakit paru
Harga:
obstruktif kronik, bronkitis kronis eksaserbasi akut,
Imboost tablet, HNA = Rp 59.895,00 (30 tablet
asma eksaserbasi akut, bronkiektasis, tuberkulosis,
@ Rp 2.000,00)
dan HIV- AIDS, namun belum ada data tentang
Imboost syrup 60 ml, HNA = Rp 17.600,00
efikasi penggunaannya.
Imboost syrup 120 ml, HNA = Rp 36.300,00
- Imunos
Untuk Maitake, studi pada manusia sejauh ini
Terdapat 2 sediaan, yaitu Imunos Kaplet dan
hanya berupa studi klinis, seri kasus dan laporan
Imunos Syrup 60 ml. Komposisi Imunos kaplet
kasus. Metodologi penelitian yang digunakan belum
Echinacea purpurea 500 mg, Zn picolinate 10
memenuhi syarat untuk mendukung dan
mg, Selenium 15 mcg dan Na askorbat As
menggunakan hasil penelitian tersebut sebagai
askorbat 50 mg; Imunos syrup Echinacea
dasar indikasi pemakaian Maitake. Uji klinis masih
purpurea 500 mg, Zn picolinate 5 mg dan
berada pada fase I/II. Di Indonesia sendiri Maitake
Selenium 15 mcg.
digunakan untuk HIV-AIDS. Namun juga belum ada
Harga:
laporan tentang efikasi penggunaannya. Untuk
Imunos kaplet, HNA= Rp 76.000,00 (20 kaplet,
phyllanthus, belum ada data mengenai efikasi
@ Rp 3.800,00)
penggunaannya.Sebagai perbandingan, di Amerika
Imunos syrup 60 ml, HNA = Rp 38.000,00
Serikat, penggunaan obat-obatan berbahan herbal
- Stimuno
meningkat sampai 385% pada periode 1990-1997,
Terdapat 2 sediaan, yaitu berupa kapsul dan
dengan nilai penjualan mencapai 3,4 milyar dolar 3.
sirup. Sediaan kapsul mengandung 50 mg
Di Amerika Utara ataupun di Eropa, produk tanaman
ekstrak Phyllanthus, sedangkan sediaan sirup
Echinacea menjadi sektor terbesar yang
menghasilkan milyaran dolar. Di Amerika Serikat
mengandung 25 mg ekstrak Phyllanthus per 5
ml. 4. Tuberkulosis
Harga:
Stimuno kapsul , HNA= Rp 103.500,00 (60 Jarang digunakan Echinacea, bila digunakan
kapsul @ Rp 1.725,00) diberikan dosis 2x1 tablet/hari selama 2-4 minggu,
Stimuno sirup 100mL, HNA= Rp 19.500,00 dengan periode interval 2 minggu, selama
pengobatan tuberkulosis.
Perkiraan Biaya Pemakaian Produk
Imunomodulator 5. Pasien HIV AIDS dengan CD4>200
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik/Bronkitis kronis Biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk
eksaserbasi akut pemakaian selama 1 bulan (30 hari) adalah : 30 x 3
x Rp 1.725,00 = Rp155.250,00
Diberikan Imboost dengan dosis 2-3x 1 tablet/hari
selama 2 minggu. 2. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)/Bronkitis
Perkiraan biaya yang dikeluarkan: kronik eksaserbasi akut
2 tablet x 7 hari x Rp 2.000,00 = Rp 280.000,00
atau Dokter spesialis paru (tidak semua) memberikan
3 tablet x 7 hari x Rp 2.000,00 = Rp 420.000,00 ekstrak P. niruri 3x1 kapsul selama 2 minggu,
sebagai tambahan terapi standar. Pada
2. Asma eksaserbasi akut bronkiektasis eksaserbasi akut diberikan dosis yang
sama dengan waktu bervariasi, umumnya 2-4
Diberikan Imboost dengan dosis 2-3x 1 tablet/hari minggu.
selama 2 minggu.
Perkiraan biaya yang dikeluarkan: 3. Kelainan kulit
2 tablet x 7 hari x Rp 2.000,00 = Rp 280.000,00
atau Pada kelainan kulit berupa herpes zoster non
3 tablet x 7 hari x Rp 2.000,00 = Rp 420.000,00 komplikata, ekstrak P. niruri diberikan sebanyak
3x50mg selama 6 hari. Biaya tambahan yang harus
3. Bronkiektasis dikeluarkan adalah :
6 x 3 x Rp 1.725,00 = Rp 31.050,00
Diberikan dosis 2x1 tablet/hari selama 2-4 minggu,
interval (break) 2-4 minggu, kemudian pemberian 4. ISPA pada anak
diulang kembali dengan dosis 2x1 tablet/hari selama
2-4 minggu. Banyaknya periode pemberian Untuk mengatasi demam pada anak dengan ISPA,
tergantung pada kasus penyakit (apakah ekstrak P.niruri diberikan 3 x 5ml (25mg) selama 7
bronkiektasis eksaserbasi akut saja atau kronik hari. Sediaan cair yang tersedia adalah botol 100ml.
purulensi) dan pengalaman dokternya. Bila hanya Biaya yang harus dikeluarkan adalah: Rp 19.500,00
eksaserbasi akut, diberikan periode satu kali saja.
BAB VI
REKOMENDASI
Peneliti Tujuan Jumlah Random Blind** Manfaat Keterbatasan Spesies Bagian Dosis
sampel* atau produk tanaman harian
Barret 2002 Pengobatan 148 Ya Double Tidak Penilaian E. purpurea, E. Daun dan akar Hari 1
common cold outcome utama angustifolia 6x1g/hari, hari
bersifat subyektif berikut
karena 3x1g/hari,
berdasarkan self maksimal 10
reported hari.
symptom,
sehingga
potensial terjadi
bias.
Schulten Pengobatan ISPA N=80 Ya Double Ya Tidak ada bukti Echinacin
2001 (E=41; blinding; analisa purpurea
P=39) data tidak jelas; herba
ITT=70 pengukuran tidak (Echinacin,
valid EC31JO)
Lindenmuth Pengobatan ISPA N=95 Quasi Double Ya Alokasi E. purpurea Tanaman dan 5-6 cangkir
2000 (E=48; bergantian; Tidak dan E. akar teh/hari, 1-5
P=47) ada bukti angustifolia hari
ITT=95 blinding;
pengukuran
outcome kurang
baik
(retrospective
global
assessment)
Turner Pencegahan ISPA 117 Tidak Double Tidak Tidak ada bukti Tidak diketahui Tidak diketahui 300 mg, 3
2000 (E=63; (Trend) blinding; kali/hari, 2
P=54) diinduksi paparan minggu
ITT=92 rhinovirus,
pengukuran tidak
valid; produk
mungkin bukan
E. Purpurea
Peneliti Tujuan Jumlah Random Blind** Manfaat Keterbatasan Spesies Bagian Dosis
sampel* atau produk tanaman harian
Henneicke- Pengobatan ISPA 263 Ya Double Ya Tidak ada bukti E. purpurea+ Akar 3 tablet, 3
von Zepelin (E=131; blinding; multi- E. pallida kali/hari, 7-9
1999 P=132) spesies produk; (Esberitox-N®) hari
ITT=259 pengukuran tidak
valid
Brinkeborn Pengobatan ISPA N=180 Ya Double Ya Tidak ada bukti E. Tanaman dan 2 tablet, 3
1999 (E1=41; blinding; purpurea/Echin akar kali/hari,
E2=49; pengukuran tidak aforce® maksimal 7
E3=44 valid hari
P=46)
ITT=246
Melchart Pencegahan ISPA 302 Ya Single Trend Plasebo E. purpurea Akar 50 tetes, 2
1998 (E1=103; dibedakan dari dan E. kali/hari, senin-
E2= 103; bahan akktif, angustifolia jumat selama
P=96) pengukuran tidak 12 minggu
ITT=289 valid
Berg 1998 Immunoassay N=42 Tidak jelas No Trend Randomisasi E. purpurea Tanaman 8 ml, 1
(E=14; tidak jelas, /Echinacin kali/hari
P=13; blinding tidak EC31
Mg=13) mungkin karena
ITT=42 Echinacea dalam
bentuk cairan
sedang plasebo
dan magnesium
tablet.
Hoheisel Pengobatan ISPA 120 Ya Double Ya Tidak ada bukti E. purpurea Tanaman 20 tetes/2 jam
1997 (E=60; blinding; /Echinagard® pada hari
P=60) pengukuran tidak pertama,
ITT=120 valid; pelaporan kemudian 20
outcome selektif tetes, 3
dan ditetapkan kali/hari, 10
secara hari
retrospektif
Peneliti Tujuan Jumlah Random Blind** Manfaat Keterbatasan Spesies Bagian Dosis
sampel* atau produk tanaman harian
Barret 2002 Pengobatan 148 Ya Double Tidak Penilaian E. purpurea, E. Daun dan akar Hai 1
common cold outcome utama angustifolia 6x1g/hari, hari
bersifat subyektif berikut
karena 3x1g/hari,
berdasarkan self maksimal 10
reported hari.
symptom,
sehingga
potensial terjadi
bias.
Scaglione Pengobatan ISPA 32 (E=16; Ya Single Ya Tidak ada bukti E.purpurea, Akar 4 tablet/hari
1995 P=16) (single) blinding; rosemary,
ITT=32 jumlah sampel eucalyptus,
kecil, fennel dan
pengukuran tidak vitamin C
valid,
pengukuran
gejala kurang
baik.
Melchart Immunoassay 24 Ya Double Trend Tidak ada bukti E. purpurea Akar 30 tetes, 3
1995 (1988 blinding; kali/hari
trial) randomisasi tidak
jelas;
pengukuran tidak
valid; jumlah
sampel kecil.
Melchart Immunoassay 36 Ya Double Tidak Tidak ada bukti E. purpurea Akar 3 kapsul/hari
1995 (1989 blinding;
trial) randomisasi tidak
jelas;
pengukuran tidak
valid; jumlah
sampel kecil.
Peneliti Tujuan Jumlah Random Blind** Manfaat Keterbatasan Spesies Bagian Dosis
sampel* atau produk tanaman harian
Melchart Immunoassay 24 Ya Double Tidak Tidak ada bukti E. purpurea Tanaman, akar 30 tetes, 3
1995 (1990 blinding; kali/hari
trial) randomisasi tidak
jelas;
pengukuran tidak
valid; jumlah
sample kecil.
Bräunig Pengobatan ISPA 180 Ya Double Ya Pengukuran tidak E. purpurea, 2 Akar 90 tetes, 1
1992 (E1=60; (Single) valid; kelompok dosis kali/hari dan
E2= 60; dosis tinggi tidak 180 tetes, 1
P=60) blinded; tidak kali/hari
ITT=180 ada bukti
blinding untuk
kelompok dosis
rendah.
Schoneberg Pencegahan ISPA N=108 Ya Double Trend Tidak ada bukti E. purpurea Tanaman 4 ml, 2
er 1992 (E=54; blinding; /Echinacin® kali/hari, 8
(Grimm P=54) pengukuran tidak minggu
1999) ITT=109 valid; pelaporan
outcome selektif
Reitz 1990 Pengobatan ISPA 150 Ya Double Trend Tidak ada bukti E. Akar 3 tablet/hari
blinding; purpurea+palli
pengukuran tidak da/Esberitox-
valid; multi- N®
spesies produk
Jurcic 1989 Immunoassay 27 Ya Single Trend Tidak ada bukti E. purpurea Tanaman? Intravena
(Melchart blinding;
1995) randomisasi tidak
jelas;
pengukuran tidak
valid; jumlah
sampel kecil
Coeugniet Candida 203 Tidak No Ya Tidak random E. purpurea Tanaman Injeksi (SC, IM,
1986 dan tidak blind; /Echinacin® IV)
pengukuran tidak
valid
Peneliti Tujuan Jumlah Random Blind** Manfaat Keterbatasan Spesies Bagian Dosis
sampel* atau produk tanaman harian
Vorberg Pengobatan ISPA 100 Ya Double Trend Tidak ada bukti E. purpurea+ Akar 3 tablet/hari
1984 blinding; pallida/
randomisasi tidak Esberitox®
jelas;
pengukuran tidak
valid; multi-
spesies produk
Calabres Pencegahan ISPA 164 Ya Double Tidak Tidak E. purpurea Tanaman 8 ml/hari
(unpublishe dipublikasikan /Echinagard®
d) (metode tidak
dilaporkan)
* N- jumlah partisipan yang dianalisa; E- jumlah partisipan di kelompok Echinacea (bila lebih dari 1 jenis, digunakan E1, E2, E3); P- jumlah partisipan pada kelompok
plasebo; ITT-Intention to treat (jumlah partisipan awalnya)
** Tidak ada uji coba yang benar-benar blind.
Tabel 3. Berbagai Penelitian Tentang Phyllanthus niruri
1. Tzianabos AO. Polysacharide Immunomodulators as 18. Some information about medical mushrooms. Available
Therapeutic Agents: Structural Aspects and Biologic at: http://www.fungi.com/mycomeds/info/html
Function. Clin Microbiol Rev, Oct.2000,p.523-33. 19. Kodama N, Yamada M, Nanba H. Addition of Maitake D-
2. Smith JE, Rowan NJ, Sullivan R. Medicinal fraction reduces the effective dosage of vancomycin for
mushrooms:Their therapeutic properties and current the treatment of listeria-infected mice. Jpn J Pharmacol
medical usage with special emphasis on cancer 2001;87:327-332.
treatments. 2002. 20. Smith JE, Rowan NJ, Sullivan R. Medicinal mushrooms:
3. Gallo M, Sarkar M, Au W, Petrzak K, Comas B, Smith M, their therapeutic properties and current medical usage
et al. Pregnancy outcome following gestational with spesial emphasis on cancer treatments. 2002:151-
exposure to Echinacea. A prospective controlled study. 154.
Arch Intern Med 2000;160:3141-3. 21. American Botanical Council. Echinacea: A literature
4. Flachsmann. Echinacea purpurea Nonclonal Immuno review; botany, history, chemistry, pharmacology,
Strategies and its modulations. Phyto Novum 2001. toxicology, and clinical uses. American Botanical Council
5. Baratawidjaja KG. Imunomodulasi. Dalam: Imunologi J 1994;30:33.
dasar. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2002. h. 22. Stuart AG. Echinacea. Available from:
372-390. URL: http://www.herbalsafety.utep.edu/pdf.asp?ID=7.
6. Mayell M. Maitake extracts their therapeutic potential – 23. Pepping J, Pharm D. Alternative therapies: Echinacea.
A review. Altern Med Rev 2001;6:48-60. Am J Health-Syst Pharm 1999;56:121-2.
7. Mayell M. Maitake MD-Fraction: A literature review. 24. Bauer R, Netsch M, Kreuter MH. Echinacea purpurea.
8. Schar D. Grifola frondosa: a ‘new’ immunostimulant?. Food Processing Japan 2001;36:58-62.
Brit J Phytotherapy. 4:168-173. 25. Barret B. Medicinal properties of Echinacea.
9. Smith JE, Rowan NJ, Sullivan R. Medicinal mushrooms: Phytomedicine 2003;10:66-86.
their therapeutic properties and current medical usage 26. Summary of data for chemical selection: Echinacea.
with spesial emphasis on cancer treatments. 2002:D-I. Available from: URL:http://ntp-
10. American Cancer Society’s Guide to Complimentary and server.niehs.nih.gov/htdocs/Chem_Background/ExecSu
Alternative Methods. Maitake mushroom. Available at: mm/Echinacea.html.
http://www.cancer.org/docroot/home/index.asp 27. Fiebert SG, Kemper KJ. Echinacea (E. angustifolia, E.
11. Ishibashi K, Miura NN, Adachi Y, Ohno N, Yadomae T. pallida, and E. purpurea). Available from: Long Herbal
Relationship between solubility of grifolan, a fungal 1,3- Task Force: http://www.mcp.edu/herbal/default.htm
β-D-glukan, and production of tumor necrosis factor by 28. Bauer R, Düsseldorf. Echinacea a medicinal plant that is
macrophages in vitro. Biosci Bioctechnol Biochem about to become a rational phytotherapy. Institut für
2001;65:1993-2000. Pharmazeutische Biologie, Heinrich-Heine Universität
12. Inoue A, Kodama N, Nanba H. Effect of Maitake ( Grifola Düsseldorf.
frondosa) D-fraction on the control of the T lymph node 29. Kreuter M. Echinacea purpurea substances,
Th-1/Th-2 proportion. Biol Pharm Bull 2002;25:536- characteristics and immunological active principles.
540. 30. Kreuter HM, Giger E, Lardos ANA, Ramp T, EFLA R&D.
13. Okazaki M, Adachi Y, Ohno N, Yadomae T. Structure- Echinacea purpurea: nonclonal immuno strategies and
activity relationship of (1-->3)-beta-D-glukans in the its modulations. Phyto Novum 2001.
induction of sitokine production from macrophages, in 31. Burger AR, Torres AR, Warren RP, Caldwell VD, Hughes
vitro. Biol Pharm Bull 1995;18:1320-1327 [abstract]. BG. Echinacea-induced sitokine production by human
14. Keller T. Coumpounding with beta-1,3-D-glukan. macrophages. International Journal of
International Journal of Pharmaceutical Compounding Immunopharmacology 1997;17:371-9.
2000;4:342-345. 32. Turner RB, Riker DK, Gangemi JD. Ineffectiveness of
15. Konno S, Aynehchi S, Dolin DJ, Schwartz AM, Echinacea for prevention of experimental rhinovirus
Choudhury MS, Tazaki H. Anticancer and hypodlicemic colds. Antimicrob Agents Chemother 2000;44:1708-9.
effects of polysaccharides in edible and medicinal 33. Grimm W, Müller HH. A randomized controlled trial of
Maitake mushroom. International Journal of Medicinal the effect of fluid extract of Echinacea purpurea on the
Mushrooms 2002;4. [abstract]. incidence and severity of colds and respiratory
16. Fullerton SA, Samadi AA, Tortorelis DG, Choudhury MS, infections. Am J Med 1999;106:259-60.[Abstract]
Mallouh C, Tazaki H, et al. Induction of apoptosis in 34. Melchart D, Walther E, Linde K, Brandmaier R, Lersch
human prostatic cancer cells with beta-glukan (Maitake C. Echinacea root extracts for the prevention of upper
mushroom polysaccharide). Mol Urol 2000;4:7-13. respiratory tract infections: a double blind, placebo-
17. Nanba H, Kodama N, Schar D, Turner D. Effects of controlled randomized trial. Arch Fam Med 1998;7:541-
Maitake (Grifola frondosa) glukan in HIV-infected 5.
patients. Mycoscience 2000;41:293-295. 35. Brinkeborn RM, Shah DV, Degenring FH. Echinaforce ®
and other Echinacea fresh plant preparations in the
treatment of the common cold: a randomized, placebo hepatitis B failure to eradicate the surface antigen.
controlled, double-blind clinical trial. Phytomedicine Indian J Gastroenterol. 1994;13:7-8. [abstract]
1996;6:1-6. 50. Wang M, Cheng H, Li Y, Meng L, Zhao G, Mai K. Herbs
36. Henneicke-von Zepelin H, Hentschel C, Schnitker J, of the genus of Phyllanthus in the treatment of chronic
Kohnen R, Köhler G, Wüstenberg P. Efficacy and safety hepatitis B: observation with three preparations from
of a fixed combination phytomedicine in the treatment different geographic sites. J Lab Clin Med.
of the common cold (acute viral respiratory tract 1995;126:350-2. [abstract]
infection): results of a randomized, double blind, 51. Narendranathan M, Remla A, Mini PC. A trial of
placebo controlled, multicentre study. Curr Med Res Phyllanthus amarus in acute viral hepatitis. Trop
Opin 1999;15:214-27. Gastroenterol. 1999;20:164-6.[abstract]
37. Lindenmuth GF, Lindenmuth EB. The efficacy of 52. Liu JP, McIntosh H, Lin H. Chinese medicinal herbs for
Echinacea compound herbal tea preparation on the chronic hepatitis B (Cochrane Review). In: The
severity and duration of upper respiratory and flu Cochrane Library Chichester,UK: John Wiley & Sons, Ltd
symptoms: a randomized, double-blind, placebo- 2004:(1).
controlled study. J Altern Complement Med 2000;6:327- 53. Liu JP, Mcintosh H, Lin H. Chinese medicinal herbs for
34.[Abstract]. asymptomatic carriers of hepatitis B virus infection
38. Barret BP, Brown RL, Locken K, Maberry R, Bobula JA, (Cochrane Review). In: The Cochrane Library, Issue
D’Alessio D. Treatment of the common cold with Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd 2004;(1).
unrefined Echinacea: a randomized, double-blind, 54. Unander DW, Webster GL, Blumberg BS. Usage and
placebo-controlled trial. Annals of Internal Medicine bioasays in Phyllanthus (Euphorbiaceae). IV. Clustering
2002;137:939-46. of antiviral uses and other effects. J Ethnophar
39. Institute for Natural Products Research. Echinacea. 1995;45:1-18.[abstract]
Available from: http//www.naturalproducts.org 55. Amin Z, Rumende M, Pitoyo CW, Jamal. The effect of
40. Barrett B. Echinacea: A safety review. American phyllanti extract as an additional treatment in
Botanical Council J 2003;57:36-9. tuberculosis patients with minimal and moderately
41. See D, Berman S, Justis J, Broumand N, Chou S, Chang advanced radiological lesion. 2001
J, et al. A phase I study on the safety of Echinacea 56. Munawar ML, Ginting AK, Irianti N, Murni Y, Sutirahayu
angustifolia and its effect on viral load in HIV infected Y. Manfaat klinis pemberian phyllanthus niruri L.
individuals. JANA 1998;1:14-17 [Abstract] sebagai imunostimulator pada kasus TB paru yang
42. Chairul. Tempuyung untuk menghadapi diobati. Jurnal Ilmiah Kesehatan RSPAD Gatot Subroto
asam urat. Didapat dari 2003;4:1-8
http://www.indomedia.com/intisari/1999/Juni/tempuyu 57. Radityawan D. Pengaruh phyllanthus niruri L sebagai
ng.htm imunostimulator terhadap kadar IFN-g penderita
43. Unander DW, Venkateswaran PS, Millman tuberculosis paru. Laporan penelitian karya akhir. SMF
I, Bryan HH, Blumberg BS. Phyllanthus species: sources Ilmu Penyakit Paru FK Unair Surabaya, 2003
of new antiviral compounds. Didapat dari 58. Raveinal. Pengaruh pemberian imunomodulator alami
http://www.hort.purdue.edu/newcorp/proceedings1990 (ekstrak phyllanti herba) terhadap respon imun seluler
/v1-518.html penderita tuberculosis paru.
44. Chanca piedra (Phyllanthus niruri, 59. Warouw WF. Penggunaan klinik ekstrak phyllanthus her
amarus). Didapat dari http://rain- bal sebagai adjuvant terapi pada beberapa penyakit.
tree.com/chanca.htm 2001.
45. Thyagarajan SP, Subramanian S, 60. Menaldi SL, Legiawati L, Sianturi GN, Barira S. Bagian
Thirunalasundari T, Venkateswaran PS, Blumberg BS. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto
Effect of phyllanthus amarus on chronic carriers of Mangunkusumo, Jakarta. Penggunaan ekstrak
hepatitis B virus. Lancet 1988;2:764-6. Phyllanthus niruri L sebagai terapi adjuvan pada
46. Maat S. Phyllanthus niruri L sebagai pengobatan kusta multibasilar.
imunostimulator pada mencit. Rangkuman Disertasi. 61. Kurniati SC. Pengobatan oral infeksi virus varicella-
Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, 1996. zoster dengan kombinasi ekstrak phyllanti herba dan
47. Xin-Hua W, Chang-Qing L, Xing-Bo G, Lin- terapi standar dibandingkan dengan terapi standar
Chun F. A comparative study of Phyllanthus amarus tunggal. Dexa Media 2002;4:109-17
compound and interferon in the treatment of chronic 62. Munasir Z. Manfaat pemberian ekstrakPhyllanthus niruri
viral hepatitis B. Southeast Asian J Trop Med Public sebagai imunostimulator pada penyakit infeksi anak.
Health. 2001;32:140-2.[abstract] Disampaikan pada Simposium “Allergy & Clinical
48. Thamlikitkul V, Wasuwat S, KanchanapeeP. Efficacy of Immunology Update”, Lampung, 2003
Phyllanthus amarus for eradication of hepatitis B virus
in chronic carriers. J Med Assoc Thai. 1991;74:381-5.
[abstract]
49. Doshi JC, Vaidya AB, Antarkar DS, Deolalikar R, Antani
DH. A two-stage clinical trial of Phyllanthus amarus in
DAFTAR PANEL AHLI
Prof.Dr.dr. Agus Sjahrurachman, SpMK
Departemen Mikrobiologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
TIM TEKNIS
Ketua : Prof.Dr.dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K)
Anggota : dr. Santoso Soeroso, SpA(K), MARS
Prof.Dr.dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAI
dr. Ratna Mardiati, SpKJ
dr. Wuwuh Utami N., MKes
dr. Monalisa Nasrul
dr. Mutiara Arcan
dr. Nastiti Rahajeng