Anda di halaman 1dari 36

BLOK MEKANISME PERTAHANAN TUBUH

SKENARIO 1 “MENCEGAH PENYAKIT DENGAN VAKSINASI”

Kelompok A-11

Ketua : Fauzan Miftahufallah 1102017089

Sekretaris : Grafika Dyah Ayu Kusumawardhani 1102017098

Anggota : Almira Rizani 1102017018

Azha Azzuna 1102017045

Dina Islamia 1102017073

Fathin Furaida 1102017086

Khadidjah Hania BSA 1102017122

Inggit Sukmawati 1102017110

Jody Multi 1102017118

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2018-2019
MENCEGAH PENYAKIT DENGAN VAKSINASI

Seorang bayi berumur 2 bulan mendapat vaksinasi BCG di lengan kanan atas untuk mencegah
penyakit dan mendapatkan kekebalan. Empat minggu kemudian bayi tersebut dibawa kembali
ke RS karena timbul benjolan di ketiak kanan. Setelah Dokter melakukan pemeriksaan
didapatkan pembesaran nodus limfatikus di regio axilaris dekstra. Hal ini disebabkan adanya
reaksi terhadap antigen yang terdapat dalam vaksin tersebut dan menimbulkan respon imun
tubuh.

KATA – KATA SULIT

Vaksinasi BCG : Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin) adalah memberikan


vaksin untuk mendapatkan kekebalan dari penyakit TBC, dibuat dari Mycobacterium bovis.

Imun Tubuh : Kekebalan tubuh terhadap penyakit terutama infeksi.

Vaksin : Sebuah senyawa antigen yang berfungsi untuk meningkatkan


imunitas tubuh terhadap virus dengan menghasilkan antibodi.

Antigen : Imunogen yang sudah bereaksi dengan imunoglobulin, dan


merupakan bahan yang dapat merangsang respon imun tubuh dan bereaksi dengan antibodi.

Nodus Limfatikus : Kelenjar kecil seperti kacang merah, berfungsi untuk


membentuk limfosit dan berterminal di limfa.

Regio Axilaris Dekstra : Bagian tubuh yang berada di ketiak bagian kanan.
BRAINSTORMING

1. Mengapa vaksin BCG dilakukan di lengan kanan atas?

2. Mengapa setelah 4 minggu timbul benjolan di ketiak kanan?

3. Kapan vaksin BCG optimal diberikan?

4. Mengapa pemberian vaksin bisa menghasilkan antibodi?

5. Adakah orang yang tidak boleh mendapat vaksin BCG?

6. Apakah ada dampat negatif dari vaksin BCG?

7. Apakah dalam islam diperbolehkan penggunaan vaksin?

8. Selain BCG apakah ada vaksin lain?

9. Organ apa saja yang berperan pada sistem imun tubuh?

10. Apa saja sistem imunitas yang ada di dalam tubuh?

11. Apa saja macam-macam antibodi dalam tubuh kita?

12. Apa saja tipe vaksin?

JAWAB

1 Karena tergantung jenis vaksin yang diberikan dan tujuan pemberian vaksin.

2 Karena kelenjar limfe yang paling dekat di axilla.

3 2-3 bulan.

4 Karena vaksin merangsang sistem imun dengan cara mengaktifkan sel limfosit B yang
kemudia merangsang pembentukan sel plasma, sel plasma sendiri akan membentuk antibodi
yang spesifik terhadap antigen, sebagian sel limfosit B membentuk sel memory sehingga apabila
terjadi infeksi bisa dikenali.

5 Ada, ibu hamil, orang yang sudah terkena TB, tes mantou +, dan bayi imunodefisiensi.

6 Demam, reaksi lokal (abses), reaksi regional, dan alergi.

7 Boleh.

8 Ada, MMR, Hepatitis, dan polio.

9 Limfonodus, lien, tonsil, tymus, dan sumsum tulang.

10 Sistem imunitas alami dan didapat

11 IgA, IgG, IgM, IgD dan IgE

12 ada yang dilemahkan, di inaktivkan dan di ambil sel unitnya

LO 1 Memahami dan Menjelaskan Organ Limfoid


1.1 Makroskopik

A. Organ limfoid primer :


Organ limfoid primer terdiri dari sumsum tulang dan timus. Sumsum tulang merupakan
jaringan yang kompleks tempat hematopoiesis dan depot lemak. Lemak merupakan 50 % atau
lebih dari kompartemen rongga sumsum tulang. Organ limfoid diperlukan untuk maturasi,
diferensiasi dan poliferasi sel T dan B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen.
Sel hematopoietik yang diproduksi di sumsum tulang menembus dinding pembuluh darah dan
masuk ke sirkulasi dan di distribusikan ke bagian tubuh.

 Thymus tumbuh terus hingga pubertas. Setelah mulai pubertas, timus akan mengalami
involusi dan mengecil seiring umur kadang sampai tidak ditemukan, akan tetapi masih
berfungsi untuk menghasilkan limfosit T yang baru dan darah. Mempunyai 2 buah lobus,
mempunyai bagian cortex dan medulla, berbentuk segitiga, gepeng dan kemerahan. Thymus
mempunyai 2 batasan, yaitu :
 Batasan anterior : manubrium sterni dan rawan costae IV
 Batasan atas : Regio colli inferior (trachea)

Letak :
Terdapat pada mediastinum superior, dorsal terhadap sternum. Dasar timus bersandar pada
perikardium, ventral dari arteri pulmonalis, aorta, dan trakea. Batas anterior yaitu manubrium
sterni, dan rawan costae IV. Batas Atas yaitu regio colli inferior (trachea).
Perdarahan :
Berasal dari arteri thymica cabang dari arteri thyroidea inferior dan mammaria interna.
Kembali melalui vena thyroidea inferior dan vena mammaria interna.

 Sumsum Tulang: Terdapat pada sternum, vertebra, tulang iliaka,


dan tulang iga. Sel stem hematopoetik akan membentuk sel-sel darah.
Proliferasi dan diferensiasi dirangsang sitokin. Terdapat juga sel lemak,
fibroblas dan sel plasma. Sel stem hematopoetik akan menjadi progenitor
limfoid yang kemudian mejadi prolimfosit B dan menjadi prelimfosit B
yang selanjutnya menjadi limfosit B dengan imunoglobulin D dan
imunoglobulin M (B Cell Receptor) yang kemudian mengalami seleksi
negatif sehingga menjadi sel B naive yang kemudian keluar dan
mengikuti aliran darahmenuju ke organ limfoid sekunder. Sel stem hematopoetik menjadi
progenitor limfoid juga berubah menjadi prolimfosit T dan selanjutnya menjadi prelimfosit T
yang akhirnya menuju timus.

B. Organ limfoid sekunder :


Organ limfoid sekunder merupakan tempat sel dendritic mempersentasikan
antigen yang yang ditangkapnya di bagian lain tunuh ke sel T yang
memacunya untuk poliferasi dan diferensiasi limfosit.

 Limfonodus: Organ bersimpai berbentuk bulat / mirip ginjal, terdiri


dari jaringan limfoid. Tersebar diseluruh tubuh disepanjang jalannya
pembuluh limfe. Nodus ditemukan di ketiak dan di lipat paha, sepanjang
pembuluh-pembuluh besar di leher dan dalam jumlah besar di toraks dan
abdomen terutama dalam mesenterium
Bentuk : Oval seperti kacang tanah atau kacang merah dengan pinggiran cekung (hillus).
Ukuran : Sebesar kepala peniti atau buah kenari, dapat diraba pada daerah leher, axilla, dan
inguinal dalam keadaan infeksi.

 Lien: Merupakan organ limfoid yang terbesar, lunak, rapuh,


vaskular berwarna kemerahan karena banyak mengandung darah dan
berbentuk oval. Pembesaran limpa disebut dengan splenomegali.
Pembesaran ini terdapat pada keaadan leukimia, cirrosis hepatis, dan
anemia berat.

o Letak: Regio hipochondrium sinistra intra peritoneal. Pada


proyeksi costae 9, 10, dan 11.Setinggi vertebrae thoracalis 11-12. Batas
anterior yaitu gaster, ren sinistra, dan flexura colli sinistra. Batas posterior yaitu diafragma,
dan costae 9-12.
o Ukuran: Sebesar kepalan tangan masing-masing individu.
o Aliran darah: Aliran darah akan masuk kedaerah hillus lienalis yaitu arteri lienalis dan
keluar melalui venalienalis ke vena porta.

 Tonsil: Tonsil termaksud salah satu dari organ limfoid yang


terdiri atas 3 buah tonsila yaituTonsila Palatina, Tonsila Lingualis,
Tonsila Pharyngealis. Ketiga tonsil tersebut membentuk cincin pada
saluran limf yang dikenal dengan “Ring of Waldeyer” hal ini yang
menyebabkan jika salah satu dari ketiga tonsila ini terinfeksi dua
tonsila yang lain juga ikut meradang. Organ limfoid yang terdiri atas 3
buah tonsila, yaitu:

o Tonsila palatine

Terletak pada dinding lateralis, orofaring dekstra dan sinistra


Terletak dalam satu lekukan yang dikenal dengan fossa tonsilaris, dasar dari lekukan itu
adal tonsil bed, Tonsil membuka ke cavum oris terdiri dari 12-15 crypta tonsilaris
Ditutupi oleh selapis jaringan ikat fibrosa yang berbentuk capsula
Persyarafan tonsil oleh N IX (Glossopharyngues) dan N palatinus (NV2)
Pendarahan berasal dari arteria tonsilaris cabang a.maxillaris externa(facialis) dan arteria
tonsilaris vabang a.pharyngica ascendens lingualis

o Tonsila lingualis
Terletak dibelakang lidah, 1/3 bagian posterior, tidak mempunya papilla sehingga terlihat
permukaan berbenjol-benjol (folikel).
Pendarahan tonsil berasal dari arteria dorsalis lingue (cabang arterialingualis), arteria
carotis eksterna

o Tonsila pharyngealis
Terdapat di daerah nasofaring dibelakang pintu hidung belakang
Bila membesar disebut adenoid, dapat menyebabkan sesak nafaskarena dapat menyumbat
pintu nares posterior (choanae), terletak didaerah nasopharynx, tepatnya diatas torus
tobarius dan OPTA
1.2 Mikroskopis

 Tyhmus: Timus memiliki suatu simpai jaringan ikat yang masuk ke dlm
parenkim dan membagi timus menjadi lobulus. Setiap lobulus memiliki satu zona
perifer gelap disebut korteks dan zona pusat yang terang disebut medula korteks dan
medula berisi sel-sel limfosit. Sel limfosit berasal dr sel mesenkim yg menyusup ke
dlm suatu epitel primordium dari kantung faringeal ke 3 dan 4. Mengandung badan
hassal (corpusculum tymicum) yang merupakan sel retikular epitel gepeng yg tersusun
konsentris , mengalami degenerasi dan mengandung granula keratohialin.
o Korteks timus
- limfosit T yg sangat banyak,
- Sel retikular epitel yg tersebar
- Beberapa makrofag
o Medulla timus
- Mengandung sel retikular dan limfosit
- Sel - sel ini menyebabkan medula tampak lebih pucat dibanding bgn korteks
terdapat badan hasal tersusun dari sel retikular epitel gepeng konsentris yang mengalami
degenerasi hialin dan mengandung granula keratohialin dengn fungsi yang belum
diketahui.

 Limfonodus erletak disekitar pembuluh darah yang berfungsi untuk


memproduksi limfosit dan anti bodi, menyaring aliran limfatik sekurang-kurangnya
oleh satu nodus sebelum dikembalikan kedalam aliran darah melalui
duktustorasikus, sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi lebih luas. Terdapat
permukaan cembung dan bagian hillus (cekung/konkaf) yang merupakan tempat
masuknya pembuluh darah dan saluran limfe eferen yang membawa aliran limfe
keluar dari limfonodus. Saluran afferent memasuki limfonodus pada daerah
sepanjang permukaan cembung/konveks. Limfonodus dibagi atas daerah korteks
dan sinusoid. Daerah korteks dapat dibagi atas 2 bagian. Pada nodulus limfatikus
terdapat germinal centers. Limfonodus dibungkus oleh kapsula fibrosa yang terdiri
dari serat kolagen, yang menjulur kedalam disebut trabeculae. Dibawah kapsula
fibrosa terdapat sinus sub kapsularis atau sinus marginalis dimana cairan limfe ditapis dan
kemudian mengalir melalui sinus kortikalis atau sinus trabekularis mengikuti trabekula. Stroma
limfonodus dibentuk oleh cabang-cabang trabekula dan jaringan retikular (sel retikular
merupakan sel fagosit) yang juga membentuk dinding dari sinusoid. Limfonodus dibagi
menjadi dua daerah yaitu :

 Korteks
Dibagi menjadi dua bagian yaitu :
o Korteks luar:
- Dibentuk oleh jar.limfoid yang terdiri dari satu jar. sel retikular dan serat retikular yang
dipenuhi oleh limfosit B
- Di dalam jar.limfoid korteks terdapat struktur berbentuk sferis yang disebut nodulus
limfatikus
- Terdapat sinus subkapsularis, yang dibentuk oleh suatu jar.ikat longgar dari makrofag,
sel retikular dan serat reticular

o Korteks dalam:
Merupakan kelanjutan korteks luar, mengandung beberapa nodulus
Mengandung banyak limfosit T
 Medulla:
- Terdiri dari korda medularis yg merupakan perluasan korteks dalam
- Banyak mengandung Limfosit B dan beberapa sel plasma
- Korda medularis dipisahkan oleh struktur seperti kapiler yang berdilatasi yang disebut
sebagai sinus limfoid medularis yang mengandung cairan limfe.
Limfe mengalir ke nodus limfatikus untuk membersihkannya dari partikel asing sebelum
kembali ke sirkulasi darah. Sewaktu cairan limfe mengalir melalui sinus, 99% atau lebih
antigen dan kotoran lainnya dipindahkan oleh aktivitas fagositosis makrofag. Infeksi dan
perangsangan antigenik menyebabkan limfonodus yang terinfeksi membesar dan
membentuk pusat-pusat germinativum yang banyak dengan proliferasi sel yang aktif

 Lien berwarna merah tua karena banyak mengandung


darah. Lien dibungkus oleh kapsula fibrosa tebal, bercabang
cabang ke dalam lien sebagai trabekula, keduanya merupakan
jaringan ikat padat. Suplai darah kedalam parenkim melalui arteri
trabekularis yang masuk bersama trabekula. Lien dibentuk oleh
jaringan retikular yang mengandung sel limfoid, makrofag dan
Antigen Presenting cell. Dibungkus oleh simpai jaringan ikat
padat yang menjulur (trabekula) yang membagi parenkim atau
pulpa lien menjadi kompartemen yang tidak sempurna, tidak
terdapat pembuluh limfe, terdapat arteri dan vena trabekularis.
Pulpa lien terbagi menjadi dua bagian yaitu :
 Pulpa alba/putih
Terdapat nodulus limfatikus (terdapat banyak limfosit B) dan
arteri sentralis/folikularis yang dikelilingi oleh sel-sel limfoid
terutama sel limfosit T dan membentuk selubung periarteri. Pulpa
alba dan pula rubra dibatasi oleh zona marginalis

o Zona marginalis
Terdapat sinus dan jaringan ikat longgar dalam jumlah yang
banyak. Sel limfosit
(jumlah yang sedikit) dan makrofag aktif (jumlah yang banyak).
Banyak terdapat antigen darah yang berperan dalam aktivitas
imunologis limpa.
 Pulpa rubra/merah
Merupakan jaringan retikular dengan korda limpa (diantara sinusoid) yang terdiri dari sel dan
serat retikular (makrofag, limfosit, sel plasma, eritrosit, trombosit, dan granulaosit)
Fungsi limpa :
1. Pembentukan limfosit
Dibentuk dalam pulpa alba, menuju ke pulpa rubra dan masuk dalam aliran darah
2. Destruksi eritrosit
Oleh makrofag dalam korda pula merah
3. Pertahanan organisme
Oleh karena kandungan limfost T, limfosit B, dan Antigen Presenting cell
Merupakan tempat destruksi bagi banyak sel darah merah. Merupakan tempat pembentukan
limfosit yang masuk ke dalam darah. Limpa bereaksi segera terhadap antigen yang terbawa
darah dan merupakan organ pembentuk antibodi penting. Dibungkus oleh simpai jaingan ikat
padat yang menjulurkan trabekula yang membagi parenkim atau pulpa limpa menjadi
kompartemen tidak sempurna. Pulpa limpa tidak mempunyai pembuluh limfe. Limpa
dibentuk oleh jalinan kerja jaringan retikular yang mengandung sel limfoid, makrofag dan
sel-sel antigen-presenting. Tidak memperlihatkan adanya daerah korteks dan medula yang
jelas. Kapsul pada limpa lebih tebal dibanding pada limfonodus
Pulpa limpa:
- Pada permukaan irisan melalui limpa, tampak bintik-bintik putih dalam parenkim 
nodulus limfatikus (pulpa putih/pulpa alba)
- Pulpa alba terdapat dalam jaringan merah tua yang penuh dengan darah  pulpa
merah/pulpa rubra.
- Pulpa rubra terdiri atas bangunan memanjang yaitu korda limpa (korda billroth) yg
terdapat diantara sinusoid

o Pulpa putih
Terdiri dari jar. limfoid yang menyelubungi A. sentralis dan nodulus limfatikus
Sel-sel limfoid yang mengelilingi A. sentralis terutama Limfosit T dan membentuk selubung
periarteri.
Nodulus limfatikus terutama limfosit B
Diantara pulpa putih dan pulpa merah terdapat zona marginalis

o Pulpa merah: jar.retikular dengan ciri khas, yaitu adanya:


korda limpa yang terdiri dari sel dan serat retikular makrofag, limfosit
sel plasma dan banyak unsur darah (eritrosit, trombosit, granulosit)
Banyak terdapat sinusoid

o Zona marginalis
Terdiri dari banyak sinus dan jar.ikat longgar.
Terdapat sedikit limfosit dan banyak makrofag yg aktif
Banyak mengandung antigen darah  peran utama dalam aktivitas imunologis limpa

Fungsi limpa
- Pembentukan limfosit, dibentuk dalam pulpa putih  pulpa
rubra  sinusoid  bercampur darah
- Destruksi eritrosit: Dilakukan oleh makrofag dalam korda pulpa
merah
- Pertahanan organisme: Oleh karena kandungan limfosit B,
limfosit T, sel antigen presenting dan makrofag.

 Tonsil:

o Tonsil Palatine:

- Terletak pada dinding lateral faring bagian oral


- Permukaan tonsila palatina dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk yang
juga melapisi bagian mulut lainnya
- Setiap tonsila memiliki 10-20 invaginasi epitel (epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk)
yang menyusup ke dalam parenkim membentuk kriptus yang mengandung sel-sel epitel yg
terlepas, limfosit hidup dan mati, dan bakteri dalam lumennya
yang memisahkan jar.limfoid dari organ-organ berdekatan adalah satu lapis jaringan ikat
padat yamgg disebut simpai tonsila yg biasanya bekerja sebagai sawar terhadap penyebaran
infeksi tonsil
- Di bawah tonsila palatina terdapat jar.ikat padat yang membentuk kapsul. Dari kapsul
terbentuk trabekula dengan pembuluh darah, dibawah kapsul terdapat serat otot rangka

o Tonsila Lingualis:
- Lebih kecil dan lebih banyak
- Terletak pada pangkal lidah
- Ditutupi epitel berlapis gepeng

Masing-masing mempunyai sebuah kriptus


o Tosila Faringea:
- Merupakan tonsila tunggal yang terletak dibagian supero-posterior faring.
- Ditutupi epitel bertingkat silindris bersilia
- Terdiri dari lipatan-lipatan mukosa dengan jar. Limfoid difus - dan nodulus limfatikus
- Tidak memiliki kriptus
- Simpai lebih tipis dari T. palatina

LO 2 Memahami dan Menjelaskan Sistem Imun

2.1 Definisi
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh
sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar,
sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah
dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Sistem Imun bisa juga diartikan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan
dalam resistensi terhadap infeksi, reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul
terhadap mikroba.

2.2 Klasifikasi
2.3 Mekanisme dan sifat

 Mekanisme Pertahanan Non Spesifik


Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap
berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan
mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut dalam
mengahadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons langsung. Mekanisme
pertahanan non spesifik disebut juga respons imun alami yang merupakan pertahanan tubuh
yang pertama kali bekerja saat terdapat invasi. Sistem ini umumnya aktif sampai 12 jam
pertama sejak invasi organisme. Contoh dalam tubuh kita adalah kulit dengan kelenjarnya,
lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar air
mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit, polimorfonuklear) dan komplemen
merupakan komponen mekanisme pertahanan non spesifik.

A. Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan
terdepan terhadap infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang
utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yang rusak menyebabkan risiko infeksi
meningkat. Tekanan oksigen yang tinggi di paru bagian atas membantu hidup kuman obligat
aerob seperti tuberkulosis

Permukaan tubuh, mukosa dan kulit


Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap penetrasi mikroorganisme. Bila
penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme yang masuk akan berjumpa
dengan pelbagai elemen lain dari sistem imunitas alamiah.
Kelenjar dengan enzim dan silia yang ada pada mukosa dan kulit
Produk kelenjar menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian pula silia pada mukosa.
Enzim seperti lisozim dapat pula merusak dinding sel mikroorganisme.

B. Biokimia
Beberapa mikroba dapat masuk melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam
keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek
denaturasi terhadap protein membran sel sehingga dapat mencegah infeksi yang dapat terjadi
melalui kulit. Lizosim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu, melindungi tubuh
terhadap berbagai kuman positif-Gram peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu juga
mengandung laktooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifat anti bakterial terhadap
E.koli dan stafilokok. Saliva mengandung enzim seperti laktooksidase yang merusak dinding
sel mikroba dan menimbulkan kebocoran sitoplasma dan juga mengandung antibodi serta
komplemen yang dapat berfungsi sebagai opsonin dalam lisis sel mikroba.
Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi dan empedu dalam usus halus
membantu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi banyak mikroba. pH yang
rendah dalam vagina, spermin dalam semen dan jaringan lain dapat mencegah tumbuhnya
bakteri positif-Gram. Pembilasan oleh urin dapat menyingkirkan kuman patogen. Laktoferin
dan transferin dalam serum mengikat besi yang merupakan metabolit esensial untuk hidup
beberapa jenis mikroba seperti pseudomonas.

Bahan yang disekresi mukosa saluran napas (enzim dan antibodi) dan telinga berperan dalam
pertahanan tubuh secara biokimiawi. Mukus dapat menangkap bakteri dan bahan lainnya yang
selanjutnya dikueluarkan oleh gerakan silia. Polusi, asap rokok, alkohol dapat merusak
mekanisme tersebut sehingga memudahkankan terjadinya infeksi oportunistik.

C. Humoral
Sistem imun nonspesifik menggunakan berbagai molekul larut. Molekul larut terntu diproduksi
di tempat infeksi atau cedera dan berfungsi lokal. Molekul tersebut antara lain adalah peptida
antimkroba seperti defensin, katelisidin dan IFN dengan efek antiviral.
1) Komplemen: Komplemen merupakan sistem yang terdiri atas sejumlah protein yang
berperan dalam pertahanan penjamu, baik dalam sistem imun nonspesifik maupun sistem imn
spesifik. Komplemen merupakan salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam
inflamasi, oposonisasi dan kerusakan (lisis) membran patogen.
Jalur alternatif komplemen dapat diaktivasi oleh berbagai macam bakteri secara langsung
sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis atau fagositosis oleh makrofag atau leukosit yang
distimulasi oleh opsonin dan zat kemotaktik, karena sel-sel ini mempunyai reseptor untuk
komponen komplemen (C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat kemotaktik akan memanggil sel
monosit dan polimorfonuklear ke tempat mikroorganisme dan memfagositnya.

Komplemen juga dapat berperan dalam sistem imun spesifik yang setiap waktu dapat
diaktifkan kompleks imun.

Aktivasi komplemenmerupakan usaha tubuh untuk menghancurkan antigen asing, namun


sering pula menimbulkan kerusakan jaringan sehingga merugikan tubuh sendiri. Komplemen
sangat sensitif terhadap sinyal kecil.

- Mediator yang dilepas komplemen


- Aktivasi komplemen
- Reseptor komplemen
- Fungsi biologis komplemen
- Regulator – inhibitor komplemen
- Defisiensi komplemen

2) Protein fase akut: Selama fase ini, terjadi perubahan pada kadar beberapa protein dalam
serum yang disebut APP. Protein yang meningkat atau menurun selama fase akut disebut juga
APRP yang berperan dalam pertahanan dini. APRP diinduksi oleh sinyal yang berasal dari
tempat cedera atau infeksi melalui darah. Hati merupakan tempat sistesis APRP.
a. C-Reactive Protein
CRP yang meruapaka salah satu PFA, termasuk golngan protein yang kadarnya dalam darah
meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas nonspesifik. Sebagai opsonin, CRP
mengikat bergbagai mikroorganisme, protein C pneumokok yang membentuk kompleks dan
mengaktifkan komplemen jalur klasik.
b. Lektin
Lektin berperan sebagai opsonin, mengaktifkan komplemen.
c. Protein fase akut lain
Protein fase akut yang lain adalah α1-antitripsin, amiloid serum A, haptoglobin, C9, faktor B
dan fibrinogen yang juga berperan pada peningkatan laju endapan darah akibat infeksi, namun
dibentuk jauh lebih lambat dibanding dengan CRP.

3) Mediator asal fosfolipid: Metabolisme fosfolipid diperlukan untuk produksi PG dan


LTR. Keduanya meningkatkan responsinflamasi melalui peningkatan permeabilitas vaskular
dan vasodilatasi.
4) Sitokin IL-1, IL-6, TNF-α
Selama terjadi infeksi, produk bakteri seperti LPS mengaktifkan makrofag dan sel lain untuk
memproduksi dan melepas berbagai sitokin seperti IL-1 yang merupakan irogen endogen,
TNF-α dan IL-6

5) Pertahanan selular: Fagosit, sel NK (Sel NK adalah sel limfosit yang dapat membunuh
sel yang dihuni virus atau sel tumor. Interferon adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit
dan sel yang terinfeksi virus, yang bersifat dapat menghambat replikasi virus di dalam sel dan
meningkatkan aktivasi sel NK.), sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem imun nonspesifik
selular. Sel-sel sistem imun tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan.

Sistem imun alami merupakan pertahanan tubuh yang pertama kali bekerja saat terdapat invasi.
Sistem ini umumnya aktif sampai 12 jam pertama sejak invasi organisme. Sel yang berperan
dalam sistem imun alami di antaranya adalah makrofag dan natural killer cell. Sel-sel tersebut
dinamakan fagosit karena akan melawan invasi dengan cara fagositosis (penelanan organisme
asing).

Selain fagositosis, salah satu mekanisme lain dalam sistem imun alami adalah dengan produksi
‘antibiotik alami’ berupa interferon dan lysozyme. Interferon berperan dalam mengeblok
replikasi dari virus yang masuk ke dalam tubuh, sedangkan lysozyme berperan dalam
menyerang dinding sel bakteri.
Proses fagositosis bakteri. Luka yang menyebabkan bakteri masuk menembus barrier kulit
akan direspon langsung oleh fagosit yang bermigrasi dari pembuluh darah. Kemudian
membran sel fagosit akan membentuk cekungan agar bakteri bisa masuk. Dari situ bakteri akan
masuk ke dalam sel di dalam vacuola berbungkus membran (disebut Fagosom). Lalu fagosom
akan bergabung bersama lisosom untuk proses digesti bakteri.

Salah satu contoh respon imun non-spesifik adalah Natural Killer (NK). Dimana sel tersebut
merupakan jenis pertahanan selular. Mereka membuat sekitar 5% sampai 15% dari total
populasi limfosit beredar. Mereka menargetkan sel tumor dan melindungi terhadap berbagai
mikroba menular. Natural Killer Sel adalah faktor yang sangat penting dalam memerangi
kanker. Stimulasi imun adalah kunci untuk menjaga jumlah sel darah putih yang tinggi dan
memberikan Sel Natural Killer kesempatan untuk melawan kanker dan penyakit lainnya.
Natural Killer ikut mengalir bersama peredaran darah. Ketika terjadi viremia, virus akan
melekat pada sel tersebut dan melakukan penetrasi genom. Pada saat inilah sel natural killer
mendapatkan identitas gen mengenai virus. Sel ini selanjutnya akan mencari sel terinfeksi yang
memiliki identitas yang sama seperti virus lalu membunuhnya dengan mengeluarkan toksin.

 Mekanisme Pertahanan Spesifik


Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi
dirinya. Benda asing pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun
spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk
tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan.

A. Humoral
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah linfosit B atau sel B. Sel B
dirangsangoleh benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel
plasma yang memproduksi antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan dalam serum.
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Humor
berarti cairan tubuh. Sel B berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Pada manusia
diferensiasinya terjadi dalam sumsum tulang.

B. Selular
Limfosit T atau sel T berperan dalam sistem imun spesifik selular. Berbeda dengan sel B, sel
T terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang berlaian yaitu sel CD4+ (Th1, Th2),
CD8+ atau CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3. Sel CD4+ mengaktifkan sel Th1 yang
selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8+ memusnahkan
sel terinfeksi. Namun pada umumnya terjalin kerjasama yang baik antara sistem imun
nonspesifik dan spesifik seperti antara komplemen-fagosit-antibodi dan antara makrofag-sel T.

Aktivasi dari respon imun pada umumnya berawal dari masuknya patogen ke dalam tubuh.
Kemudian makrofag akan mencerna(memakan), memproses, dan membuat fragmen antigen
pada tubuh mereka. Makrofag dengan pengenalan fragmen pada tubuhnya disebut Antigent
Presenting Cell (APC). Kemudian sel T helper akan mendeteksi fragmen tersebut dan
membentuk interaksi dengan fragmen di permukaan APC. Saat proses interaksi, APC akan
menegeluarkan sinyal kimia dalam bentuk Interleukin-1 yang merangsang sel T helper untuk
melepas Interleukin-2. Zat kimia Interleukin ini akan merangsang proliferasi dari sel T efektor
jenis sel T sitotoksin dan sel B. Respon imun dalam poin ini kemudian akan terbagi menjadi
dua jalur, yaitu

1. Sel T Sitotoksin
Sel normal yang terinfeksi juga dapat mencerna serta membuat fragmen antigen pada
permukaan tubuh mereka. Tubuh kita membuat berjuta-juta sel T sitotoksin dengan tipe yang
berbeda untuk setiap jenis antigen yang berbeda. Sel T sitotoksin dapat berinteraksi dengan
fragmen antigen pada sel terinfeksi, dengan cara berikatan dengan fragmen tersebut. Ikatan
tersebut akan merangsang sel T sitotoksin untuk mengeluarkan zat kimia toksik yang dapat
membunuh sel terinfeksi beserta dengan antigen di dalamnya.

2. Sel B
Sel B juga terdiri dari berjuta-juta tipe yang dimana setiap jenisnya berfungsi untuk mengenali
antigen berbeda. Sel B ini akan teraktivasi oleh sel T helper yang memiliki pasangan struktur
fragmen antigen. Kemudian sel B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma ini
menjadi pabrik utama sumber antibodi yang akan ikut mengalir bersama aliran darah. Antibodi
yang sudah spesifik akan mengikat antigen tertentu sehingga tidak bisa berikatan dengan sel
lainnya. Pengikatan ini sebagai marker bagi makrofag untuk menghancurkan patogen tersebut.

Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas
spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang
diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti
sel makrofag dan komplemen. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan
spesifik disebut juga respons imun didapat.

Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang merupakan
ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori imunologis yang
akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang sama di kemudian hari. Pada
imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik terhadap antigen
yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen.
Sel yang berperan dalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (APC
= antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan
limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T
akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan
berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau
meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan
sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan proses antibody dependent cell
mediated cytotoxicy (ADCC).

Imunitas selular

Imunitas selular adalah imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan
komponen sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal dari sel pluripotensial
yang pada embrio terdapat pada yolk sac; kemudian pada hati dan limpa, lalu pada sumsum
tulang. Dalam perkembangannya sel pluripotensial yang akan menjadi limfosit T memerlukan
lingkungan timus untuk menjadi limfosit T matur.

Di dalam timus, sel prekusor limfosit T akan mengekspresikan molekul tertentu pada
permukaan membrannya yang akan menjadi ciri limfosit T. Molekul-molekul pada permukaan
membran ini dinamakan juga petanda permukaan atau surface marker, dan dapat dideteksi oleh
antibodi monoklonal yang oleh WHO diberi nama dengan huruf CD, artinya cluster of
differentiation. Secara garis besar, limfosit T yang meninggalkan timus dan masuk ke darah
perifer (limfosit T matur) terdiri atas limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD4 dan
limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD8. Sel limfosit CD4 sering juga dinamakan
sel T4 dan sel limfosit CD8 dinamakan sel T8 (bila antibodi monoklonal yang dipakai adalah
keluaran Coulter Elektronics).

Di samping munculnya petanda permukaan, di dalam timus juga terjadi penataan kembali gen
(gene rearrangement) untuk nantinya dapat memproduksi molekul yang merupakan reseptor
antigen dari sel limfosit T (TCR). Jadi pada waktu meninggalkan timus, setiap limfosit T sudah
memperlihatkan reseptor terhadap antigen diri (self antigen) biasanya mengalami aborsi dalam
timus sehingga umumnya limfosit yang keluar dari timus tidak bereaksi terhadap antigen diri.

Secara fungsional, sel limfosit T dibagi atas limfosit T regulator dan limfosit T efektor.
Limfosit T regulator terdiri atas limfosit T penolong (Th = CD4) yang akan menolong
meningkatkan aktivasi sel imunokompeten lainnya, dan limfosit T penekan (Ts = CD8) yang
akan menekan aktivasi sel imunokompeten lainnya bila antigen mulai tereliminasi. Sedangkan
limfosit T efektor terdiri atas limfosit T sitotoksik (Tc = CD8) yang melisis sel target, dan
limfosit T yang berperan pada hipersensitivitas lambat (Td = CD4) yang merekrut sel radang
ke tempat antigen berada.

1. Pajanan antigen pada sel T


Umumnya antigen bersifat tergantung pada sel T (TD = T dependent antigen), artinya antigen
akan mengaktifkan sel imunokompeten bila sel ini mendapat bantuan dari sel Th melalui zat
yang dilepaskan oleh sel Th aktif. TD adalah antigen yang kompleks seperti bakteri, virus dan
antigen yang bersifat hapten. Sedangkan antigen yang tidak tergantung pada sel T (TI
= T independent antigen) adalah antigen yang strukturnya sederhana dan berulang-ulang,
biasanya bermolekul besar.
Limfosit Th umumnya baru mengenal antigen bila dipresentasikan bersama molekul produk
MHC (major histocompatibility complex) kelas II yaitu molekul yang antara lain terdapat pada
membran sel makrofag. Setelah diproses oleh makrofag, antigen akan dipresentasikan bersama
molekul kelas II MHC kepada sel Th sehingga terjadi ikatan antara TCR dengan antigen. Ikatan
tersebut terjadi sedemikian rupa dan menimbulkan aktivasi enzim dalam sel limfosit T
sehingga terjadi transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Th aktif dan sel Tc
memori. Sel Th aktif ini dapat merangsang sel Tc untuk mengenal antigen dan mengalami
transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Tc memori dan sel Tc aktif yang
melisis sel target yang telah dihuni antigen. Sel Tc akan mengenal antigen pada sel target bila
berasosiasi dengan molekul MHC kelas I (lihat Gambar 3-2). Sel Th aktif juga dapat
merangsang sel Td untuk mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi
sel Td memori dan sel Td aktif yang melepaskan limfokin yang dapat merekrut makrofag ke
tempat antigen.

2. Limfokin
Limfokin akan mengaktifkan makrofag dengan menginduksi pembentukan reseptor Fc dan
C3B pada permukaan makrofag sehingga mempermudah melihat antigen yang telah berikatan
dengan antibodi atau komplemen, dan dengan sendirinya mempermudah fagositosis. Selain itu
limfokin merangsang produksi dan sekresi berbagai enzim serta metabolit oksigen yang
bersifat bakterisid atau sitotoksik terhadap antigen (bakteri, parasit, dan lain-lain) sehingga
meningkatkan daya penghancuran antigen oleh makrofag.

3. Aktivitas lain untuk eliminasi antigen


Bila antigen belum dapat dilenyapkan maka makrofag dirangsang untuk melepaskan faktor
fibrogenik dan terjadi pembentukan jaringan granuloma serta fibrosis, sehingga penyebaran
dapat dibatasi.
Sel Th aktif juga akan merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
plasma yang mensekresi antibodi (lihat bab tentang imunitas humoral). Sebagai hasil akhir
aktivasi ini adalah eliminasi antigen. Selain eliminasi antigen, pemajanan ini juga
menimbulkan sel memori yang kelak bila terpajan lagi dengan antigen serupa akan cepat
berproliferasi dan berdiferensiasi.
Imunitas humoral

Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa
bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang
disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG,
IgA, IgD, dan IgE.
Limfosit B juga berasal dari sel pluripotensial yang perkembangannya pada mamalia
dipengaruhi oleh lingkungan bursa fabricius dan pada manusia oleh lingkungan hati, sumsum
tulang dan lingkungan yang dinamakan gut-associated lymphoid tissue (GALT). Dalam
perkembangan ini terjadi penataan kembali gen yang produknya merupakan reseptor antigen
pada permukaan membran. Pada sel B ini reseptor antigen merupakan imunoglobulin
permukaan (surface immunoglobulin). Pada mulanya imunoglobulin permukaan ini adalah
kelas IgM, dan pada perkembangan selanjutnya sel B juga memperlihatkan IgG, IgA dan IgD
pada membrannya dengan bagian F(ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlu rangsangan
antigen hingga semua sel B matur mempunyai reseptor antigen tertentu.

Pajanan antigen pada sel B


Antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan dengan bantuan sel Th
(bagi antigen TD) akan terjadi aktivasi enzim dalam sel B sedemikian rupa hingga terjadilah
transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi
dan membentuk sel B memori. Selain itu, antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi sel B
tanpa bantuan sel Th.
Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga infektivitasnya hilang, atau
berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah difagosit oleh makrofag dalam proses yang
dinamakan opsonisasi. Kadang fagositosis dapat pula dibantu dengan melibatkan komplemen
yang akan berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga adhesi kompleks antigen-antibodi
pada sel makrofag lebih erat, dan terjadi endositosis serta penghancuran antigen oleh makrofag.
Adhesi kompleks antigen-antibodi komplemen dapat lebih erat karena makrofag selain
mempunyai reseptor Fc juga mempunyai reseptor C3B yang merupakan hasil aktivasi
komplemen.

Selain itu, ikatan antibodi dengan antigen juga mempermudah lisis oleh sel Tc yang
mempunyai reseptor Fc pada permukaannya. Peristiwa ini disebut antibody-dependent cellular
mediated cytotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat pula terjadi karena aktivasi komplemen.
Komplemen berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga terjadi aktivasi komplemen yang
menyebabkan terjadinya lisis antigen.

Hasil akhir aktivasi sel B adalah eliminasi antigen dan pembentukan sel memori yang kelak
bila terpapar lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi. Hal
inilah yang diharapkan pada imunisasi. Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumur
panjang, kadar antibodi spesifik yang cukup tinggi mencapai kadar protektif dan berlangsung
dalam waktu cukup lama dapat diperoleh dengan vaksinasi tertentu atau infeksi alamiah. Hal
ini disebabkan karena adanya antigen yang tersimpan dalam sel dendrit dalam kelenjar limfe
yang akan dipresentasikan pada sel memori sewaktu-waktu di kemudian hari.

LO 3 Memahami dan Menjelaskan Antibodi

3.1 Definisi
Antibodi adalah molekul imunoglobulin yang mempunyai suatu rantai asam amino spesifik,
yang hanya berinteraksi dengan antigen yang menginduksi sintesis molekul ini di dalam sel
seri limfoid (khususnya sel plasma), atau dengan antigen yang sangat erat hubungannya dengan
antigen tersebut. Antibodi digolongkan menurut cara kerjanya, seperti aglutinin, bakteriolisin,
hemolisin, opsonin, presipitin, dll.
Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan antigen spesifik yang
menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama; digolongkan menurut cara kerja
seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin, opsonin, atau presipitin. Antibodi disintesis oleh
limfosit B yang telah diaktifkan dengan pengikatan antigen pada reseptor permukaan sel.
Antibodi biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab. (Dorlan).

3.2 Jenis
Keterangan gambar :
unit dasar antibody yang terdiri dari 2
rantai berat dan 2 rantai ringan yang
identic diikat jadi satu oleh ikatan
disulfide.
2 jenis rantai ringan (kappa dan
lambda) terdiri dari 230 asam amino.
5 jenis rantai berat, yg tergantung pada kelima jenis immunoglobulin : IgM, IgG, IgE, IgA,
IgD yg terdiri dari 450-600 asam amino. (sehingga panjang rantai berat adalah dua kali rantai
ringan).

• Immunoglobin G (IgG)
Adalah immunoglobin utama pada serum manusia yang meliputi sekitar 70–80% dari seluruh
immunoglobin. Setiap molekul IgG terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai L dan 2 rantai H yang
dihubungkan oleh ikatan sulfida (formula molekul H2L2). Karena mempunyai 2 tempat
pengikatan yang identik, immunoglobulin bersifat divalen. Berdasarkan pada perbedaan
anigenik rantai H dan pada jumlah dan lokasi ikatan disulfida, ada 4 sub kelas IgG, yaitu IgG1,
IgG2, IgG3, dan IgG4. Sebagian besar IgG adalah IgG1 (65%). Antibodi IgG2 ditunjukkan
pada antigen polisakarida yang merupakan bagian sistem pertahanan penting terhadap bakteri
berkapsul.
IgG merupakan antibodi terpenting pada respons imun sekunder dan juga merupakan antibodi
penting untuk pertahanan terhadap bakteri dan virus. IgG adalah satu-satunya antibodi yang
dapat melewati plasenta. Antibodi ini memberikan imunitas pasif yang tinggi pada bayi baru
lahir.
IgG yang tersebar merata di intravaskular dan ekstravaskular merupakan satu-satunya kelas
antibodi yang bersifat antitoksin.

Merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari, ia
memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG beredar
dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka mengikuti
aliran darah, langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi. Mereka
mempunyai efek kuat anti-bakteri dan penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh terhadap
bakteri dan virus, serta menetralkan asam yang terkandung dalam racun. Selain itu, IgG mampu
menyelip di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta musuh mikroorganis yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit. Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka dapat
masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan infeksi. Jika
antibodi tidak diciptakan dengan karakteristik yang memungkinkan mereka untuk masuk ke
dalam plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan terlindungi melawan mikroba. Hal ini dapat
menyebabkan kematian sebelum lahir. Karena itu, antibodi sang ibu akan melindungi embrio
dari antigen sampai anak itu lahir.

• Immunoglobin A (IgA)
Merupakan immunoglobin utama pada sekret, seperti kolostrum, saliva, air mata, dan sekret
saluran perrnapasan, gastrointestinal, dan genitalia. IgA melindungi membran mukosa dari
bakteri dan virus. Komponen sekretonik adalah suatu polipeptida yang disintesis oleh sel-sel
epitel yang dilewati perjalanan IgA ke permukaan mukosa.
Terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen seperti air mata, air liur, ASI, darah,
kantong-kantong udara, lendir, getah lambung, dan sekresi usus. Kepekaan daerah tersebut
berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih menyukai media
lembap seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka mendiami bagian tubuh
yang paling mungkin dimasuki mikroba. Mereka menjaga daerah itu dalam pengawasannya
layaknya tentara andal yang ditempatkan untuk melindungi daerah kritis. Antibodi ini
melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam kandungan. Setelah kelahiran, mereka
tidak akan meninggalkan sang bayi, melainkan tetap melindunginya. Setiap bayi yang baru
lahir membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam organisme bayi yang
baru lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem
pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan hilang setelah
mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi telah berumur beberapa minggu.

• Immunoglobin M (IgM)
Adalah immunoglobin utama yang diproduksi pada awal respons primer. IgM dapat ditemukan
sebagai monomer pada permukaan hampir semua sel B dan tempatnya berfungsi sebagai
reseptor pengikatan antigen. IgM merupakan immunoglobin paling penting untuk aglutinasi,
fiksasi komplemen, dan reaksi antibodi lain. IgM merupakan antibodi penting untuk
pertahanan terhadap virus dan bakteri. IgM dapat diproduksi oleh janin pada beberapa infeksi
tertentu. IgM mempunyai aviditas tertinggi karena interaksinya dengan antigen dapat
melibatkan ke tempat terikatnya sekaligus.
Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat
organisme tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama yang
dihasilkan tubuh untuk melawan musuh. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada
umur kehamilan enam bulan. Jika musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman
penyakit, produksi IgM janin akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi
atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah.

• Immunoglobin D (IgD)
Sejauh ini belum diketahui fungsi antibodi immunoglobulin ini. Yang diketahui hanyalah
fungsinya sebagai reseptor antigen karena dapat ditemukan pada permukaan beberapa limfosi
B. Jumlahnya dalam serum sangat terbatas.
IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Mereka tidak mampu
untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T,
mereka membantu sel T menangkap antigen.

• Immunoglobulin E (IgE)
Regio Fc IgE berikatan dengan permukaan sel mast dan basofil. IgE yang terikat berfungsi
sebagai reseptor antigen (alergen) dan kompleks antigen-antibodinya memicu terjadinya
respons alergi melalui pelepasan mediator. Jumlah IgE pada serum normal sangat sedikit
(sekitar 0,004%), tetapi penderita reaksi alergi dapat mempunyai IgE dalam jumlah yang sangat
meningkat. IgE tidak dapat memfiksasi komplemen maupun melewati plasenta.
IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini bertanggung jawab
untuk memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya untuk berperang. Antibodi ini
kadang juga menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh
orang yang sedang mengalami alergi. (Yahya, Harun. 2005)

3.3 Fungsi
Fungsi utamanya adalah mengikat antigen dan menghantarkannya ke sistem efektor
pemusnahan.
3.4 Struktur, mekanisme, sifat dan dasar genetic

Antibody terdiri dari 4 rantai polipeptida yang saling berkaitan-


dua rantai panjang yang berat dan dua rantai pendek yang
ringan-yang tersusun membentuk huruf Y. Karakteristik bagian
lengan dari Y menentukan spesifisitas antibody (yaitu, dengan
antigen apa antibody dapat berikatan). Sifat dari bagian ekor
antibody menentukan sifat fungsional antibody (apa yang
dilakukan antibody setelah berikatan dengan antigen).

Sebuah antibody memiliki dua tempat pengikatan antigen


identic, satu di masing-masing ujung lengan. Antigen binding
fragment (Fab, bagian pengikat antigen) ini bersifat unik untuk
masing-masing antibody, sehingga setiap antibody hanya dapat
berinteraksi dengan satu antigen yang secara spesifik cocok
dengannya, seperti kunci dan anak kuncinya. Sangat beragamnya bagian pengikat antigen dari
berbagai antibody menyebabkan adanya antibody unik dalam jumlah sangat besar yang dapat
berikatan secara spesifik dengan jutaan antigen berbeda.

Berbeda dengan bagian Fab di ujung lengan yang bervariasi ini, bagian ekor setiap antibody
dalam subkelas immunoglobulin yang sama bersifat identic. Bagian ekor, atau disebut bagian
konstanta (Fc), mengandung tempat untuk mengikat mediator tertentu yang aktivitasnya
diinduksi oleh antibody, yang berbeda-beda di antara berbagai subkelas antibody. Pada
kenyataannnya, perbedaan bagian konstan merupakan dasar untuk membedakan antara
berbagai subkelas immunoglobulin.

Porter telah menemukan struktur dasar immunoglobulin yang terdiri dari 4 rantai polipeptida,
terdiri dari 2 rantai “berat” (heavy chain=H) dan 2 rantai “ringan”(light chain =L) yang
tersusun secara simetris dan dihubungkan satu sama lain oleh ikatan disulfide(Interchain
disulfide bods). Molekul IgG dapat dipecah oleh enzim papain menjadi 3 fragmen. Dua
fragmen ternyata identik dan dapat mengikat antigen membentuk kompleks yang larut yang
menunjukkan bahwa fragmen itu univalent atau mempunyai valensi satu. Frakmen ini disebut
Fab (fragment antigen binding). Fragmen yang ketiga tidak dapat mengikat antigen dan
karenanya dapat membentuk kristal disebut Fc(fragment crystallizable). Pepsin, suatu enzim
proteolitik lain, dapat memecah IgG pada tempat Fc sehingga tertinggal satu fragmen besar
yang masih dapat mengendapkan antigen, sehingga masih bersifat divalen (bervalensi dua),
dan disebut F(ab’)2. Analisis asam amino menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa terminal-
N dari rantai L maupun rantai H selalu menjadi variabel sehingga urutan asam amino yang
ditemukan tidak konstan, disebut disebut bagian variabel. Sisa dari rantai ternyata
menuunjukkan struktur yang relatif konstan; disebut konstan. Bagian variabel dan rantai-L dan
rantai-H, yang membentuk ujung dari Fab menentukan sifat khas dari antibodi itu. Oleh karena
setiap molekul immunoglobulin mempunyai 2 Fab, maka struktur dasar dari immunoglobulin
dapat mengikat 2 determinan antigen.

Rantai- L (light chain). Dari hasil pemeriksaan protein Bence-Jones dalam air kemih penderita
myeloma, ditemukan 2 macam rantai-L, yang disebut rantai-Қ(kappa) dan rantai-λ (lambda).
Pada setiap orang sehat dapat ditemukan kedua macam rantai-L itu dengan perbandingan
rantai-Қ 65% dan rantai-λ 35%, atau ratio Қ: λ adalah 2:1.
Rantai- H. Imunoglobulin dibagi menjadi 5 kelas, dan ternyata perbedaannya antara lain
terletak pada rantai-H. Maka tiap klas immunoglobulin mempunyai rantai-H tertentu, tetapi
semua klas immunoglobulin mempunyai rantai-Қ atau λ (di dalam satu molekul selalu hanya
satu macam saja).
o Rantai-H dari IgG disebut juga rantai-γ (gama)
o Rantai-H dari IgA disebut rantai-α (alpha)
o Rantai-H dari IgM disebut rantai-μ (mu)
o Rantai-H dari IgD disebut rantai-δ (delta)
o Rantai-H dari IgE disebut rantai-ε (epsilon)

Bagian variabel dari molekul immunoglobulin menentukan sifatnya yang khas terhadap
antigen. Bagian yang konstan sama sekali tidak berpengaruh langsung terhadap antigen, tetepi
kemungkinan besar bagian Fc dari imunoglobulin menentukan aktifitas biologis dari antibodi
itu, misalnya Fc dari IgG memungkinkan molekul itu menembus jaringan plasenta dan Fc dari
IgA ikut menentukan sifat dari molekul itu dikeluarkan pada secret. Selain fungsi biologis di
atas, bagian Fc juga meningkatkan aktivitas tertentu setelah antibody bergabung dengan
antigen, misalnya kemampuan mengikat zat yang disebut komplemen, perlekatan dengan sel
macrofag atau menyababkan degranulasi mast cell. Fungsi biologis dari bagian Fc pada
berbagai jenis immunoglobulin berbeda satu sama lain, tergantung dari struktur primer molekul
itu dan mungkin memerlukan ikatan dengan antigen sebelum fungsi itu menjadi aktif.

LO 4 Memahami dan Menjelaskan Antigen dan Imunogen

4.1 Definisi
Berdasarkan kamus kedokteran Dorland, antigen adalah setiap zat yang mampu, dalam kondisi
yang sesuai, menginduksi suatu respons imun spesifik dan bereaksi dengan produk respons
tersebut, yakni dengan antibodi spesifik atau limfosit T yang disensitisasi secara khusus, atau
keduanya. Antigen dapat berupa zat yang terlarut, seperti toksin dan protein asing, atau
partikel, seperti bakteri dan sel jaringan; akan tetapi, hanya sebagian molekul protein atau
polisakaridanya saja, yang diketahui sebagai antigenic determinant, yang bergabung dengan
antibodi atau suatu reseptor spesifik pada suatu limfosit.
Secara singkat, antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang
dirangsang oleh imunogen spesifik seperti antibodi.

Berbagai patogen seperti bakteri, virus, jamur atau parasit mengandung berbagai bahan. Secara
spesifik imunogen adalah bahan yang dapat merangsang sel B atau sel T atau keduanya.
Antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang dirangsang oleh
imunogen spesifik seperti antibodi atau TCR. Antigen lengkap adalah antigen yang
menginduksi baik respons imun maupun bereaksi dengan produknya. Yang disebut antigen
inkomplit atau hapten, tidak dapat dengan sendiri mengingduksi despons imun, tetapi dapat
bereaksi dengan produknya seperti antibodi. Hapten dapat dijadikan imunogen melalui ikatan
dengan molekul besar yang disebut molekul atau protein pembawa.
Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten. Contoh hapten adalah
dinitrofenol, berbagai golongan antibiotik dan obat lainnya dengan berat molekul kecil. Hapten
biasanya dikenal o0leh sel B, sedangkan protein pembawa oleh sel T. Hapten membentuk
epitop pada protein pembawa yang dikenal sistem imun dan merangsang pembentukan
antibodi. Molekul pembawa sering digabung dengan hapten dalam usaha memperbaiki
imunisasi. Respons sel B terhadap hapten memerlukan protein pembawa untuk dapat
dipresentasikan ke sel Th.
Antigen (imunogen) adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang
dirangsang oleh imunogen dan atau TCR (T-Cell Receptor). Antigen lengkap adalah antigen
yang menginduksi baik respons imun maupun bereaksi dengan produknya. Yang disebut
dengan antigen inkomplit atau hapten, tidak dapat dengan sendiri menginduksi respons imun,
tetapi dapat bereaksi dengan produknya seperti antibodi. Hapten dapat dijadikan imunogen
melalui ikatan dengan molekul besar yang disebut molekul atau protein pembawa.

4.2 Jenis, sifat, dan dasar genetic

1. Pembagian Antigen Menurut Epitop

Menurut epitop, antigen dapat dibagi sebagai berikut:


a. Unideterminan, univalen
Yaitu hanya satu jenis determinan atau epitop pada satu molekul.
b. Unideterminan, multivalen
Yaitu hanya satu determinan tetapi dua atau lebih determian tersebut ditemukan pada satu
molekul.
c. Multideterminan, univalen
Yaitu banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya
(kebanyakan protein).
d. Multideterminan, multivalen
Yaitu banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul (antigen
dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi).

2. Pembagian Antigen Menurut Spesifisitas


Menurut spesifisitas, antigen dapat dibagi sebagai berikut:
a. Heteroantigen, yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesies yang berbeda.
b. Xenoantigen yaitu antigen yang hanya dimiliki spesies tertentu.
c. Alloantigen (isoantigen) yaitu antigen yang spesifik untuk individu dalam satu spesies.
d. Antigen organ spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh organ yang sama dari spesies yang
berbeda.
e. Autoantigen, yaitu antigen yang dimiliki oleh alat tubuh sendiri

3. Pembagian Antigen Menurut Ketergantungan Terhadap Sel T


Menurut ketergantungan terhadap sel T, antigen dapat dibagi sebagai berikut:
a. T dependent yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B untuk dapat
menimbulkan respons antibodi. Sebagai contoh adalah antigen protein.
b. T independent yaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk
membentuk antibodi. Antigen tersebut berupa molekul besar polimerik yang dipecah di
dalam badan secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan, dan
flagelin polimerik bakteri.

4. Pembagian Antigen Menurut Sifat Kimiawi


Menurut sifat kimiawi, antigen dapat dibagi sebagai berikut:
a. Hidrat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein dapat menimbulkan respon imun
terutama pembentukan antibodi. Respon imun yang ditimbulkan golongan darah
ABOmempunyai sifat antigen dan spesifisitas imun yang berasal dari polisakarida pada
permukaan sel darah merah.
b. Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein
carrier. Lipid dianggap sebagai hapten, sebagai contoh adalah sphingolipid.
c. Asam nukleat
Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein
carrier. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respon imun terhadap
DNA terjadi pada penderita dengan SLE.
d. Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umunya multideterminan univalent.

 Epitop / determinan antigen


Bagian dari antigen yang membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, dan menginduksi
pembentukan antibodi. Makromolekul dapat memiliki berbagai epitop yang masing-masing
menginduksi produksi antibodi spesifik yang berbeda.
 Paratop
Bagian dari antibodi yang mengikat epitop atau TCR pada antigen.
 Agretop
Regio antigen yang berikatan dengan MHC II
 Superantigen
Merupakan molekul pemacu respon imun poten, dan lebih tepat disebut sebagai supermitogen
karena dapat memacu mitosis sel CD4+ tanpa bantuan APC. Efeknya terlihat setelah diikat oleh
TCR, respon sel T lebih cepat dan besar serta menyebabkan pelepasan sitokin dalam jumlah
besar (IL-2, IL-6, IL-8, TNF- α, IFN-γ) yang berperan dalam proses :
 Inflamasi
Menimbulkan ekspansi masif sel T reaktif spesifik
 Sindrom klinis
- DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
- Kolaps vaskular/syok endotoksin/syok septik (terutama melalui TNF- α)
Superantigen dapat merangsang 10% sel CD4+ melalui ikatan dengan TCR dan timus dependen
sehingga tidak diperlukan proses fagositosis. Superantigen memiliki tempat pengikatan
reseptor dari dua sistem imun berbeda yaitu :
a. Rantai β dari TCR
b. Rantai α atau β dari molekul MHC II

Sekitar 20% dari semua sel T darah diaktifkan oleh satu molekul superantigen. Melalui MCH
I dan TCR, superantigen mengarahkan Th untuk memberikan sinyal ke sel B, makrofag, sel
dendritik, dan sel sasaran lain. Superantigen juga sebagai ajuvan (bahan yang diperlukan
sebagai tambahan pelarut antigen/perangsang produksi antibodi). untuk meningkatkan respons
imun terhadap antigen dalam imunisasi.
Superantigen diproduksi oleh kuman patogen bagi manusia, misalnya :
 Staphylococcus aureus (enterotoksin dan toksin eksofoliatif)
 Staphylococcus pyogenes (eksotoksin)
 Patogen Gram negatif (toksin Yersinia enterokolitika, Yersinia pseudotuberkulosis)
 Virus (EBV, CMV, HIV, rabies)
 Parasit (Toxoplasma gondii)
 Aloantigen
Ditemukan pada bahan golongan darah (eritrosit dan antigen histokompatibel) dalam jaringan
tandur yang merangsang respon imun resipien yang tidak memiliki aloantigen.
 Toksin
Merupakan racun, biasanya berupa imunogen yang merangsang pembentukan antibodi
(antitoksin) dengan kemampuan untuk menetralkan efek merugikan dari toksin. Toksin dibagi
menjadi :
- Toksin bakteri
Diproduksi mikroorganisme, penyebab tetanus, difteri, botulism, gas gangren, toksin
staphylococcus
- Fitotoksin
Toksin yang berasal dari tumbuhan. Risin dari minyak jarak, korotein dan abrin merupakan
turunan biji likoris indian, Gerukia
- Zootoksin
Berasal dari ular, laba-laba, kalajengking, lebah, tawon.

4.3 Fungsi
Fungsi antigen :
Menginduksi respons imun terhadap dirinya sendiri
Sel B dan T harus mampu secara spesifik mengenal sel atau bahan lain yang tidak diperlukan
untuk dihancurkan atau dinetralkan karena berbeda dari sel normal tubuh sendiri. Keberadaan
antigen memungkinkan limfosit melakukan pembedaan tersebut. Antigen adalah molekul asing
besar yang unik yang memicu respons imun spesifik terhadap dirinya jika masuk ke dalam
tubuh. Secara umum, semakin kompleks suatu molekul, semakin besar antigenisitasnya.
Protein asing adalah antigen yang paling umum karena ukuran dan kompleksitasnya, meskipun
makromolekul lain, misalnya polisakarida dan lemak, juga dapat berfungsi sebagai antigen.
Antigen dapat berdiri sendiri, misalnya toksin bakteri, atau merupakan bagian integral dari
suatu struktur multimolekul, misalnya antigen di permukaan suatu mikroba asing.
Merangsang sel B untuk berubah menjadi sel plasma yang menghasilkan antibody

4.4 Struktur
Karakteristik antigen meliputi bentuk, ukuran, rigiditas, lokasi determinan dan struktur
tersier.
 Ukuran
Antigen lengkap (imunogen) biasanya mempunyai berat molekul yang besar.Tetapi
molekul kecil dapat bergabung dengan protein inang sehingga dapat bersifat imunogen
dengan membentukkompleks molekul kecil (hapten) dan protein inang (carrier).
 Bentuk
Bentuk determinan sangat penting sebagai komponen utama, seperti DNP dalam DNP-L-
lisin yang memberi bentuk molekul yang tidak dapat ditemukan dalam homolog primer.
Kopolimer dari dua asam amino bersifat imunogenik untuk beberapa spesies, yang mana
polimer dari tiga atau empat asam amino yang merupakan syarat yang penting untuk
spesies lain. Lokasi dari struktur dalam determinan juga sangat penting.
 Rigiditas
Gelatin, yang mempunyai berat molekul yang sangat besar, hampir semuanya non
imunogenik.Kespesifitasanya dari produksi antigen secara langsung diangkut ke gelatin.
 Lokasi determinan
Bagian protein yang terdenaturasi mengindikasikan determinan antigen yang penting yang
dapat dimasukkan oleh molekul besar.
 Struktur tersier
Struktur tersier dari protein (spatial folding) penting dalam mendeterminasi kespesifikan
dari respon suatu antibody. Produksi antibody rantai A dari insulin tidak bereaksi dengan
molekul alami. Reduksi dan reoksidasi dari ribonuklease di bawah kondisi kontrol
diproduksi dari campuran molekul protein yang berbeda hanya dalam struktur tiga
dimensi. Jika katabolisme terjadi, struktur tersier dari imunogen akan dihancurkan
Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan merupakan target yang akan
dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi
dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri.
Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun,
terutama dalam produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat
juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) dipasangkan ke protein-
pembawa.
Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu
antigen eksogen dan antigen endogen. Antigen eksogen adalah antigen-antigen yang disajikan
dari luar kepada hospes dalam bentuk mikroorganisme,tepung sari,obat-obatan atau
polutan. Antigen ini bertanggungjawab terhadap suatu spektrum penyakit manusia, mulai dari
penyakit infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang dibenahi secara immologi, seperti pada
asma. Virus influenza misalnya yang merupakan penyebab utama epidemik penyakit saluran
pernapasan pada manusia, terdapat di alam dalam berbagai jenis antigenic yang dikenal sebagai
A, B, dan C. Jenis-jenis ini menggambarkan berbagai macam-macam mutasi virus. Populasi
yang rentan akan diinfeksi oleh serotype tertentu. Setelah sembuh dan imunitas terbentuk, virus
ini tidak lagi memperbanyak diri, karena mereka tidak cukup mendapat individu rentan untuk
mendapatkan infeksi lanjutan.Namun sesuai dengan tekanan selektif, virus ini diketahui
melakukan mutasi, kemudian akan melakukan mutasi, kemudian akan muncul varian baru
virus influenza. Varian baru ini, bila cukup virulen bertanggungjawab pada epidemik baru.
Dengan demikian manusia mampu mengatasi suatu epidemik, tetapi organisme menciptakan
epidemi baru.
Antigen endogen adalah antigen yang terdapat didalam tubuh dan meliputi antigen-
antigen berikut: antigen senogeneik (heterolog), antigen autolog dan antigen idiotipik atau
antigen alogenik (homolog). Antigen senogeneik adalah antigen yang terdapat dalam aneka
macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya, antigen-antigen ini penting
untuk mendiagnosa penyakit. Kelompok-kelompok antigen yang paling banyak mempunyai
arti klinik adalah kelompok-kelompok antigen yang digunakan untuk membedakan satu
individu spesies dengan individu spesies yang sama. Pada manusia determinan antigen
semacam ini terdapat pada sel darah merah,sel darah putih trombosit, protein serum, dan
permukaan sel-sel yang menyusun jaringan tertentu dari tubuh, termaksud antigen-antigen
histokompatibilitas. Antigen ini dikenal antigen polomorfik, karena adanya dua atau lebih
bentuk-bentuk yang berbeda secara genetik didalam populasi.

Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk ke
dalam tubuh.Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada protein tubuh
kita. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen tersebut dikenal dengan istilah hapten.
Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik (eksternal maupun internal),
kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan mensintesis
pembentukan antibodi. Contoh hapten dia antaranya adalah toksin poison ivy, berbagai macam
obat (seperti penisilin), dan zat kimia lainya yang dapat membawa efek alergik.
LO 5 Memahami dan Menjelaskan Vaksin dan Imunisasi

5.1 Definisi

Suspensi mikroorganisme (bakteri, virus atau riketsia) yang dilemahkan atau dimatikan, atau
suspensi protein antigentik yang berasal dari mikroorganisme tersebut, yang diberikan untuk
mencegah, meringakan, atau mengobati penyakit menular. (Dorland). Vaksinasi merupaka
imunisasi aktif karena memasukkan antigen agar terbentuk antibodi spesifik atau sel limfosit
T dalam tubuh.
Vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup dibuat dalam pejamu,
dapat menimbulkan penyakit ringan, dan menimbulkan respons imun seperti yang terjadi pada
infeksi alamiah. Vaksin mati merupakan bahan (seluruh sel atau komponen spesifik) asal
patogen seperti toksoid yang diinaktifkan tetapi tetap imunogen.

5.2 Jenis

Vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup dibuat dalam pejamu,
dapat menimbulkan penyakit ringan, dan menimbulkan respons imun seperti yang terjadi pada
infeksi alamiah. Vaksin mati merupakan bahan (seluruh sel atau komponen spesifik) asal
patogen seperti toksoid yang diinaktifkan tetapi tetap imunogen.

Imunisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu imunisasi pasif dan aktif.

1. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif terjadi bila seseorang menerima antibodi atau produk sel dari orang lain
yang telah mendapat imunisasi aktif. Transfer sel yang kompeten imun kepada pejamu
yang sebelumnya imun inkompeten, disebut transfer adoptif. Imunisasi pasif dapat
diperoleh melalui antibodi dari ibu atau dari globulin gama homolog yang
dikumpulkan.
a. Imunisasi pasif alamiah
1) Imunitas maternal melalui plasenta
Antibodi dalam darah ibu merupakan proteksi pasif kepada janin. IgG
dapat berfungsi sitotoksik, antivirus dan antibakterial terhadap H.
Influenza B atau S. agalacti B. Ibu yang mendapat vaksinasi aktif akan
memberikan proteksi pasif kepada janin dan bayi.
2) Imunitas maternal melalui kolostrum
ASI mengandung berbagai komponen sistem imun. Beberapa di
antaranya berupa Echancement Growth Factor untuk bakteri yang
diperlukan dalam usus atau faktor yang justru dapat menghambat
tumbuhnya kuman tertentu (lisozim, laktoferin, interferon, makrofag,
sel T, sel B, granulosit). Antibodi ditemukan dalam ASI dan kadarnya
lebih tinggi dalam kolostrum (ASI pertama segera setelah partus).
b. Imunisasi pasif buatan
1) Immune Serum Globulin nonspesifik
2) Immune Serum Globulin spesifik: Hepatitis B Immune Globulin, ISG
Hepatitis A, ISG Campak, Human Rabes Immune Globulin, Human
Varicella-Zoster Immune Globulin, Antisera terhadap virus Sitomegalo,
Antibodi Rhogam, Tetanus Immune Globulin, dan Vaccina Immune
Globulin.
3) Serum asal hewan
2. Imunisasi Aktif
Dalam imunisasi aktif untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin
hidup/dilemahkan atau yang dimatikan. Vaksin yang baik harus mudah diperoleh,
murah, stabil dalam cuaca ekstrim dan nonpatogenik. Efeknya harus tahan lama dan
mudah direaktivasi dengan suntikan booster antigen. Baik sel B maupun sel T
diaktifkan oleh imunisasi. Keuntungan dari pemberian vaksin hidup/dilemahkan ialah
terjadinya replikasi mikroba sehingga menimbulkan pajanan dengan dosis lebih besar
dan respons imun di tempat infeksi alamiah. Vaksin yang dilemahkan diproduksi
dengan mengubah kondisi biakan mikroorganisme dan dapat merupakan pembawa gen
dari mikroorganisme lain yang sulit untuk dilemahkan.

1) BCG

BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali
sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya
diragukan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang
dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan
sebanyak 0,1 mL. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang
dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.

Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita
infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi:

a. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan
dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula
(gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya
sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.

b. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri
tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.

Komplikasi yang mungkin timbul adalah

i. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang


terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan,
bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan
jarum) dan bukan disayat.
ii. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu
tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
2) DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan
tetanus.

Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan
komplikasi yang serius atau fatal.

Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk
hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama
beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat
bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti
pneumonia, kejang dan kerusakan otak.

Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.

Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari
7 tahun.Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot
lengan atau paha.

Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3
bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi
DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak
mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.

Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada
usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan
selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir 85% anak yang
mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh
perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.

DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat
penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen
pertusis di dalam vaksin.

Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:


i. demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius)
ii. kejang
iii. kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau
terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
iv. syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).

Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa
ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau
perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik
atau kejangnya bisa dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri,
kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan
menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri
di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-
gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan

3) DT

Memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan
tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau
tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan
tetanus. Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin
disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan
kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam inggi. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung selama 1-2 hari.

4) TT

Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus.
ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun
pengobatan penyakit tetanus. Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu
pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau
lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat
penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.

5) Polio

Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri
otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa
menyebabkan kematian.

Terdapat 2 macam vaksin polio :

i. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan
dan diberikan melalui suntikan
ii. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan
dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua
bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.

Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari
4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian
pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL)
langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.

 Kontra indikasi pemberian vaksin polio:


i. Diare berat
ii. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
iii. Kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.

Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan
dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada
tingkat yang tertinggi.

Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan
pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio
masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi
polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang
pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin,
polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada
penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia,
kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang
sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan
lainnya.

IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit
ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih.

IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung hanya selama beberapa hari.

6) Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi
campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian
luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin
disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.

Kontra indikasi pemberian vaksin campak :


i. infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 Celsius
ii. gangguan sistem kekebalan
iii. pemakaian obat imunosupresan
iv. alergi terhadap protein telur
v. hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
vi. wanita hamil

Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala
kataral serta ensefalitis (jarang)

7) MMR

Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan
disuntikkan sebanyak 2 kali.

Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga
menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang
lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan
demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama
yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan
korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan
pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella)
menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher.
Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.

Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada
bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa
menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara
autisme dengan pemberian vaksin MMR.

Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan
campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan
tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12
bulan.

Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin
tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua
pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13
tahun (sebelum masuk SMP).

Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau
lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali
suntikan MMR sebelum masuk SD.

Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan
karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak.
Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan perlindungan
seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan
untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama.

Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin:

i. Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit.
Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR. Demam 39,50
Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang menerima suntikan
MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung
hanya selama 1-2 hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.
ii. Komponen gondongan. Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang,
berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima
suntikan MMR.
iii. Komponen campak Jerman, Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit yang
berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR.
Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri atau kekakuan sendi
yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan
MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi
terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi
ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang- timbul).
iv. Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan terjadi pada
kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa yang menerima suntikan
MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini. Nyeri atau mati rasa pada tangan atau
kaki selama beberapa hari lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Meskipun jarang, setelah
menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas
kejang (misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan
diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi.

Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang
ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa
menimbulkan komplikasi yang sangat serius.

 Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR sebaiknya
tidak diberikan kepada:

i. anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin


ii. anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
iii. anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun
akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan.
iv. wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.

8) Hib

Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini
bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa
menyebabkan anak tersedak.

Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6
bulan.

9) Imunisasi Varisella

Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan
ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk
keropeng yang akan mengelupas.

Anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk
menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum
berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun
atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita
cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.

Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya infeksi bersifat
ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius
sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal.
Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius.

Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang
menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya
ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan
250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun,
mungkin juga seumur hidup.

 Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa :


i. Demam
ii. nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
iii. ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.

 Efek samping yang lebih berat adalah :


i.kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan
ii.pneumonia
iii.reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata, bersin,
denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu
beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi.
iv. Ensefalitis
v. penurunan koordinasi otot.

 Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada :


i. Wanita hamil atau wanita menyusui
ii. Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang memiliki
riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan
iii. Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin karena
vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut
iv. Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan sistem
kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
v. Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid
vi. Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya
vii. Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan immunoglobulin.

10) HBV

Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi
hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.

Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif,
bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali
dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan
antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan
HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg.
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.

Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri
dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam
setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan
pada saat anak berumur 6 bulan.

Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam
waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan
status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari
1 minggu). Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak
benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.

Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis
(demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam
beberapa hari.

LO 6 Pandangan Islam terhadap Vaksinasi menggunakan bahan haram

Masalah ini diperselisihkan ulama menjadi dua pendapat :

1. Boleh dalam kondisi darurat. Ini pendapat Hanafiyyah, Syafi’iyyah, dan Ibnu Hazm.
Di antara dalil mereka adalah keumuman firman Allah :
Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu,
kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.... (QS. Al- An’am [6]:119)
Demikian juga Nabi membolehkan sutera bagi orang yang terkena penyakit kulit, Nabi
membolehkan emas bagi sahabat arfajah untuk menutupi aibnya, dan bolehnya orang yang
sedang ihrom untuk mencukur rambutnya apabila ada penyakit di rambutnya.
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari penyakit
sebelum terjadi.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang memakan tujuh butir
kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari itu dari racun dan sihir”(HR. Bukhari : 5768,
Muslim : 4702).

Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil sebab untuk
membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan terjadi
wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh berobat tatkala
terkena penyakit.

2. Tidak boleh secara mutlak. Ini adalah madzab Malikiyyah dan Hanabillah.
Di antara dalil mereka adalah sabda Nabi :

“Sesungguhnya allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan jangan
berobat dengan benda haram” (ash-Shohihah:4/174)’
Alasan lainnya karena berobat hukumnya tidak wajib menurut jumhur ulama, dan karena
sembuh dengan berobat bukanlah perkara yang yakin.
Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) Majelis Ulama Indonesia dalam rapat pada 1 Sya’ban
1423H, setelah mendiskusikan masalah ini mereka menetapkan :
1). Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari – atau
mengandung- benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram.
2). Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang menderita immunocompromise, pada saat
ini, dibolehkan, sepanjang belum ada IPV jenis lain yang suci dan halal.
Penggunaan Vaksin Polio Khusus (IPV)
Setelah sekelumit informasi tantang imunisasi di atas, sekarang kita masuk kepada
permasalahan inti yang menjadi polemik hangat akhir-akhir ini, yaitu imunisasi dengan
menggunakan vaksin polio khusus (IPV) yang dalam proses pembuatannya
menggunakan enzim yang berasal dari babi. Bagaimanakah gambaran permasalahan yang
sebenarnya dan bagaimanakah status hukumnya
1. Dhorurat dalam Obat
Dhorurat (darurat) adalah suatu keadaan terdesak untuk menerjang keharaman, yaitu ketika
seorang memilki keyakinan bahwa apabila dirinya tidak menerjang larangan tersebut niscaya
akan binasa atau mendapatkan bahaya besar pada badannya, hartanya atau kehormatannya.
Dalam suatu kaidah fiqhiyyah dikatakan :

“Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang”


Namun kaidah ini harus memenuhi dua persyaratan: tidak ada pengganti lainya yang boleh
(mubah/halal) dan mencukupkan sekadar untuk kebutuhan saja.
Oleh karena itu, al-Izzu bin Abdus Salam mengatakan : “Seandainya seorang terdesak
untuk makan barang najis maka dia harus memakannya, sebab kerusakan jiwa dan
anggota badan lebih besar daripada kerusakan makan barang najis.”

2. Kemudahan Saat Kesempitan


Sesungguhnya syari’at islam ini dibangun di atas kemudahan. Banyak sekali dalil-dalil yang
mendasari hal ini, bahkan Imam asy-Syathibi mengatakan: “Dalil-dalil tentang kemudahan
bagi umat ini telah mencapai derajat yang pasti”.
Semua syari’at itu mudah. Namun, apabila ada kesulitan maka akan ada tambahan kemudahan
lagi. Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafi’i tatkala berkata : “Kaidah syari’at itu
dibangun (di atas dasar) bahwa segala sesuatu apabila sempit maka menjadi luas.”
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari penyakit
sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang
memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari itu dari racun dan
sihir”(HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil sebab untuk
membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan terjadi
wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh berobat tatkala
terkena penyakit.

“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh


dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan
bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai,
atau darah yang mengalir atau daging
babi -- karena sesungguhnya semua itu
kotor -- atau binatang yang disembelih
atas nama selain Allah. Barangsiapa
yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. Al-
An’am [6]: 145)

1. Boleh dalam kondisi darurat. Ini pendapat Hanafiyyah, Syafi’iyyah, dan Ibnu Hazm.
Di antara dalil mereka adalah keumuman firman Allah: Sesungguhnya Allah telah menjelaskan
kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya.... (QS. Al- An’am [6]:119)
Demikian juga Nabi membolehkan sutera bagi orang yang terkena penyakit kulit, Nabi
membolehkan emas bagi sahabat arfajah untuk menutupi aibnya, dan bolehnya orang yang
sedang ihrom untuk mencukur rambutnya apabila ada penyakit di rambutnya. Imunisasi
hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari penyakit sebelum
terjadi. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang memakan tujuh
butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari itu dari racun dan sihir”(HR. Bukhari :
5768, Muslim : 4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil sebab untuk
membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan terjadi
wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh berobat tatkala
terkena penyakit.

2. Tidak boleh secara mutlak. Ini adalah madzab Malikiyyah dan Hanabillah.
Di antara dalil mereka adalah sabda Nabi: “Sesungguhnya allah menciptakan penyakit dan
obatnya, maka berobatlah dan jangan berobat dengan benda haram” (ash-Shohihah:4/174).
Alasan lainnya karena berobat hukumnya tidak wajib menurut jumhur ulama, dan karena
sembuh dengan berobat bukanlah perkara yang yakin

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Paul D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia: Latihan dan Panduan Belajar.
Jakarta: EGC.

Baratawidjaja, Karnen Garna. 2014. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Ereschenko, Victor P. 2012. Atlas Histologi diFiore.Jakarta : EGC

Kamus Dorland edisi 31

Kresno, Siti Boedina. 2010. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta : FKUI
Raden, Inmar. 2011. Anatomi Sistem Limfatikus. Jakarta : Bagian Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi

Zulhamidah, Yeni. 2014. Sistema Lymphaticus. Jakarta : Bagian Anatomi Fakultas


Kedokteran Universitas Yarsi

Sherwood, Lauralee. 2007. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:EGC.

Zuhroni. 2010. Profesionalisme Dokter dalam, Pandangan Islam Terhadap Masalah


Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Bagian Agama Universitas Yarsi

Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi diFiore. Edisi 11. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai