Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN FILSAFAT ILMU

SEJARAH LAHIRNYA FILSAFAT

DAN FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN

Disusun oleh
KELOMPOK 1

Nama : 1. Zainal Abidin (12030117420103)


2. Novi Handayani (12030117420077)
3. Nita Ayu Lestari (12030117420085)
4. Milawati (12030117420089)
5. Kanina Anindita (12030117420098)
Magister : Akuntansi B
Fakultas : Ekonomika dan Bisnis

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG


Jl. Hayam Wuruk No. 5 Telp. ( 024 ) 8452274, 8452273 Semarang 50241

Website : http://www.maksi.feb.undip.ac.id

Email : maksi@undip.ac.id

Tahun Akademik 2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan
anugerah-Nya kepada kita semua. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan mata
kuliah Filsafat Ilmu ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam juga tidak lupa tercurah
kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Laporan ini akan membahas pokok bahasan dalam filsafat ilmu yaitu sejarah
lahirnya filsafat dan filsafat di abad pertengahan. Tujuan laporan ini disusun adalah
mahasiswa mampu mencari alternatif pemecahan masalah filsafat ilmu lebih luas dan
mendalam, melatih mahasiswa dalam berpikir aktif, aspiratif dan secara kritis.

Kami sebagai penyusun memohan maaf apabila dalam penyusunan laporan ini
terdapat kesalahan. Kami juga menyadari bahwa laporan ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, kami membuka saran dan kritiknya dari berbagai pihak demi
sempurnanya laporan ini. Kami sangat menghargai saran dan kritik yang dapat
membangun dalam penyusunan buku laporan untuk selanjutnya yang lebih baik. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat berguna di kemudian hari. Atas
perhatian dan masukannya kami ucapkan terima kasih.

Semarang, 13 Mei 2018

PENYUSUN

ii
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3


Sejarah Lahirnya Filsafat
2.1 Masa Pra-Socrates: Filsafat Alam ............................................................. 3
1. Thales (624 – 545 SM) ....................................................................... 3
2. Anaximander (610 – 546 SM) ............................................................ 3
3. Anaximenes (585 – 528 SM) .............................................................. 4
4. Pythagoras (582 – 496 SM) ................................................................ 4
5. Parmenides (540 – 475 SM) ............................................................... 5
6. Heraklitos (535 – 480 SM) ................................................................. 6
7. Zeno (+ 490 SM) ................................................................................ 6
8. Empedocles (492 – 432 SM) .............................................................. 7
9. Anaxagoras (499 – 428 SM)............................................................... 8
10. Democritos ( 460 – 370 SM) .............................................................. 9
2.2 Zaman Keemasan ...................................................................................... 10
1. Socrates (470 – 399 SM) .................................................................... 10
2. Plato (427 – 347 SM) ......................................................................... 15
3. Aristoteles (384 – 322 SM) ................................................................ 27

Filsafat Abad Pertengahan


2.3 Periode Filsafat Skolastik Islam (Arab)..................................................... 40
1. Periode Kalam Pertama ...................................................................... 40
2. Periode Filsafat Pertama ..................................................................... 41
3. Periode Kalam Kedua ......................................................................... 41
4. Periode Filsafat Kedua........................................................................ 41
5. Periode Kebangkitan........................................................................... 42

iii
2.4 Periode Filsafat Skolastik Kristen ............................................................. 42
1. Masa Skolastik Awal (Abad 9-12 M) ................................................. 43
2. Masa Skolastik Keemasan .................................................................. 44
3. Masa Skolastik Akhir ......................................................................... 45
2.5 Skolastik Thomas Aquinas (1225 – 1274) ................................................ 46

BAB III KESIMPULAN............................................................................................... 48

BAB IV DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 49

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tempat filsafat yunani adalah asia kecil, dan filsuf-filsuf pertama yunani
berasal dari Ionia. Herodotus berpendapat bahwa agama dan kebudayaan Yunani
berasal dari Mesir. Menurut Coppleston sulitlah untuk menjelaskan bahwa para
saudagar Mesir mengekspor pemikiran Mesir ke Yunani. Dan menurut Burnet, Mesir
tidak memiliki filsafat, sebab itu pendapat bahwa filsafat Yunani berasal dari Mesir
sulit diterima. Jadi, filsafat yunani berasal dari yunani sendiri yakni Ionia.
Tapi kenyataan bahwa filsafat yunani berkaitan erat dengan matematika.
Coppleston berpendapat memang ada kemungkinan besar bahwa matematika yunani
dipengaruhi Mesir dan astronomi Yunani dipengaruhi Babylon, sebab ilmu
pengetahuan dan filsafat Yunani mulai berkembang di daerah yang merupakan
pertemuan barat dan timur. Tapi tidak tepat kalau dikatakan bahwa matematika
ilmiah.
Matematika Mesir terdiri dari metode-metode empiris, kasar dan lengkap
untuk memperoleh hasil praktis. Geometri Mesir umumnya terdiri dari metode-
metode praktis untuk mengukur tanah setelah meluapnya sungai Nil. Tapi Mesir
tidak mengembangkan geometri ilmiah, Demikian juga astronomi Babylon,
sebetulnya merupakan astrologi, yakni ilmu nujum bintang. Sebaliknya orang
Yunani mengembangkannya menjadi ilmu astronomi ilmiah. Jadi, menurut
Coppleston, matematika dan astronomi Yunani lahir di Yunani sendiri.
Dengan demikian Yunani adalah tempat asal para pemikir dan ilmuan asli
Eropa. Orang Yunanilah yang pertama-tama mempelajari ilmu pengetahuan demi
ilmu pengetahuan itu sendiri. Mereka mempelajari ilmu pengetahuan dengan
semangat ilmiah, bebas dan tanpa prasangka. Hegel, filsuf terkenal Jerman,
berpendapat bahwa filsafat Yunani sepenuhnya dilakukan dengan semangat
kebebasan ilmiah. Filsafat abad pertengahan biasa disebut filsafat skolastik. Kata
tersebut berasal dari kata schuler yang memiliki arti “ajaran” atau “sekolahan”.
Pasalnya, sekolah yang diselenggarakan oleh Karel Agung mengajarkan apa yang
diistilahkannya sebagai artes liberales, meliputi mata pelajaran gramatika,
geometria, arithmatika, astronomia, musika, dan dialektika. Dialektika sekarang ini
disebut dengan logika dan kata skolastik menjadi istilah bagi filsafat abad 9-15 yang
mempunyai corak khusus yaitu filsafat yang dipengaruhi agama.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan filsafat pada zaman klasik ?
2. Bagaimana perkembangan filsafat zaman Socrates, Plato dan Aristoteles ?
3. Bagaimana filsafat pada abad pertengahan ?
4. Siapa saja filsuf muslim yang muncul pada abad pertengahan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan filsafat zaman klasik
2. Untuk mengetahui perkembangan filsafat zaman Socrates, Plato dan Aristoteles
3. Untuk mengetahui perkembangan ilmu filsafat pada abad pertengahan
4. Untuk mengetahui siapa saja filsuf muslim yang muncul pada abad pertengahan

2
BAB II

PEMBAHASAN

SEJARAH LAHIRNYA FILSAFAT


2.1 Masa Pra-Socrates: Filsafat Alam

Filsafat di masa Pra-Sokrates merupakan tahap pertama dalam filsafat Yunani.


Meskipun bukan merupakan filsafat murni, tetapi ia merupakan filsafat yang
sesungguhnya. Sebaliknya, filsafat Pra-Sokrates bukannya merupakan unit tertutup yang
tidak berhubungan dengan pemikiran filosofis sesudahnya, tapi merupakan persiapan
bagi periode sesudahnya. Meskipun Plato dan Aristoteles mengemukakan filsafat yang
brilian, keduanya tidak terlepas dari pengaruh filsafat pra-Sokrates. Plato misalnya,
sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Heracleitos, para filsuf Elea dan
Pythagoreanisme. Adapun filsuf-filsuf yang hidup sebelum masa Sokrates adalah:

1. Thales (624-545 SM)


Dalam sejarah filsafat Thales dijuluki sebagai filsuf Yunani pertama. Dia
dalah satu dari tujuh orang bijak di zamannya (bersama Bias dari Priene, Pittakos
dari Mytilene, Soloon dari Athena, Kleouboulous dari Lindos, Khilon dari Sparta,
dan Priandros dari Korinthos). Thales adalah filsuf dan ilmuwan praktis.
Sebagai filsuf Thales dan Miletus berusaha menjawab pertanyaan: apa
asal usul segala sesuatu? Menurut Thales, bahan dasar dari segala kehidupan
adalah air. Itu merupakan kesimpulan setelah ia mengamati dominasi peran air di
alam dan kehidupan manusia. Seperti dikatakan Aristoteles, Thales dari hari ke
hari mengamati bahwa kabut memberi kehidupan bagi segala sesuatu. Bahkan
panas itu sendiri berasal dari kelembaban.
Dia juga mengamati bahwa segala macam benih mempunyai kodrat
kelembaban, dan air merupakan asal dari hakekat benda-benda yang lembab.
Thales mungkin juga dipengaruhi oleh teologi-teologi kuno, di mana air
merupakan obyek komando di kalangan dewa-dewi.

2. Anaximander (610-546 SM)


Anaximander juga seorang ilmuwan. Konon, menurut Theophrastus, dia
membuat sebuah peta, yang mungkin digunakan oleh para pelaut Milesia ke laut
hitam. Menurut Theophrastus, Anaximander adalah rekan sejawat Thales, dan

3
nampaknya lebih muda. Di samping kegiatan ilmiahnya, dia juga mencari
jawaban atas pertanyaan sama yang menggugah Thales. Tapi menurut dia, prinsip
pertama dan utama itu tidak mungkin air seperti yang dikatakan Thales.
Berbeda dengan Thales, ia berpendapat bahwa permulaan yang pertama
tidaklah bisa ditentukan (apeiron) karena tidak memiliki sifat-sifat zat yang ada
sekarang. Ia mengatakan bahwa segala hal berasal dari substansi asali, namun
substansi itu bukan air seperti yang diyakini Thales, melainkan substansi itu “tak
terbatas”, abadi dan tak mengenal usia serta melingkupi seluruh dunia.
Anaximander mengajarkan bahwa bumi bukan berbentuk piringan (disc)
tapi silinder pendek. Kehidupan berasal dari laut, dan melalui adaptasi dengan
lingkungan bentuk-bentuk hewan yang sekarang berevolusi. Tentang asal usul
manusia Anaximander mengatakan bahwa pada mulanya manusia dilahirkan dari
hewan-hewan spesies lain. Hewan-hewan lain, cepat menemukan makanan bagi
diri mereka sendiri, tapi manusia sendiri membutuhkan waktu yang panjang
untuk menjadi dewasa. Tapi dia tak dapat menjelaskan bagaimana manusia bisa
hidup dalam tahap transisi. Jadi, doktrin Anaximander merupakan suatu langkah
maju dibandingkan Thales. Dia tidak menunjuk unsur tertentu, tapi konsep to
apeiron, yakni substansi tak terbatas.

3. Anaximenes (585-528 SM)


Menurut Anaximenes, prinsip dasar segala sesuatu adalah udara. Sebab,
udaralah yang meliputi seluruh alam dan udara pula yang menjadi dasar hidup
bagi manusia yang amat diperlukan untuk bernafas. Baginya, jiwa adalah udara,
api adalah udara yang encer, jika dipadatkan udara akan menjadi air, dan jika
dipadatkan lagi menjadi tanah dan akhirnya menjadi batu.
Udara tak dapat dibagi, tetapi dapat kelihatan dalam proses kondensasi
dan perengangan. Ketika udara menjadi renggang (rarefaction), ia menjadi lebih
panas, dan cenderung terbakar menjadi api. Sebaliknya, kalau terjadi kondensasi,
ia menjadi lebih dingin dan menjadi keras. Maka udara berada di antara cincin
nyala dan kedinginan, dengan massa kelembaban di dalamnya.

4. Pythagoras (582-496SM)
Pythagoras adalah matematikawan dan filsuf Yunani yang paling dikenal
melalui teoremanya. Pythagoras mendirikan sebuah tarekat keagamaan di Kroton,
Italia selatan, pada paruh kedua abad 6 SM. Pythagoras sendiri dilahirkan di

4
Samos, masih daerah Ionia. Iamblicus, salah satu sumber untuk mengetahui
Pythagoras, menyebut Pythagoras antara lain sebagai “pemimpin dan bapak
filsafat Ilahi”. Tapi kisah kehidupan Pythagoras seperti yang ditulis Iamblicus,
porphyries, dan Diogenes Laertius dinilai sebagai roman dan bukan catatan
sejarah.
Ajaran tentang bilangan merupakan ajaran Pythagoras yang penting. Tapi,
di pihak lain filsafat methematico-metafisik ini sngat sulit dipahami. Yang
penting, Pythagoras dan para pengikutnya sangat terobsesi dengan matematika.
Sampai-sampai dikatakan bahwa Tuhan itu seorang ahli matematika.
Menurut Pythagoras, bahwa segala seuatu di dunia berhubungan dengan
matematika, dan merasa bahwa segalanya dapat diprediksi dan diukur dalam
siklus beritme. Menurut dia, dasar segala sesuatunya ialah bilangan. Sehingga
semua benda dapat dihitung dengan angka, dan kita dapat mengekspresikan
banyak hal dengan angka-angka. Pythagoras adalah ahli ilmu pasti dan ahli
musik. Seperti halnya harmoni musik bergantung pada angka, maka harmoni
jagad raya juga bergantung pada angka. Bahkan menurut Pythagoras, benda-
benda adalah angka-angka (things are numbers).
Menurut Pythagoreanisme, pusat jagad raya adalah api (Hestia). Di
sekeliling api itu beredar kontra bumi (antikhton), bumi, bulan, matahari dan
planet lainnya dan akhirnya langit dengan bintang-bintang tetap.
Pythagoreanisme berpandangan bahwa seluruh langit merupakan suatu tangga
nada musik serta bilangan. Ketika mengelilingi api sentral tiap benda langit
mengeluarkan bunyi yang sesuai dengan tangga nada. Telinga kita sudah terbiasa
dengan musik itu, sehinga kita tak mendengarnya lagi. Dikisahkan bahwa
Pythagoras sendiri telah mendengar musik jagad raya itu.

5. Parmenides (540-475 SM)


Parmenides lahir pada 540 SM di Elea, Italia Selatan. Di kota
kelahirannya ia dikenal sebagai orang besar yang ahli dalam bidang politik dan
pernah mengaku jabatan dalam pemerintahan. Meski begitu, ia lebih dikenal
bukan karena jabatannya, tapi karena sebagai ahli pikir yang melebihi siapapun
pada masanya.
Parmenides membagi pengetahuan manusia menjadi dua, yaitu
pengetahuan indra dan pengetahuan budi. Pengetahuan indra adalah pengetahuan

5
yang diperoleh manusia dengan pengamatannya terhadap realitas materi.
Pengetahuan yang diperoleh melalui indra didasarkan pada perubahan gerak
(menjadi). Sementara pengetahuan budi adalah pengetahuan yang dapat dipercaya
dan karena perolehannya didasarkan pada sesuatu yang tetap. Kenyataan yang
benar hanya dapat diketahui dengan akal, bukan dengan pengamatan indra.

6. Heraklitos (535-480 SM)


Heraklitos lahir di kota Ephesos. Ia termasuk seorang filsuf Yunani kuno
pra Socrates. Dia mempunyai pandangan sendiri yang berlainan dari pendirian
filsuf-filsuf sebelumnya, ia juga terpengaruh oleh filosof alan di Miletos. Pokok
pikiran filsafatnya yang sangat terkenal berkaitan dengan alam semesta adalah
segala sesuatu berasal dari api. Api berubah terus, api adalah hal yang chaotis.
Menurut Heraklitos, segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti berubah.
Tidak ada sesuatu yang tetap, semuanya dalam keadaan menjadi arche yang
segala sesuatu berasal dari api. Sifat dasar api adalah terus berubah, terus
bergerak, dan tidak tetap. Karena itu, yang menjadi sebab asal mula segala
sesuatu ini adalah gerak, perubahan dan menjadi itu semuanya itu lewat dan tidak
ada yang tetap. Pendapat ini dirumuskan dengan istilah panta rhei, “semua
mengalir”. Karena itu, filsafat Heraklitos disebut menjadi tidak ada sesuatu pun
yang betul-betul berada, sebab semuanya “menjadi”.

7. Zeno (+ 490 SM)


Zeno lahir pada 490 SM di Elea. la menjadi terkenal karena ketangkasan
perkataan dan ketajaman pikirannya. Zeno termasuk salah seorang dari murid
Parmenides. la mempertahankan filsafat gurunya tidak dengan menyambung
keterangan atau menambahkannya, melainkan dengan mengembalikan
keterangan terhadap dalil-dalil orang-orang yang membantah pendapat gurunya.
la mengatakan bahwa jika keterangan orang yang rnembantah dinyatakan salah,
maka pendirian gurunya benar dengan sendirinya. Zeno mempertahankan benar
kesatuan ada ini dan mengingkari benar gerak. Gerak itu tidak ada, tidak
mungkin, dan hanyalah khayalan. Zeno mencontohkan dengan bukti-bukti:
a Jika sekiranya terdapat gerak, Achilles (seorang jago lari dalam dongeng
Yunani), yang menpunyai lari cepat seperti kilat, tidak bisa mengejar penyu,
yang begitu lambat jalannya. Sebab, apabila ia tiba di tempat penyu tadi, ia

6
sudah maju Iagi sedikit ke muka. Jadi, Acchilles tidak pernah dapat mengejar
kura-kura.
b Anak panah yang dipanahkan dari busurnya tidak bergerak, tetapi berhenti.
Sebab setiap saat ia berada pada satu tempat. Ada pada satu tempat sama
artinya dengan berhenti. Anak panah itu sekarang ini ada di sini, di situ, dan
kemudian di sana. ladi bukan geraknya yang ada, melainkan yang merupakan
realitas ialah ada-nya.
c Setengah waktu sama dengan sepenuh waktu. Sebab, suatu barang yang
bergerak terhadap suatu badan, melalui panjang badan itu dalam setengah
waktu atau sepenuh waktu. Dalam sepenuh waktu, apabila badan itu tidak
bergerak. Dalam setengah waktu, apakah ia bergerak dengan sama cepatnya
ke arah yang bertentangan.
Pada waktu sesudah para filsuf Elea iniș filsafat tetap ditempatkan dalam satu
pilihan yang sulit, seperti yang dihadapi oleh Parmenides: apakah kenyataan
itu berada dalam "ada" yang tak berubah, atau berada dalam gejala-gejala
yang terus-menerus berubah itu. Semua ahli pikir yang ditempatkan di antara
Parmenides dan Socrates harus dilihat dalam terang pemilihan yang sulit ini.
Para ahli pikir itu adalah Empedocles, Democritos, dan Anaxagoras.

8. Empedocles (492-432 SM)


Empedocles lahir di Acragas. di pesisir selatan Sisilia.
Empedocles dikenal sebagai politisi demokrat sekaligus sosok yang
mengaku sebagai dewa. Sebab, ia konon adalah sosok paduan antara filsuf, nabi,
ilmuwan, dan dukun yang ada pada sosok Pythagoras. Hasil karyanya dituangkan
dalam bentuk syair: mengenai alam, penyucian, atau pemikiran-pemikiran yang
bersifat mistis keagamaan. la setuju dengan pendapat Parmenides, bahwa di
dalam alam semesta tiada sesuatu pun yang dilahirkan sebagai hal yang baru dan
dapat dibinasakan sehingga tiada Iagi. Tetapi, di sisi lain ia menentang pendapat
Parmenides, bahwa kesaksian indra adalah palsu.
Memang, pengamatan indra menunjukkan hal yang jamak, yang berubah,
terapi bentuk bermacam-macam itu disebabkan oleh penggabungan dan
pemisahan keempat anasir yang menyusun segala kenyataan. Keempat anasir itu
ialah air, udara, api, dan tanah. Keempat anasir itu merupakan dasar terakhir dari
segala sesuatu.

7
Proses penggabungan dan pemisahan anasir-anasir tersebut diatur oleh dua
kekuatan yang saling berlawanan, yaitu cinta (filotes) dan benci (neikos). Cinta
mempunyai sifat menggabungkan, sedangkan benci menceraikan. Oleh
Empedocles, keduanya dipandang sebagai cairan halus yang meresapi semua
benda. Dengan demikian, segala sesuatu dipandang sebagai bersifat bendawi.
Teori pengenalan dan pengetahuan Empedocles juga didasarkan atas
hukum penggabungan tersebut: yang sama mengenal yang sama. Karena anasir
tanah yang ada pada manusia itulah maka manusia mengenal tanah, dan karena
anasir airlah ia mengenal air. Demikian seterusnya. Sedangkan dalam bukunya
yang kedua, tentang penyucian Empedocles mengajarkan tentang perpindahan
jiwa, dan caranyamembebaskan diri dari penjara ragawi/bendawi, yaitu
dengan menyucikan diri.

9. Anaxagoras (499 - 428 SM)


Anaxagoras lahir di Clazomenae, Ionia kira-kira tahun 499 SM. la banyak
melewatkan hidupnya di Athena dan Pericles. Meski bobot pemikiran filsafatnya
tidak setara dengan Pythagoras, Heraklitos atau Parmenides, filsuf Anaxagoras
bagaimanapun juga memiliki arti historis yang penting dan perlu diapresiasi.
Sebab, ia termasuk penganut tradisi ilmiah dan rasionalis Ionia. Dialah orang
pertama yang memperkenalkan filsafat ke negeri Athena dan yang mula- mula
berpendapat bahwa ruh adalah penyebab utama terjadinya perubahan-perubahan
fisik.
Ajaran filsafatnya menyerupai Empedocles. Bedanya terletak pada anasir-
anasir yang tidak hanya empat, seperti dalarn ajaran Empedocles, melainkan tidak
terhitung bilangannya. Anasir-anasir itu terdiri dari amat banyak biji (spermata)
yang berjenis-jenis sifatnya. Segala sesuatu tersusun dari benih-benih atau anasir-
anasir itu.
Pokok penting dari ajaran Anaxagoras adalah teorinya tentang nous (ruh,
akal). Ruh ini terpisah dari segala sesuatu, tidak bercarnpur dengan benih-benih.
Ruh adalah yang terhalus dan tersempurna dari segala sesuatu. Sekalipun
demikian kekuatannya melebihi segala sesuatu. Oleh karena itu, ruh menguasai
segala sesuatu yang berjiwa. Semula benih-benih menciptakan suatu kekacauan,
tetapi kemudian ruh menyebabkan adanya suatu gerak dunia dalam kekacauan
yang asali itu, sehingga terpisahlah benih-benih tadi dan timbul suatu tata-tertib.

8
Ruh bagi Anaxagoras merupakan kekuatan pengendali segala sesuatu
yang hidup, sifatnya tak terbatas dan mandiri serta tidak tercampur apa pun. Ruh
merupakan sumber gerak. la penyebab terjadinya rotasi. Dalam hal inilah,
Anaxagoras memiliki arti penting dalam khazanah ilmu pengetahuan. Memang
Anaxagoras bukan sosok pemikir yang masuk peringkat pertama, narnun ia
memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan khazanah pemikiran filsafat di
Athena. Sebab, Anaxagoras adalah orang pertama pembawa pemikiran filsafat ke
negeri itu dan turut serta memengaruhi pemikir- pemikir besar Yunani, termasuk
Socrates dan pengikutnya.
Hesiod, seorang penyair Yunani, pernah melontarkan pernyataan bahwa
chaos (kekacauan) adalah yang mencipatakan bumi, lalu langit, dan segala
sesuatu kemudian dilahirkan dari pasangan langit-bumi. Pernyataan ini ditulis
ulang oleh Anaxagoras bahwa pada mulanya segala sesuatu dalam keadaan
kacau, kemudian pikiran datang dan meredakannya sehingga berubah menjadi
teratur. Pikiran sebagai unsur pereda kekacauan ini melahirkan pertanyaan
lanjutan, apakah materi alam semesta dilahirkan oleh pikiran, atau ia yang
melahirkan pikiran? Pikiran yang dimaksud pada saat itu adalah Tuhan.
Yaitu gagasan yang menciptakan pikiran seseorang, yang menciptakan dunia dari
kekacauan pengalaman. Pertanyaan Anaxagoras ini kemudian menjadi inti
pertanyaan bagi filsafat idealisme.

10. Democritos (460-370 SM)


Pemikiran Democritos dibanding pemikir lain lebih sulit dilacak, sebab
banyak orang sudah melupakan pemikirannya sehingga agak sulit menemukan
karya-karyanya. Namun demikian, masih ada beberapa informasi mengenai tokoh
ini, antara lain ia konon pernah mengadakan perjalanan ke Mesir, Babilonia,
Persia hingga ke Athena.
Democritos mengajarkan bahwa kenyataan bukan hanya satu saja,
melainkan terdiri dari banyak unsur. Unsur-unsur itu ia sebut sebagai atomos "tak
terbagi". Atomos (atom) ini tidak dapat dibeda- bedakan karena sifatnya, semua
atom adalah sama. Jumlah atom tidaklah terbilang. Setiap atom tidak dijadikan,
tidak termusnah kan, dan tidak berubah. Democritos juga membcdakzn adanya
dua pengetahuan, yaiw pengetahuan indra yang kelima, dag pengetahuan budi
yang bazaar. Ada dua jenis pengetahuan, katanya, pengetahuan yang seb-enamya

9
dan yang tidal-t sebenamya. Adapun yang tidal-t sebenarnya ialah pcnglihatan,
pencimnan, dan rasa.
Dari uraian tentang para tokoh likafat alam dan pernikirmv nya, temtama
pemikiran tentang “arcbe” (asal mula segala scsuam), mcnyisakan problem yang
belum cerjamb set-am mntas. Konflik pemikiran antara Heraklitos dan
Patmenides tentang mmjadi dan 4J4, antara pengetahuan indra dan pengetahuan
budi, belum ada penyelesainnya. Bagaimana bentuk kompromi atau sintcsis dati
polemik tersebut, para filsuf berikut akan memberikan jawabannya.

2.2 Zaman Keemasan: Socrates, Plato, dan Aristoteles


1. Socrates (470 SM 399 SM)
Socrates lahir di Athena sekitat 470 -399 SM . Ia merupakan generasi
pertama dari tiga ahli Elsafat besat dari Yunani, yaitu Socrates, Plato, dan
AriStotels. Socrates juga dikenal sebagai salah satu figur tradisi filosofis Batat
yang paling penting yang mengajar Plato, dan Plato pada gilirannya juga
mengajar Aristoteles. Mengenai riwayat hidup Socrates, sebetulnya secata jelas
tidal-t banyak diketahui. Namun begitu, banyak ahli filsafat menemukan
biografinya melalui sumber utama betkenaan dengan dirinya. Yang diperoleh dari
tulisan Aristophanes, Xenophon, Plato, dan Aristoteles. Merekalah murid
sekaligus sahabat Socrates. Socrates sendiri hanya meninggalkan tulisan,
sedangkan keterangan tentang dirinya diceritakan oleh para muridnya. Yang
paling banyak menulis tentang Socrates adalah Plato, itu pun dalam bentuk
dialog-dialog.
Seperti halnya kaum sophis, Socrates mengarahkan perhatian-nya kepada
manusia sebagai objek pemikiran filsafatnya. Tetapi, Socrates berbeda dengan
kaum sophis, yang setiap mengajarkan pengetahuannya selalu memungut
bayaran. Socrates tidak pernah memungut bayaran kepada murid-muridnya.
Sayangnya, ia kemudian oleh kaum "sophis" sendiri dituduh memberikan ajaran
barunya, merusak moral para pemuda, dan menentang kepercaya-an negara.
Sebutan "sophis" berarti sarjana atau cendekiawan. Pada abad ke-4 SM
para sarjana atau cendekiawan tidak lagi disebut "sophis", tetapi filosofos, filsuf.
Sedangkan sebutan "sophis" dikenakan kepada guru yang berkeliling dari kota ke
kota untuk mengajar. Pada perkembangan selanjutnya, sebutan "sophis" menjadi
sebutan yang tidak harum lagi, karena kaum sophis nienjajakan ilmunya untuk

10
suatu bayaran. Para guru sophis yang berkeliling itu meminta imbalan uang dari
para muridnya yang diajar.
Peran Socrates dalam mendobrak pengetahuan itu meniru ibunya yang
bekerja sebagai seorang bidan dalam upaya menoiong kelahiran bayi. Bedanya, ia
berperan sebagai bidan pengetahuan. Teknik dalarn upaya menoiong kelahiran
(bayi) pengetahuan itu disebut majeutike (kebidanan), yaitu dengan cara
mengamat-amati hal-hal yang konkret dan yang beragam coraknya tetapi pada
jenis yang sama. Kemudian unsur-unsur yang berbeda itu dihilangkan hingga
tinggallah unsur yang sama dan bersifat umum. Itulah pengetahu¬an sejati.
Pengetahuan sejati atau pengertian sejati sangat penting dalam mencapai
keutamaan moral. Barangsiapa yang mempunyai pengertian sejati berarti
memiliki kebajikan atau keutamaan moral berarti pula memiliki kesempurnaan
manusia sebagai manusia.
Socrates, dengan pemikiran filsafatnya, selalu berusaha untuk menyelidiki
manusia secara keseluruhan, yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan
ruhaniah. Menurutnya, kedua hal itu tidak dapat dipisahkan, dan karena dengan
keterkaitan kedua hal itulah banyak nilai yang dihasilkan. Kaum sophis
membawa perubahan terhadap corak pemikiran filsafati yang semula terarah pada
kosmos (alam semesta) menjadi coralc berpikir filsafati yang terarah pada teori
pengetahuan dan etika. Kekacauan filsafat mulai timbui pada saat kaum sophis
memberikan kriteria yang berbeda tentang dasar-dasar teori pengetahuan dan
etika. Mereka tidak memiliki kesepakatan tentang dasar-dasar umum yang
berlaku bagi kedua teori tersebut. Mereka hanya mencapai kata sepakat mengenai
satu hal, yaitu kebenaran yang sesungguhnya tidak mungkin dapat tercapai,
segala sesuatu hanya bersifat nisbi. Oleh karena itu, harus diragukan
kebenarannya (skeptisisme).
Dalam kasus situasi yang kacau atau krisis itulah Socrates tampil untuk
menghadapi pengaruh kaum sophis. Metode yang dipakai Socrates untuk
menghadapi kelihaian silat lidah kaum sophis itu dikenal sebagai metode
dialektik-kritis (dialektika). Proses dialektik di sini mengandung arti "dialog
antara dua pendirian yang bertentangan" atau juga merupakan perkembangan
pemikiran dengan memakai pertemuan antar-ide. Sedangkan sikap kritis itu
berarti Socrates tidak mau menerima begitu saja sesuatu pengertian dari orang
yang dianggapnya ahli dalam bidang tersebut.
11
Socrates selalu menuntut argumentasi tentang kemampuan para ahli untuk
mempertanggungjawabkan pengetahuan dengan alasan yang benar. Maka, ide
yang telah teruji akan diterimanya sebagai pengetahuan yang benar manakala
sudah dilakukan pengujian lebih lanjut melalui cara perbandingan. Dengan
memakai metode dialektik-kritis ini Socrates berhasil mengalahkan kaum sophis
dalam banyak perdebatan yang mereka lakukan. Di sini kita melihat tujuan utama
Socrates adalah menjernihkan berbagai pengertian yang selama ini dikacaukan
oleh kaum sophis. Dengan kata lain, metode dialektik-kritis yang dipakai Socrates
itu dimaksudkan untuk menyembuhkan kekacauan yang terjadi dalam arena
filsafat yang ditimbulkan oleh kaum sophis pada masa itu.
Di masa hidupnya, Socrates pernah berprofesi sebagai tukang bangunan
untuk mencukupi keperluan hidupnya. Secara fisik, Socrates memiliki
penampilan tubuh pendek dan kurang tampan, tetapi karena pesona, karakter dan
kepandaiannya ia dapat membuat para aristokrat muda Athena saat itu kagum dan
akhirnya berinisiatif untuk membentuk kelornpok belajar kepadanya. Metode
pembelajar-an Socrates bukanlah dengan cara menjelaskan, melainkan dengan
cara mengajukan pertanyaan, menunjukkan kesalahan logika dari jawaban, serta
dengan menanyakan lebih jauh lagi, sehingga para siswanya terlatih untuk
mampu memperjelas ide-ide mereka sendiri dan dapat mendefinisikan konsep-
konsep yang mereka maksud dengan detail. Socrates sendiri tidak pernah
diketahui menuliskan buah pikirannya. Kebanyakan yang kita ketahui mengenai
buah pikiran Socrates berasal dari catatan Plato, Xenophone, dan siswa-siswa
lainnya.
Kehidupan Socrates berada di tengah-tengah keruntuhan imperium
Athena. Tahun terakhir hidupnya sempat menyaksikan keruntuhan Athena oleh
kehancuran orang-orang oligarki dan orang-orang demokratis. Di sekitarnya
dasar-dasar lama remuk, kekuasaan jahat mengganti keadilan disertai munculnya
penguasa-penguasa politik yang sombong dibandingkan dengan sebelumnya.
Masyarakat Athena pada masa itu dipimpin oleh doktrin relativisnie dari kaum
sophis. Sedangkan, Socrates adalah seorang penganut yang absolut dan meyakini
bahwa menegakkan moral merupakan tugas filosof, yang berdasarkan idea-idea
rasional dan keahlian dalam pengetahu-an. Menurut Socrates, ada kebenaran
objektif yang tidak bergantung pada saya atau pada kita. Ini memang pusat
permasalahan yang dihadapi oleh Socrates. Untuk membuktikan adanya
12
kebenaran yang objektif, ia menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat
praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Ia menganali-sis
pendapat-pandapat. Setiap orang yang mempunyai pendapat bisa salah dan benar,
tergantung pada pengujian rasionya.
a) Pengaruh Pemikiran Filsafat
Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah
metode penyelidikannya yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak
diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates
dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, bahkan juga
filsafat secara umum. Salah satu catatan Plato yang terkenal adalah Dialogue,
yang isinya berupa percakapan antara dua orang pria tentang berbagai topik
filsafat. Socrates percaya bahwa manusia ada untuk suatu tujuan, dan bahwa
salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan
hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya.
Sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam
berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socrates percaya bahwa kebaikan
berasal dari pengetahuan diri, dan manusia pada dasarnya adalah jujur, dan
kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang menibebani
kondisi seseorang. Pepatahnya yang terkenal: "Kenalilah dirimu". Socrates
percaya bahwa pemerimahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang
bijak, yang dipersiapkan dengan baik, dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk
masyarakat. la juga dikenang karena menjelaskan gagasan sistematis bagi
pembelajaran mengenai keseimbangan alam lingkungan, yang kemudian akan
mengarah pada perkembangan metode ilmu pengetahuan.

b) Pemikiran Politik Socrates


Pemikiran politiknya berawal di Yunani kuno. Pikirafv Yunani secara
sistematis menyelidiki watak dan jalannya institusi politik. Dalam rekaman
sejarah, tercatat muncul suatu pola konsepsi sosial politik yang mendasar
dalam warisan kebudayaan dan intelektual Barat. Ide demokratis pun telah
muncul di sana. Di Yunani kuno pula problem-problem manusia dan negara
pertama kali diangkat ke permukaan, termasuk di era Socrates.
Doktrin politik Socrates bahwa "kebijakan adalah pengetahuan"
merupakan dasar bagi pemikiran politiknya mengenai negara. Inilah salah

13
satu pandangan politik Socrates yang amat penting dan belakangan
berpengaruh pada pandangan politik muridnya, Plato. Meski Socrates tak
menulis banyak hal berkaitan dengan pandangan-pandangan politiknya,
informasi tersebut bisa diiacak dari beberapa murid dan lawan diskusinya.
Socrates mencurahkan perhatiannya dengan sungguh-sungguh pada
perkembangan metodologi atau model prosedural untuk mencapai kebenaran.
Baginya, prinsip politik juga mendasarkan pada etika yang ia simpulkan
kebajikan adalah pengetahuan. Mengenai kontribusinya yang lain,
Socrates mengajarkan bahwa terdapat prinsip-prinsip moralitas yang
tidak berubah dan universal yang terdapat pada hukum-hukum dan tradisi-
tradisi yang beragam di pelbagai belahan dunia ini. Dia menegaskan bahwa
norma-norma kebenaran itu bebas dari dan penting untuk opini individu.
Ketika para Sophis menyatakan bahwa hukum tidak lain kecuali konvensi
yang muncul demi kemaslahatan dan bahwa kebenaran adalah apa yang
dianggap benar individu. Socrates menjawab bahwa terdapat kerajaan alam
yang supra-manusiawi yang peraturannya mengikat seluruh rakyatnya.
Socrates mendasarkan pada hukum tersebut pada akal, konsepsi ini secara
formal menjadi bagian dari pemikiran filosofis.

c) Kematian Socrates
Dalam banyak hal, Socrates memiliki pandangan yang bertentangan
dengan kepercayaan umum masyarakat Yunani saat itu, yakni kepercayaan
pada kuil (oracle) dari dewa-dewa. Socrates percaya akan gagasan mengenai
gaya tunggal dan transenden yang ada di balik pergerakan alam ini.
Pandangan yang ia bawa tersebut akhirnya membuatnya dipenjara dengan
tuduhan merusak akhlak pemuda-pemuda Athena. Pengadilan dan cobaan
yang dialaminya digambarkan dalam catatan Apology oleh Plato, sedangkan
serangkai-an percakapannya dengan para siswanya ketika ia dipenjara
digambarkan dalam Phaedo, juga oleh Plato.
Bagaimanapun, Socrates dinyatakan bersalah dan ia ditawarkan untuk
bunuh diri dengan meminum racun. Penawaran tersebut diterimanya dengan
tenang. Meskipun para siswanya yang telah menjadi hakim, penjaga penjara,
tentara, dan profesi lainnya berulang kali membujuknya untuk melarikan diri,
Socrates tetap tidak mau. Socrates mengatakan, kalau saya melarikan diri

14
berarti ajaran saya salah. Saya lebih baik dihukum mati, tetapi ajaran
kebenaran yang telah saya sampaikan tetap hidup. Menurut Plato dalam buku
Phaedo, Socrates meninggal dengan tenang dan dikelilingi oleh kawan-kawan
dan murid-muridnyanya.
2. Plato (427 - 347 SM)
Plato lahir di Athena tahun 427 SM. la adalah murid sekaligus sahabat
diskusi Socrates. Selain dikenal sebagai murid Socrates dan gurunya Aristoteles,
Plato dikenal sebagai salah seorang filsuf Yunani yang sangat berpengaruh.
Karyanya yang paling terkenal adalah Republic (dalam bahasa Yunani: Politeia,
"negeri"). Dalam bukunya ini dia menguraikan garis besar pandangannya pada
keadaan "ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog.
Surnbangsih Plato yang terpenting tentu saja adalah gagasannya mengenai
ide. Meskipun begitu, bukan berarti yang lain tidak penting. Sebab, gagasan ide
berkait berkelindan dengan gagasan-gagasan Plato lainnya. Menurutnya, dunia
fana ini tidak lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Di dunia
ideal semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-
barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep4consep
pikiran, hasil buah intelektual.
Misalkan saja konsep mengenai "kebajikan" dan "kebenaran". Salah satu
perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua.
Dalam beberapa pemikirannya ia memperkuat pendapat gurunya dalam
menghadapi kaum sophisme. Sebagaimana Socrates, ia menggunakan metode
dialog untuk mengantarkan fitsafatnya. Namun kebenaran umum {definisi),
menurutnya, bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif sebagaimana cara
yang digunakan Socrates. Pengertian umum (definisi) menurut Plato sudah
tersedia di sana di alam idea.
Menurut pemikiran falsafahnya, dunia lahir adalah dunia pengalaman
yang selalu berubah-ubah dan warna-warni. Semua itu adalah bayangan dari
dunia idea. Sebagai bayangan, hakikatnya hanyalah tiruan dari yang asli yakni
idea. Karenanya, dunia pengalaman ini berubah-ubah dan bermacam-macam,
sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna dari idea yang sifatnya
bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia ini semua ada
contohnya yang ideal di dunia idea sana (dunia idea). Keadaan idea sendiri
bertingkat-tingkat. Tingkat idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, di bawahnya
15
idea jiwa dunia, yang menggerak-kan dunia. Berikutnya idea keindahan yang
menimbulkan seni, ilmu, pendidikan, dan politik.
Dengan demikian, jelaslah bahwa kebenaran umum itu memang sudah
ada, bukan dibuat melainkan sudah ada di dalam idea. Manusia dulu berada di
dunia idea bersama-sama dengan idea-idea lainnya dan mengenalinya. Jiwa
manusia di dunia nyata ini terkurung oleh tubtih sehingga kurang ingat lagi hal-
hal yang dulu pernah dikenalinya di dunia idea. Dengan kepekaan indranya,
terkadang hal-hal yang empirik menjadikan manusia teringat kembali apa yang
pernah dikenalinya dulu di dunia idea. Dengan kata lain, pengertian manusia yang
membentuk pengetahuan tidak lain adalah dari ingatan manusia tentang apa yang
pernah dikenalinya atau mengerti karena ingat.
Sebagai konsep dari pandangannya tentang dunia idea, dalam masalah
etika ia berpendapat bahwa orang yang berpengetahuan dengan pengertian yang
bermacam-macam sampai pengertian tentang ideanya dengan sendirinya akan
berbuat baik. Budi adalah tahu, siapa yang tahu akan yang baik, cinta kepada
idea, menuju kepada yang baik. Siapa yang hidup di dunia idea tidak akan
berbuat jahat.
a) Latar Belakang Kehidupan Plato
Plato adalah filsuf berpengaruh Yunani. la adalah murid Socrates yang sangat
pintar. Tempat dan tahun kelahiran Plato yang sesungguhnya tidak diketahui
dengan pasti. Ada yang mengatakan Plato lahir di Athena, ada juga yang
mengatakan ia lahir di Pulau Aegina. Demikian juga dengan tahun kelahirannya,
ada yang mengatakan ia lahir pada tahun 427 SM. Pastinya, Plato lahir dalam
keluarga Aristokrat Athena yang turun-temurun rnemiliki peranan yang sangat
penting dalam dunia politik di Athena.
Ayahnya bernama Ariston, seorang bangsawan keturunan Raja Kodrus, raja
terakhir Athena (yang hidup sekitar 1068 SM) yang sangat dikagumi rakyat
karena kecakapan dan kebijaksana-annya memerintah pada masa iru. Ibunya
bernama Periktione keturunan Solon, tokoh legendaris dan negarawan agung
Athena yang hidup sekitar seratus tahun lebih awal dari Periktione. Nama Plato
yang sebenarnya adalah Aristokles. Karena dahi dan bahunya yang amat lebar, ia
memperoleh julukan "Plato" dari seorang pelatih senamnya.
Plato dalam Bahasa Yunani berasal dari kata benda "platos" yang berarti
"kelebaran" atau lebar. Dengan demikian, nama "Plato" berarti "si lebar". Nama
16
itu begitu cepat popular, hingga kemudian menjadi nama resmi yang diabadikan
lewat seluruh karya-karyanya. Plato adalah pengikut Socrates yang taat dan yang
mempunyai pengaruh besar. Selain dikenal sebagai ahli pikir, ia juga dikenal
sebagai sastrawan. Tulisannya sangat banyak, sehingga keterangan tentang
dirinya pun dapat diperoleh dengan mudah. Pada usia 40 tahun ia mengunjungi
Italia dan Sicilia, untuk belajar ajaran Pythagoras. Di samping itu, ia juga punya
misi memengaru-hi Raja Dionysios I di kota Sirakus, Sicilia. Namun, ia gagal
total dan hampir saja dijual sebagai budak di pasar kota Aegina andaikata tidak
kebetulan dilihat dan ditebus oleh seorang temannya. Plato akhirnya kembali ke
Athena.
Di Athena, Plato mendirikan sekolah yang dinamakan Akademia, karena
berdekatan dengan kuil Akademos seorang pahlawan Athena. Ia memimpin
sekolah tersebut selama 40 tahun. Ia memberikan pengajaran secara baik dalam
bidang ilmu pengetahu-an dan filsafat, terutama bagi orang-orang yang akan
menjadi politikus.
Selama hidupnya, Plato rajin menulis. Hampir semua tulisan Plato berupa dialog;
dalam dialog itu umumnya Plato memakai Socrates untuk mengemukakan
pandangan-pandangannya. Seruua karya Plato, lebih dari 25 jumlahnya, masih
kita miliki. Yang paling terkenal adalah 10 buku (atau bab) yang memuat ajaran
Plato ten tang Politeia (negara). Tulisan-tulisan itu amat berpengaruh bagi
pemikiran Eropa selanjutnya.
Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia juga mencoba menyelesaikan
permasalahan lama: mana yang benar antara yang berubah-ubah atau yang tetap.
Mana yang benar antara pengetahuan yang lewat indra dengan pengetahuan yang
lewat akal. Pengetahu¬an yang diperoleh lewat indra disebutnya pengetahuan
indra atau pengetahuan pengalaman. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh
lewat akal disebut pengetahuan akal. Pengetahuan indra atau pengetahuan
pengalaman bersifat tidak tetap atau berubah-ubah, sedangkan pengetahuan akal
bersifat tetap atau tidak berubah-ubah.
Sebagai penyelesaian persoalan yang dihadapi Plato tersebut, ia
menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia, yaitu:
dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap, bermacam-macam dan berubah dan
dunia ide yang bersifat tetap, hanya satu macam yang tidak berubah. Dunia
pengalaman merupakan bayang-bayang dari dunia ide. Sedangkan dunia ide
17
merupakan dunia yang sesungguhnya, yaitu dunia realitas dan dunia inilah yang
menjadi "model" dunia pengalaman. Dengan demikian, dunia yang sesungguhnya
atau dunia realitas itu adalah dunia ide.
Tentang Tuhan, Plato mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah
bagi manusia yang tidak pantas apabila tidak mengetahuinya, yaitu:
➢ Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
➢ Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia.
➢ Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai peraturan menjadi
mempunyai peraturan.
Menurut Plato, di dalam negara yang ideal terdapat tiga golongan, yaitu:
➢ Golongan yang tertinggi, terdiri dari orang-orang yang memerintah (para
intelektual, para cendekiawan, para filsuf).
➢ Golongan pembantu, terdiri dari para prajurit, yang bertugas untuk menjaga
keamanan negara dan menjaga ketaatan para warganya.
➢ Golongan rakyat biasa, terdiri dari petani, pedagang, tukang, yang bertugas
untuk memikul ekonomi negara.
b) Sumber Filsafat Plato
Guru filsafat yang amat dikagumi, dihormati, dan dicintai Plato ialah
Socrates.Bagi Plato, Socrates adalah guru sekaligus sahabat. Karena itu, tak heran
jika hampir seluruh karya filsafat Plato menggunakan “metode sokratik", yaitu
metode yang dikembang-kan oleh Socrates yang dikenal dengan nama metode
dialektis, "elenkhus". Metode tersebut terwujud dalam suatu bentuk "tanya
jawab" atau dialog sebagai suatu upaya untuk meraih kebenaran dan pengetahuan.
Dari Socrateslah Plato mengenal nilai-nilai kesusilaan yang menjadi norma-
norma dalam diri dan kehidupan manusia dan etika saja lewat filsafat, untuk
kemudian digunakan-nya untuk mengetahui segala sesuatu dan menetapkan
hakikat dari segala sesuatu itu.
Tetapi pada sisi lain, Socrates tidak memberikan kontribusi langsung bagi
perkembangan teori politik Plato. la tertarik pada individu, dan secara insidental
memiliki ketertarikan pada negara sebagai lembaga politik. Secara tidak langsung
warisannya pada filsafat ada tiga: tegaknya pengujian realitas secara induktif,
formulasi doktrin bahwa kebaikan adalah pengetahuan, dan ajarannya bahwa ada
tahanan intelektual dan moral yang bisa ditemukan manusia.

18
Plato juga dipengaruhi oleh filsuf sebelumnya yang dikenal dengan filsuf
pra-sokratik. Sebelum Socrates, Plato telah belajar filsafat dari Kratilos. Kratilos
adalah murid dari Heraklitos, si gelap (Ho Skoteinas), yang meraih gelar
demikian itu karena pemikiran filsafatnya yang sulit dipahami. Selain itu, filsafat
Plato juga dipengaru¬hi oleh ajaran para sophis, walaupun lebih banyak secara
negatif, yakni merupakan kecaman terhadap pemikiran para sophis itu.
c) Dunia Ide
Seluruh filsafat Plato bertumpu pada ajaran tentang dunia ide. Karenanya,
ia dinobatkan sebagai pemikir idealisme, bukan realisme atau empirisme. Plato
percaya bahwa ide adalah realita yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada
dan dapat dikenal dengan pancaindra. Karena ide adalah realitas yang sebenarnya
atau keberadaan ada yang sesungguhnya, maka bagi Plato ide bukanlah sekadar
gagasan atau gambaran yang hampir berada di dalam pemikiran manusia.
Sebagai realitas yang sebenarnya, kata Plato, ide bersifat subjektif.
Keberadaan ide tidak bergantung pada daya pikir manusia; ide itu mandiri,
sempurna, abadi, dan tidak berubah-ubah. Untuk menjelaskan pikiran
filosofisnya, Plato rnembelah realitas menjadi dua. Pertama, dunia ide. Kedua,
dunia bayang-bayang atau jasmani.
Dunia ide adalah dunia kodrati, bersifat kekal dan abadi. Sementara dunia
bayang-bayang adalah penampakan, cerminan, copy, bayangan dari dunia ide.
Apabila dunia bayang-bayang atau jasmani musnah, maka di dunia ide sesuatu itu
masih ada. Pengetahuan di dunia ide tidak akan musnah dengan musnahnya dunia
jasmani. Pengetahuan di dunia ide akan tetap abadi selamanya.
Dengan membagi realitas menjadi dua ini, Plato berusaha
mempertemukan antara filsafat ada (Parmenides) dan filsafat menjadi
(Heraklitos). Ambil contoh pohon, misalnya. Melalui akal budi, ide . pohon itu
dapat dipahami, sedang melalui kesaksian indra, terdapat bermacam-macam jenis
dan bentuk pohon. Di dunia ide, hanya dikenal ide tentang pohon (satu dan tetap),
tetapi di dunia realitas, terdapat perbedaan, perubahan, dan perkembangan
bermacam-macam jenis pohon. Demikian halnya dengan manusia. Dalam dunia
jasmani, dikenal bermacam-macam jenis manusia, tetapi di dunia ide, hanya ada
satu, yaitu ide tentang manusia. Manusia sebagai makhluk jasmani, pasti akan
mati, dan karena itu musnah. Tetapi, di alam ide manusia akan tetap abadi.

19
d) Perumpamaan Gua
Untuk memahami filsafat tentang idea itu, kita dapat menggunakan
sebuah perumpamaan yang dapat ditemukan dalam buku ketujuh Politeia, yaitu
"perumpamaan tentang gua". Bayangkan sebuah gua yang di dalamnya terdapat
sekelompok tahanan yang tidak dapat memutarkan badan, duduk, menghadap
tembok belakang gua. Di belakang para tahanan itu, di antara mereka dan pintu
masuk, ada api besar. Di antara api dan tahanan (yang membelakangi mereka) ada
budak-budak yang membawa pelbagai benda, patung, dan Iain-lain. Yang dapat
dilihat oleh para tahanan hanyalah bayangan dari benda-benda itu. Karena itu,
mereka berpendapat bahwa bayang-bayang itu adalah realitas sesungguhnya. Ia
berpaling dan melihat benda-benda yang dibawa para budak dan api itu. Sesudah
ia keluar dari gua dan matanya membiasakan diri pada cahaya, ia melihat pohon,
rumah, dan dunia nyata di luar gua. Paling akhir ia memandang ke atas dan
melihat matahari yang menyinari semuanya. Akhirnya ia mengerti bahwa apa
yang dulunya dianggap realitas, ternyata hanyalah bayang-bayang dari benda-
benda yang sesungguhnya yang berada di luar gua. Namun, ketika ia kembali ke
dalam gua dan mengajak para tahanan lainnya untuk ikut keluar, mereka malah
marah dan tidak mau meninggalkan gua.
Dengan perumpamaan gua ini, Plato mau memperlihatkan bahwa apa
yang pada umumnya dianggap kebenaran masih jauh sekali dari kenyataan yang
sebenarnya, dan hanya kalau manusia berani membebaskan diri dari belenggu-
belenggunya dan keluar dari gua itulah ia akan sampai pada kenyataan yang
sesungguhnya. Bayang-bayang yang dilihat para tahanan itu adalah anggapan-
anggapan biasa manusia tentang dunia, atau lebih tepatnya kata-kata yang
mengungkapkannya. Patung dan benda-benda yang dibawa para budak adalah
alam indriawi (yang tecermin dalam kata-kata). Namun, benda dunia ini pun
belum merupakan realitas yang sebenarnya. Untuk sampai pada realitas yang
sebenarnya, kita harus keluar dari gua itu.
Apa realitas yang sebenarnya itu? Realitas sebenarnya bukan realitas
indriawi. Realitas indriawi hanyalafi cerminan realitas yang sebenarnya dalam
medium materi (semisal patung-patung merupakan duplikat dari yang nyata-nyata
ada). Realitas yang sebenarnya bersifat ruhani dan oleh Plato disebut Idea. Idea
itu bersifat abadi dan tak akan berubah, seperti halnya idea "manusia". Manusia
yang berwujud jasmani dan hidup di dunia ini merupakan cerminan dari dunia
20
ruhani. Manusia jasmani bisa mati kapan saja, tetapi hakikat manusia sebagai
makhluk ruhani tidak akan pernah mati. Dunia jasmani merupakan cerminan atau
copy dunia ruhani, dunia idea. Karena itu, kalau kita mau memahami kenyataan,
kita harus mengatasi dunia jasmani dan menjadi sanggup melihat idea-idea
sendiri. Manusia dapat menangkap idea-idea itu apabila ia berpikir melalui
konsep-konsep dan senantiasa berupaya mencari hakikat dari realitas yang
bersifat indriawi dan bendawi. Hakikat-hakikat itu akan menunjuk kepada idea-
idea yang abadi dan mendasari segala realitas itu.
Plato, dengan mengikuti Pythagoras, membagi manusia terdiri atas jiwa
dan badan. Badan adalah wadah (atau makam) jiwa. Realitas kita yang
sebenarnya adalah jiwa. Badan hanya bersifat sementara, tetapi jiwa adalah abadi.
Jiwa manusia sendiri merupakan sebuah idea dan sudah mempunyai eksistensi
sebelum turun ke dalam badan. Karena itu, melalui daya ingat {anamnesis)
manusia dapat memahami alam idea itu. Ia seakan-akan ingat kembali akan apa
yang dulunya dilihat sendiri. Idea-idea itulah yang dilihat manusia di luar gua.
Apabila orang yang keluar dari gua sudah membiasakan diri pada suasana
terang benderang di alam bebas, ia akhirnya menyadari bahwa apa pun yang
dilihatnya bisa dilihatnya karena disinan matahari. la mengangkat matanya ke
matahari. Dengan demikian, Plato menggambarkan puncak kesadaran filosofis:
itulah kesadaran bahwa idea-idea sendiri terarah pada satu idea baru yang
membuat semua idea itu diminati, yaitu Idea Yang Baik (The Idea of Good). Idea
Yang Baik adalah Sang Baik sendiri, Realitas Tertinggi. Sang Baik itu adalah
tujuan (telos) dari segala yang ada. Segala yang ada mempunyai dinamika batin,
dinamika hakiki mereka, menuju Sang Baik itu. Begitu pula manusia, dalam
batinnya ia tertarik kepada tujuannya yang paling tinggi, yaitu Idea Yang Baik
itu. Memandang idea Yang Baik merupakan kebahagiaannya yang tertinggi.
e) Pemikiran Politik Plato
Tidak ada penulis klasik yang lebih sering dikutip pemikiran-nya oleh
komentator politik modern daripada Plato. Pemikirannya masih memiliki
relevansi, elan vital dan sejalan dengan pemikiran kontemporer saat ini. Hal yang
penting untuk diketahui dari filsafat politik Plato adalah pemikiran dia tentang
negara. Etika politik yang banyak digaungkan oleh tokoh politik seperti Amien
Rais dengan highpoliticsnya., atau oleh akademisi Haryatmoko melalui bukunya
Etika Politik dan Kekuasaan (2003), ternyata Plato beberapa abad yang lalu
21
pernah melontar lebih dulu dengan menyatakan bahwa etika politik harus menjadi
bagian integral politik dan perlu dikedepankan. Menurutnya, dalam tiap-tiap
negara, segala golongan dan segala orang-orang adalah alat semata-mata untuk
kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan semuanya itulah yang menjadi tujuan
yang sebenarnya, dan itu pulalah yang menentukan nilai pembagian pekerjaan.
Dalam negara yang ideal itu golongan pengusaha menghasilkan, tetapi tidak
memerintah. Golongan penjaga melindungi, tetapi tidak memerintah. Golongan
cerdik pandai diberi makan dan dilindungi, dan mereka memerintah.
Ketiga macam budi yang dimiliki oleh masing-masing golongan, yakni
bijaksana, berani, dan menguasai diri, itu dapat menyelenggarakan dengan kerja
sama budi keempat bagi masyarakat, yaitu keadilan. Oleh karena negara ideal
bergantung kepada budi penduduknya, pendidikan menjadi urusan yang
terpenting bagi negara. Menurut Plato, pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun
ke atas menjadi urusan negara, supaya mereka terlepas dari pengaruh
orangtuanya. Dasar yang terutama bagi pendidikan anak-anak ialah gymnastic
(senam) dan musik, tetapi gymnastic didahulukan. Gymnastic menyehatkan
badan dan pikiran. Pendidikan harus menghasilkan manusia yang berani, yang
diperlukan bagi calon penjaga. Di sebelah itu diberikan pelajaran membaca,
menulis, dan berhitung seperlunya.
Dari umur 14 sampai 16 tahun, anak-anak diajarkan musik dan puisi serta
mengarang bersajak. Musik menanam perasaan yang halus dalam jiwa manusia,
budi yang halus. Karena musik, jiwa kenal akan harmoni dan irama. Keduanya
adalah landasan yang baik untuk menghidupkan rasa keadilan. Tetapi perlu
dicatat, dalam pendidikan musik harus dijauhkan lagu-lagu yang melemahkan
jiwa dan yang mudah menimbulkan nafsu buruk. Begitu juga tentang puisi. Puisi
yang merusak moral disingkirkan. Pendidikan musik dan gymnastic harus sama
dan seimbang.
Dari umur 16 sampai 18 tahun, anak-anak yang menjelang dewasa diberi
pelajaran matematika untuk mendidik jalan pikirannya. Selain itu, mereka juga
diajari dasar-dasar agama dan adab sopan, supaya di kalangan mereka tertanam
rasa persatuan. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat kalau ia
tidak percaya pada Tuhan. Seni yang memurnikan jiwa dan perasaan tertuju
kepada Yang Baik dan Yang Indah, diutamakan untuk diajarkan kepada mereka.
Pendidikan ini tidak saja menyempur-nakan pandangan agama, tetapi juga
22
mendidik dalam jiwa pemuda kesediaan berkurban dan keberanian menentang
maut. Sementara dari umur 18 sampai 20 tahun, pemuda mendapat didikan
militer.
Pada umur 20 tahun diadakan seleksi yang pertama. Murid-murid yang
maju dalam ujian itu mendapat didikan ilmiah yang mendalam dalam bentuk
yang lebih teratur. Pendidikan otak, jiwa, dan badan sama beratnya. Setelah
menerima pendidikan ini selama 10 tahun maka diadakan seleksi yang kedua,
yang syaratnya lebih berat dan caranya lebih teliti dari seleksi yang pertama.
Yang gagal dapat diterima sebagai pegawai negeri. Yang maju dan sedikit
jumlahnya meneruskan pelajarannya lima tahun lagi dan dididik dalam ilmu
pengetahuan tentang idea dan dialektika.
Setelah tamat pelajaran itu, mereka dapat memangku jabatan yang lebih
tinggi. Kalau mereka sudah 15 tahun bekerja dan mencapai umur 50 tahun,
mereka diterima masuk dalam pengalaman mereka dalam teori dan praktik sudah
dianggap cukup untuk melaksana-kan tugas yang tertinggi dalam negara:
menegakkan keadilan berdasarkan idea kebaikan. Seperti sudah dikemukakan
sebelumnya, bahwa penduduk negara dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
golongan teratas, tengah dan terbawah. Golongan yang teratas ialah golongan
yang memerintah, terdiri dari para filsuf. Mereka bertujuan membuat undang-
undang dan mengawasi pelaksanaan- nya dan mereka memegang kekuatan
tertinggi. Golongan ini harus memiliki budi kebijaksanaan.
Sebelum para filsuf menjadi penguasa, negeri-negeri sulit untuk
menghindar dari kejahatan-kejahatan. Golongan menengah adalah para pengawal
dan abdi negara. Tugas mereka adalah mempertahan-kan negara dari serangan
musuh dan menegakkan berlakunya undang-undang supaya dipatuhi semua
rakyat. Golongan ketiga adalah golongan terbawah atau rakyat pada umumnya.
Mereka adalah kelompok yang produktif dan harus pandai membawa diri.
Konsepsi untuk menciptakan suatu negara ideal merupakan implikasi
filosofis dan doktrinnya ten tang Idea. Tujuan hidup Plato dapat dilihat dari
obsesinya tentang wujud sebuah negara yang ideal, teratur serta mencakup di
dalam masyarakat yang berpendidikan. Pandangan negara ideal ini dicetuskan
oleh Plato setelah melihat sistem pemerintahan Athena di zamannya yang kurang
stabil disebabkan sering berganti-gantinya sistem Aristokrasi, Oligarki, maupun

23
Demokrasi yang cenderung kurang memberikan kebahagiaan bagi
masyarakatnya.
Menurut Plato, sistem pemerintahan haruslah didasari oleh idea yang
tertinggi yaitu Idea Kebaikan, kemauan untuk meiaksanakan itu tergantung pada
budi. Tujuan pemerintahan yang benar ialah mendidik warga negara mempunyai
budi yang hanya bersumber dari pengetahuan.Oleh karena itu, ilmu harus
berkuasa di dalam suatu negara. Itulah sebabnya Plato menyatakan bahwa
kesengsara-an dunia tidak akan berakhir sebelum filosof menjadi raja atau raja-
raja menjadi filosof. Kita, kata Plato, tidak dapat mengharap-kan negara menjadi
lebih baik apabila orang-orang yang berkuasa tidak berperilaku baik.
Oleh karena itu, negara harus bebas dari para penguasa dan para
pemimpin yang rakus dan jahat. Dalam negara ideal Plato, semua orang harus
hidup dengan moralitas yang baik dan terpuji. Apalagi mereka yang berkuasa dan
yang memerintah, bukan saja harus memiliki keempat kebajikan pokok yang
mengendalikan dan yang menuntun ketiga bagian jiwa mereka yang sebenai-nya
merupakan karakter dan sifat-sifat dasar dari moralitas yang baik dan terpuji itu.
Tetapi, mereka juga harus memiliki segala macam ilmu pengetahuan dan sanggup
berpikir secara filsafati yang akan mampu mengarahkan ide, pikiran dan, lebih
dari itu, ia mampu membawa mereka ke dalam pemahaman akan hakikat dari
segala sesuatu yang ada.
Dalam konteks semacam ini, hanya orang-orang yang sanggup berpikir
secara filsafati yang dapat disebut arif dan bijaksana serta hanya kepada orang-
orang yang demikian itulah segala macam urusan pemerintahan dipercayakan.
Hukum merupakan sebagian dari pengetahuan yang dimiliki oleh filsuf. Oleh
sebab itu, ia tidak tunduk pada hukum. Hukum memang baik bagi yang diperintah
sejauh ia dinilai baik oleh filsuf raja. Tetapi filsuf raja itu sendiri tidak boleh
diikat.dan terbelenggu oleh hukum dan undang-undang. Karena, filsuf raja adalah
orang bijaksana yang memiliki moralitas dan pengetahuan yang tinggi maka
tidaklah beralasan bagi seseorang untuk merasa khawatir bahwa pada suatu saat si
filsuf raja akan menyalahgunakan kebebasannya (abuse of power) terhadap
hukum tersebut.
Itulah sebabnya di dalam karya Republic tidak tampak adanya upaya Plato
untuk menyusun undang-undang tertulis. Sikap Plato yang demikian itu
merupakan akibat logis dari filsafatnya. Sebab, apabila pengetahuan yang
24
dinobatkan menjadi yang mulia, yang berada di atas takhta pemerintahan maka
segala sesuatu yang lain termasuk hukum haruslah turun kedudukan selaku
pembantu dari pihak yang berada di atas takhta itu. Menurut Plato, kebenaran
ilmu politik meskipun cukup subjektif periu dipelajari sebagai bahan
perbandingan atas ilmu-ilmu lainnya. Sebagian besar dari para filsuf rnemang
membahas filsafat politik. Tokoh utamanya adalah Plato, walaupun beliau juga
mempunyai guru dan murid. Plato menerima ajaran guru besarnya Socrates dan
Pythagoras yang masing-masing mengajarkan bahwa:
"Kebajikan itu berisi pengetahuan tentang yang baik-baik. Oleh karena itu,
bagaimana membangun negara dan pemerintahan agar di dalamnya orang
tertarikpada kebajikan tersebut. Dengan demikian, pelaksanaan pemerintahan
mengacu pada agama, kepercayaan yang transedental, ruhaniah, dan
metafisika".
Kebajikan itu abstrak sifatnya, tetapi ilmu pengetahuan tentang yang
abstrak lebih nyata dibandingkan ilmu pengetahuan yang terwujud di dunia
empiris, sekalipun hal itu adalah pengalaman yang terlihat dan merupakan realita
yang bisa ditangkap dengan indra. Karena pendapat ini tidak bertolak belakang,
Plato tidak kesulitan untuk mencernanya, bahkan menjadi penganut fanatik.
Itulah sebabnya mengapa paradigma ini menjadi paradigma teokratis, bukan
melulu menantang rasionalis. Plato masih saja dalam bentuk Utopia yang
mempunyai wewenang, perhatian utamanya pada pemerintahan Tuhan, apa yang
diikhtisarkan oleh wahyu, menjadi peraturan manusia, maka masyarakat yang
baik menjadi masyarakat Tuhan.
Dalam bukunya Republic, Plato mengemukakan postulat Utopia pertama
memiliki kekuatan nalar yang besar dan kekuasaan untuk memerintah. Dalam
buku tersebut, Plato malah memulai dengan menguraikan lebih dahulu mengenai
keadilan. Pertama-tama, Plato mengemukakan bahwa keadilan merupakan
kebijakan penting sebuah negara yang sama pentingnya dengan kebijakan
individu. Karenanya, Plato menegaskan bahwa hakikat keadilan dan
ketidakadilan harus dilacak demi menegakkan imperium yang bernama negara
secara sempurna.
Lebih dari itu, Plato juga membicarakan tentang bentuk pemerintaban
ideal yang ditandai dengan kebenaran sebagai realitas sesungguhnya dan
seharusriya ia mengikuti kenyataan. Jadi, bila kita menafsirkan teori ini,
25
terjadinya penindasan, pemerkosaan, perampokan, dan Iain-lain seharusnya tidak
terjadi. Dalam benak Plato tersimpan pemikiran yang bersumber dari pengalaman
nyata tatkala menyaksikan gurunya, Socrates, dipaksa minum racun. Lalu, ia
menyimpulkan bahwa pemerintah yang berkuasa pada saat itu sangat buruk,
sebab gurunya yang paling bijak, jujur, dan baik ternyata malah dibunuh dengan
memaksanya meminum racun. Dari latar masalah inilah lalu keluar teori-teori
besarnya tentang negara ideal.
Paradigma ini kemudian bergeser ke arah yang lebih rasionalis, hingga
memunculkan beragam pertanyaan kritis, antara lain: "Apakah kecerdasan itu
berasal dari Tuhan?", "Apakah pengaturan alam raya yang tertib ini diatur oleh
Tuhan?", "Mengapa Tuhan memisahkan diri dari kehidupan?", "Mengapa Tuhan
menciptakan keburukan?". Plato sendiri sebenarnya sadar bahwa alam pikirannya
ini tidak dapat direalisasikan dalam kenyataan politik pemerintah. Dalam
perjalanan masa yang panjang ini, hanya seketika saja masyarakat dapat
mempertahankan diri dalam keadaan yang adil dan, seperti biasanya, setelah itu
se'makin merosot dan akhirnya runtuh. Sama halnya para sejarawan
menyimpulkan bahwa fase kehidupan manusia dimulai sejak masa lahir, remaja,
dewasa, kemudian mati.
Namun demikian, Plato sudah berusaha mencoba menunda proses
keruntuhan itu dengan berbagai buah pikirannya. Muridnya sendiri, Aristoteles,
sudah berpendapat bahwa kebenaran itu hanya subjektif sifatnya. Oleh karena itu,
benar bagi satu pihak, belum tentu benar bagi pihak lain. Sebab, pendapat
dipengaruhi pikiran dan latar sosio-historis dengan segudang perbedaan dalam
berbagai dimensi ruang dan waktu yang melingkupinya. Itulah barangkali yang
membuat Aristoteles rnenyetujui perbudakan dan merendahkan arti kaum wanita.
Last but not least, dalam buku ini yang perlu diapresiasi lebih lanjut
adalah pemikiran politik Plato tentang Raja Filsuf. Raja, Perdana Menteri atau
Presiden harusnya dipilih dari kalangan filsuf. Ya, filsuf menjadi Raja. Namun,
jangan dipahami secara taken for grantedhahwa. seorang pemimpin negara harus
pandai berwacana saja, lebih dari itu dia harus bijak, adil, dan beretika luhur yang
senantiasa memihak kaum lemah, miskin, dan tertindas. Penghormatan Plato bagi
seorang filsuf hingga jadi raja memang luar biasa hingga akhirnya ia pernah
berkata bahwa "Negara akan mendirikan berbagai monumen untuk menghormati
mereka (raja filsuf).
26
3. Aristoteles (384 -322 SM)
Dalam sejarah filsafat, selain Plato, tokoh yang paling berpengaruh dan
menyita perhatian publik luas hingga saat ini adalah Aristoteles. Banyak
komentator semisal Coleridge, sampai demikian jauh membagi manusia menjadi
dua kelompok: Platonian dan Aristotelian.53 Kendati pembagian ini terkesan
serampangan dan terlalu menyederhanakan, namun itu juga tidak seratus persen
bisa disalahkan. Sebab, memang pada satu sisi karakter orang cenderung idealis
sama seperti tokoh pemikir Plato, di sisi lain ada juga tipe manusia yang
pragmatis dalam melihat persoalan seperti Aristoteles.
Aristoteles adalah murid Plato. Ia lahir di Stagyra, Yunani Utara pada
tahun 384 SM. Ayahnya seorang dokter pribadi raja Macedonia Amyntas. Ia
mewarisi pengetahuan empiris dari ayahnya. Iajugabanyakmempelajari filsafat,
matematika, astronomi, retorika, dan ilmu-ilmu lainnya. Dengan kecerdasannya
yang luar biasa, hampir-hampir ia menguasai berbagai ilmu yang berkembang
pada masanya.
Pada usia 17 tahun, ia dikirim ke Athena untuk belajar di Akademia Plato
selama kira-kira 20 tahun hingga Plato meninggal. Beberapa lama ia menjadi
pengajar di Akademia Plato untuk bidang logika dan retorika. Setelah Plato
meninggal dunia, Aristoteles bersama rekannya Xenokrates meninggalkan
Athena, karena ia tidak setuju dengan pendapat Plato di Akademia tentang
filsafat. Tiba di Assos, Aristoteles dan rekannya mengajar di sekolah Pythia. Pada
345 SM kota Assos diserang oleh tentara Persia, rajanya (rekan Aristoteles)
dibunuh, kemudian Aristoteles dengan kawan-kawannya melarikan diri ke
Mytilene di pulau Lesbos, tidak jauh dari Assos. Tahun 342 SM, Aristoteles
diundang raja Philippos dari Macedonia untuk mendidik anaknya Alexander
Agung.
Kecenderungan berpikir saintifik tampak dari pandangan-pandangan
filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Maka, jika
dibandingkan dengan Plato yang pandangan filsafatnya lebih condong ke aspek
abstrak dan ideaiisme, maka orientasi Aristoteles lebih pada hal-hal yang konkret
(empiris). Ia menjadi dikenal lebih luas karena pernah menjadi tutor (guru)
anaknya Alexander, seorang diplomat ulung dan jenderal terkenal. Berkat bantuan
rajanya saat itu, di Athena ia mendirikan sekolah yang bernama sekolah Lykaion,
juga disebut sekolah Peripatetik, yang sebenarnya adalah pusat penelitian ilmiah.
27
Dari sekolah tersebut ia banyak menghasilkan berbagai macam hasil
penelitian yang tidak hanya dapat menjelaskan prinsip-prinsip sains, tetapi juga
politik, retorika, dan lain sebagainya. Namun, lama-kelamaan posisi Aristoteles di
Athena tidak aman karena ia orang pendatang. Pada tahun 323, sesudah kematian
Iskandar Agung, ia harus melarikan diri dari Athena karena ia, seperti Socrates 80
tahun sebelumnya, dituduh sebagai penyebar ajaran subversif dan atheisme. Ia
meninggalkan Athena dan pindah ke Chalcis dan meninggal di sana pada tahun
322 SM.
Sebenarnya ia banyak menghasilkan karya-karya hasil penelitian dan
pemikiran-pemikiran filsafat. Tapi sayang, banyak karyanya yang hilang. Di
antara karya-karya yang dikenal adalah Anganan (Logika), Priar Analytics
(Silogisme), PasteriarAnalytics (Sains), dan lain sebagainya. Dari karya-karyanya
dapat diketahui pandangan-pandangan dia tentang beberapa persoalan filsafat,
misalnya etika, negara, logika, metafisika, dan lain sebagainya. Di dalam dunia
filsafat, Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika. Logikanya disebut logika
tradisional karena nantinya berkembang apa yang disebut logika modern. Logika
Aristoteles itu sering juga disebut "logika formal". Bila orang-orang sophis
banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran,
Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai
kebenaran.
a) Karya-Karya Aristoteles
Secara umum, karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok
bahasan,yaitu:
➢ Logika, terdiri dari;
- Categoric (kategori-kategori)
- De interpretatione (perihal penafsiran).
- Analytics Priora (analitika logika yang lebih dahulu)
- Analytica Posteiora (analitika logika yang kemudian)
- Topica
- De Sophistics Elenchis (tentang cara berargumen kaum Sophis)
➢ Filsafat Alarm, terdiri dari:
- Phisica
- De caelo (perihal langit)

28
- De generatione et corruptione (timbul-hilangnya makhluk- makhluk
jasmani).
- Meteorologica (ajaran tentang badan-badan jagad raya)
➢ Psikologi, terdiri dari:
- De anima (perihal jiwa)
- Parva naturalia (karangan-karangan kecil tentang pokok- pokok
alamiah)
➢ Biologi, terdiri dari:
- De partibus animalium (perihal bagian-bagian binatang).
- De mutu animalium (perihal gerak binatang).
- De incessu animalium (tentang binatang yang berjalan).
- De generatione animalium (perihal kejadian binatang- binatang)
➢ Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau
theologia.
➢ Etika terdiri dari:
- Ethica Nicomachea
- Magna moralia (karangan besar tentang moral)
- Ethica Eudemia
➢ Politik dan Ekonomi, terdiri dari:
- Politics
- Economics
➢ Retorika dan Poetika, terdiri dari:
- Rhetorica
- Poetica
Sebagai catatan, ajaran tentang etika, metafisika dan filsafat Aristoteles
perlu dijelaskan di buku ini. Menurut Aristoteles, pandangan filsafat tentang etika
adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan. Sebagai barang yang tertinggi dalam
kehidupan, etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap yang pantas
dalam segala perbuatan. Sedangkan, ilrnu metafisika diharapkan lebih melakukan
pengkajian pada persoalan tentang hakikat segala sesuatu. Menurut Aristoteles,
ilmu metafisika inilah yang paling utama dari filsafat atau intinya filsafat.
Berkaitan dengan filsafat praktis, cabang ini mencakup dua macam ilmu.
Pertama, ilmu etika yang mengatur kesusiiaan dan kebahagiaan dalam hidup

29
perseorangan. Kedua, ilmu ekonomi yang mengatur kesusiiaan dan kemakmuran
dalam keluarga dan masyarakat.
b) Realisme Aristoteles
Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif antara tetap dan
menjadi, Aristoteles menerima yang berubah dan menjadi, yang bermacam-
macam bentuknya, yang semuanya itu berada di dunia pengalaman sebagai
realitas yang sesungguhnya. Itulah sebabnya filsafat Aristoteles disebut sebagai
realisme.
Meskipun selama 20 tahun menjadi murid Plato, Aristoteles menolak
ajaran Plato tentang Idea. Menurutnya, tidak ada idea-idea abadi. Apa yang oleh
Plato dipahami sebagai idea sebenarnya tidak lain adalah bentuk abstrak yang
tertanam dalam realitas indriawi sendiri. Dari realitas indriawi konkret akal budi
manusia mengabstraksikan paham-paham abstrak yang bersifat umum. Begitu
misalnya akal budi mengabstraksikan paham "orang" atau "manusia" dari orang-
orang konkret nyata yang kita lihat, yang masing-masing berbeda satu sama lain.
Akal budi mampu melihat bahwa si Ahmad, si Fatima, Profesor Sholeh atau Ibu
Zuleha sama-sama manusia, manusia dalam arti yang sepenuhnya, sepenuhnya
manusia.
Menurut Aristoteles, ajaran Plato tentang idea-idea merupakan interpretasi
salah terhadap kenyataan bahwa manusia dapat membentuk konsep-konsep
universal tentang hal-hal yang empiris. Untuk menjelaskan kemampuan itu tidak
perlu menerima alam idea-idea abadi. Aristoteles menjelaskannya dengan
kemampuan akal budi manusia untuk membuat abstraksi, untuk mengangkat
bentuk-bentuk universal dari realitas empiris individual. Pendekatan Aristoteles
adalah empiris. la bertolak dari realitas nyata indriawi. Itulah sebabnya ia begitu
mementingkan penelitian di alam dan mendukung ilmu-ilmu khusus.
Tak hanya itu, Aristoteles juga menolak paham Plato tentang idea yang
baik dan bahwa hidup yang baik tercapai dengan kontemplasi atau penyatuan
dengan idea yang baik tersebut. Menurut Aristoteles, paham yang baik itu sedikit
pun tidak membantu seorang tukang untuk mengetahui bagaimana ia harus
bekerja dengan baik, atau seorang negarawan untuk mengetahui bagaimana ia
harus memimpin negaranya. Itu tidak ada gunanya. Apa yang membuat
kehidupan manusia bermutu harus dicari dengan bertolak dari realitas manusia
sendiri.
30
Dalam bahasanya, ia mengatakan bahwa setiap benda tersusun dari hule
dan morfe, yang kemudian terkenal dengan teori bulernorfis-tik. Hule adalah
dasar permacam-macaman. Karena hule-nya maka suatu benda adalah benda itu
sendiri, benda tertentu. Misalnya, Si Amin bukan Si Thoha karena hule-nya.
Sedangkan morfe adalah dasar kesatuan, yang menjadi inti dari sesuatu. Karena
morfe-nya maka sesuatu itu sama dengan yang lain (satu inti), yakni termasuk ke
dalam jenis yang sama. Morfe ini berbeda dengan hule, karena hanya dikenal
dengan akal budi saja.
Misalnya, si Ali, si Ahmad, si Fatima yang berbeda-beda itu berada di
dalam morfe yang sama, yaitu sebagai manusia. Namun demikian, baik hule
maupun morfe merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dengan hule-nya
maka sesuatu itu maujud di dalam reaiitas, dan karena morfe-nya sesuatu itu
mengandung arti hakiki sebagai sesuatu.
Pandangan hulemorfis-nya itu sejalan dengan teorinya tentang aktus dan
potensia-nya. Aktus adalah dasar kesungguhan, sedangkan potensia adalah dasar
kemungkinan. Sesuatu itu sungguh-sungguh ada karena aktus-nya, dan sesuatu itu
mungkin (mengalami perubahan dinamis) karena potensia-nya.. Jadi, jika dipakai
untuk memahami sesuatu yang konkret, maka hule merupakan potensia-nya dan
morfe adalah aktus-nya. Segala macam perubahan dan perkembangan
(permacam-macaman) ini terjadi karena hule, yang mengandung potensi dinamis,
bergerak menuju ke bentuk-bentuk aktus murni. Sedangkan aktus murni itu tidak
mengandung potensi apa-apa, jadi bersifat tetap, tidak berubah dan abadi.
Untuk mengetahui makna hakiki setiap sesuatu, Aristoteles
mengembangkan suatu teori pengetahuan dengan menempuh jalan atau metode
"abstraksi". Menurutnya, pengetahuan itu ada dua, yaitu a) pengetahuan indra,
dan b) pengetahuan budi. Pengetahuan indra bertujuan mencapai pengenalan pada
hal-hal yang konkret, yang bermacam-macam dan serba berubah. Sedangkan
pengetahu¬an budi bertujuan mencapai pengetahuan abstrak, umum, dan tetap.
Pengetahuan budi inilah yang disebutnya sebagai ilmu pengetahuan.
Antara kedua jenis pengetahuan ini adalah satu kesatuan struktural. Objek
pengetahuan itu bermacam-macam dan sifatnya konkret. Karena itu, ia selalu
berada dalam perubahan-perubahan dan perbedaan-perbedaan. Objek seperti ini
dikenal oleh indra dan kemudian diolah oleh budi. Budi bertugas mencari idea
yang sama yang terkandung di dalam permacam-macaman itu, sebagai
31
pengetahuan yang naacamnya hanya satu sehingga bersifat umum dan bersama-
sama dengan macam-macam hal yang konkret. Jadi, idea itu ada di dalam realitas
konkret.
Aristoteles memberi contoh, di dalam realitas konkret ada bermacam-
macam manusia. Di dalam permacam-macaman itu terkandung kesamaan sebagai
manusia. Oleh sebab itulah, Aristoteles berbeda dengan Plato. Aristoteles
menerima baik permacam-macaman maupun idea-idea itu dengan keduanya
bersifat realistis. Sedangkan Plato menolak permacam-macaman itu sebagai
kebenaran (yang menurutnya permacam-macaman itu semu dan hanya bayangan)
dan menerima dunia idea sebagai kebenaran satu-satunya.
Pemikiran Aristoteles tersebut sejalan dengan salah satu teori
metafisikanya yang penting, yang mengatakan bahwa matter dan form itu bersatu.
Matter memberikan substansi sesuatu, sedangkan form menjadi pembungkusnya.
Setiap objek terdiri atas matter dan form. Jadi, ia telah mengatasi dualisme Plato
yang memisahkan matter dan form, sementara bagi Plato masalah tersebut berdiri
sendiri-sendiri. Ia juga berpendapat bahwa matter itu potensial dan form itu
aktualitas. Namun, ada substansi yang murni form, tanpa potentiality. Jadi, tanpa
matter, yaitu Tuhan. Aristoteles percaya kepada adanya Tuhan. Bukti adanya
Tuhan menurutnya ialah Tuhan sebagai penyebab gerak (a first cause of motion;
prima causa).
Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. la
tidak berhubungan dengan alam ini. la bukan pesona, ia tidak memerhatikan doa
dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah mengharap ia
rnencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, dan kita mencontoh ke sana
untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita. Pandangan filsafatnya tentang etika
adalah bahwa etika adalah sarana untuk mencapai kebahagia-an dan merupakan
sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat mendidik manusia
supaya memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak di tengah-tengah
antara dua ujung yang paling jauh. Contohnya, pemberani adalah sifat baik yang
terletak di antara pengecut dan nekat. Sedangkan dermawan terletak di antara
kikir dan pemboros, rendah hati terletak di antara berjiwa budi dan sombong dan
lain sebagainya. Karenanya, orang harus pandai menguasai diri supaya tidak
terombang-ambing oleh hawa nafsu. Nafas pengetahuan yang ditunjukkan,
32
popuiaritas pemikirannya, keluasan prestasi intelektu-alnya dan pengaruh
pemikiran yang ia tanamkan hingga kini tercatat dalam khazanah pemikiran
sejarah filsafat Barat.
c) Filsafat Politik Aristoteles
Dalam bukunya Politics, Aristoteles menengarai bahwa "Kita harus
memikirkan bukan saja bentuk pemerintahan apa yang terbaik, namun juga apa
yang mungkin dan paling mudah dicapai oleh semua."
Berbeda dengan Plato yang dikenal sebagai pemikir Idealisme, Aristoteles
lebih dianggap sebagai Bapak Empirisme. Dalam bidang politik, kiasifikasi
negara harus di lakukan atas dasar pengumpul an fakta yang ada tentang negara
itu. Untuk menyiapkan bukunya Politika, ia mengadakan penyelidikan terlebih
dahulu terhadap 158 konstitusi-konstitusi yang berlaku dalam polis-polis (negara
kota) di Yunani.
Bila Plato menggunakan metode deduktif, maka Aristoteles memakai
metode induktif (Empiris). Dalam buku tersebut ia membedakan tiga bentuk
negara yang sempurna, yakni negara yang dipimpin oleh seorang, sejumlah kecil
orang, dan banyak orang. Ketiga bentuk negara itu disebutkan juga dengan
monarki, aristokra-si, dan politeia. Ketiga bentuk ini dianggap sebagai bentuk
yang paling sempurna. Sedangkan bentuk yang tidak sempurna terdiri dari
despotie, tirani, poligarki/oligarki, plutokrasi, serta demokrasi. Demokrasi dalam
kacamata Aristoteles masih menyisakan masalah. Utamanya, kekhawatiran
terjadinya politisasi politikus. Tidak hanya itu, ia juga mengkritisi tirani-raja, dan
oligarki-aristokrasi.
Tugas utama negara, menurut Aristoteles, adalah menyeleng-garakan
kepentingan umum (public interest). Aristoteles menulis: "Setelah menentukan
masalah-masalah ini, selanjutnya kita harus mempertimbangkan berapakah
jumlah bentuk pemerintahan itu dan bagaimana hakikatnya." Lalu, pertama-tama
bagaimanakah bentuk-bentuknya yang benar, karena apabila bentuk-bentuk yang
benar itu telah ditentukan maka bentuk-bentuk yang menyeleweng darinya
dengan segera akan menjadi jelas. Kata konstitusi dan pemerintahan mempunyai
arti yang sama. Tetapi, pemerintahan di sini merupakan kekuasaan tertinggi
dalam Negara, dan harus berada di tangan satu orang, atau sejumlah kecil orang
atau banyak orang.

33
Karena itu, bentuk-bentuk pemerintahan yang benar adaiah bentuk-bentuk
ketika penguasa yang satu, yang sedikit dan yang banyak itu, memerintah dengan
memerhatikan kepentingan umum.
Sementara pemerintahan yang memerintah dengan memerhatikan
kepentingan pribadi, apakah itu pemerintahan satu orang, sedikit orang atau
banyak orang, adalah bentuk-bentuk pemerintah yang menyelewang dan perlu
diiawan. Penting untuk diketahui bahwa Aristoteles merupakan pelopor
berdirinya suatu cabang ilmu politik, yakni perbandingan pemerintahan dan
politik. Dari 158 buah studi yang dilakukannya, hanya satu yang ada tetap sampai
sekarang ini, yaitu konstitusi Athena yang di temukan pada tahun 1890 dan juga
dalam buku Filsafat Politik.
Pendekatan Aristoteles terhadap teori politik yang terdapat dalam bukunya
Politics, kemudian dikembangkan lagi dalain bukunya yang berjudul
Nichomachean Ethics, Rhetoric, dan Methapysic. Inti pemikiran politiknya
setidaknya ada empat premis etis dan filosofis yang sangat terkenal, yaitu:
➢ Manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kehendak bebas
➢ Politik adalah ilmu praktis
➢ Ada hukum moral universal yang harus dipatuhi semua manusia
➢ Negara adalah institusi alamiah.
Dua prinsip pertama sudah diuraikan. Sedangkan yang ketiga hanyalah
memerlukan pembahasan singkat. Dalam kenyataan-nya, ia bertanggung jawab
untuk pembentukan konsep ini. Plato mengajarkan bahwa manusia mengikuti
secara utuh pola universal tindakan manusia jika ia ingin memperoleh
martabatnya. Idealisme-nya, bagaimanapun mencegahnya dari mendasarkan
hukum tersebut pada struktur ontologis objek-objek yang bijak. Realismenya
Aristoteles di sisi lain memungkinkan untuk membawanya turun dari langit dan
memberinya makanan dan penerapan yang objektif.
Premis Aristotelian yang keempat berhubungan dengan yang ketiga,
Aristo teles memandang watak suatu objek sebagai suatu yang bisa menjadi
watak sesuatu yang berada pada tujuannya. Tujuan manusia sebagaimana
manusia lainnya adalah pemenuhan watak dan kebutuhannya. Jika sendirian
manusia tidak akan mampu mencapai tujuan tersebut. Dia memerlukan agen-agen
atau institusi-institusi yang lain untuk memenuhi baik kebutuhan material
maupun intelektualnya. Keluarga dan negara merupakan institusi yang ilmiah
34
bagi manusia, dan merupakan bagian dari pola kehidupan manusia yang
universal.
Dalam bukunya Ethics, Aristoteles menekankan bahwa tujuan alamiah
manusia adalah kebahagiaan. Dia menyimpulkan bahwa kebahagiaan adalah
aktivitas jiwa agar sesuai dengan kebijakan yang sempuma. Kebahagiaan yang
sejati hanya bisa dicapai dengan mengupayakan kehidupan moral dan kebaikan
intelektual. Aristoteles menekankan bahwa pelacakan yang sungguh-sungguh
pada watak manusia merupakan hal pokok bagi teori politik. Sebab, jika fungsi
utama negara adalah untuk membantu individu dalam mencapai tujuannya, maka
pen ting bagi negarawan untuk menyadari tujuan ini. Dan untuk memiliki
pengetahuan ini, dia pertama-tama harus mengetahui watak manusia. Dalam
konteks semacam ini, pengkaji politik harus mengetahui fakta-fakta mengenai
jiwa. Ibarat orang ingin mengobati mata atau tubuh maka harus mengetahui
persoalan mata dan tubuh, bahkan dia harus mengetahui jiwa.
Sekali lagi kita diingatkan bahwa pemikiran politik tergantung pada
pemikiran-pemikiran filosofis umum dan kepercayaan religius yang harus
dipegang berkenaan dengan watak dan nasib manusia. Aristoteles juga
memberikan kejelasan bahwa ilmuwan politik harus menguasai bidang yang lain,
seperti psikologi dan ekonomi, jika dia ingin memperoleh pemahaman tentang
negara.
Aristoteles mendefinisikan negara sebagai "komunitas keluarga dan
kumpulan keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan
berkecukupan". Lstilah "berkecukupan" mengimpli-kasikan bahwa dalam objek
ini tercakup sarana-sarana untuk mencapai tujuannya dan tidak memerlukan
bantuan pihak lain daiam mereaiisasikan potensialitas wataknya.
Bermula dari preniis autarki atau "kecukupan diri", Aristoteles mencatat
bahwa manusia secara individual tidak bisa menghadapi ujian ini. Pertama sekali
dia memerlukan keluarga untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhannya yang
elementer dan menjaga pertumbuh-an kemanusiaannya. Keluarga merupakan
"asosiasi yang ada secara alamiah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
manusia". Namun, keluarga semata bukan "kecukupan diri" dan tidak bisa
menyediakan semua yang dicari manusia untuk pemenuhannya sebagai individu.
Karena memiliki indra pengecapan atau komunikasi rasional, manusia pada

35
dasarnya merupakan rnakhluk sosial. "Insting manusia menjadi bagian manusia
secara alamiah".
Sebagai rnakhluk hidup, manusia bisa menyempurnakan aktivitasnya
hanya dalam kehidupan komunal. Dia memerlukan kebersamaan sosial dan
politik dengan semua yang implikasi-nya untuk memperoleh keuntungan,
kesempatan pendidikan, pertumbuhan asketik, keilmuan, moral dan pengetahuan
yang luas. Aristoteles bahkan menekankan hal ini secara lebih kuat, dengan
menyatakan bahwa "Orang yang secara alamiah dan bukan hanya sebagai
kebutuhan semata tidak mempunyai negara adalah orang yang jahat atau tidak
manusiawi."
Dalam mengikuti perkembangan masyarakat, Aristoteles menyatakan
bahwa banyak bentuk organisasi sosial yang belum sempurna telah ada di tempat
yang di situ manusia bisa ditemukan. Mula-mula manusia hidup secara terpisah-
pisah, kemudian kelompok-kelornpok keluarga bersama-sama dalam komunitas
desa untuk saling membantu dan melindungi. Bentuk asosiasi ini, bagaimanapun
sangat terbatas secara memadai, mencukupi kebutuhan watak manusia yang
paling tepat. Berkecukupan diri menjadi mungkin hanya ketika sejumlah desa
menyatukan sumber-sumber daya mereka dan membentuk suatu negara kota.
Kebutuhan serupa yang memaksa keluarga-keluarga untuk bersatu menjadi desa
dan desa-desa menjadi suatu komunitas yang lebih besar mendekati pencukupan
diri merupakan proses alamiah yang didirikan atas struktur faktual watak
manusia.
Bagi Aristoteles, fungsi negara harus peduli dengan karakter warganya,
bukan memihak pada elite politiknya. Ia harus mendidik dan membiasakan
mereka dalam kebajikan dan ia harus memberikan kesempatan kepada rakyatnya
untuk menggapai cita-citanya termasuk kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi.
Namun begitu, Aristoteles juga menganjurkan partisipasi warga negara dengan
baik. Pendek kata, meski Arsitoteles tidak menggambarkan suatu pola
pemerintahan yang universal namun ia tetap merasa yakin bahwa ilmu politik
mampu menemukan tipe negara yang paling ideal dan bisa dipraktikkan.
d) Kilas Balik Filsafat Plato dan Aristoteles: Sebuah Catatan Kritis
Pemikiran Plato dan Aristoteles tidak saja memesonakan para pemikir
dunia Barat pada zamannya, tapi juga di era modern seperti sekarang ini. Alfred
North Whitehead memberi catatan khusus terhadap dua sosok guru-murid kritis
36
tersebut. Bagi Whitehead, seluruh tradisi Barat tak lain banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Plato. Malahan, kata Whitehead, tradisi pemikiran Barat tersebut tak
lebih dari catatan kaki untuk Plato. Sementara Aristoteles adalah salah satu orang
yang memberi catatan kaki tersebut karena dia hanyalah satu di antara murid
Plato yang brilian, kritis dan produktif.
Plato dan Aristoteies bukan saja dua sosok guru-murid tetapi juga lawan
diskusi yang konstruktif. Perdebatan dua pemikir besar itu hingga kini
mengilhami berkembang-biaknya tradisi pemikiran fllsafat yang dialogis-kritis.
Meski berbeda, kedua sosok tersebut tetap saling melengkapi. Pemikiran Plato
bersifat idealis, spekuiatif, sugestif, dan puitis. Karya-karyanya tersebar dan
dikenal, sebagian besar terdapat dalam dialog dengan Socrates sebagai
pertunjukan drama sekaligus filsafat. Sedangkan Aristoteies adalah pribadi yang
rnemiliki karakter ilmuwan yang serius. Karya-karyanya dikenal kritis, analitis,
empiris, dan tidak spekuiatif. Meski keduanya agak berbeda, namun pandangan,
gaya dan substansi pemikiran keduanya mampu mewakili semua tradisi
pemikiran Barat.
Dalam filsafat Kristen, misalnya, Agustinus lebih Platonian sedangkan
Aquinas lebih Aristotelian. Di era modern kaum rasionalis lebih condong ke
pemikir Platonian ketimbang Aristotelian. Sementara mereka yang bukan
kelompok ideaiis tetapi empiris lebih berkibiat pada pemikiran Aristoteies. Di
Jerman, kebanyakan para pemikirnya mengikuti mazhab Platonian karena
menggandrungi tradisi filsafati Plato yang cenderung idealis, reflektif dan
spekuiatif. Hegel, Karl Marx, dan Pemikir Mazhab Frankfurt hanyalah beberapa
kelompok yang terkena virus pemikiran Plato tersebut.
Belakangan, kedua pemikir hebat yang memengaruhi dunia ini juga
menginspirasi Raphael, seniman era pencerahan, untuk melukis keduanya. Plato
ia lukiskan sebagai manusia yang menunjuk ke atas, penanda pikirannya ke arah
langit tinggi. Sementara Aristoteies dilukiskan sebagai orang yang mendorong
tangannya ke arah bumi agak menunduk. Itu menunjukkan bahwa Aristoteies
lebih membumi, duniawi dan tidak ingin melakukan pelarian dengan spekulasi.
Kendati Plato dan Aristoteles disimbolkan sebagai sosok yang saling
berseberangan bagai bumi dan langit, kedua pemikir besar tersebut tidak pernah
saling bermusuhan dan dikenal tetap sebagai filsuf besar yang saling melengkapi

37
satu sama lain. Perbedaan pendapat hanya terjadi pada level pemikiran, sementara
sebagai murid Aristoteles tetap memegang hormat kepada sang guru, Plato.

FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN


Filsafat abad pertengahan lazim disebut filsafat skolastik. Kata tersebut diambil
dari kata schuler yang berarti ajaran atau sekolahan. Belakangan kata skolastik menjadi
istilah bagi filsafaat pada abad 9-15 yang mempunyai corak khusus yaitu filsafat yang
dipengaruhi agama. Secara historis, khazanah pemikiran filsafat Yunani pernah mencapai
kejayaan dan hasil yang gemilang dengan melahirkan peradaban Yunani. Menurut
perkembangan sejarah pemikiran manusia, peradaban Yunani merupakan titik tolak
peradaban manusia di dunia.
Peradaban Yunani terus menyebar ke berbagai bangsa di antaranya adalah
bangsa Romawi. Romawi merupakan kerajaan terbesar di daratan Eropa pada waktu itu,
Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa, di sana mendapatkan lahan baru dalam
pertumbuhannya. Karena bersamaan dengan nama Kristen, sehingga membentuk suatu
formulasi baru. Maka muncullah filsafat Eropa yang sesungguhnya penjelmaan filsafat
Yunani setelah berintegrasi dengan agam Kristen.
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa sekitar kira-kira abad
5 belum memunculkan ahli pikir (filsuf). Tetapi, setelah abad ke-6 Masehu, barulah
muncul para ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi filsafat Eropa yang
mengawali kelahiran filsafat Barat abad pertengahan. Kekuatan pengaruh antara filsafat
Yunani dengan agama Kristen dikatakan seimbang. Karena apabila tidak seimbang
pengaruhnya, maka tidak mungkin berintegrasi membentuk suatu formula baru.
Walaupun agama Kristen relatif masih baru keberadaannya, tetapi pada saat bersamaan,
tetapi pada saat bersamaan muncul anggapan bahwa filsafat Yunani dan agama Kristen
saling berkait berkelindan.
Anggapan pertama, bahwa Tuhan turun ke bumi (dunia) membawa kabar baik
bagi umat manusia. Kabar baik tersebut berupa firman Tuhan yang dianggap sebagai
sumber kebijaksanaan yang sempurna dan sejati. Anggapan kedua, walaupun orang-
orang telah mengenal agama baru, akan tetapi ia juga sudah mengenal filsafat Yunani
yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenaraanya.
Dengan demikian, di benua Eropa filsafat Yunani akan tumbuh dan berkembang dalam
suasana yang lain. Filsafat Eropa merupakan sesuatu yang baru, suatu formulasi baru,

38
pohon filsafat masih yang lama (dari Yunani), tetapi tunas yang baru (karena pengaruh
agama Kristen) memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan yang rindang.
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai
abad gelap. Berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja sangat
membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir saat itu juga tidak
memiliki kebebasan berpikir. Apalagi terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan
dengan agama ajaran gereja. Siapa pun orang yang mengemukakannya akan mendapat
hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan
berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu kajian terhadap agama (teologi) yang tidak
berdasarkan pada ketentuan gereka akan mendapat larangan yang ketat. Yang berhak
mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Kendati demikian, ada
juga yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan
kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini
mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius III di akhir abad XII, dan yang paling
berhasil di Spanyol.
Untuk mengetahui corak pemikiran filsafat abad pertengahan, perlu dipahami
karakteristik dan ciri khas pemikiran filsafatnya. Beberapa karakteristik yang perlu
dimengerti adalah:
1. Cara brfilsafatnya dipimpin oleh gereja.
2. Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles.
3. Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus.
Abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh
dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan/sistem kepercayaan yang picik
dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itulah
perkembangan ilmu pengetahuan terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja,
yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Tetapi di sisi lain,
dominasi gereja ini tanpa dibarengi dengan memikirkan martabat dan kebebasan manusia
yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa
depannya sendiri.
Pendapat-pendapat para pemikir abad kegelapan ini terbelenggu oleh kebijakan
dominasi gereja. Mereka tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan
pemikiran kritis mereka akibat pengawasan gereja yang amat ketat. Apabila terdapat
pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, maka orang yang mengemukakannya
39
akan mendapatkan hukuman yang berat dan bahkan hukuman mati. Secara garis besar
filsafat abad pertengahan ini dibagi 2 periode, yaitu Periode Skolastik Islam dan Periode
Skolastik Kristen.
2.3 Periode Filsafat Skolastik Islam (Arab)
Kendati Islam sudah dikenal oleh dunia sejak awal abad VII Masehi, namun
filsafat di kalangan kaum Muslim baru dimulai pada awal abad VIII. Ini disebabkan
karena pada abad pertama perkembangan Islam tidak terdapat isme-isme atau paham-
paham selain wahyu. Di kalangan kaum Muslim filsafat dianggap berkembang dengan
baik mulai abad IX Masehi hingga XII. Keberadaan filsafat pada masa ini juga menandai
masa kegemilangan dunia Islam, yaitu selama masa Daulah Abbasiyah di Bagdad (750-
1258) dan Daulah Amawiyah di Spanyol (755-7492).
Menurut Hasbullah Bakry, istilah skolastik Islam jarang dipakai dalam khazanah
pemikiran Islam. Istilah yang sering dipakai adalah ilmu kalam atau filsafat Islam. Kedua
ilmu tersebut dalam pembahasannya dipisahkan. Periode skolastik Islam dapat dibagi ke
dalam empat masa, yaitu:
1. Periode Kalam Pertama
Periode ini ditandai dengan munculya kelompok-kelompok mutakallimin/aliran-
aliran dalam ilmu kalam, yakni:
a. Khawarij
b. Murjiah
c. Qadariyah
d. Jabariyah
e. Mu’tazilah
f. Ahli Sunnah
Dalam kaitannya dengan filsafat, aliran yang paling menonjol adalah Mu’tazilah
yang dimotori oleh Wasil bin Artha dan dianggap sebagai rasionalisme islam. Timbulnya
aliran ini antara lain sebagai jawaban atas tantangan-tantangan yang timbul berupa
paham-paham mengenai masalah Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu
paham tasybih (antropomorphisme), jabariyah (determinisme), dan khawarij (paham
teokratik). Mu’tazilah memberi jawaban dengan konsep-konsep dan ajarannya, yaitu:
a. Keesaan Tuhan (al-tauhid)
b. Kebebasan kehendak (al-iradah)
c. Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
d. Posisi tengah (al-manzilah bain al-manzilatain)
40
e. Amar ma’ruf nahi munkar (al-amr bi al-ma’ruf wa al nahy ‘an al-munkar)

2. Periode Filsafat Pertama


Periode ini ditandai dengan munculnya ilmuwan dan ahli-ahli dalam berbagai
bidang yang menaruh perhatian terhadap filsafat Yunani, terutama filsafat Aristoteles.
Periode filsafat Islam pertama adalah periode munculnya filsuf-filsuf Muslim di wilayah
Timur, masing-masing adalah:
a. Al-Kindi (806-873 M)
b. Al-Razi (865-925 M)
c. Al-Farabi (870-950M)
d. Ibn Sina (980-1037 M)

3. Periode Kalam Kedua


Periode ini ditandai dengan tampilnya tokoh-tokoh kalam penting dan besar
pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu kalam berikutnya, mereka antara lain:
a. Al-Asy’ari (873-957 M)
Semula ia adalah penganut Mu’tazilah, tetapi karena tidak puas dengan
keterangan-keterangan yang diberikan oleh gurunya, Al-Juba’i, akhirnya ia
keluar dari Mu’tazilah. Aliran dan pahamnya disebut Asy’ariyah. Disamping
Asy’ariyah juga Al-Matudiri.
b. Al-Ghazali (1065-1111 M)
Ia adalah sosok Muslim yang berpengaruh besar terhadap dunia islam
yang berpengaruh terhadap dunia Islam. Ia bergelar “hujjatul Islam” (benteng
Islam). Semula ia adalah seorang mutakallimun, namun karena kemudian ia
tidak menemukan kepuasan dengan metod-metode pemikiran kalam, ia beralih
ke lapangan filsafat. Namun di filsafat ia juga tidak menemukan kepuasan dan
akhirnya beralih ke lapangan tasawuf. Di bidang terakhir inilah ia menemukan
sesuatu yang dicarinya. Sikapnya terhadap filsafat dan filsuf tecermin dalam
bukunya Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filsuf).

4. Periode Filsafat Kedua


Periode ini ditandai dengan tampilnya sarjana-sarjana dan ahli-ahli dalam
berbagai bidang yang juga meminati filsafat. Mereka hidup dalam mas Daulah
Amawiyah di Spanyol (Eropa) pada saat Eropa sedang dalam masa kegelapan. Dengan

41
tampilnya para filsuf Muslim di Eropa ini, ilmu dan peradaban tumbuh berkembang dan
terus meningkat. Mereka adalah:
a. Ibnu Bajjah (1100-1138 M), di Barat di kenal Avempace
b. Ibu Thufail (m. 1185 M), di Barat di kenal Abubacer
c. Ibnu Rusyd (1126-1198 M), di Barat di kenal Averroce
Perlu dicatat di sini bahwa pada masa ini Ibn Rusyd menunjukkan sikap
pembelaannya terhadap filsafat dan para filsuf atas serangan-serangan Al-Ghazali. Ia
berusaha meng-counter pendapat Al-Ghazali dalam buku Tahafut al-falasifah dengan
bukunya yang berjudul Tahafut al-Tahafut (Kerancuan [kitab] Tahafut).
Sampai pertengahan abad ke-12 orang-orang Barat belum mengenal filsafat
Aristoteles secara keseluruhan. Skolastik islamlah yang membawakan perkembangan
filsafat di Barat. Berkat tulisan para ahli pikir Islam, terutama Ibnu Rusyd, orang-orang
Barat itu mengenal Aristoteles. Para ahli pikir Islam (periode Skolastik Islam) ini adalah
Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lainnya. Peran mereka besar
sekali, tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja tetapi juga memberikan sumbangan
yang tidak kecil bagi Eropa dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ahli pikir Islam
sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al-Quran adalah
benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinretisme antara agama dan filsafat. Banyak
buku filsafat dan sejenisnya mengani peranan para ahli pikir Islam atas kemajuan dan
peradaban Barat yang sengaja disembunyikan disebabkan mereka (Barat) tidak mengakui
secara terus terang jasa para ahli pikir Islam dalam mengantarkan kemodernan Barat.

5. Periode Kebangkitan
Periode ini dimulai dengan adanya kesadaran dan kebangkitan kembali dunia
Islam setelah mengalami kemerosotan alam pikiran sejak abad XV hingga abad XIX.
Oleh karenanya, periode ini disebut juga sebagai Renaissans Islam. Di antara tokoh yang
berpengaruh pada periode ini adala Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha, Muhammad Iqbal, dan masih banyak lagi.

2.4 Periode Filsafat Skolastik Kristen


Periode Skolastik Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu masa skolastik awal, masa skolastik keemasan, dan masa skolastik akhir.

42
1. Masa Skolastik Awal (Abad 9-12 M)
Masa ini merupakan kebangkitan pemikiran abad pertengahan setelah terjadi
kemerosotan. Kemerosotan pemikiran filsafat pada masa pra-Yunani disebabkan kuatnya
dominasi golongan gereja. Pada saat ini muncul ilmu pengetahuan yang dikembangkan di
sekolah-sekolah. Mulanya skolastik timbul pertama kalinya di Biara Italia Selatan dan
akhirnya berpengaruh ke daerah-daerah lain. Pada sekolah-sekolah saat itu diterapkan
kurikulum ajaran yang meliputi studi duniawi atau arts liberales yang meliputi tata
bahasa, retorika, dialetika (seni diskuasi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan
musik. Pada masa ini persoalan pemikiran yang paling menonjol adalah hubungan antara
rasio dengan wahyu (agama).
Menurut Anselmus (1033-1109 M), rasio dapat dihubungkan atas dihubungkan
atau digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan. Itu tidak berarti bahwa
rasio saja dapat mencapai kebenaran agama seluruhnya. Sebaliknya, agama atau
kepercayaan dapat menolong rasio, sehingga dengan kepercayaan orang akan
mempunyai pengertian yang lebih jelas. Hubungan antara rasio dengan agama ini
dirumuskankannya dengan “Credo Ut In Telligam” (saya percaya supaya mengerti).
Maksudnya adalah bahwa orang yang mempunyai kepercayaan agama akan lebih
mengerti segala sesuatunya; Tuhan, manusia dan dunia. Jadi baginya agamalah yang
diutamakan dalam filsafatnya, tapi tidak mengingkari kemampuan rasio. Soal yang kedua
mengenai universalia. Universalia ialah pengertian umum seperti kemanusiaan,
kebaikan, keindahan, dan sebagainya. Yang dipersoalkan adalah universalia itu terdapat
pada hal/barangnya sendiri ataukah hanya sekedar nama buatan pikiran belaka yang tidak
riil pada barang atau bendanya.
Terhadap persoalan ini, ada tiga pendapat:
a. Ultra-realisme.
Pendapat ini mengatakan bahwa universalia adalah perkara-perkara atau esensi yang
benar-benar ada, lepas dari penggambaran dalam pikiran. Dengan lain kata,
universalian mempunyai nilai objektif lepas dari subjek yang menggambarkannya.
Misalnya kemanusiaan memang merupakan sesuatu yang riil. Manusia-manusia
individual hanya merupakan kasus spesifik dari yang umum itu. Tokok terkenal yang
menganut realisme ialah Gulielmus dari Campeaux (1007-1120 M).
b. Nominalisme.
Menanggapi persoalan ini, nominalisme berpendapat bahwa universalia hanyalah
nama atau bunyi saja (flatus voice) dan tidak ada dalam realitas. Jadi, universalia
43
tidak mempunyai nilai objektif pada bendanya tetapi hanyalah merupakan
penggambaran dalam pikiran manusia. Tokoh terkenal dalam aliran ini ialah
Rossoellinus dari Compiege (1050-1120).
c. Moderato Realisme.
Menyikapi perbedaan dua aliran di atas, moderato realisme mengambil jalan tengah
dengan menyatakan bahwa universalia yang nyata tidak ada pada dirinya sendiri.
Yang ada hanyalah ide tentang universalia yang ada pada pikiran manusia. Tetapi
gambaran atau ide ini ada dasarnya ayng objektif, artinya diluar pikiran, yaitu pada
kemiripan yang nyata dari satuan-satuan sesuatu golongan. Tokoh-tokoh aliran ini
ialah Thomas Aquinas dan Petrus Abaelardus (1079-1180 M). Tokoh yang terkahir,
Petrus Abaelardus, ini dilahirkan di Le Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian
yang keras dan pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan
para ahli pikir dan pejabat gereja. Ia termasuk orang yang konseptualimse dan sarjana
terkenal dalam sastra romantik sekaligus rasionalistik, artinya peranan akal dapat
menundukkan kekuatan iman. Iman harus mau didahului akal. Yang harus dipercaya
adalah apa ang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal. Berbeda dengan
Anselmus, yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan iman, Abaeldardus
memberikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar iman (di luar kepercayaan).
Karena itu berpikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri.

2. Masa Skolastik Keemasan


Pada masa skolastik awal, filsafat bertumpu pada alam pikiran dan karya-karya
Kristiani. Tetapi sejak pertengahan abad ke-12 karya-karya non-Kristiani mulai muncul
dan filsuf Islam mulai berpengaruh. Masa ini merupakan masa kejayaan skolastik yang
berlangsung dari tahun 1200-1300 M. Masa ini juga disebut masa berbunga disebabkan
bersamaan dengan munculnya beberapa universitas dan ordo-ordo yang
menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan.
Secara umum ada beberapa faktor yang menjadikan masa skolastik mencapai
keemasan, yaitu:
a. Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 hingga
pada abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
b. Tahun 1200 M didirikan Universitas Almamater di Prancis. Universitas ini
merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai embrio
berdirinya universitas di Parus, Oxford, Montpellier, Cambridge, dan lain-lainnya.

44
c. Beridirnya ordo-ordo karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan
sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang
semarak pada abad ke-13. Hal ni akan berpengaruh terhadap kehidupan keruhanian
saat kebanyakan tokok-tokohnya memegang peranan di bidang filsafat dan teologi,
seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William
Ocham.
Pada mulanya hanya filsuf yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles.
Namun, upaya ini kemudian mendapatkan perlawanan dari Augustinas disebabkan
adanya anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah
diolah dan tercemar oleh filsuf Arab (Islam). Ini dianggap sangat membahayakan ajaran
Kristen.
Untuk menghindari pencemaran tersebut, maka Albertus Magnus dan Thomas
Aquinas sengaja menghilangkan unsur-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, dengan
menerjemahkan langsung dari bahasa latinnya. Tak hanya itu, bagian-bagian ajaran
Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen juga diganti dengan teori-teori baru
yang bersumber pada ajaran Aristoteles dan diselaraskan dengan ajaran ilmiah. Upaya
Thomas Aquinas ini sangat berasil dengan ditandai terbitnya buku Summa Theologiae,
dan ini sekaliguas telah membuktikan bahwa ajaran Aristoteles telah mendapatkan
kemenangan dan sangat memengaruhi seluruh perkembangan skolastik. Tokok yang
paling terkenal masa ini adalah Albertus dan Thomas Aquinas.

3. Masa Skolastik Ahir


Masa skolastik akhir ditandai dengan kemalasan beroikir filsafati sehingga
menyebabkan stagnasi pemikiran filsafat skolastik Kristen. Meskipun demikian, masih
muncul tokoh yang terkanl pada mas ini, yaitu Nicolaus Cusanus (1401-1404 M). Dari
pemikiran filsafatnya ia membedakan tiga macam pengenalan yang kurang sempurna.
Rasio membentuk konsep-konsep atas dasar pengenalasan indriawi dan aktivitasnya
sama sekali dikuasai oleh prinsip-prinsip nonkontradiksi. Tetapi pengenalan rasional
tidak melebihi dugaan saja. Rasio hanya secara kasar mencapai realitas. Tetapi, di
samping pengenalan rasional masih ada jenis pengenalan lain, yaitu instuisi. Dengan
instuisi manusia dapat mencapai yang tak terhingga, objek tertinggi filsafat, di mana
tidak ada hal-hal yang berlawanan. Instuisi tidak dapat diekspresikan dengan bahasa
rasional dan sebagai pengganti sebaiknya digunakan ibarat dan simbol.

45
Allah adalah objek sentral bagi instuisi manusia, Dalam diri Allah semua hal
yang berlawanan mencapai kesatuan. Allah melampaui semua perlawanan yang dijumpai
pada taraf keberadaan yang berhingga. Semua makhluk berhingga berasal dari Allah
Sang Pencipta, dan segalanya akan kembali pula kepada-Nya. Di sini filsafat Nicolaus
bercorak teologis, yang memadai pemikiran filsafat abad pertengahan. Akan tetapi,
keaktifannya dalam ilmu pengetahuan ekspemerintal sudah menunjukkan diri sebagai
modern. Oleh karena itu, Nicolaus Cusanus dapat dipandang sebagai mata rantai yang
menghubungkan abad pertengahan dengan abad modern.
Ia adalah pemikir pengujung skolastik. Menurutnya terdapat tiga cara untuk
mengenal, yaitu: lewat indra, akal, dan instuisi. Dengan akal kita akan mendapatkan
pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal
kita mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau
tangkapan indra. Dalam instuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi.
Hanya dengan instuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak
dapat dipersatukan. Manusia seharusnya menyadari akan keterbatasan akal sehingga
banyak hal yang seharusnya dapat diketahui. Oleh karena keterbatasan akal tersebut
maka hanya sedikit saja yang dapat diketahui oleh akal.

2.5 Skolastik Thomas Aquinas (1225-1274)


Puncak tradisi pemikiran skolastisisme adalah pada mas Thomas Aquinas. Ia
adalah seorang pendeta dominikan Gereja Katolik. Karya filsafatnya yang terpenting
adalah multivolusme summa contra gentiles (sebuah rangkuman melawan orang kafir),
sedangkan summa theological (rangkuman teologi) menjadi karya teologinya-yang
disajikan secara sistematis-yang dipersembahkan bagi orang-orang yang ingin menjadi
biarawan dan pendeta. Karya tersebut menjadi rangkuman definitif Katolik.
Adapun target ajaran summa contra gentiles adalah kecenderungan naturalistik
yang dilihatnya dengan jelas terdapat pada filsuf-fulsuf Arab tertentu. Disini, Thomas
Aquinas memberi beberapa premis kepada para naturalis sekaligus ia bermaksud
menunjukkan bahwa iman Kristen didasarkan pada akal budi dan hukum yang melekat
pada alam bersifat rasional. Sebagai murid Albertus Agung, Thomas Aquinas berusaha
mengikuti gurunya yang memadukan dinamika pemikiran di Yunani, Arab dan Yahudi
dengan melakukan sintesis dan mengambil manfaat dari banyak karya para pemikir
sebelumnya, termasuk Ibu Sina dan Maimonides. Dengan karyanya ia ingin menjukkan

46
bahwa akal budi dengan filsafat adalah cocok bagi agama Kristen. Tidak ada
pertentangan antara rasio, akal budi dengan wahyu Tuhan.
Dalam banyak hal Thomas Aquinas lebih dipengaruhi oleh filsafat Aristoteles
ketimbangan Plato. Karena begitu gandrungnya dengan pemikiran Aristoteles, ia
menganggap sang filsuf sebenarnya dengan pemikiran Aristoteles. Karenanya, ia
memberi tenpat khusus atas pemikiran Aristotelian dalam tradisi Kristen dengan
memberi penghargaan yang relatif tinggi terhadap dunia alamiah dan pengetahuan
manusia. Bahkan, Thomas Aquinas tidak hanya menyajikan dunia alamiah sebagai hal
yang nyata dan dapat diketahui, tetapi juga sebagai suatu refleksi hukum Tuhan.
Metafisika bagi Thomas Aquinas mengarah pada pengetahuan atas Tuhan. Akal budi
harus digunakan untuk memikirkan hakikat kehidupan dunia dan alam semesta. Dengan
beigtu, tidak salah kalau Thomas Aquinas lebih dikenal sebagai pemikir empiris
ketimbang idealis.

47
BAB III

KESIMPULAN

Perkembangan Filsafat dimulai zaman klasik yaitu masa Pra-Socrates. Filsafat di


masa Pra-Sokrates merupakan tahap pertama dalam filsafat Yunani. Filsuf pada masa
Pra-Socrates diantaranya adalah Parmeides, Heraklitos dan Pytaghoras. Filsafat Pra-
Sokrates bukannya merupakan unit tertutup yang tidak berhubungan dengan pemikiran
filosofis sesudahnya, tapi merupakan persiapan bagi periode sesudahnya. Meskipun Plato
dan Aristoteles mengemukakan filsafat yang brilian, keduanya tidak terlepas dari
pengaruh filsafat pra-Sokrates. Plato misalnya, sangat dipengaruhi oleh pemikiran-
pemikiran Heracleitos, para filsuf Elea dan Pythagoreanisme.
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai abad
gelap. Berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja sangat
membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para filsuf juga tidak memiliki
kebebasan berpikir. Secara garis besar filsafat abad pertengahan ini dibagi menjadi dua
periode, yaitu Periode Skolastik Islam dan Periode Skolastik Kristen.
Menurut Hasbullah Bakry, istilah skolastik Islam jarang dipakai dalam khasanah
pemikiran Islam. Istilah yang sering dipakai adalah ilmu kalam atau filsafat Islam.
Kendati Islam sudah dikenal oleh dunia sejak awal abad VII M, namun filsafat di
kalangan kaum muslim baru dimulai pada awal abad ke VIII. Ini disebabkan karena pada
abad pertama perkembangan Islam tidak terdapat isme-isme atau paham-paham selain
wahyu.
Periode skolastik Kristen dalam sejarah perkembangan dimulai dari Skolastik
Awal dimana masa ini merupakan kebangkitan pemikiran abad pertengahan setelah
terjadi kemerosotan pemikiran filsafat pada masa pra-Yunani disebabkan kuatnya
dominasi golongan Gereja. Pada masa ini persoalan pemikiran yang paling menonjol
adalah hubungan antara rasio dan wahyu (agama).

48
DAFTAR PUSTAKA

Ali Maksum, 2012, Pengantar Filsafat, Penerbit ar-Russ Media. Yogyakarta.


Nasution, Harun, 1973, Filsafat dan Mitisisme dalam Islam, Penerbit Bulan Bintang,
Jakarta.
.

49

Anda mungkin juga menyukai