Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fauzia allya

Kelas : 8-8

Desa Lamting yang Malang

Di suatu desa yang bernama Desa Lamting, hiduplah sekeluarga nelayan yang miskin.
Marwan si sang ayah, Zubaidah si Ibu, dan ada Ibunya Marwan serta anak – anak Marwan.
Beberapa hari belakangan ini, Marwan suka memanjat pohon kelapa yang tinggi di
kampungnya. Di atas pohon kelapa itu Ia mendengar suara – suara yang aneh. Tengah malam
kemarin ibu dan zubaidah sang istri terbangun .Setelah itu, Marwan pergi ke atas bukit. Ia
memandang Banda Aceh di kejauhan. Tapiterlihat begitu banyak perubahan pemandangan di
sana. Tiba – tiba Marwan terkesiap, arus pantai membawa beberapa sosok mayat yang
merapat. Marwan turun dari bukit sambil berteriak memanggil orang - orang sekampungnya.
Setelah kejadian itu, Marwan pergi untuk melihat nasib dua kawannya tadi yang ikut melaut
dengannya, sungguh senang hidup Azwar. Keluarganya masih utuh. Semuanya selamat.
Tetapi berbeda dengan Budi. stri dan anak – anaknya telah tiada.
Di sore harinya, mayat mayat kembali terdampar . Jumlahnya semakin banyak dan
setiap jam Terus bertambah. Tiba – tiba Marwan datang dari kamar mandi dan membuat ibu
dan istrinya terkejut. Sesekali saja kok aku mengejutkan kalian. Sedikit refreshing kan tidak
apa .” (sambil tertawa) . Tadi pagi juga ayam - ayam pada berlarian dan mengeluarkan suara
– suara aneh. Si belang dan si hitam juga ikut memanjat pohon kelapa. Kira – kira peristiwa
apa yang akan terjadi ? Dan kapan peristiwa itu akan terjadi ?”
Keesokan harinya pukul empat dini hari, Marwan mencoba melaut untuk mencari ikan
.Marwan tetap berkeras untuk melaut. Ketika Marwan bersama dua kawannya yang bernama
Budi danAzwar tiba di tengah samudra, tiba – tiba mereka mendengar suara gemuruh. Mesin
kapal tersengal – sengal seperti tersangkut pukat. Beberapa detik kemudian air laut turun
membentuk jurang yang sangat dalam dan perahu tersedot ke dasar bumi. Tetapi Tiba – tiba
perahu dilemparkan ke atas dengan cepat . Setelah laut kembali tenang, Azwar,Budi dan
Marwan bergegas pulang ke rumah. Pulau Nasi luluh lantak. Apa yang dikhawatirkan benar
terjadi. Marwan berlari menuju rumahnya .
Mendengar kata – kata itu, Marwan pun berhenti berlari dan berpikir sejenak. Ia
berpikir apa yang dikatakan oleh bapak – bapak tersebut benar. Marwan pun mencoba untuk
mengikhlaskan kepergian keluarganya. Setelah itu, Marwan ikut memakamkan ibu, istri, dan
anak – anaknya, serta beberapa korban lainnya. Keuchik selaku RT di kampong tersebut
tersenyum sesaat setelah mengecek warganya yang ternayata banyak yang selamat.
Keeseokan paginya, hamper semua penduduk Desa Lamting mengungsi ke pelabuhan.
Tapi Marwan dan beberapa laki – laki lainnya tak hendak meninggalkan desa mereka, mereka
termenung di perbukitan dan melihat mayat – mayat terus terdampar . Dan akhirnya hanya
tinggal Marwan seorang diri. Lalu, Marwan melihat banyak anjing bermunculan dan
menyerbu kea rah pantai. Perlahan – lahan bersama anjing – anjing lainnya yang datang
menyusul kemudian, Marwan turun ke pantai, tetapi anjing- anjing tak takut padanya. Salah
seekor anjing menerkam Marwan seperti babi buruan, Marwan berusaha melawan dan
mereka pun bergumul. Marwan sangat panik dan ketakutan. Marwan lalu berlari hingga
berpuluh – puluh meter. Dan akhirnya anjing – anjing itu berbalik kea rah pantai, dan Marwan
tetap berlari menjauhi pantai.
Siang hari, Marwan bersama Keuchik dan penduduk desa lainnya menunggu di
pelabuhan. Saat matahari sebentar lagi tenggelam di ufuk barat, sebuah perahu di tengah
laut kebingungan hendak merapat. Perahu itu membawa sedikit makanan dan air bersih dari
Banda Aceh, tanpa mesin. Tepat di saat malam mulai turun, perahu kembali ke Banda Aceh.
Perahu didayung perlahan. Semua orang tidak ada yang berbicara . Hanyut dalam kesedihan
mereka masing – masing. Marwan termenung memandangi pulau tempat tinggalnya yang
penuh dengan mayat yang semakin jauh di belakang .

Naskah Drama

Ibu : “Suara apa ini ?”


Zubaidah : “Burung burung malam ini terus bernyanyi .”
Ibu : “Tumben sekali ya dah . Tak seperti biasanya . Perasaan ibu juga tak terlalu
enak dah .”
Zubaidah : “Iya bu . Zubaidah juga . Apa ini suatu pertanda ?”
Ibu : “Perasaan ibu mengatakan, sepertinya ada peristiwa besar yang akan
terjadi .”
(Tiba – tiba Marwan datang dari kamar mengejutkan berdua.)
Zubaidah : “Astaghfirullah , ayah ini mengejutkan saja!”
Ibu : “Iya, tiba – tiba datang seperti hantu .”
Marwan : “Maafkan aku, tapi peristiwa apa itu ?”
Zubaidah : “Wallahu a’lam lah .”
Ibu : “Sudahlah nak, berdoa saja kepada Allah agar kita selamat dan selalu dalam
lindungan-Nya .”
Marwan dan Zubaidah : “Amiin ya rabbal alamin .”
(Keesokan, Marwan mencoba melaut untuk mencari ikan .)
Marwan : “Zubaidah, aku pergi melaut dulu ya . Ibu, aku pergi .”
Zubaidah : “Hari ini ayah janganlah melaut dulu . Istirahat saja di rumah . Perasaanku
tidak enak sejak malam tadi .”
Ibu : “Aku juga seperti itu . Sudahlah nak, janganlah kau melaut dulu . Firasat ibu
juga .”
Marwan : “Sudah tidak apa . Biarkan saja aku melaut . kalau hari ini aku tidak melaut,
mau makan apa kita besok ?”
(Marwan tetap berkeras untuk melaut, bersama kedua temanya. Tiba – tiba mereka
mendengar suara gemuruh . Mesin kapal macet seperti tersangkut pukat .)
Budi : “Azwar, coba periksa dulu mesin kapalnya .”
Marwan : “Iya. Coba periksa dulu . Mesinnya macet-macet ni .”
Azwar : “Ya, baiklah . Akan ku periksa .”
(Selagi Azwar memeriksa mesin)
Marwan : “Cuacanya sangat buruk sekali .”
Budi : “Iya . Tadi langit terlihat sangat cerah . Tetapi sekarang langit menjadi
mendung dan mengeluarkan suara gemuruh .”
(Tiba – tiba dari buritan kapal terdengar …)
Azwar : “Budi, Marwan ! Mesinnya sudah diperbaiki !”
Budi : “Ya sudah, kembali kesini !”
Marwan : “Aku takut akan terjadi sesuat yang tak terduga .”
Budi : “Berdoa sajalah agar kita selamat hingga kembali ke darat .”
Azwar : “Iya, serahkan semuanya kepada Allah .”
(Beberapa kemudian ada pusaran air dan perahu tersedot ke dalam. Tetapi Tiba – tiba perahu
kembali ke atas dengan cepat . Setelah laut kembali tenang merka bergegas kembali pulang)
Azwar : “Astaghfirullah . Innalillahi . Ya Allah selamatkanlah dan lindungilah kami
semua hingga kembali ke darat.
Budi dan Marwan : “Amiin .”
Marwan : “Mari bergegas pulang . Kita tidak tau kemana ombak itu pergi . Firasatku
mengatakan ada kejadian besar di darat .”
Budi : “Baiklah, arahkan kapal menuju pantai .”
Azwar : “Siap !”
( Apa yang dikhawatirkan benar terjadi . Marwan berlari menuju rumahnya .)
Marwan : “Astaghfirullah ya Allah . Innalillahi . Astaghfirullah .” (Melihat
keluarganya meninggal)
Pak Zulkifli : “Sudahlah pak . Ikhlaskan saja apa yang sudah terjadi .”
Marwan : “Pa..k , saya sungguh menyesal . Kenapa saya tidak menuruti nasihat istri
dan ibuku tadi . Saya sungguh menyesal . Saya merasa bersalah . Saya
merasa sayalah yang lebih baik mati daripada keluarga saya . Saya
menyesal pa..k .Lebih baik saya mati !”
(Berlari menuju pantai untuk bunuh diri)
Pak Bambang : “Pak, jangan bertindak bodoh seperti itu ! Jika keluarga bapak tau kalau
bapak melakukan hal bodoh seperti itu , pasti mereka semakin sedih .”
Keuchik : “Ikhlaskan kepergian mereka . Tabahlah . Ini cobaan yang diberikan oleh
Allah untukmu agar kamu semakin kuat, semakin sabar, semakin tawakal
kepada-Nya.”
Marwan : “Iya Keuchik . Saya mencoba untuk lebih bersabar . Saya tau ini cobaan
dari Allah dan saya harus menerimanya dengan lapang dada.
(Di sore harinya, mayat mayat kembali terdampar . Jumlahnya semakin banyak)
Keuchik : “Sudah, kita hanya bisa berdiri memandang tanpa bisa melakukan
sesuatu.”
Marwan : “Sudah tidak sanggup lagi untuk menguburkan mayat – mayat tersebut .”
Ojik : “Kain kafan juga telah habis dipakai .”
Bone : “Keuchik . Keuchik selaku ketua RT di sini tak punye rencana lain kah ?”
Bobi dan Azwae : “Iya Keuchik .”
Marwan : “Iya Keuchik . Tak mungkin kita tetap tinggal disini . Pulau ini pasti akan
menjadi sarang penyakit bagi kita.”
Keuchik : “Baiklah . Kita harus mengungsi .Besok pagi kita harus mengungsi ke
pelabuhan menunggu perahu , siapa tahu ada perahu yang datang.”
Bone : “Baiklah kawan – kawan . Sesuai yang dikatakan Keuchik tadi, besok kita
mengungsi ke pelabuhan . Jadi jangan ada yang terlambat jika mau bersama –
sama .”
(Saat matahari sebentar lagi tenggelam di ufuk barat, sebuah perahu di tengah laut
kebingunganhendak merapat .)
Keuchik : “Hei Bone . Sambut perahu itu . Agar dia merapat kesini .”
Bone : “Baik Keuchik .”
(mereka pun meninggalkan pulau tempat mereka tinggal, mereka mendayung perlahan-lahan
hayut dalam kesedihan masing-masing. Marwan termenung memandangi pulau tempat
tinggalnya yang semakin jauh di belakang .)

Anda mungkin juga menyukai