Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum’Wr Wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

kasih dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul

“Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) dengan baik dan semaksimal mungkin.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun tugas makalah ini kami banyak

menumukan berbagi hambatan ataupun kesulitan. Namun atas bantuan dari

banyak pihak maka kami pun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada

waktunya. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen

pembimbing dan teman-teman yang telah membantu penyelesaian dari makalah

ini

Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini memberikan manfaat

bagi pembaca.

Wassalamualaikumwr’wb

(penyusun, maret 2018)


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

1.2.2 Tujuan Khusus

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Mola Hidatidosa

2.2 Etiologi Mola Hidatidosa

2.3 Patofisiologi Mola Hidatidosa

2.4 Diferensial Diagnosis Mola Hidatidosa

2.5 Penanganan Mola Hidatidosa

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.

Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang menentukan

derajat kesehatan suatu bangsa. Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan

prioritas dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat, sesuai dengan

target MDG’s 2015 (Millenium Development Gold), Angka Kematian Ibu

menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup.

Data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2007, memperkirakan

bahwa setiap tahun sejumlah 500 orang perempuan meninggal dunia akibat

komplikasi kehamilan, persalian dan nifas, fakta ini mendekati terjadinya 1

kematian setiap menit dan diperkirakan 99% kematian tersebut terjadi di Negara-

negara berkembang yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran

bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan Negara maju

dan 51 negara persemakmuran.

Menurut SDKI Angka Kematian Ibu pada tahun 2007 mencapai 228 per

100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini mengalami penurunan signifikan

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya jumlah kematian ibu mencapai 307 per


100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu masih terbilang tinggi bila di

bandingkan dengan Negara-negara lainnya yaitu Brunei Darussalam dan

Singapura masing-masing 13 dan 14 per 100.000 kelahiran hidup.

Pada tahun 2009, AKI di Jawa Barat adalah 258 per 100.000 kelahiran

hidup. Menurun dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 583 per 100.000

kelahiran.Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia kabupaten Garut pada

Tahun 2009 Angka Kematian Ibu mencapai 219 per 100.000 kelahiran hidup.

Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka

kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun penyebab langsung dari

kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, toksemia

gravidarum.Perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi

(keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%. Salah satu dari ketiga ketiga faktor

tersebut adalah perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan,

persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan, bisa terjadi

pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan besar angka kejadiannya

3% pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan. Perdarahan yang terjadi

pada awal kehamilan meliputi abortus, mola hidatidosa dan kehamilan ektopik.

Pada kehamilan lanjut antara lain meliputi Solutio Plasenta dan Plasenta Previa.

Dari kasus perdarahan diatas ternyata didapatkan besar kasus paling tinggi adalah

perdarahan pada awal kehamilan yang dari salah satu perdarahan awal kehamilan

tersebut terdapat kehamilan molahidatidosa.


1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran umum tentang asuhan kebidanan yang

komprehensif terhadap pasien mola hidatidosa

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian dan menentukan diagnose kebidanan pada

kasus mola hidatidosa.

2. Mampu menyusun rencana asuhan sesuai kebutuhan pasien.

3. Mengetahui apa itu mola hodatidosa


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh

berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan

sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil

anggur atau mata ikan.

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus

korialis langka, vaskularisasi dan edematous, janin biasanya meninggal akan

tetapi vilus-vilus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus,

gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus sebuah anggur.

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili

korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.

Molahidatidosa merupakan kehamilan yang secara genetik tidak normal

yang muncul dalam bentuk kelainan perkembangan plasenta.

Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan

trofoblas plasenta atau calon placenta dan disertai dengan degenerasi kistik vili

dan perubahan hidropik. Hamil anggur atau molahidatidosa adalah kehamilan

abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan
“bakal janin“ sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (vili-vili) mirip

gerombolan buah anggur.

Sedangkan menurut beberapa ahli pengertian mola hidatidosa adalah

sebagai berikut :

 Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang

tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung

banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena

itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998

: 23).

 Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik

menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan

cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus

dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG)

(Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

2.2 Etiologi Mola Hidatidosa

Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-

faktor penyebabnya adalah :

1. Faktor ovum

Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi

oleh sebuah sel sperma.

2. Imunoselektif dari trofoblas


Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan

respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami

distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus tidak

terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan diabsorpsi,

sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan

invasi kejaringan ibu.

3. Usia

Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi

kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang

terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun tidak

dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat

terjadi kehamilan mola.

4. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan

perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah

maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang

sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan

perkembangan janinnya.

5. Paritas tinggi

Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan

molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi

secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan

stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun


juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan

molahidatidosa.

6. Defisiensi protein

Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh

sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah

dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat

meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan

pertumbuhan pada janin tidak sempurna.

7. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.

Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu

menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari

jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta

daya tahan tubuh.

8. Riwayat kehamilan mola sebelumnya

Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus.

Dalam suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup

hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu

ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda

bisa disimpulkan bahwa mungkin terdapat “ masalah oosit primer “.

2.3 Patofisiologi Mola Hidatidosa

Setelah ovum dibuahi,terjadi pembagian dari sel tersebut.Tidak lama

kemudian terbentuk biastokista yang mempunyai lumen dan dinding luar.Dinding


ini terjadi atas sel-sel ekstoderm yang kemudian menjadi tropoblash. Sebagian vili

berubah menjadi gelembung berisi cairan jernih,biasa tidak ada janin.Gelembung-

gelambung atau tesikel ukurannya bervariasi mulai dari yang mudah

dilihat,sampai beberapa sentimeter,bergantung dalam beberapa kelompok dari

tangkai yang tipis.Masa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi

cavum uteri.Pembesaran uterus sering tidak sesuai dan melebihi usia kehamilan.

Pada beberapa khusus, sebagian pertumbuhan dan perkembangan villi

korealis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang bahkan

sampai aterm.Keadaan ini disebut mola parsial. Ada beberapa kasus pertumbuhan

dan perkembangan villi korealis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan

berkembang.

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :

1) Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.

Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit

terlihat sehingga diameter beberapa centimeter. Histologinya memiliki

karakteristik yaitu :

 Tidak ada pembuluh pada vili yang membengkak

 Prolifersi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran

 Tidak adanya janin atau amnion

Secara kasat mata jaringan mola hidatidosa komplit tampak seperti

seonggok buah anggur. Mola hidatidosa merupakan hasil pembuahan dari sel telur

( Ovum ) yang kehilangan intinya atau intinya tidak aktif. Fertilisasi terjadi oleh

satu sperma yang mempunyai kromosom 23 X,yang kemudian setelah masing


masing kromosom membelah terbentuklah sel dengan kromosom 46 XX,dengan

demikian sebagian besar mola komplit sifatnya androgenik , homozigot dan

berjenis kelamin wanita.

Walaupun lebih jarang dapat pula fertilisasi terjadi oleh 2 sperma, yang

menghasilkan sel anak 46 XX atau 46 XY. Pada kedua kejadian di atas konseptus

adalah keturunan pathenogenome paternal yang seluruhnya meru-pakan allograft.

Jaringan mola komplita secara histologis tidak menampakkan pertumbuhan villi

dan pembuluh pembuluh darah; bahkan terjadi pembentukancisterna villosa,

disertai hiperplasia baik dari sel sel sinsisiotrofoblas maupun dari sel sel

sitotrofoblas. Tidak tampak embryo karena sudah mengalami kematian pada masa

dini akibat tidak terbentuknya sirkulasi plasenta.

Percobaan pada tikus yang secara immunologis defisien

menunjukkanbahwa berbeda dengan korio-karsinoma; mola hidatidosa komplit

dan mola invasiv sifatnya tidak ganas.Namun molahidatidosa komplit mempunyai

potensi yang lebih besar untuk berkembang menjadi koriokarsinoma

dibandingkan dengan kehamilan normal. Pernah dilaporkan pula adanya

kehamilan kembar yang salah satunya mola komplit (46 XX) dan yang lain berupa

janin yang normal (46 XY) . Janin dapat mengalami abortus namun kadang

kadang berkembang sampai aterm.Bila ada kehamilan kembar yang salah satunya

adalah mola penting sekali untuk membedakannya apakah itu suatu mola komplit

atau mola parsial ; karena prognosis kearah terjadinya keganasan lebih kecil pada

mola parsial.
2) Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian

janin.Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin.

Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup

sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat villi

yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan

tempat lain masih banyak yang normal.

Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gambaran karyotipi dari mola

parsialis bisa normal ,triploidi atau trisomi seringkali 69 ,XXX atau 69 XXY.

Ditemukan juga adanya fetus dan pembengkakan pada villi yang sifatnya tidak

menyeluruh. Penelitian berikutnya secara sitogenetik menunjukkan bahwa

hiperplasia trofoblas`dan pembentukan sisterna pada mola parsialis hanya

ditemukan pada konseptus yang triploid.Secara biokimiawi dan sitogenetik

ditemukan adanya gen maternal pada mola parsialis sehingga terjadinya

adalahdiandri (terdiri atas satu set kromosom maternal dan dua set kromosom

paternal). Gambaran histologisd yang khas pada mola parsialis adalah adanya

crinkling atau scalloping dan ditemukannya stromal trophoblastic

inclusionHiperplasia trofoblas umumnya terjadi pada sinsisiotrofoblas dan jarang

terjadi pada sitotrofo-blas.Walaupun ada janin , umumnya mengalami kematian

pada trimester pertama. Koriokarsinoma lebih jarang terjadi pasca mola parsialis

dibandingkan dengan pasca mola komplit.


2.4 Diferensial Diagnosis Mola Hidatidosa

Diagnosa banding dari kehamilanmola hidatidosa antara lain: kehamilan

ganda,hidramnion atau abortus, Kehamilan dengan mioma.

Pemeriksaan Diagnosis :

 Anamnesa / keluhan

a) terdapat gejala hamil muda

b) kadang kala ada tanda toxemia gravidarum

c) terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur warna

merah tua atau kecoklatan.

d) Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dari usia kehamilan

seharusnya.

e) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan ( tidak selalu

ada).

 Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

a) Muka dan kadang – kadang badan kelihatan pucat kekuning –

kuningan yang disebut muka mola (mola face) atau muka

terlihat pucat.

b) Bila gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.

 Palpasi
a) Uterus membesar tidak seuai dengan tuanya kehamilan, teraba

lembek.

b) Tidak teraba bagian – bagian janin dan ballotemen, juga

gerakan janin.

c) Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola

keluar dan fundus uteri turun lalu naik karena terkumpulnya

darah baru.

d) Adanya pembesaran kelenjar tiroid, menunjukan adanya

komplikasi tiroktoksikosis.

 Auskultasi

a) Tidak terdengar DJJ

b) Terdengar bising dan bunyi khas

 Periksa Dalam

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian janin,

terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, seerta

evaluasi keadaan servik.

 Pemeriksaan penunjang

 Reaksi Kehamilan
Kadar HCG yang jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada kehamilan

biasa kadar HCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada

molahidatidosa bisa mencapai 5.000.000 IU/L.

 Uji Sonde

Sonde dimasukan secara pelan – pelan dan hati – hati kedalam serviks

kanalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, kemungkinan mola.

 Foto Rontgen

Tidak terlihat tulang – tulang janin pada kehamilan 3 – 4 bulan.

 USG

Akan terlihat bayangan badai salju dan tidak terlihat janin, dan seperti

sarang tawon.

2.5 Penanganan Mola Hidatidosa

Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang

disertai penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera

dikeluarkan .Terapi molahidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :

 Perbaikan Keadaan Umum


 Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa, yaitu :

a) Koreksi dehidrasi.

b) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang), juga untuk

memperbaiki syok.

c) Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai

protocol penanganannya.

d) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian penyakit

dalam.

 Pengeluaran jaringan mala dengan cara kuretase dan histerektomi

a) Kuretase (suction curetase)

1) Definisi Kuret adalah pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam

rahim

2) FaktorResiko

a.Usia ibu yang lanjut

b. Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik

c. Riwayat infertilitas

d.Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan

e.Berbagai macam infeksi

f. Paparan dengan berbagai macam zat kimia

g. Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama


h.Kelainankromosom

3)Teknik Pengeluaran Jaringan

Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun

dengan dilatasi), jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual,

dilanjutkan dengan kuretase.

a. Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.

b. Masukan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 900

untuk melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan

tersebut.

c. Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul, gunakan sendok terbesar

yang bisa masuk.

d. Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari

maupun kuret.

4) Risiko Yang Mungkin Terjadi

a. Perdarahan

b. Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan cerukan atau

lubang di dinding rahim.

c. Gangguan haid

d. Infeksi

5) Persiapan Sebelum Oprasi

a) Informed consend

b) Puasa
c) Cek darah, darah harus tersedia dan sudah dilakukan

crossmatching.

6) Kuretase Pada Pasien Molahidatidosa

a. Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan

darah rutin, kadar beta Hcg dan foto toraks) keculai bila jaringan mola

sudah keluar sepontan .

b. Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan

laminaria stift (LS) dan dilakukan kuretase 24 jam kemudian .

c. Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang

infus dengan tetesan infus oksitosin 10 IU dalam 500 cc dextrose 5 %

d. Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu minimal 1 minggu

e. Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke labolatorium PA.

7) Teknik Suction Curetase

a) Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang dapat di

masukkan.

b) Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat dimasukkan kedalam

kanalis servikalis.

c) Serviks dipegang dengan tenakulum

d) Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin disuntikkan ataun

secara drip sehingga suction akan selalu diikuti dengan makin

kecilnya uterus

e) Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan untuk

mengikuti turunnya fundus uteri dan merasakan bahwa tidak teerjadi

perforasi karena kanula.


f) Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan besar

sehingga dapat dijamin kebersihannya.

b) Histerektomi

1) Syarat melakukan histerektomi adalah:

a. Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan usia

anak cukup.

b. Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk menyelamatkan

jiwa penderita

c. Resisten teerhadap obat kemoterapi.

d. Dugaan perforasi pada mola destruen

e. Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi

f. Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan

2) Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:

a. Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)

b. Segera setelah suction curetase berakhir

c. Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus

3)Tekhnik Operasi

Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh diberbagai

pustaka. Oleh karena itu,kami menganjurkan teknik operasi sebagai

berikut:

a. Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga dapat

mengurangi mestastase saat operasi berlangsung.


b. Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh

darah yang besar dipotong dan diikat sehingga tidak terlalu banyak

menimbulkan perdarahan.

c. Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya sel

trofoblas dari uterus segera mengalami denaturasi dan dapat

mengalami kemungkinan hidup untuk mestastase

d. Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis

tertutup dan mengurangi kemungkinan tercecernya sel trofoblas saat

operasi berlangsung.

e. Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan

kemoterapi drip (belum umum diIndonesia) tetapi kami anjurkan dan

evaluasi hasilnya.

4) Filosofi Operasi Pada Histerektomi

a. Trauma yang terjadi haruslah minimal

b. Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter, pembuluh

darah dan Vesika urinaria .

c. Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma organ

pelvis atau kenali secepatnya bila terjadi trauma untuk segera

melakukan rekontruksi

d. Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump

e.Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi

Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia,

tindakan operasi dengan hilangnya darah minimal sangat penting

karena darah adalah RED (Rare, Expensive, Dangerous).


Kami anjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis

kemoterapi sehingga dapat memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas

ganas yang kebetulan dapat masuk kepembuluh darah atau tercecer

pada vagina, untuk tumbuh dan berkembang.

 Pemeriksaan tindak lanjut:

Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan

yang mengisyaratkan keganasan. Pemeriksaan tindak lanjut pada

pasien molahidatidosa meliputi:

1. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-kurangnya

satu tahun.

2. Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun sebagian

menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya

manfaat yang nyata.

3. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar

yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi dan

biasanya terapi.

4. Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas bawah

pengukuran pemeriksaan dilakukan setiap 6 bulan, lalu setiap 2 bulan

untuk total 1 tahun.


5. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah 1

tahun.

6. Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat

pada pengukuran serial kadar β hCG serum untuk mendeteksi tumor

trofoblas persisten.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mola hidatidosa adalah suatu bentuk tumor jinak dari sel-sel trofoblas

(yaitu bagian dari tepi sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin)

Hasil pembuahan yang gagal tersebut lalu membentuk gelembung-

gelembung menyerupai buah anggur. Pertumbuhan gelembung semakin

hari semakin banyak bahkan bisa berkembang secara cepat.Hal ini yang

membuat perut seorang ibu hamil dengan Molahidatidosa tampak cepat

besar.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar HCG (dengan

pemeriksaan GM titrasi) atau dapat dilihat dari hasil laboratorium beta sub

unit HGG pada ibu hamil tinggi. Pemeriksaan USG kandungan akan

terlihat keadaan kehamilan yang kosong tanpa ada janin dan tampak

gambaran seperti badai salju dalam bahasa medis di sebut ”Snow storm”.

Hamil anggur atau Molahidatidosa hanya dapat dialami oleh wanita yang

pernah melakukan hubungan suami istri. Jadi tidak benar bahwa hamil

anggur bisa terjadi begitu saja tanpa ada pertemuan sel sperma dan sel

telur melalui hubungan seksual.

Hingga sekarang faktor penyebab langsung kejadian hamil anggur ini

masih belum diketahui secara pasti. Seringkali ditemukan pada masyarakat


dengan kondisi sosial ekononi yang rendah, kurang gizi, ibu yang sering

hamil dan gangguan peredaran darah dalam rahim.

Tindakan kuretase menjadi pilihan untuk membersihkan rahim dari

gelembung-gelembung hamil anggur. Kuretase dilakukan dapat berulang

beberapa kali tergantung kondisi kehamilan Molahidatidosa. Dokter akan

memeriksa kadar hormon Hcg dalam tubuh ibu dan memastikan bahwa

sudah sungguh-sungguh bersih. Pada keadaan yang dianggap berbahaya

bagi kesehatan ibu dapat pula dilakukan tindakan pengangkatan rahim,

namun keputusan ini juga mempertimbangkan faktor umur ibu dan jumlah

anak yang sudah dimiliki. Tindakan terakhir ini sangat jarang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta :

SalembaMedika.

2. 2. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. SINOPSIS OBSTETRI. Jilid I.

Edisi

3. Yayasan Bina Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta.

1999. Hal.262-264
Mata Kuliah : Obsetetri Patologi

Dosen Pengampuh : Dr.Ngurah.M,SpoG

MOLA HIDATIIDOSA

Disusun Oleh :

Nama : Citra Pratiwi

NPM :15701010055

BID-1

UNIVERSITAS BORNEO ARAKAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEBIDANAN

2018

Anda mungkin juga menyukai