Anda di halaman 1dari 2

5.

Perbedaan Satuan Kerja

Satuan kerja merupakan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang yang merupakan bagian dari
suatu unit organisasi pada kementerian negara/lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa
kegiatan dari suatu program. Sementara etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan
kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja.

Etos kerja orang Indonesia adalah :

1.Munafik atau hipokrit. Suka berpura-pura, lain di mulut lain di hati.

2.Enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam.

3. Berjiwa feodal, gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati dan lebih
mementingkan status daripada prestasi.

4. Percaya takhyul, gemar hal keramat, mistis dan gaib.

5. Berwatak lemah, kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang


terintimidasi. Dari kesemuanya, hanya ada satu yang positif, yaitu

6. Artistik; dekat dengan alam. Dengan melihat keadaan saat ini, ini merupakan kenyataan pahit,
yang memang tidak bisa kita pungkiri, dan memang begitu adanya.

Namun lanjutnya, dari 240 juta jiwa rakyat Indonesia, tidak semua memiliki etos kerja yang buruk
seperti tersebut di atas. Masih ada organisasi yang peduli dan mau mengubah etos kerja yang
disematkan ke bangsa Indonesia saat ini. Kita harapkan etos kerja yang diterapkan tersebut bisa
diimplementasikan dalam kerja nyata dan akan lebih baik lagi jika hal positif tersebut menyebar
kepada semua Organisasi kerja di seluruh Indonesia.

Lebih jauh lagi, bangsa Indonesia adalah negara yang kaya dan merupakan bangsa yang besar.
Indonesia dikarunia sumber daya alam yang melimpah ruah dan jumlah penduduk yang besar. Dan
itu merupakan modal untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Namun pada
kenyataannya hingga saat ini rakyat miskin semakin bertambah banyak, pengangguran semakin
meningkat, dan banyak anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah.

Salah satu faktor rendahnya etos kerja yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu negatifnya
keteladanan yang ditunjukkan oleh para pemimpinnya. Mereka merupakan model bagi masyarakat
yang bukan hanya memiliki kekuasaan formal, namun juga kekuasaan nonformal yang justru
sering disalahgunakan. Bukan bermaksud untuk membandingkan Negara kita dengan Negara
Jepang, tetapi saya berharap dengan adanya perbandingan ini diharapkan kita dapat mengambil
kebaikan didalamnya. Agar Negara kita bisa menjadi Negara yang memiliki etos kerja yang lebih
baik lagi dari sebelumnya. Dan bisa membuat Negara kita menjadi Negara yang maju sama seperti
Negara Jepang tersebut. Tentunya itu semua akan terjadi apabila kita memiliki kesadaran dari diri
kita masing-masing.

Ciri-ciri etos kerja dan budaya kerja orang Jepang.

1. Bekerja untuk kesenangan, bukan untuk gaji semata. Tentu saja orang Jepang juga tidak
bekerja tanpa gaji atau dengan gaji yang rendah. Tetapi kalau gajinya lumayan, orang Jepang
bekerja untuk kesenangan. Jika ditanya “Seandainya anda menjadi milyuner dan tidak usah
bekerja, anda berhenti bekerja ?”, kebanyakan orang Jepang menjawab, “Saya tidak berhenti,
terus bekerja.” Bagi orang Jepang kerja itu seperti permainan yang bermain bersama dengan
kawan yang akrab. Biasanya di Jepang kerja dilakukan oleh satu tim. Dia ingin berhasil dalam
permainan ini, dan ingin menaikkan kemampuan diri sendiri. Dan bagi dia kawan-kawan yang
saling mempercayai sangat penting. Karena permainan terlalu menarik, dia kadang-kadang lupa
pulang ke rumah. Fenomena ini disebut “work holic” oleh orang asing.

2. Mendewakan langganan. Memang melanggar ajaran Islam, etos kerja orang Jepang
mendewakan client/langganan sebagai Tuhan. “Okyaku sama ha kamisama desu” (Langganan
adalah tuhan.) Kata itu dikenal oleh semua orang Jepang. Kata ini sudah motto bisnis di Jepang.
Perusahaan Jepang berusaha mewujudkan permintaan dari langganan secepat mungkin, dan
berusaha mengembangkan hubungan erat dan panjang dengan langganan.

3. Bisnis adalah perang. Orang Jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis sebagai perang
melawan perusahaan lain. Untuk menang perang, perlu strategi dan pandangan jangka panjang.
Budaya bisnis Jepang lebih mementingkan keuntungan jangka panjang. Supaya menang perang
seharusnya diadakan persiapan lengkap untuk bertempur setenaga kuat. Semua orang Jepang
tahu pribahasa “Hara ga hette ha ikusa ha dekinu” (Kalau lapar tidak bisa bertempur.) Oleh
karena itu orang Jepang tidak akan pernah menerima kebiasaan puasa. Bagi orang Jepang, untuk
bekerja harus makan dan mempersiapkan kondisi lengkap.

Untuk melancarkan urusan pekerjaannya, orang Jepang memegang teguh prinsip tepat waktu
dengan tertib dan disiplin, khususnya dalam sektor perindustrian dan perdagangan. Untuk itu, tidak
ada alasan bagi Indonesia tidak bisa menjadi seperti Jepang. Indonesia memiliki sumber alam
melimpah dari pada Jepang, tenaga manusia murah, infrastruktur yang baik, dan kedudukan
geografis yang strategis. Tergantung kemauan, komitmen dan langkah pasti pemerintah serta
masyarakatnya dalam mengaplikasikan formula ekonomi yang ampuh tersebut. Jika bangsa
Jepang bisa melakukannya, maka tidak ada alasan untuk kita gagal melaksanakannya. Kekuasaan
ada ditangan kita dan bukan terletak pada negara.

Anda mungkin juga menyukai