Anda di halaman 1dari 32

1

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIT OPERASI PROSES II


EVAPORATOR

KELOMPOK 7 SELASA
ANGGOTA KELOMPOK:
ACHMAD JAMAL 1506746342
ANDREAS EMIL SIMANJUNTAK 1506746260
JOSHUA RAYMOND VALENTINO S 1506746292
TOGI ELYAZEER SINAGA 1506738385

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
APRIL 2018
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Tujuan Percobaan ..................................................................................... 1
1.2. Teori Dasar................................................................................................ 1
1.2.1. Pengertian Evaporator ......................................................................... 1
1.2.2. Prinsip kerja Evaporator ................................................................... 2
1.2.3. Jenis-Jenis Evaporator ....................................................................... 2
1.2.4. Energi Evaporator .............................................................................. 6
BAB II PERCOBAAN ......................................................................................... 8
2.1. Prosedur Percobaan ................................................................................... 8
2.2. Data Percobaan ......................................................................................... 9
2.2.1. Sirkulasi Alami ................................................................................ 10
2.2.2. Sirkulasi Paksa ................................................................................. 10
BAB III PENGOLAHAN DATA ....................................................................... 12
3.1. Variasi Tekanan Sistem terhadap Laju Evaporasi Air ............................ 12
3.2. Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan Suhu .............. 14
3.3. Perhitungan Keekonomian untuk Sirkulasi Alami dna Paksa ................ 17
3.4. Neraca Energi untuk Sirkulasi Alami dna Paksa .................................... 19
BAB IV ANALISIS ........................................................................................... 22
4.1. Analisis Percobaan ................................................................................ 22
4.2. Analisis Hasil Percobaan23
4.2.1. Variasi Laju Evaporasi dengan Tekanan Sistem ........................... 23
4.2.2. Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan
Temperatur .................................................................................. 24
4.2.3. Membandingkan Keekonomisan untuk Sirkulasi Alami dan
Sirkulasi Paksa ........................................................................................ 25
4.2.4. Membandingkan Neraca Energi untuk Sirkulasi Alami dan
Sirkulasi Paksa ............................................................................ 26
4.3. Analisis Kesalahan ............................................................................... .27
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 29
Daftar Pustaka .................................................................................................... 30
3

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
Berikut ini merupakan tujuan dari praktikum evaporasi yang telah dilakukan oleh
praktikan:
1. Memahami prinsip evaporasi secara keseluruhan baik faktor-faktor yang
mempengaruhi evaporasi maupun fenomena-fenomena yang terjadi dalam proses
evaporasi
2. Mengetahui variabel-variabel proses seperti tekanan sistem dan perbedaan suhu
sistem dengan steam terhadap proses evaporasi
3. Membandingkan jenis evaporasi sirkulasi alami dan sirkulasi paksa
1.2. Teori Dasar
1.2.1. Pengertian Evaporasi
Evaporasi merupakan suatu proses penguapan sebagian dari pelarut sehingga
didapatkan larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Tujuan dari evaporasi
adalah untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak mudah menguap dan
pelarut yang mudah menguap. Dalam kebanyakan proses evaporasi, pelarutnya adalah air.
Evaporasi tidak sama dengan pengeringan, dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair,
kadang-kadang zat cair yang sangat viskos, dan bukan zat padat. Begitu pula, evaporasi
berbeda dengan distilasi, karena disini uapnya biasanya komponen tunggal, dan walaupun
uap itu merupakan campuran, dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha untuk
memisahkannya menjadi fraksi-fraksi. Biasanya dalam evaporasi, zat cair pekat itulah yang
merupakan produk yang berharga dan uapnya biasanya dikondensasikan dan dibuang.
Evaporasi dapat diartikan sebagai proses penguapan liquid (cairan) dengan
penambahan panas. Terdapat dua kondisi dalam evaporasi, yaitu evaporasi yang berarti
proses penguapan yang terjadi secara alami dan evaporasi yang dimaknai proses
penguapan yang timbul akibat diberikan uap panas (steam) dalam suatu peralatan.
Panas disuplai dengan berbagai cara, diantaranya secara alami ataupun penambahan
uap (steam).
Proses evaporasi merupakan proses yang kerap kali dilakukan di industri-industri
baik itu industri skala kecil maupun besar. Proses evaporasi dilakukan oleh peralatan yang
disebut evaporator yang akan mengubah cairan atau liquid menjadi keadaan gas sehingga
dapat dikatakan evaporator memiliki prinsip kerja yan berlawanan dengan condenser.
4

Pada sistem pemrosesan hilir, sejumlah tahapan digunakan untuk mengisolasi lebih
jauh dan memurnikan produk yang diinginkan. Struktur keseluruhan dari proses ini yaitu
ialah pre-treatment, pemisahan solid-liquid, pengaturan konsentrasi, serta purifikasi dan
formulasi. Evaporasi pada struktur ini masuk ke dalam tahapan pengaturan konsentrasi dan
digunakan secara luas untuk memekatkan produk makanan, produk kimia, dan solven. Tujuan
utama dari evaporasi ini yaitu untuk menguapkan sebagian besar air dari larutan yang
mengandung produk yang diinginkan. Setelah tahap pre-treatment dan pemisahan (separasi),
larutan kerapkali mengandung air yang kadarnya lebih dari 85%. Hal ini tidak disukai di
industri karena biaya pemrosesannya akan besar, contohnya perlu menyediakan peralatan
yang lebih besar. Untuk itulah perlu dilakukan proses evaporasi. Penerapan proses evaporasi
dengan alasan penghematan biaya juga digunakan di pengolahan limbah industri. untuk
mengurangi biaya yang dialokasikan untuk penanganan limbah.

1.2.2. Prinsip Kerja Evaporator


Larutan yang mengandung produk yang diinginkan diumpankan ke dalam
evaporator dan akan melewati sumber panas. Panas yang diberikan akan mengubah air dalam
larutan menjadi uap. Uap dipindahkan dari larutan dan dikondensasikan sedangkan larutan
dengan konsentrasi yang baru akan masuk ke evaporator kedua untuk mendapatkan larutan
yang lebih pekat namun dapat juga langsung diambil atau dipindahkan bila telah mencapai
konsentrasi yang diinginkan. Evaporator sebagai suatu sistem peralatan umumnya terdiri dari
empat bagian, yaitu:
 Bagian pemanasan berisi media pemanas. Uap diumpankan di bagian ini. Medium
yang paling umum digunakan terdiri dari parallel tube tetapi ada pula yang
berbentuk pelat atau coil
 Bagian pemekatan dan bagian separasi yang akan memindahkan uap yang
dihasilkan dari larutan.
 Bagian pengembunan / kondensasi yang akan mengembunkan uap yang terpisah.
 Pompa akan memberikan tekanan untuk meningkatkan sirkulasi.
1.2.3. Jenis-Jenis Evaporator
1.2.3.1. Evaporator-Vertikal Tabung Panjang
 Aliran ke atas (Climbing-Film)
Bagian-bagian utama adalah :
a. Sebuah penukar-kalor jenis tabung dengan uap dalam selongsong, dan zat cair
yang akan dipekatkan dalam tabung.
5

b. Sebuah separator (pemisah) atau ruang uap (vapor space) untuk memisahkan zat
cain yang terbawa-ikut dan uap
c. Bila alat ini dioperasikan sebagai unit sirkulasi, sebuah kaki pemulang (return
leg) untuk mengembalikan zat cair dan separator ke bagian bawah penukar-
kalor. Alat itu mempunyai lubang masuk masing-masing untuk zat cair umpan
dan untuk uap, lubang keluar masing-masing untuk uap, cairan pekat, kondensat
uap, dan gas tak-mampu-kondensasi yang terkandung dalam uap.

Gambar 1.1. Swenson LTV Rising-Film Evaporator with Vertical-Tube Surface Condense
(Sumber : www..ksu.edu.sa)

Tabung-tabungnya biasanya mempunyai diameter 1 sampai 2 inch dan


panjang 12 sampai 32 ft. Zat cair dan uap mengalir ke atas di dalam tabung
sebagai akibat dari peristiwa didih.Zat cair yang terpisah kembali ke dasar
tabung karena gravitasi. Umpan encer, biasanya pada suhu sekftar suhu kamar,
masuk ke dalam sistem dan bercampur dengan zat cair yang kembali dan
separator. Umpan itu mengalir ke atas di dalam tabung sebagai zat cair dalam
jarak tertentu sambil menerirna kalor dan uap. Di dalam zat cair itu lalu
terbentuk gelembung-gelembung, sehingga meningkatkan kecepatan linearnya
dan meningkatkan laju perpindahan-kalor. Di dekat puncak tabung, gelembung
itu bertambah besar dengan cepat. Pada zone ini gelembung uap berganti-ganti
6

dengan potongan zat cair dalam tabung naik dengan cepat melalui tabung dan
keluar dengan kecepatan tinggi dan ujung atas tabung. Dari tabung itu,
campuran zat cair masuk ke dalam separator. Diameter separator itu lebih
besar dari diameter penukar-kalor, sehingga kecepatan linear uap menjadi jauh
berkurang. Untuk membantu pemisahan tetes-tetes zar cair, uap itu dibuat
menumbuk seperangkat sekat, lalu mengalir melewati sekat itu sebelum keluar
dan separator. Evaporator seperti pada Gambar diatas hanya dapat beroperasi
sebagai unit sirkulasi saja.
Evaporator vertikal tabung-panjang sangat efektif untuk memekatkan zat cair yang
mempunyai kecenderungan membentuk busa. Busa itu akan pecah bila campuran zat cair dan
uap berkecepatan tinggi menumbuk sekat di bagian kepala-uap.
 Aliran ke atas (Falling-Film Evaporator)
Evaporator jenis ini umumnya terbuat dari tube/silinder panjang (4-8 meter) yang
ditutupi oleh jaket steam. Distribusi larutan yang seragam merupakan hal yang penting dalam
penggunaan evaporator ini. Larutan yang masuk akan mengalami pertambahan kecepatan
begitu mengalir ke bawah dan disini larutan akan mengalami pemanasan oleh medium
pemanas. Evaporator jenis ini biasanya diaplikasikan untuk larutan yang memiliki viskositas
yang tinggi sehingga umumnya digunakan di industri kimia, makanan, dan fermentasi.

Gambar 1.2. Falling-Film Evaporator


(Sumber : http://www.evaporator.com)

1.2.3.2. Plate Evaporator


Plate evaporator memiliki luas permukaan yang relatif besar. Pelat umumnya
berbentuk agak berombak dan ditunjang oleh frame. Selama evaporasi, steam mengalir
7

melalui saluran yang terbentuk di antara pelat. Steam secara bergantian akan mendaki dan
jatuh secara paralel terhadap larutan yang akan dikonsentratkan. Konsentrat dan uap akan
diumpankan ke tahapan separasi dimana uap akan dikirim ke kondenser. Plate evaporator
umumnya diaplikasikan pada industri susu dan fermentasi karena fleksibilitas tempatnya. Hal
negatif dari jenis ini yaitu terbatasnya kemampuan evaporator untuk larutan yang kental dan
mengandung solid.

A = Produk E = Uap (Vapour)


B = Konsentrat; 1 = Separator Utama
C = Kondensat; 2 = Pre-separator
D = Uap Pemanas 3 = Plat Calandria

Gambar 1.3. Plate Evaporator from GEA Wiegand


(Sumber : http:// www.gea-wiegand.com)

1.2.3.3. Evaporator Multi-Efek (Multiple Effect Evaporator)

Gambar 1.4. China Double Effect Falling Film Evaporator


(Sumber : http:// beinuo.en.made-in-china.com)

Tidak seperti evaporator tahap tunggal, evaporator jenis ini dapat terdiri atas lebih
dari tujuh efek evaporator. Konsumsi energi untuk evaporator efek tunggal sangatlah tinggi
dan menghasilkan biaya tertinggi pada sistem evaporasi. Penempatan evaporator secara
8

bersamaan akan menghemat kalor dan membutuhkan energi yang lebih sedikit. Penambahan
satu evaporator dapat menurunkan konsumsi energi hingga 50%. Penambahan dua evaporator
dapat menurunkan hingga 33% demikian seterusnya. Persamaan penghematan panas ini juga
dapat digunakan untuk mengestimasi berapa banyak yang bisa dihemat dengan penambahan
sejumlah efek tertentu. Jumlah efek pada multiple–effect evaporator biasanya dibatasi sampai
tujuh karena bila lebih dari tujuh biaya yang dikeluarkan akan tidak sebanding dengan energi
yang bisa dihemat.
1.2.4. Energi Evaporator
Air dapat dipindahakan dari larutan tidak hanya dengan evaporasi tetapi juga dengan
proses membrane, ekstraksi cair-cair, kristalisasi, dan presipitasi. Evaporasi dapat dibedakan
dari metode-metode lainnya yaitu dari produk akhir evaporasi yang berupa larutan konsentrat
bukan solid. Untuk menghasilkan konsentrat dengan memindahkan air, dibutuhkan fasa
pembantu untuk memudahkan transpor pelarut (air) dibandingkan zat terlarut. Fasa pembantu
yang digunakan di sini yaitu uap air untuk mengkonsentrasikan komponen non-volatil seperti
protein dan gula. Panas ditambahkan ke larutan dan sebagian dari solven diubah menjadi uap.
Panas merupakan hal yang utama dalam proses evaporasi dan proses terjadi lebih mudah
pada temperatur tinggi dan tekanan rendah.
Panas pada proses evaporasi dibutuhkan sebagai penyedia energi untuk molekul-
molekul pelarut meninggalkan larutan dan pindah ke udara di sekitar larutan. Energi yang
dibutuhkan dapat dinyatakan sebagai potensi termodinamika berlebih dari air dalam larutan.
Ketika memindahkan air dari larutan, lebih dari 99% energi digunakan untuk mensuplai
panas evaporasi. Energi juga dibutuhkan untuk untuk mengatasi tegangan permukaan larutan.
Energi yang dibutuhkan dari proses ini sangat tinggi karena terjadi transisi fasa saat air
berubah dari cair menjadi uap.
Ketika mendesain evaporator, harus dipertimbangkan kuantitas steam yang
dibutuhkan untuk setiap unit massa air yang dipindahkan pada konsentrasi tertentu.
Kesetimbangan energi harus digunakan dengan asumsi bahwa kalor yang hilang ke sekitar
sistem diabaikan. Panas yang dibutuhkan untuk disuplai oleh uap kira-kira akan sama dengan
panas yang dibutuhkan untuk mamanaskan dan menguap air. Pertimbangan lain yaitu ukuran
heat exchanger yang mempengaruhi laju perpindahan kalor. Secara umum perpindahan kalor
pada proses evaporasi dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
q = UA(T1-T2)
9

dimana :
U = koefisien transfer panas menyeluruh
A = luas area perpindahan kalor heat transfer area
q = laju perpindahan kalor
8

BAB II PERCOBAAN

2.1. Prosedur Percobaan

Gambar 2.1. Skema Peralatan Evaporator

Tahap 1 : Persiapan
a. Mengosongkan tangki kondensat (L2 dan L3) dan memastikan bahwa sumber listrik,
steam, dan air pendingin telah tersedia.
b. Membuka valve V1, V4, V6, V8, C1, C4
c. Menutup valve V2, V3, V5, V7, C5, C6, C7, C9
Tahap 2 : Start-Up
a. Menyalakan feed pump (S5) dan S2 serta membuka penuh C8
b. Menyalakan feed pre-heater (S3)
c. Menyesuaikan C8 untuk mendapatkan laju feed yang diinginkan pada F2, ketika
cairan telah terlihat di aliran F2
d. Membuka dan menyesuaikan C2 untuk mengatur aliran di F1, dimana F1 = 40xF2
e. Mengatur besaran tekanan sistem yang diinginkan pada P2 dengan C10
f. Menyalakan recirculation pump (S4) saat aliran terliaht pada level vessel (10)
g. Mengatur termostat pada feed pre-heater (S3) sehingga temperatur T6 dan T7
sedekat mungkin
9

h. Menyalakan vacuum pump (S5) untuk kondisi vakum lalu menyesuaikan C1 untuk
mengatur tekanan sistem yang diinginkan pada P1. Membiarkan C1 terbuka penuh
untuk kondisi tekanan sistem pada tekanan atmosfer
i. Sirkulasi Alami: Membuka V5 sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan pada F2
j. Sirkulasi Paksa: Membuka V7 dan menyesuaikan C4 dan C5 sehingga menghasilkan
laju resirkulasi yang diinginkan pada F3.
Tahap 3 : Pengesetan Variabel
1) Mengatur P1 = 0 mmHg; F2 = 10 lt/hr; F1 = 40 x F2; F3 = 5 lt/hr
2) Mencatat nilai :
o L1, L2 dan L3
o T3, T5, T7 dan T8
o P2
o Jumlah steam yang terkondensasi
3) Mengulangi prosedur di atas untuk sirkulasi alamiah dan sirkulasi paksa untuk P1 =
0, 100 dan 200 mmHg. Mengambil data setiap 2 menit.

2.2. Data Percobaan


F1 = 400 liter/jam

F2 = 10 liter/jam

F3 = 5 liter/jam

P2 = 1.6 bar
10

2.2.1 Sirkulasi Alami

Tabel 2.1 Data Hasil Praktikum Siklus Aliran Alami

P1 t L1 L2 L3 T3 T5 T7 T8 P2 Qc F2
(kPa) (s) (cm) (mm) (mm) ( C ) (C) (C) ( C ) (lb/in2) (mL/min) (L/hr)
120 2,4 75 145 102 75 104 87 10 300 10
240 22,1 82 170 101 74 105 87 10 375 10
360 22 88 177 101 71 104 88 10 480 10
0
480 21,8 98 185 101 69 103 86 10 595 10
600 21,6 109 196 101 68 104 87 10 685 10
720 21,5 120 209 102 66 104 88 10 800 10
120 20,8 128 260 100 74 102 89 8,5 290 10
240 20,6 133 166 99 73 102 90 8,5 370 10
360 20,5 137 173 99 74 102 90 8,5 485 10
100
480 20,5 142 182 100 72 101 91 8 600 10
600 20 148 193 100 71 103 89 8 695 10
720 19,8 151 305 99 73 102 90 8 780 10
120 19,1 159 328 98 72 100 87 7,5 275 10
240 18,8 165 334 97 69 99 85 7,5 360 10
360 18,5 172 341 97 71 98 86 7 450 10
133
480 18,2 178 346 96 72 98 86 7 525 10
600 17,8 183 352 98 68 99 85 7 645 10
720 17,6 187 360 97 70 98 86 6,5 770 10

2.2.2 Sirkulasi Paksa

Tabel 2.2 Data Hasil Praktikum Siklus Aliran Paksa

P1 L2 L3 T5 T7 T8 P2 Qc F2
t L1 T3
(kPa (mm (mm (C (C (C (lb/in2 (mL/min (L/hr
(s) (cm) (C)
) ) ) ) ) ) ) ) )
120 24 63 145 101 75 103 72 9,5 280 10
240 23,8 69 152 101 75 102 73 9,5 370 10
360 23,5 73 159 101 74 102 72 9,5 455 10
0
480 23,2 74 164 101 74 103 74 9,5 575 10
600 23 78 170 101 74 103 73 9,5 650 10
720 22,8 84 175 101 74 102 73 9,5 740 10
Tabel 2.3 Data Hasil Praktikum Siklus Aliran Paksa
11

Tabel 2.4 Data Hasil Praktikum Siklus Aliran Paksa (cont’d)

120 21,5 118 249 99 73 100 75 7 290 10


240 21,1 123 255 98 72 99 74 7 365 10
360 20,9 129 261 99 72 100 74 7 440 10
100
480 20,6 132 269 99 70 100 75 7 590 10
600 20,4 137 274 99 71 99 74 7 685 10
720 20,2 141 280 98 72 100 74 7 750 10
120 20 150 290 96 74 98 75 5,7 285 10
240 19,5 154 301 95 74 99 76 5,7 380 10
360 19,1 159 309 96 75 99 75 5,7 450 10
133
480 18,8 165 318 96 71 98 76 5,7 585 10
600 18,5 169 327 96 74 98 77 5,7 680 10
720 18,3 174 335 96 74 98 76 5,7 760 10
12

BAB III PENGOLAHAN DATA

3.1. Variasi Tekanan Sistem terhadap Laju Evaporasi Air

Proses Perhitungan
1. Menghitung rata-rata dari tekanan steam (𝑃2 ) dan mencari temperatur steam (𝑇𝑆 )
pada tekanan tersebut menggunakan steam table

Tabel 3.1 Temperature Steam pada Tekanan Sirkulasi Alami dan Paksa

Sirkulasi Alami Sirkulasi Paksa


Mencari T steam
P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133 P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133
P2 rata-rata (lb/in2) 10 8.25 7.083 9.5 7 5.7
T steam (⁰C) 115 113.22 111.55 114.44 111.11 109.3

2. Menghitung rata-rata dari titik didih (𝑇7 )

Tabel 3.2 Nilai Rata-Rata Tekanan Sirkulasi Alami dan Paksa

Sirkulasi Alami Sirkulasi Paksa


P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133 P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133
104 102 100 103 100 98
105 102 99 102 99 99
104 102 98 102 100 99
103 101 98 103 100 98
104 103 99 103 99 98
104 102 98 102 100 98
104 101,34 98,67 102,5 99,67 98,34
*satuan tekanan dalam mmHg
3. Menghitung perbedaan temperatur steam dengan temperatur didih rata-rata :

Tabel 3.3 Delta Temperature Steam dan Titik Didih

Sirkulasi Alami Sirkulasi Paksa


Temperatur
P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133 P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133
T.Steam (⁰C) 115 113.22 111.55 114.44 111.11 109.3
T.Didih (⁰C) 104 101,34 98,67 102,5 99,67 98,34
Selisih 11 11.887 12.883 11.94 11.44 10.96

4. Memplot grafik dengan menghubungkan level tangki kondensat (𝐿2 ) sebagai sumbu- y
dan waktu waktu (t) di sumbu-x. Lalu menentukan slope / kemiringan dari grafik
tersebut.
13

Grafik L2 (Level Tangki Kondesat) vs Waktu (t)


200

180

160

140
Sirkulasi Alami, P1 = 0 kPa
120
L2 ( mm)

Sirkulasi Alami, P1 = 100 kPa


100
Sirkulasi Alami, P1 = 133 kPa
80
Sirkulasi Paksa, P1 = 0 kPa
60 Sirkulasi Paksa, P1 = 100 kPa
40 Sirkulasi Paksa, P1 = 133 kPa
20

0
0 200 400 600 800
Waktu (s)

Grafik 3.1 L2 Vs Waktu untuk sirkulasi alami dan paksa

Tabel 3.4 Hasil Penghitungan Slope

Jenis Slope
0 kPa 0.0752
Alami 100 kPa 0.0393
133 kPa 0.047
0 kPa 0.0317
Paksa 100 kPa 0.0381
133 kPa 0.0407

5. Menghitung nilai laju penguapan rata-rata (E) untuk setiap nilai tekanan :
𝐸 = 60. 𝑆. 𝐶2
Tabel 3.5 Nilai E dari Slope

Jenis Slope E
0 kPa 0.0752 79,411
Alami 100 kPa 0.0393 41,501
133 kPa 0.047 49,632
0 kPa 0.0317 33,475
Paksa 100 kPa 0.0381 40,234
133 kPa 0.0407 42,979
14

6. Memplot grafik dengan menghubungkan laju penguapan rata-rata (E) sebagai sumbu-y
dan tekanan sistem (𝑃1 ) di sumbu-x.

Laju Evaporasi vs Tekanan Sistem


90
80
Laju EVaporasi (kg/jam)

70
60
50
40 Sirkulasi Alami
30 Sirkulasi Paksa
20
10
0
0 25 50 75 100 125 150
Tekanan sistem (kPa)

Grafik 3.2 Hubungan antara Laju Evaporasi dengan Tekanan Sistem

3.2. Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan Suhu


Proses Perhitungan
1. Menghitung tekanan steam rata-rata (𝑃2 ) dan mencari suhu steam (𝑇𝑆 ) pada tekanan
tersebut dengan menggunakan steam table

Tabel 3.6 Temperature Steam pada Tekanan Sirkulasi Alami dan Paksa

Sirkulasi Alami Sirkulasi Paksa


Mencari T steam
P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133 P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133
P2 rata-rata (lb/in2) 10 8.5 7.083 9.5 7 5.7
T steam (⁰C) 115 113.22 111.55 114.44 111.11 109.3

2. Menghitung titik didih (𝑇7 ) rata-rata

Tabel 3.7 Nilai Rata-Rata Tekanan Sirkulasi Alami dan Paksa

Sirkulasi Alami Sirkulasi Paksa


P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133 P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133
104 102 100 103 100 98
105 102 99 102 99 99
104 102 98 102 100 99
103 101 98 103 100 98
104 103 99 103 99 98
104 102 98 102 100 98
104 101,34 98,67 102,5 99,67 98,34
15

*satuan tekanan dalam mmHg


3. Menghitung perbedaan temperatur steam dengan titik didih rata-rata dengan
menggunakan persamaan

Tabel 3.8 Delta Temperature Steam dan Titik Didih

Sirkulasi Alami Sirkulasi Paksa


Temperatur
P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133 P1 = 0 P1 = 100 P1 = 133
T.Steam (⁰C) 115 112.22 111.55 114.44 111.11 109.3
T.Didih (⁰C) 104 100,34 98,67 102,5 99,67 98,34
Selisih 11 11.887 12.883 11.94 11.44 10.96

4. Menghitung laju alir feed rata-rata dan laju sirkulasi (𝐹2 dan 𝐹3 )
Nilai F2 = 10 liter/jam dan F3 = 5 liter/jam
5. Menghitung rasio sirkulasi R dengan menggunakan persamaan berikut
𝐹3 5
𝑅= = = 0.5
𝐹2 10
6. Memplot grafik yang menghubungkan level kondensat (𝐿2 ) sebagai sumbu-y dengan
waktu (t) sebagai sumbu-x. Lalu menentukan slope (𝑆2 ) dari grafik yang terbentuk
tersebut.

Grafik L2 (Level Tangki Kondesat) vs Waktu (t)


200

180

160

140
Sirkulasi Alami, P1 = 0 kPa
120
L2 ( mm)

Sirkulasi Alami, P1 = 100 kPa


100
Sirkulasi Alami, P1 = 133 kPa
80
Sirkulasi Paksa, P1 = 0 kPa
60 Sirkulasi Paksa, P1 = 100 kPa
40 Sirkulasi Paksa, P1 = 133 kPa
20

0
0 200 400 600 800
Waktu (s)

Grafik 3.3 L2 Vs Waktu untuk sirkulasi alami dan paksa


16

Tabel 3.9 Hasil Penghitungan Slope

Jenis Slope
0 kPa 0.0752
Alami 100 kPa 0.0393
133 kPa 0.047
0 kPa 0.0317
Paksa 100 kPa 0.0381
133 kPa 0.0407

7. Menghitung laju penguapan rata-rata (E) untuk setiap nilai tekanan dimana (C2)
adalah faktor kalibrasi untuk tangki kondensat, yaitu sebesar 17.6 kg/m :

𝐸 = 60. 𝑆. 𝐶2
Tabel 3.10 Nilai E dari Slope

Jenis Slope E
0 kPa 0.0752 79,411
Alami 100 kPa 0.0393 41,501
133 kPa 0.047 49,632
0 kPa 0.0317 33,475
Paksa 100 kPa 0.0381 40,234
133 kPa 0.0407 42,979

8. Memplot grafik yang menghubungkan log laju penguapan rata-rata (log E) sebagai
sumbu-y terhadap log suhu (log T) dimana T adalah perbedaan temperatur steam
dengan titik didih rata-rata sebagai sumbu-x.

Tabel 3.11 Pengolahan Data log E dengan logT

ΔT E Log ΔT Log E
11 79,411 1,04139 1,89988
11.8867 41,501 1,07506 1,61806
12.883 49,632 1,11002 1,69576
11.94 33,475 1,077 1,52472
11.443 40,234 1,05854 1,60459
10.967 42,979 1,04009 1,63326
17

Laju Evaporasi vs ΔT
2.4

Log E 1.8

1.2
Sirkulasi Alami
Sirkulasi Paksa
0.6

0
1.02 1.04 1.06 1.08 1.1 1.12
Log ΔT

Grafik 3.4 Hubungan log∆Te dan log

3.3. Perhitungan Keekonomian untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa


Proses Perhitungan :
1. Menghitung tekanan rata-rata steam dan tekanan rata-rata sistem (𝑃2 dan 𝑃1 ), titik

didih rata- 
 rata (𝑇7 ), serta laju alir rata-rata masukan dan laju alir sirkulasi

sirkulasi (𝐹2 dan 𝐹3 ).

Tabel 3.5 Data yang diperlukam

JenisP1 (kPa) P2 (lb/in2) T7 (⁰C) F2 (L/jam) F3 (L/Jam)


0 10 104 10 5
Alami 100 8.25 101.33 10 5
133 7.083 98.67 10 5
0 9.5 102.5 10 5
Paksa 100 7 99.67 10 5
133 5.7 98.34 10 5

2. Menghitung rasio sirkulasi rata-rata (R) dengan menggunakan persamaan:


𝐹3 5
𝑅= = = 0.5
𝐹2 10
3. Menghitung jumlah air yang terevaporasi dengan mengamati perubahan level pada
tangki kondensat (𝐿2 ) dengan menggunakan persamaan:
𝑊𝐸 = 𝐶2 . ∆𝐿2
18

Tabel 3.6 Hasil Perhitungan We

Jenis P1 (kPa) ∆𝐿2 (m) 𝑊𝐸 (kg/m)


0 0.045 0.792
Alami 100 0.023 0.4048
133 0.028 0.4928
0 0.021 0.3696
Paksa 100 0.023 0.4048
133 0.024 0.4224

4. Menghitung jumlah total kondensat yang terkumpul (Q) dengan menggunakan data
volum kondensat yang didapatkan.
Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Qc

Jenis P1 (kPa) Volum Kondensat (mL) Qc (kg)


0 800 0.8
Alami 100 780 0.78
133 770 0.77
0 740 0.74
Paksa 100 750 0.75
133 760 0.76

5. Menghitung keekonomisan (𝐸𝐶 ) dengan menggunakan persamaan:

𝑊𝐸
𝐸𝐶 =
𝑄
Tabel 3.8 Hasil Perhitungan Ec

JenisP1 (kPa) 𝑄𝑐 (kg) 𝑊𝐸 (kg/m) Ec


0 0.8 0.792 0,990
Alami 100 0.78 0.4048 0,519
133 0.77 0.4928 0,640
0 0.74 0.3696 0,499
Paksa 100 0.75 0.4048 0,540
133 0.76 0.4224 0,556

6. Memplot grafik yang menghubungkan nilai keekonomisan (𝐸𝐶 ) sebagai sumbu-y


terhadap tekanan sistem (𝑃1 ) sebagai sumbu-x.
19

Keekonomisan vs Tekanan Sistem


1.200

1.000

Ec 0.800

0.600
Sirkulasi Alami
0.400 Sirkulasi Paksa

0.200

0.000
0 50 100 150
P (kPa)

Grafik 3.5 Hubungan Antara P1 dengan Ec

3.4. Neraca Energi untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa


Proses Perhitungan :

1. Mencari data-data entalpi masukan dengan menggunakan steam table, yaitu: 


ℎ𝐹 pada 𝑇5 , ℎ𝐸 pada 𝑇3 , ℎ𝐶 pada 𝑇8 , dan ℎ𝑆 pada 𝑃2 .

Tabel 3.9 Data – Data Entalpi yang Diperlukan

Rata-rata Entalpi (kJ/kg) keadaan saturated


P1
Jenis (kPa) T3 T5 T8 P2 Hs he hc hs
hf T5
(⁰C) (⁰C) (⁰C) (lb/in2) P2 T3 T8 P2
0 101.33 70.5 87.167 10 295.03 2659 2641 364 376
Alami 100 99.5 72.833 89.83 8.25 305.25 2651 2671 373 355
133 97.167 70.333 85.83 7.083 297.27 2644 2660 359 336
0 101 74.3 72.83 9.5 313.53 2657 2664 304 388
Paksa 100 98.67 71.67 74.33 7 299.144 2643 2673 310 410
133 95.83 73.67 75.83 5.7 307.43 2636 2663 316 386

2. Menghitung perubahan level pada tangki masukan, kondensat, dan konsentrat
 (𝑑𝐿1 ,

𝑑𝐿2 , 𝑑𝐿3 ).
20

Tabel 3.10 Level Masing-Masing Tekanan

Jenis
P1 (kPa) dL1 (m) dL2 (m) dL3 (m)
0 0.009 0.045 0.64
Alami 100 0.01 0.023 0.23
133 0.015 0.028 0.28
0 0.012 0.021 0.30
Paksa 100 0.013 0.023 0.31
133 0.017 0.024 0.45

3. Menghitung massa air umpan, air yang terevaporasi, dan konsentrat (𝑊𝐹 , 𝑊𝐸 , 𝑊𝐶 )
dengan menggunakan persamaan:

𝑊𝐹 = 𝐶1 . ∆𝐿1
𝑊𝐸 = 𝐶2 . ∆𝐿2
𝑊𝐶 = 𝐶3 . ∆𝐿3
Tabel 3.11 Data Massa untuk Mass Balance

P1 dL1 dL2 dL3


Jenis Wf We Wc
(kPa) (cm) (cm) (cm)

0 0.009 0.045 0.64 0,99 0,792 11,264


Alami 100 0.01 0.023 0.23 1,1 0,4048 4,048
200 0.015 0.028 0.28 1,65 0,4928 4,928
0 0.012 0.021 0.30 1,32 0,3696 5,28
Paksa 100 0.013 0.023 0.31 1,43 0,4048 5,456
200 0.017 0.024 0.45 1,87 0,4224 7,92

4. Menghitung neraca massa dengan menggunakan persamaan berikut:


𝑊𝐹 = 𝑊𝐸 + 𝑊𝐶
5. Menghitung neraca energi dengan menggunakan persamaan berikut:
𝑊𝐹 . ℎ𝐹 + 𝑄. 𝐻𝑆 = 𝑊𝐸 . ℎ𝐸 + 𝑊𝐶 . ℎ𝐶 + 𝑄. ℎ𝑆
dimana:
𝑊𝐹 = massa air masukan ke evaporator (kg)
𝑊𝐸 = massa air terevaporasi (kg)
𝑊𝐶 = massa air konsentrat (kg)
𝑄 = massa steam terkondensasi (kg)
ℎ𝐹 = entalpi umpan pada 𝑇5 (kJ/kg
21

ℎ𝐸 = entalpi uap air keluar dari evaporator 𝑇3 (kJ/kg)


ℎ𝐶 = entalpi konsentrat pada 𝑇8 (kJ/kg)
ℎ𝑆 = entalpi steam masuk jaket evaporator pada P2 (kJ/kg)
ℎ𝑆 = entalpi kondensat keluar dari jaket evaporator (kJ/kg)
6. Menghitung kesalahan relative dari neraca massa dengan menggunakan persamaan
berikut:
|𝑊𝐹 − (𝑊𝐶 + 𝑊𝐸 )|
𝐾𝑅 = × 100%
𝑊𝐹
7. Menghitung kesalahan relative dari neraca energy dengan menggunakan persamaan
berikut :
|(𝑊𝐹 . ℎ𝐹 + 𝑄. 𝐻𝑆 ) − (𝑊𝐸 . ℎ𝐸 + 𝑊𝐶 . ℎ𝐶 + 𝑄. ℎ𝑆 )|
𝐾𝑅 = × 100%
𝑊𝐹 . ℎ𝐹 + 𝑄. 𝐻𝑆

Tabel 3.12 Kesalahan Relatif Mass balance dan Energy Balance

KR %KR
P1
Jenis
(kPa) Neraca Massa Neraca Energi Neraca Massa Neraca Energi
0 0,93778 0,1584 93,778 15,8395
Alami 100 0,088 0,31205 8,8 31,2045
133 0,36 0,2987 36 29,8696
0 0,32 0,39823 32 39,8226
Paksa 100 0,3354 0,35326 33,54 35,3257
133 0,3506 0,35286 35,06 35,2863
22

BAB IV ANALISIS
4.1 Analisis Percobaan
Pada percobaan ini terdapat tiga jenis percobaan yang dilakukan yaitu:
1. Pengaruh laju evaporasi terhadap tekanan sistem
2. Pengaruh laju evaporasi dengan variasi perbedaan suhu sistem dengan steam
3. Perbandingan keekonomisan antara aliran alami dan aliran paksa
Tujuan percobaan evaporator ini yaitu salah satunya mempelajari prinsip evaporasi
keseluruhan serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaporasi tersebut. Proses
evaporasi dilakukan dengan cara memanaskan larutan hingga terjadi pemisahan antara pelarut
dengan zat yang terlarut. Dalam percobaan ini, fluida yang digunakan sebagai pelarut adalah
air (yang akan diuapkan) dan steam sebagai fluida panas untuk menguapkan pelarut.
Pemilihan air dikarenakan sifat air yang tidak korosif, tidak beracun dan tidak berbahaya
serta ketersediaan yang melimpah dan mudah didapatkan.
Dalam percobaan ini, kami mengukur jumlah kondensat yang terbentuk selama
percobaan berlangsung. Kemudian, larutan yang menerima kalor dari steam akan mengalami
proses evaporasi sehingga terjadi pemisahan antara zat terlarut dengan pelarutnya, dalam hal
ini air, menjadi larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat. Hal ini dikarenakan zat terlarut
yang memiliki titik didih yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pelarutnnya (air).
Selain dipengaruhi oleh tekanan operasi, laju evaporasi juga dipengaruhi salah
satunya oleh jenis aliran sirkulasi alami dan sirkulasi paksa. Dalam percobaan ini,
pengambilan data dilakukan pada dua kondisi aliran, yaitu aliran alami dan aliran paksa.
Percobaan aliran alami dilakukan dengan cara membuka katup C5 dan disesuaikan bukaannya
untuk mendapatkan maksimum steady recirculation rate, yang dapat dibaca pada F3.
Sedangkan, percobaan aliran paksa dilakukan dengan prosedur yang sama dengan percobaan
aliran alami namun dengan perbedaan membuka katup V7 dan menyesuaikan bukaan katup
C4 dan C5 untuk dapat menghasilkan laju alir aliran yang diinginkan pada flowmeter.
Data-data yang diambil dalam percobaan evaporatrr ini adalah P1, P2, F2, F3, L1, L2,
L3, T3, T5, T7, T8, t serta Qc. Pengambilan data ini didasarkan pada variasi nilai P1, yaitu 0
kPa, 100 kPa, dan 133 kPa. Dalam percobaan ini, kami mengambil data-data percobaan
tersebut setiap 2 menit. Data-data yang diambil selama eksperimen akan digunakan untuk
perhitungan laju evaporasi sehingga kita dapat mengetahui pengaruh perubahan tekanan
sistem dan perubahan suhu terhadap laju evaporasi yang diukur sebagai parameter penting
dalam proses evaporasi. Contohnya, Pada percobaan 1 dan 2 dibutuhkan data P1, P2, T7, t, L2
untuk mengetahui hubungan tekanan sistem terhadap laju evaporasi. Dalam hal ini, kita
23

mengambil dua variabel pembanding yaitu volume kondensat dan waktu dari tiap-tiap
temperatur.
4.2 Analisis Hasil
4.2.1 Variasi laju Evaporasi dengan Tekanan Sistem
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan sistem terhadap laju
evaporasi pada kondisi paksa dan juga kondisi sirkulasi alamiah. Pada pengolahan data
bagian ini didapatkan bahwa L2 meningkat seiring dengan pertambahan waktu pada setiap
tekanan. Tekanan sistem yang lebih tinggi, juga menghasilkan nilai L2 yang lebih tinggi juga.
Perbedaan tekanan yang cukup besar menyebabkan driving force yang terjadi juga semakin
besar. Berikut ini adalah tabel yang membandingkan peningkatan tekanan sistem terhadap
laju evaporasi rata-rata.
Tabel 4.2.1 Perbandingan laju evaporasi pada peningkatan tekanan di sirkulasi alami dan sirkulasi
paksa
Jenis Slope E
0 kPa 0.0752 79,411
Alami 100 kPa 0.0393 41,501
133 kPa 0.047 49,632
0 kPa 0.0317 33,475
Paksa 100 kPa 0.0381 40,234
133 kPa 0.0407 42,979
Tabel diatas merupakan ringkasan pengolahan data mengenai pengaruh tekanan
sistem terhadap laju evaporasi untuk setiap tekanan sitem. Dapat kita lihat dari syste hasil
perhitungan bahwa semakin tinggi tekanan system maka laju evaporasi akan semakin
bertambah. Hal ini karena semakin tinggi tekanan system maka konstanta perpindahan panas
akan meningkat nilainya sehingga laju evaporasi juga ikut meningkat.
24

Laju Evaporasi vs Tekanan Sistem


90
80
Laju EVaporasi (kg/jam) 70
60
50
40 Sirkulasi Alami
30 Sirkulasi Paksa
20
10
0
0 25 50 75 100 125 150
Tekanan sistem (kPa)

Gambar 6.2.1 Hubungan antara laju evaporasi dengan peningkatan tekanan system
Laju evaporasi dari sirkulasi paksa lebih kecil daripada laju evaporasi pada sirkulasi
alamiah. Hal ini disebabkan karena perpindahan panas pada sirkulasi paksa lebih kecil
daripada sirkulasi alami. Pada sirkulasi paksa, aliran dibantu dengan pompa sehingga lebih
besar kecepatan alirannya. Aliran yang lebih cepat dapat menyebabkan laju perpindahan lebih
kecil karena waktu tinggal (waktu kontak) yang sebentar. Sirkulasi alami sangat dipengaruhi
oleh tekanan sedangkan pada sirkulasi paksa perubahan tekanan tidak membuat laju
evaporasi meningkat secara signifikan.
4.2.2 Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan temperature
Diperoleh grafik yang menghubungkan nilai laju evaporasi (E) dengan perbedaan
suhu sistem dengan steam (ΔTE).

Laju Evaporasi vs ΔT
2.4

1.8
Log E

1.2
Sirkulasi Alami

0.6 Sirkulasi Paksa

0
1.02 1.04 1.06 1.08 1.1 1.12
Log ΔT

Gambar 6.2.2 Hubungan Laju evaporasi dengan perbedaan antara suhu sistem dan suhu steam
25

Dari grafik terlihat bahwa untuk kedua percobaan, semakin tinggi suhu steam, laju
evaporasi semakin rendah, namum pada sirkulasi alami laju evaporasinya fluktuatif. Hal ini
juga bertentangan dengan teori yang ada, di mana untuk suhu steam yang besar, laju
evaporasi bisa semakin besar. Perbandingan tersebut adalah karena dengan suhu yang besar,
delta antara air dengan steam semakin besar sehingga steam dapat memberikan lebih banyak
energi untuk menguapkan air. Suhu steam yang tinggi akan membuat panas yang diberikan
ke air akan semakin besar. Hal tersebut menyebabkan perpindahan massa dari air ke uap air
akan semakin banyak terjadi. Bila perpindahan massa dari air ke uap semakin sering terjadi
maka laju evaporasi akan semakin besar.
Salah satu dugaan hasil praktikum ini adalah bahwa banyaknya panas yang lolos ke
lingkungan sekitar karena insulasi yang kurang baik, atau alat yang sudah tidak memiliki
performa yang baik.
4.2.3 Membandingkan Keekonomisan untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa
Nilai keekonomisan suatu evaporator bergantung dari suhu umpan yang
dimasukkan, jika suhu umpan dibawah titik didih zat yang akan dievaporasi maka diperlukan
panas untuk menaikkan suhu umpan sampai ke titik didihnya. Semakin rendah suhu umpan
maka semakin banyak panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhunya ke titik didih. Hal ini
membuat keekonomisan proses evaporasi kecil. Berdasarkan hasil pengolahan data maka
didapatkan hasil sebagai berikut :

Keekonomisan vs Tekanan Sistem


1.200

1.000

0.800
Ec

0.600
Sirkulasi Alami
0.400 Sirkulasi Paksa

0.200

0.000
0 50 100 150
P (kPa)

Gambar 6.2.3 Hubungan nilai keekonomisan dengan peningkatan tekanan pada sirkulasi alami dan
sirkulasi paksa
26

Dari hasil yang didapatkan terlihat bahwa nilai keekonomisan untuk semua tekanan
system kurang dari 1, hal ini disebabkan karena jenis evaporator yang digunakan hanya single
effect evaporation. Dalam single effect evaporation proses evaporasi hanya terjadi sekali
sehingga nilai keekonomisannya kecil dibandingkan multi effect evaporation yang proses
evaporasinya lebih dari dua kali dalam satu alat. Jika dibandingkan antar tekanan system,
maka tekanan 26ystem 0 kPa memiliki nilai keekonomisan yang paling tinggi. Dari hasil
yang didapat, nilai keekonomisan akan menurun dari tekanan system 0 kPa ke 100 kPa dan
dari 100 kPa ke 133 kPa. Hal ini menunjukan bahwa semakin rendah tekanan maka boiling
point dari air akan semakin rendah sehingga panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air
akan lebih sedikit. Pada grafik terdapat ketidak sesuaian dengan teori. Seharusnya pada
evaporasi paksa lebih ekonomis dibandingkan dengan alami. Karena driving force yang
dialami oleh evaporasi paksa lebih tinggi dibandingkan dengan alami, sehingga nilai
keekonomisannya menjadi lebih tinggi. Penyebab ketidak sesuaian yang mungkin terjadi ini
akan dijelaskan pada analisis kesalahan,
4.2.4 Menghitung Neraca Energi untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa
Berdasarkan teori yang ada, jumlah feed yang masuk akan sama dengan jumlah air
kondensat ditambah jumlah air di konsentrat. Hal ini seperti yang ditunjukan pada
persamaan berikut :
WF  WE  WC
Dimana WF adalah massa umpan, WE adalah massa kondensat dan WC adalah massa
air dalam konsentrat. Kondensat adalah air yang terkumpul di tanki kondensat. Konsentrat
adalah air umpan yang tidak terevaporasikan oleh steam. Berdasarkan hasil yang didapatkan
neraca massa dari percobaan ini tidak sama antara ruas kanan dan kiri. Berikut adalah hasil
dari neraca massa dan neraca energi untuk sirkulasi alami dan sirkulasi paksa.
Tabel 4.2.4 Kesalahan relatif neraca massa dan neraca energi pada sirkulasi alami dan sirkulasi paksa

P1 KR %KR
Jenis
(kPa) Neraca Massa Neraca Energi Neraca Massa Neraca Energi

0 0,93778 0,1584 93,778 15,8395


Alami 100 0,088 0,31205 8,8 31,2045
133 0,36 0,2987 36 29,8696
0 0,32 0,39823 32 39,8226
Paksa 100 0,3354 0,35326 33,54 35,3257
133 0,3506 0,35286 35,06 35,2863
27

Kesalahan relative yang besar pada neraca massa terjadi akibat adanya kebocoran
pada alat ketika praktikum dilakukan. Hal ini akan mengurangi kuantitas dari kondensat
maupun konsentrat yang dihasilkan. Pada neraca energi juga didapatkan kesalahan relative
yang cukup besar, Hasil ini tidak sesuai dengan teori karena terjadi heat loss disepanjang
evaporator padahal dalam persamaan energy balance diatas heat loss dianggap tidak ada.
Hasil ini membuat kesalahan relatif untuk setiap tekanan sistem menjadi sangat besar.
4.3 Analisis Alat
 Feed tank digunakan untuk menyimpan cairan yang akan dievaporasi pada modul
reciver.
 Pompa feed digunakan untuk memindahkan cairan ke modul evaporator melalui
vessel preheater yang dikontrol secara otomatis dan dilengkapi float switch untuk
menjaga kedua elemen pemanas ketika tidak ada cairan.
 Preheater digunakan untuk memanaskan cairan sebelum masuk ke dalam kolom
evaporator.
 Flow control valve dan flowmeter digunakan untuk mengatur aliran sesuai dengan
laju alir yang diinginkan.
 Valve digunakan sebagai kontroler terhadap laju alir cairan dan kondensat sehingga
tidak terjadi fouling dan sebagai safety.
 Uap air atau steam digunakan untuk memanaskan cairan dalam tube vertikal di luar
jaketnya.
 Regulator valve digunakan untuk mengontrol steam yang disuplai ke jaket.
 Alat pengukur tekanan digunakan untuk mengontrol dan mengetahui tekanan pada
sistem.
 Ventilasi di atas jaket steam digunakan untuk memastikan udara dikeluarkan.
 Steam trap di bagian bawah jaket digunakan untuk mengalirkan kondensat keluar
melalui drain tube.
 Elbow transparan pada bagian atas evaporator digunakan untuk memastikan air
mengalir pada sistem.
 Reciever vessel digunakan untuk menampung kondensat yang terbentuk dan jatuh
akibat gaya gravitasi.
 Pipa ventilasi diantara level vessel dan vortex separator digunakan untuk
menghasilkan aliran cairan yang lancar.
 Pompasirkulasi di bagian bawah vessel digunakan untuk memindahkan cairan dari
glass vessel ke flow control valve dan flowmeter untuk resirkulasi melalui
28

evaporator.
 Pompa vakum yang terhubung dengan reciever vessel digunakan untuk mengurangi
tekanan dalam sistem sehingga meningkatkan performa evaporator.
4.4 Analisis Kesalahan
 Pada percobaan ini, praktikan tidak dapat mengendalikan air yang bocor dari sistem
percobaan. Akibatnya, volume cairan yang diukur selama percobaan tidak
seharusnya.
 Pada pertengahan percobaan, stopwatch yang digunakan sempat mati. Akibatnya,
pembacaan volume menjadi tidak tepat.
 Pada vessel pembaca volume pertama, v1, ketinggian air tidak dapat dipastikan
dengan jelas karena yang digunakan untuk mengukur ketinggian hanya berupa skala
yang kurang rapih yang dibuat menggunakan tangan.
 Selisih antara waktu selesai dengan pembacaan keadaan baik di tiap termokopel
maupun ketinggian air di tiap vessel juga dapat menyebabkan ketidaktepatan data.
 Keluaran kondensat steam yang kontak dengan larutan pada HE shell and tube tidak
stabil (kadang cepat dan kadang lambat). Hal ini dapat mengakibatkan tidak
stabilnya nilai laju alir kondensat steam (Qc) yang tercatat oleh praktikan.
 Laju alir air pada (C8) tidak stabil yang menjadi salah satu bentuk ketidakpastian
dan kesalahan dalam praktikum ini.
 Pengaturan tekanan sistem yang dikontrol dengan pompa vakum tidak stabil dan
membuat terkadang tekanan sistem berubah.
29

BAB V KESIMPULAN

 Semakin besar tekanan sistem laju evaporasi semakin kecil karena boiling point dari
cairan yang akan dievaporasi akan besar. Hal ini menyebabkan untuk suhu steam
yang sama, massa cairan yang terevaporasi akan lebih sedikit untuk tekanan sistem
yang lebih tinggi. Hasil ini tidak sesuai dengan teori karena pada percobaan suhu
steam tidak konstan untuk setiap tekanan sistem.
 Semakin tinggi suhu steam maka laju evaporasi akan semakin besar karena semakin
banyak panas yang diberikan steam untuk menguapkan air.
 Semakin besar tekanan sistem nilai keekonomisannya akan semakin kecil. Hal ini
disebabkan oleh semakin banyaknya energi untuk mengubah air menjadi uap
sehingga jumlah air yang teruapkan berkurang dan nilai keekonomisannya juga
kecil.
 Neraca massa dan energi hasil percobaan tidak sesuai dengan teori karena adanya
kebocoran pada alat dan juga terdapat energi yang lepas ke lingkungan
30

DAFTAR PUSATAKA

McCabe W. L., Smith C. J., dan Harriod. 1976. Unit Operation of Chemical
Engineering, 3rd Edition. USA: McGraw-Hill.
Rahayu, S.S., 2009. Pelaksanaan Proses Evaporasi. Online: chem-is-try.org.
Tim penyusun. 1989. Petunjuk Praktikum Proses dan Operasi Teknik II. Depok:
Laboratorium Proses dan Operasi Teknik TGP FTUI

Anda mungkin juga menyukai