Anda di halaman 1dari 14

PENYAKIT PADA MASA KEHAMILAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II

Dosen Pengampu :

Shinta Rositasari SST.Mkes

Di Susun Oleh :

Iis Astutik 2015121010

Eko Julianingsih 2015121007

Nur qolbiatun 2015121020

Diah Ardian R. 2015121006

Popy Astriani 20151210

Risno Sahafin 2015123005

Ryan Nova C. 2015121028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA

2017/2018
ANEMIA

A. DEFINISI ANEMIA
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah
atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah
normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka
mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia
menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel
darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang
diperlukan tubuh (kamus bahasa indonesia). Berikut pengertian anemia menurut para
ahli diantaranya :
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
eleman tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah,
yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah dan ada banyak tipe
anemia dengan beragam penyebabnya. (Marilyn E, Doenges, Jakarta, 1999)

Anemia secara umum adalah turunnya kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam
darah (Anonim). Anemia dapat diketahuui dengan adanya pemerisaan darah lengkap
laboratorium.
1. Nilai Hb normal
a) Pria : 13.8 - 17.2 gram/dl
b) Wanita : 12.1 – 15.1 gram/dl

2. Nilai Hb anemia
a) Pria : <13.8 – 17.2 gram/dl
b) Wanita : <12.1 – 15.1 gram/dl
(WHO.2008)
B. KLASIFIKASI ANEMIA

A. ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM


Anemia normositik normokrom dapat terjadi karena:
a. Hemolitik
b. Pasca perdarahan akut
c. anemia aplastik
d. sindrom mielodisplasia
e. alkoholism
f. anemia pada penyakit hati kronik

Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah / destruksi darah yang
berlebih sehingga menyebabkan sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam
eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran
darah tepi. Jika retikulosit tidak ditemukan, maka dicurigai adanya anemia aplastik, anemia
def besi dan b12 yang tidak diobati, terapi radiasi, masalah endokrin, kegagalan sumsum
tulang, sindrom mielodisplasia, dan alkoholism.

B. ANEMIA MAKROSITIK NORMOKROM


Merupakan anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia
megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12.
Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan
sel darah merah. Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik.
Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal
(megaloblas). Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal.
Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat
dalam makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut.
Kadang anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati
kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).
C. ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI (ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK )
Adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein
pengangkut oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena
kekuranganzatbesi.
Terdapatnya zat Fe dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemery dan Goeffy
(1713), kemudian Pierre Blaud (1831) mendapatkan bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat
memperbaiki keadaan krorosis, anemia akibat defisiensi Fe.

D. ANEMIA HEMOLITIK

Penyakit anemia hemolitik adalah salah satu jenis penyakit kekurangan darah yang
disebabkan oleh meningkatnya proses penghancuran sel darah merah dalam tubuh. Apabila
dibiarkan tentu keadaan seperti ini akan berdampak buruk pada penderita. Pada kondisi
normal, sel darah merah akan bertahan dalam waktu 120 hari, namun pada penderita anemia
hemolitik penghancuran sel darah merah terjadi lebih cepat. Hal ini akan menyebabkan
penurunan sel darah merah, yang bersifat sementara atau secara terus menerus

E. ANEMIA APLASTIK

Anemia aplastik merupakan suatu pansitopenia pada hiposelularitas sum-sum tulang.


Anemia aplastik didapat (Acquired qplastic anemia) berbeda dengan iatrogenic marrow
aplasia, hiposelularitas sum-sum setelah chemotherapy sitotoksik intensif. Anemia aplastik
dapat pula diturunkan : anemia Fancani genetic dan dyskeratosis congenital, dan sering
berkaitan dengan anomaly fisik khas dan perkembangan pansitopenia terjadi pada umur yang
lebih muda, dapat pula berupa kegagalan sum-sum pada orang dewasa yang terlihat normal.
Anemia aplastik didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung darah yang
rendah secara mendadak pada dewasa muda yang terlihat normal; hepatitis seronegatif atau
pemberian obat yang salah dapat pula mendahului onset ini. Diagnosis pada keadaan seperti
ini tidak sulit. Biasanya penurunan hitung darah moderat atau tidak lengkap, akan
menyebabkan anemia, leucopenia, dan thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi
tertentu.
DIABETES MELITUS (DM)

A. Defenisi

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Melitus dalam bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus
dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa
tinggi.

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan menifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang
penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan
postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati.

B. Klasifikasi

Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentase


klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Kotak 63-1 menjelaskan klasifikasi yang
diperkenalkan oleh American Diabetes Association (ADA) berdasarkan pengetahuan mengenai
patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan
oleh World Health Organization (WHO) dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat klasifikasi
klinis gangguan toleransi glukosa : (1) diabetes melitus tipe 1 dan 2, (2) diabetes gestasional
(diabetes kehamilan), dan (3) tipe khusus lain. Dua kategori lain dari dari toleransi glukosa
abnormal adalah gangguan toleransi glukosa dan gangguan glukosa puasa.

1. Diabetes tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin.
Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes melitus dependen insulin (IDDM), karena
individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe 1 biasanya
dijumpai pada individu yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan
laki-lakisedikit lebih banyak dari pada wanita. Karena insidensi diabetes tipe 1 memuncak pada
usia remaja dini, pada masa dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilis. Akan tetapi,
diabetes tipe 1 dapat timbul pada semua kelompok usia.
Insidensi diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapt dibagi dalam dua
sub tipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b)
idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering
timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia.

Pengidap diabetes tipe 1 memperlihatkan kadar glukosa normal sebelum yang terkendali
awitan penyakit muncul. Pada masa dahulu, diabetes tipe 1 dianggap penyakit yang terjadi tiba-
tiba dengan sedikit tanda peringatan. Akan tetapi, saat ini, diabetes tipe 1 adalah penyakit yang
biasanya berkembang secara perlahan selama beberapa tahun, dengan adanya autoantibodi
terhadap sel-sel beta destruksi yang terjadi secara terus-menerus pada diagnosis lanjut. Pada saat
diagnosis tipe 1 ditegakkan, biasanya pangkreas tidak atau sedikit mengeluarkan insulin, dan
lebih dari 80% sel beta pangkres telah dihancurkan. Kadar glukosa darah meningkat karena tanpa
insulin glukosa tidak dapat masuk ke sel. Pada saat yang sama, hati mulai melakukan
glukoneogenesis (sintesis glukosa baru) menggunakan subtrat yang ter sedia seperti sam amino,
asam lemak dan glikogen. Subtrat-subtrat ini mempunyai konsentrasi yang tinggi dalam
sirkukalsi karena efek katabolik glukagon tidak dilawan oleh insulin. Hal ini yang menyebabkan
sel-sel mengalami kelaparan walaupun kadar glukosa darah sangat tinggi. Hanya sel otak dan sel
darah merah yang tidak kekurangan glukosa karena keduanya tidak memerlukan insulin untuk
memasukkan glukosa.

2. Diabetes tipe 2

Hiperglikemia yang disebabkan insensitivitas seluler terhadap insulin disebut diabetes


melitus tipe 2. Selain itu, terjadi defek sekresi insulin ketidakmampuan pangkreas untuk
menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal.
Meskipun kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah
insulin tetap rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat. Karena insulin tetap dihasilkan
sel-sel beta pangkreas, diabetes melitus tipe 2 yang sebelumnya disebut diabetes melitus tidak
tergantung insulin atau NIDDM (noninsulin dependent diabetes melitus), sebenarnya kurang
tepat karena banyak individu yang mengidap diabetes tipe 2 dapat ditangani dengan insulin. Pada
diabetes melitus tipe 2, lebih banyak banyak wanita yang mengidap penyakit ini dibandingkan
pria. Predisposisi genetik yang kuat dan faktor lingkungan yang nyata dapat menyebabkan
diabetes melitus tipe 2.
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependen
insulin. Insidens diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering
dikaitkan dengan penyakit ini.

3. Diabetes gestasional

Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan memengaruhi
4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas,
multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi
peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi
glukosa, maka kehamilan adalah suatu diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai
predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memperlihatkan toleransi inglukosa atau
manifestasi klinis diabetes pada kehamilan.

DM gestasional merupakan intoleransi karbohidrat yang mengakibatkan hiperglikemia


dengan keparahan yang beragam dan onset atau deteksi pertama kali pada saat hamil. Defenisi
ini berlaku tanpa memandang apakah hormon insulin digunakan atau tidak dalam
penanganannya ataukah keadaan tersebut tetap bertahan setelah kehamilan berakhir. Intoleransi
glukosa dapat mendahului kehamilan tetapi keadaan ini tidak diketahui sebelumnya.4

Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50% wanita
pengidap ini tidak akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Bahkan, jika
membaik setelah persalinan, resiko untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah sekitar 5 tahun II
pada waktu mendatang lebih besar daripada normal.

4. Tipe khusus lain

Tipe khusus lain adalah (a) kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada
MODY. Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi
sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten tehadap insulin. Kelainan genetik
telah dikenali dengan baik dalam empat bentuk mutasi dan bentuk fenotif yang berbeda (MODY
1, MODY 2, MODY 3, MODY 4); (b) kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan
sindrom resistensi insulin berat dan akantosis negrikans; (c) penyakit pada eksokrin pangkreas
menyebabkan pangkreatitis kronik; (d) penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan
akromegali; (e) obat-obatan yang bersifat terhadap sel-sel beta; dan (f) infeksi.
HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A. Pengertian Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil
sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena
terjadi dehidrasi (Mochtar, 1998).
Hiperemesis diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama
kehamilan (Farrer, 1999).
Hiperemesis Gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan
muntah/tumpah yang berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat,
sehingga mengganggu kesehatan dan pekerjaan sehari-hari (Arief.B, 2009).
Hiperemesis Gravidarum (Vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah
nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga
menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD).

B. Klasifikasi Hyperemesis Gravidarum

a. Tingkat I

1) Muntah terus menerus sehingga menimbulkan dehidrasi (turgor kulit turun)


nafsu makan berkurang, berat badan menurun, mata cekung dan lidah kering.

2) Epigastrium nyeri karena asam lambung meningkat dan terjadi regurgitasi ke


esophagus.

3) Nadi meningkat dan tekanan darah turun.

4) Frekuensi nadi sekitar 100 kali/ menit.

5) Tampak lemah dan lemas.


b. Tingkat II

1) Dehidrasi semakin meningkat akibatnya: turgor kulit makin menurun, lidah


kering dan kotor, mata tampak cekung dan sedikit ikterus.

2) Pada kardiovaskuler, frekuensi nadi semakain cepat >100 kali/ menit, nadi
kecil karena volume darah turun, suhu badan meningkat, tekanan darah
turun.

3) Fungsi hati terganggu sehingga menimbulkan ikterus.

4) Dehidrasi menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang menyebabkan oliguria,


anuria dan terdapat timbunan benda keton aseton, aseton dapat tercium dalam
hawa pernapasan.

5) Kadang-kadang muntah bercampur darah akibat perdarahan esophagus dan


pecahnya mukosa lambung.

c. Tingkat III

1) Keadaan umum lebih parah.

2) Muntah berhenti.

3) Kesadaran semakin menurun hingga mencapai somnollen atau koma.

4) Terdapat ensefalopati werniche: nistagmus, diplopia, dan gangguan mental.

5) Kardiovaskuler, nadi kecil, tekanan darah menurun, dan temperature meningkat.

6) Gastrointestinal, ikterus semakin berat, terdapat timbunan aseton yang makin


tinggi dengan bau yang makin tajam, oliguria semakin parah dan menjadi
anuria. (Eni nur rahmawati, 2011 : 51 - 53)
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

A. DEFINISI
Hipertensi dalam masa kehamilan adalah adanya tekanan darah lebih dari
140 / 90 pada masa kehamilan. Terdapat klasifikasi yang membagi beberapa jenis
hipertensi dalam kehamilan ini.

B. KLASIFIKASI

Disadur bebas dari Report on the National High Blood Pressure Education
Program Working Group on High Blood Pressure in pregnancy (AJOG Vol.183 :
S1, July 2000)

1. Hipertensi Gestasional
Didapatkan desakan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada
kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali normal <
12 minggu pasca persalinan.

2. Preeklamsi
Kriteria minimum

Desakan darah ≥ 140/ 90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertei


dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+

3. Eklamsi
Kejang-kejang pada preeklamsi disertai koma

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi


Timbulnya proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah
mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20
minggu.

5. Hipertensi kronik
Ditemukannya desakan darah ≥ 140/ 90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelum
kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.
PENYAKIT JANTUNG PADA KEHAMILAN

A. DEFINISI
Menurut IKAPI (2008) dalam Gaya Hidup dan Penyakit Modern, penyakit pada
kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan fungsi kerja jantung
karena tidak adekuatnya aliran darah.
Pada ibu hamil, terjadi adaptasi fisiologis sehingga menyebabkan perubahan
signifikan pada sistem kardiovaskuler. Wanita dengan jantung normal dapat beradaptasi
dengan baik selama kehamilan. Sedangkan yang mengalami penyakit jantung,terjadi
komplikasi yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin, bahkan dapat membahayakan
nyawa ibu dan janin (Manuaba, 1998).

B. KLASIFIKASI
Kehamilan yang disertai penyakit jantung secara klinis dibagi menjadi empat
stadium (Manuaba, 1998) :
 Kelas 1 :
- Tanpa gejala pada kegiatan biasa
- Tanpa batas gerak biasa
 Kelas 2 :
- Waktu istirahat tidak terdapat gejala
- Gerak fisik terbatas
- Cepat lelah, palpitasi, sesak napas, dapat nyeri dada, edema tangan/tungkai
 Kelas 3 : Gerakan sangat terbatas karena gerak minimal saja dapat menimbulkan gejala
payah jantung.
 Kelas 4 : Dalam keadaan istirahat sudah terjadi gejala payah jantung
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Babak, Lowdermik, Jensen, 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4; Jakarta, EGC

Manuaba, Ida Bagus, 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta, Penerbit:
Arcan

Marlyn E. Doenges, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC


Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obsetri, Jilid I, Jakarta; EGC

Prawirohardjo, Sarwono, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta; Tridasa Printer

Anda mungkin juga menyukai