Paper Strapel Perkembangan Un Dan Kurikulum
Paper Strapel Perkembangan Un Dan Kurikulum
Disusun Oleh
Dosen Pengampu
Dr.QADRIATHI DG. BAU.ST,M.Si,M.Pd
Pada periode ini, sistem ujian akhir yang diterapkan disebut dengan Ujian
Negara, berlaku untuk semua mata pelajaran. bahkan ujian dan pelaksanaannya
ditetapkan oleh pemerintah pusat dan seragam untuk seluruh wilayah di
Indonesia.
Pada tahun 1972 diterapkan sistem Ujian Sekolah di mana setiap atau
sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian akhir masing-masing. Soal dan hasil
pemrosesan hasil ujian semuanya ditentukan oleh masing-masing sekolah/
kelompok sekolah. Pemerintah pusat hanya menyusun dan mengeluarkan
pedoman yang bersifat umum. Untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu
pendidikan serta diperolehnya nilai yang memiliki makna yang “sama” dan dapat
dibandingkan antar sekolah.
Pada tahun 1982 dilaksanakan ujian akhir nasional yang dikenal dengan
sebutan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). dalam EBTANAS
dikembangkan sejumlah perangkat soal yang “pararel” untuk setiap mata
pelajaran dan penggandaan soal dilakukan didaerah. Pada EBTANAS kelulusan
siswa ditentukan oleh kombinasi nilai semester I (P), nilai semester II (Q) dan
nilai EBTANAS murni (R)
4. Periode 2002-2004
Pada tahun 2002, EBTANAS diganti dengan penilaian hasil belajar secara
nasional dan kemudian berubah nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN).
Perbedaan yang menonjol antara UAN dengan EBTANAS adalah dalam cara
menentukan kelulusan siswa, terutama sejak tahun 2003. Untuk kelulusan siswa
pada UAN ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual.
1) Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah
dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular
dibanding istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih
bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat
itu dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada
tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum
diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: a. Daftar mata
pelajaran dan jam pengajarannya, b. Garis-garis besar pengajaran.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang
pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan
berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka
pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia
yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran.
Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
4) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan kurikulum 1964, yakni
dilakukan perubahan struktur kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum
ini merupakan perwujudan perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis yaitu
mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat
mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat
teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya
pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang
pendidikan.
5) Kurikulum Periode 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien
dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang
manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata
Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode,
materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana
pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi dalam bentuk Tujuan Instruksional Umum
(TIU), Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Guru harus trampil menulis rincian apa
yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.