Anda di halaman 1dari 18

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60

tahun (Maryam, dkk, 2012).

2.1.2 Batasan-Batasan Lanjut Usia

Batas umur untuk usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut

WHO, pembagian umur tua sebagai berikut:

a. Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahun)

b. Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun)

c. Lanjut usia tua (old) (75-90 tahun)

d. Usia sangat tua (very old) (di atas 90 tahun)

2.1.3 Proses Menua

Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas

(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua

merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu,

tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan (Nugroho, 2006).

2.1.4 Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia

1. Perubahan Fisik
7

Menurut Stanley & Beare (2006) perubahan fisik pada lansia mencakup

perubahan pada sel, sistem indra, sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskuler

dan respirasi, pencernaan dan metabolisme, perkemihan, sitem saraf, dan sistem

reproduksi.

2. Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan makin berintegrasi dalam kehidupan lansia.

Lansia makin teratur dalam menjalankan rutinitas kegiatan keagamaannya sehari-

hari. Lansia juga cenderung tidak terlalu takut terhadapt konsep dan realitas

kematian (Nugroho, 2006).

3. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia, yaitu masa pensiun,

perubahan aspek kepribadian, dan perubahan dalam peran sosial di masyarakat.

Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan membuat lansia pensiunan merasakan

kekosongan. Lansia yang memasuki masa pensiun akan mengalami berbagai

kehilangan, yaitu: kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman, dan

kehilangan kegiatan (Stanley & Beare, 2006).

2.1.5 Masalah Kesehatan Pada Lansia

Masalah-masalah pada lansia antara lain, mudah jatuh, mudah lelah,

kekacauan mental akut, nyeri dada, sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik,

berdebar-debar, pembengkakan kaki bagian bawah, nyeri punggung bawah atau

pinggang, nyeri pada sendi pinggul, berat badan menurun, mengompol, gangguan

penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan tidur, keluhan pusing, keluhan

dingin dan kesemutan, serta mudah gatal (Nugroho, 2006).


8

Keadaan fisiologis yang semakin melemah serta daya tahan tubuh yang

cenderung menurun terhadap gangguan dari luar,akan lebih mempermudah

terserang penyakit bila tidak disertai dengan tindakan tindakan pencegahan

dalam hal kesehatan. Hampir seluruh sistem dalam tubuhnya dapat mengalami

gangguan penyakit.

2.2 Konsep Aktivitas Fisik

2.2.1 Pengertian Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap kegiatan yang membutuhkan energi untuk

melakukannya seperti berjalan, menari, mengasuh cucu dan lain sebagainya.

Aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur melibatkan gerakan tubuh yang

dilakukan secara berulang-ulang dan bertujuan untuk kesegaan jasmani

(Ambardini, 2015).

2.2.2 Jenis Aktivitas Fisik Lansia

Aktivitas fisik yang bermanfaat untuk kesehatan lansia sebaiknya

memenuhi kriteria FITT (frequency, intencity, time, type). Aktivitas fisik yang

dapat dilakukan lansia dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: membersihkan rumah,

mencuci baju, menyetrika, berkebun, mengemudi mobil, mengecat rumah,

memotong kayu, olahraga/latihan fisik dan lain-lain (Ambardini, 2015).

2.2.3 Senam Lansia

Menurut Sandi (2015), senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang

teratur dan terarah serta yang diikuti oleh lansia yang dilakukan dengan maksud

meningkatkan kemampuan fungsional raga. Senam lansia ini dirancang secara

khusus untuk melatih bagian-bagian tubuh serta pinggang, kaki serta tangan agar
9

mendapatkan peregangan bagi para lansia, namun dengan gerakan yang tidak

berlebihan. Jika diperhatikan, senam lansia tidak membuat pesertanya banyak

bergerak seperti olahraga aerobik, tujuannya adalah agar stamina dan energi para

lansia tidak terkuras habis.

2.2.4 Intensitas, Lama dan Frekuensi Latihan

Adapun intensitas, lama dan frekuensi latihan bagi lansia menurut

Ambardini (2015), yaitu:

1. Intensitas

Para lansia dianjurkan menjalani latihan-latihan olahraga aerobic dengan

intensitas sedang. Intensitas latihan dianggap cukup bila denyut nadi telah

melampaui 60% dari denyut nadi maksimal, yaitu 220 dikurangi umur, namun

sebaiknya tidak melampaui 80% dari denyut nadi maksimal. Antara 60%-80%

dari denyut nadi maksimal ini disebut zone latihan ini.

2. Lama

Lama latihan yang dianjurkan sebaiknya 50 menit. Dengan perincian 20-

30 menit untuk melakukan pemanasan dan pendinginan serta 30 menit lainnya

melakukan gerakan-gerakan inti.

3. Frekuensi

Frekuensi latihan paling sedikit 3 hari dalam seminggu pada hari yang

tidak berurutan, karena setelah 48 jam tidak berlatih, daya tahan seseorang mulai

menurun berlahan-lahan.

Latihan fisik dilakukan sekurangnya 30 menit dengan intensitas sedang, 5

hari dalam seminggu atau 20 menit dengan intensitas tinggi, 3 hari dalam
10

seminggu atau kombinasi 20 menit intensitas tingga 2 hari dalam seminggu dan

30 menit dengan intensitas sedang 2 hari dalam seminggu.

2.2.5 Kualitas Senam Lansia

Kualitas senam lansia secara teknis dapat diukur menggunakan indikator

keaktifan Senam Lansia. Indikator keaktifan merupakan indikator yang sangat

berpengaruh terhadap kualitas senam lansia. Keaktifan seorang lansia dalam

mengikuti senam lansia dapat dilihat dari 3 poin yaitu :

1) Ketepatan gerakan yaitu kemampuan mengikuti setiap gerakan sesuai

dengan arahan instruktur.

2) Kesungguhan gerakan yaitu penampilan dalam menirukan gerakan demi

gerakan yang dilakukan instruktur secara sungguh-sungguh yang

disesuaikan dengan usia lansia tersebut.

3) Kelengkapan gerakan yaitu kemampuan menyelesaikan gerakan sesuai

dengan hitungan yang dilakukan instruktur.

2.2.6 Tata Cara & Gerakan Senam Lansia

Olahraga pada lansia terdiri dari tiga prinsip yaitu pemanasan, latihan inti

dan pendinginan.Menurut Suroto (2004) teknik dan cara berlatih yang adalah

sebagai berikut:

a. Sikap Permulaan dan Pemanasan (Warming Up)

Pemanasan (Warming up) adalah suatu gerakan umum yang melibatkan

sebanyak-banyaknya otot dan sendi Pemanasan dilakukan bersama dengan

peregangan (Stretching). Lamanya kira kira 8-10 menit. Pada 5 menit terakhir

pemanasan dimaksudkan untuk mengurangi cedera dan mempersiapkan sel-sel


11

tubuh. Tujuan dilakukan pemanasan agar sel sel tubuh turut serta dalam proses

metabolisme yang meningkat.

1) Mengambil nafas dengan mengangkat kedua lengan membentuk huruf V

Jalan ditempat dengan hitungan 4 X 8 hitungan

2) Jalan maju, mundur, gerakan kepala menengok ke samping, miringkan

kepala, menundukkan kepala 8 X 8 hitungan.

3) Melangkahkan kaki satu langkah kesamping dengan menggerakkan bahu 8

X 8 hitungan.

4) Dorong tumit kanan kedepan bergantian dengan tumit kiri, angkat kaki,

tekuk lengan 8X8

5) Peregangan dinamis dengan berjalan ditempat hitungan 8 X 8

6) Gerakan peregangan dinamis dan statis hitungan 8 X 8

b. Gerakan Inti

Latihan ini difungsikan untuk melatih daya tahan (endurance),juga melatih

sistem kardiopulmonal dengan latihan yang bersifat aerobic. Peregangan yang

terdapat hampir di semua gerakan bermanfaat untuk fleksibilitas tubuh.

1) Dimulai dengan gerakan peralihan: jalan tepuk dan goyang tangan

hitungan 2 X 8

2) Jalan maju dan mundur melatih koordinasi lengan dan tungkai 2 X 8

hitungan

3) Melakangkah kesamping dengan mengayun lengan kedepan,menguatkan

otot lengan 2 X 8 hitungan

4) Melangkah kesamping dengan mengayun lengan kesamping,menguatkan

lengan atas dan bawah, 2 X 8 hitungan


12

5) Kaki bertumpu pada tumit,tekuk lengan koordinasi gerakan kaki dengan

lengan 2 x 8

6) Gerakan mendorong kesamping dengan lengan mendorong keatas 2 x 8

hitungan

7) Mengangkat lutut kedepan dengan lengan lurus keatas,koordinasi dan

menguatkan tungkai, 2 x 8 hitungan

8) Mengangkat kaki dengan tangan menggulung 2 x 8 hitungan

9) Mengangkat kaki kedepan serong dengan tangan ditekuk lurus 2 x 8

hitungan

10) Gerakan mambo melangkah kesamping 2 langkah ke kanan tangan

diayun kesamping hitungan,gerakan sebaliknya juga sama 2 x 8 hitungan

c. Gerakan Pendinginan

Pendinginan bermanfaat untuk mempercepat hilangnya rasa capai dan

kaku setelah latihan, sebab zat lelah akan segera kembali ke peredaran darah.

Pendinginan dilakukan dengan cara mengurangi kerasnya gerakan secara bertahap

dan diakhiri dengan penguluran seluruh otot, terutama otot yang banyak

digunakan selama latihan. Pemanasan, latihan inti dan pendinginan merupakan

satu rangkaian yang tak boleh dipisahkan.

1) Peregangan dinamis dengan mengangkat tangan bergantian 2 x 8 hitungan

2) Peregangan dinamis dengan mengangkat lengan keduanya 2 x 8 hitungan

3) Buka kaki kanan,tekuk lutut kanan sambil mengangkat tangan keatas,

tangan ke kiri disamping badan 2 x 8 hitungan

4) Kaki terbuka tekuk lutut kanan sambil mengangkat tangan kanan ke atas

melalui samping tangan kiri disamping bebas 2 x 8 hitungan


13

5) Peregangan dinamis dan statis dengan memutar badan dan memiringkan

kedua ujung kaki 4 x 8 hitungan ke kanan, 4 x 8 hitungan ke kiri

6) Gerakan pernafasan dengan membuka kaki selebar bahu tangan

mendorong ke samping kanan dan kiri 2 x 8 hitungan

7) Gerakan pernafasan dengan lutut ditekuk dan tangan mendorong ke bawah

2x8

8) Gerakan pernafasan dengan lutut ditekuk dan tangan mendorong kedepan

2 x 8 hitungan

2.3 Konsep Dasar Tidur

2.3.1 Pengertian Tidur

Tidur merupakan keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, keadaan penuh

ketenangan tanpa kegiatan dan merupakan suatu urutan siklus yang berulang,

dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi,

terdapat perubahan proses fisiologi, dan terjadi penurunan respons terhadap

rangsangan dari luar (Vaughans, 2013).

2.3.2 Fisiologi Tidur

Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus

tidur/terjaga umumnya mengikuti irama sirkardian atau 24 jam dalam siklus

siang/malam. Kebanyakan orang terjaga dan sibuk di siang hari dan tidur di

malam hari. Tentu saja ada pengecualian untuk aturan ini, khususnya untuk orang

yang bekerja dengan jenis pekerjaan yang harus dilakukan pada malam hari atau

shift berotasi. Selain siklus tidur/terjaga, tidur sendiri terjadi dalam tahapan yang

berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga
14

tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM-Non Rapid

Eye Movement) dan berkisar dari keadaan tidur sangat ringan di tahap 1 hingga

keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang biasanya

mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah, pernapasan, dan ketegangan

otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan restoratif,

baik secara fisiologi maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata

cepat (REM-Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakteristikan dengan

meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada taham NREM. Manfaat tidur

REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan emosi

(Vaughans, 2013).

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

REM Tahap 2 Tahap 3

Gambar 2.1 Siklus Tidur

2.3.3 Tidur pada lansia

Jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia. Akan tetapi,

kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia. Episode tidur

REM cendrung memendek. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur

NREM 3 dan 4. Beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4 atau tidur yang

dalam. Lansia sering kali melaporkan mengalami kesulitan tidur saat berada

ditempat tidur. Ini terjadi pada 1 dari 3 lansia wanita dan 1 dari 5 lansia pria.

Masalah untuk dapat tertidur juga dikaitkan dengan penyebab yang mudah diatasi
15

seperti mengkonsumsi kafein atau makanan dalam porsi banyak pada waktu yang

berdekatan dengan waktu tidur. Biasanya terjadi peningkatan pada fase I NREM

sehingga lansia mudah terbangun oleh karena: suara, sentuhan, atau cahaya. REM

selama malam hari berubah seiring dengan bertambahnya usia dimana fase REM I

terjadi lebih awal selama waktu tidur lansia.

Adanya perubahan tidur REM dan pengurangan tahap 3 dan 4 NREM

akan mengganggu efisiensi tidur lansia. Kerusakan sensori, umum dengan

penuaan, dapat mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang mempertahankan

irama sirkandian (Potter&Perry, 2006)

Tabel 2.1. Perubahan pola tidur pada usia lanjut

Pola tidur Laporan Subjektif Pantauan objektif


Lamanya di tempat tidur Meningkat Meningkat
Total waktu tidur Menurun Bervariasi (umumnya menurun)
Ancang-ancang tidur (sleep latency) Meningkat Bervariasi (umumnya menurun)
Terjaga setelah dimulai tidur Meningkat Meningkat
Tidur singkat pada siang hari Meningkat Meningkat
(daytime naps)
Efisiensi tidur Menurun Menurun

2.3.4 Gangguan Tidur pada Lansia

Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahan-perubahan yang khas

yang membedakannya dari orang-orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan

tersebut mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan

jumlah tidur siang. Lansia seringkali mengeluh dengan masalah gangguan tidur.

Tiga keluhan atau gangguan utama dalam memulai dan mempertahankan tidur

banyak terjadi di kalangan lansia, yaitu:

1. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan

untuk melakukannya. Lansia rentan terhadap insomnia karena adanya perubahan


16

pola tidur, biasanya menyerang tahap 4 (tidur dalam). keluhan insomnia

mencakup ketidakmampuan untuk kembali tidur dan terbangun pada dini hari.

Karena insomnia merupakan gejala, maka perhatian harus diberikan pada faktor-

faktor biologis, emosional, dan medis yang berperan, juga pada kebiasaan tidur

yang buruk. Insomnia terdiri dari tiga jenis:

a. Jangka pendek: berakhir beberapa minggu dan muncul akibat pengalaman

stres yang bersifat sementara seperti kehilangan orang yang dicintai,

tekanan di tempat kerja, atau takut kehilangan pekerjaan. Biasanya kondisi

ini dapat hilang tanpa intervensi medis setelah orang tersebut beradaptasi

terhadap stresor.

b. Sementara: episode malam gelisah yang tidak sering terjadi yang

disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan seperti jet lag,

kontruksi bangunan yang bising, atau pengalaman yang menimbulkan

ansietas.

c. Kronis: berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Kondisi ini

dapat disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis,

penggunaan obat tidur berlebihan, penggunaan alkohol berlebihan,

gangguan jadwal tidur bangun, dan masalah kesehatan lainnya. 40%

insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea tidur,

sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis karena artritis. Insomnia kronis

biasanya memerlukan intervensi psikiatrik atau medis.

2. Hipersomnia

Hipersomnia dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24

jam, dengan keluhan tidur berlebihan. Penyebab hipersomnia masih bersifat


17

spekulatif tetapi dapat berhubungan dengan ketidakaktifan, gaya hidup yang

membosankan, atau depresi. Orang tersebut dapat menunjukkan mengantuk di

siang hari yang persisten, mengalami serangan tidur, tampak mabuk atau

komatose, atau mengalami mengantuk pasca ensefalitik. Keluhan keletihan,

kelemahan, dan kesulitan mengingat atau belajar merupakan hal yang sering

terjadi.

3. Apnea Tidur

Apnea tidur adalah berhentinya pernapasan selama tidur. Gangguan ini

didenifisikan dengan gejala mendengkur, berhentinya pernapasan minimal 10

detik, dan rasa kantuk di siang hari yang luar biasa. Selama tidur, pernapasan

dapat berhenti paling banyak 300 kali, dan episode apnea dapat berakhir dari 10

sampai 90 detik.

2.3.5 Kualitas tidur lansia

Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu

menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup

aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif

dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan

keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas

(Khasanah, 2012). Efisiensi tidur diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding

dengan waktu berbaring ditempat tidur. Kebutuhan tidur lansia semakin menurun

karena dorongan homeostatik untuk tidur pun berkurang.

Busyee et al (1988) melakukan penelitian menggunakan The Pittsburg

Sleep Quality Index (PSQI), PSQI ialah suatu metode penelitian yang berbentuk

kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan gangguan tidur
18

orang dewasa dalam interval satu bulan. Dari penilaian kualitas tidur dengan

menggunakan metode PSQI ini akan didapatkkan dari pengukuran kualitas tidur

seseorang yang pengukurannya dicari dengan cara mengisi kuesioner PSQI

dengan pembobotan tertentu. Index atau nilai tersebut yang nantinya akan

menggambarkan seberapa baikkah kualitas tidur dari tidur seseorang.

Membedakan antara tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan pemeriksaan 7

komponen: efisiensi kebiasaan tidur, latensi tidur, durasi tidur, gangguan tidur,

penggunaan obat tidur, gangguan aktivitas di siang hari, dan kualitas tidur. PSQI

merupakan instrument efektif yang digunakan untuk mengukur dan pola tidur

pada orang dewasa (Karota, 2003).

2.3.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur

Menurut vaughans (2013), kebutuhan tidur sangat bervariasi antara

individu satu dengan yang lain. Variabel yang mempengaruhi jumlah dan kualitas

tidur meliputi:

1. Usia dan tahap perkembangan

Bagi baru lahir menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tidur

(kurang lebih 16 jam dalam periode waktu 24 jam). Secara umum, saat anak

memasuki masa kanak-kanak, jumlah jam tidur berkurang dan jumlah waktu yang

dihabiskan dalam tahap REM juga berkurang; pengecualian saat anak-anak dan

praremaja, yang membutuhkan lebih banyak tidur selama memacu pertumbuhan.

Jumlah tidur dan interval tidur berubah saat usia dewasa. Orang dewasa tua

cenderung lebih sering terjaga di malam hari dan mungkin lebih banyak tidur

siang, khususnya setelah kecapekan.

2. Pengaruh psikososial
19

Variabel psikologi yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk tidur

dan juga kualitas tidur meliputi:

a. Peran dan hubungan: orang yang sudah menikah kadang kesulitan untuk

tidur tanpa pasangannya. Kematian pasangan juga mempunyai pengaruh

yang sama.

b. Pola kerja: waktu siang hari seseorang bekerja dan juga mempunyai jam

kerja stabil akan sulit untuk menciptakan pola tidur. Cahaya siang hari dan

suara-suara sekitar juga menyulitkan seseorang untuk mengantuk dan

tertidur.

c. Stres/depresi: stres dapat menyebabkan masalah untuk tertidur atau tetap

tidur. Depresi juga dapat memberikan efek yang sama.

3. Gaya hidup

a. Aktivitas dan olahraga: meski menambah aktivitas fisik dan olahraga

secara keseluruhan dapat memberikan manfaat, penjadwalan sangat

penting untuk mendukung tidur yang optimal. Melakukan aktivitas atau

olah raga berlebih mendekati waktu tidur dapat mengganggu kemampuan

seseorang untuk tertidur.

b. Kebiasaan makan: jumlah makan dan jenis makanan yang dapat dimakan

seseorang mempengaruhi jumlah dan kualitas tidur yang didapatkan.

4. Kondisi lingkungan

Suhu lingkungan, level suara, dan jumlah cahaya semuanya memengaruhi

kemampuan seseorang untuk tidur dengan nyaman dan tanpa interupsi.

2.4 Hubungan Aktivitas Fisik (Senam Lansia) dengan Kualitas Tidur


20

Proses degenerasi yang terjadi pada lansia menyebabkan waktu tidur

efektif akan semakin berkurang sehingga tidak tercapai kualitas tidur yang

adekuat dan akan menimbulkan berbagai macam keluhan tidur. Berkurangnya

jumlah jam tidur tersebut tidak menjadi suatu masalah jika lansia itu sendiri

merasakan kualitas tidur yang nyenyak karena dengan kualitas tidur yang bagus

meskipun hanya dua jam sudah dapat memulihkan fungsi tubuh dan otak.

(Prayitno, 2006). Gangguan tidur pada lansia juga dapat disebabkan juga oleh

faktor biologis dan faktor psikis. Faktor biologis seperti adanya penyakit tertentu

yang mengakibatkan seseorang tidak dapat tidur dengan baik. Faktor psikis bisa

berupa kecemasan, stres psikologis, ketakutan dan ketegangan emosional. Otot

akan mengalami ketegangan ketika lansia mengalami stres (ketegangan

emosional) sehingga mengaktifkan sistem saraf simpatis. Kecepatan jantung,

tekanan darah, dan kecepatan pernapasan meningkat, serta otot menjadi tegang.

Aktifnya saraf simpatis membuat lansia tidak dapat santai atau relaks sehingga

tidak dapat memunculkan rasa kantuk. Dengan berolahraga akan merangsang

kelenjar pineal untuk mensekresi serotonin dan melatonin (berperan dalam

mengontrol irama sirkandian, sekresinya terutama pada malam hari yang

berhubungan dengan rasa mengantuk). Dari hipotalamus rangsangan akan

diteruskan ke pituitary untuk pembentukan beta endorphin dan enkephalin. Efek

dari Beta endorphin dan enkephalin akan menimbulkan suasana rileks dan senang.

Dalam kondisi rileks, lansia akan mudah dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.

(Sumedi, 2010)

Olahraga senam lansia juga merangsang penurunan aktivitas saraf simpatis

dan peningkatan aktivitas saraf para simpatis yang berpengaruh pada penurunan
21

hormon adrenalin, norepinefrin dan katekolamin serta vasodilatasi pada pembuluh

darah yang mengakibatkan transport oksigen keseluruh tubuh terutama otak

lancar. Pada kondisi ini akan meningkatkan relaksasi lansia. Selain itu, sekresi

melatonin yang optimal dan pengaruh beta endorphin dan membantu peningkatan

pemenuhan kebutuhan tidur lansia (Rahayu, 2008).


22

2.5 Kerangka Konsep


lansia

Proses menua

perubahan

Aspek Kognitif: Aspek Psikososial: Aspek Fisik: Aspek Spiritual:


daya ingat
1. Kehilangan finansial 1. Sistem 1. Agama dan
2. Kehilangan status muskuloskeletal kepercayaan
3. Kehilangan teman 2. Sistem terintegrasi
4. Kehilangan kegiatan kardiopulmonal 2. Bertindak dan
3. Sistem perkemihan berpikir dengan
- Stres 4. Sistem integumen cara memberikan
- Cemas 5. Sistem pencernaan contoh cara
- Takut 6. Sistem pernafasan mencintai
- Ketegangan 7. Sistem metabolisme
emosional 8. Sistem saraf

Ketegangan otot Saraf simpatis

Aktivitas Fisik:
Olahraga/senam lanisa Tidak dapat santai

relaksasi Gangguan tidur

Faktor-faktor yang
1. Memperlancar aliran darah ke
mempengaruhi kualitas
otak
tidur:
2. Penurunan aktivitasi inflamasi
3. Peningkatan aktivitas serotonin 1. Usia
Kualitas tidur
(5HT) 2. Pengaruh
4. Penurunan katekolamin. psikososial
Adrenalin, norepinefrin 3. Kondisi lingkungan
5. Sekresi melatonin optimal 4. Gaya hidup

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Hubungan Aktivitas Fisik (Senam Lansia)


dengan Kualitas Tidur pada Lansia.
23

Keterangan: : diteliti

: tidak diteliti : berpengaruh

2.5.1 Deskripsi Kerangka Konsep

Pada usia lanjut seseorang akan mengalami proses penuaan dan terjadi

berbagai perubahan pada aspek kognitif, psikososial, fisik dan spiritual. Pada

aspek psikologis, lansia akan mengalani stres, cemas, takut, dan ketegangan

emosional yang dapat mengaktifkan sistem saraf simpatis. Aktifnya saraf simpatis

membuat lansia merasa tidak santai sehingga akan muncul gangguan tidur yang

dapat berpengaruh pada kualitas tidur lansia. Kualitas tidur lansia sendiri

dipengaruhi beberapa faktor diantaranya usia, pengaruh psikososial, kondisi

lingkungan dan gaya hidup. Aktivitas fisik dapat meningkatkan kualitas tidur

lansia. Dan salah satu aktivitas fisik yang dapat dilakukan adalah senam lansia.

Senam lansia yang dapat membuat kondisi lansia dalam keadaan relaks atau

santai. Senam lansia sendiri dapat melancarkan peredaran darah, menurunkan

aktivasi inflamasi, peningkatan aktivitas serotonin (5HT), dan penurunan

katekolamin, adrenalin, norepinefrin, serta sekresi melatonin optimal.

2.6 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tinjauan pustaka dan

kerangka konsep maka dapat disusun hipotesis penelitian bahwa terdapat

hubungan aktivitas fisik (senam lansia) dengan kualitas tidur pada lansia.

Anda mungkin juga menyukai