Anda di halaman 1dari 14

TUGAS INDIVIDU

“PERKEMBANGAN KURIKULUM DAN UJIAN NASIONAL DI INDONESIA ”


MK.STRATEGI PEMBELAJARAN
(14B11C601)
SEMESTER GENAP

Disusun Oleh

ARIF PUTRA WIRYA DOMPE


1521040007

Dosen Pengampu
Dr.QADRIATHI DG. BAU.ST,M.Si,M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017/2018
A.Pekembangan Ujian Nasional Di Indonesia
Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, sistem ujian nasional telah
mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan, perkembangan ujian
nasional tersebut yaitu:

1. Periode sebelum tahun 1969

Pada periode ini, sistem ujian akhir yang diterapkan disebut dengan Ujian
Negara, berlaku untuk semua mata pelajaran. bahkan ujian dan pelaksanaannya
ditetapkan oleh pemerintah pusat dan seragam untuk seluruh wilayah di
Indonesia.

2. Periode 1972 – 1982

Pada tahun 1972 diterapkan sistem Ujian Sekolah di mana setiap atau
sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian akhir masing-masing. Soal dan hasil
pemrosesan hasil ujian semuanya ditentukan oleh masing-masing sekolah/
kelompok sekolah. Pemerintah pusat hanya menyusun dan mengeluarkan
pedoman yang bersifat umum. Untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu
pendidikan serta diperolehnya nilai yang memiliki makna yang “sama” dan dapat
dibandingkan antar sekolah.

3. Periode 1982 – 2002

Pada tahun 1982 dilaksanakan ujian akhir nasional yang dikenal dengan
sebutan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). dalam EBTANAS
dikembangkan sejumlah perangkat soal yang “pararel” untuk setiap mata
pelajaran dan penggandaan soal dilakukan didaerah. Pada EBTANAS kelulusan
siswa ditentukan oleh kombinasi nilai semester I (P), nilai semester II (Q) dan
nilai EBTANAS murni (R)

4. Periode 2002-2004

Pada tahun 2002, EBTANAS diganti dengan penilaian hasil belajar secara
nasional dan kemudian berubah nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN).
Perbedaan yang menonjol antara UAN dengan EBTANAS adalah dalam cara
menentukan kelulusan siswa, terutama sejak tahun 2003. Untuk kelulusan siswa
pada UAN ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual.

5. Periode 2005 – sekarang

Mulai tahun 2005 untuk mendorong tercapainya target wajib belajar


pendidikan yang bermutu, pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional (UN)
untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/SMK/MA/SMALB/SMKLB. Sedangkan
untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang bermutu,
mulai tahun ajaran 2008/2009 pemerintah menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah
Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD/MI/SDLB.

Demikian mengenai sejarah perkembangan ujian yang dilakukan pada


jenjang sekolah untuk tingkat dasar dan menengah untuk menentukan apakah
seorang peserta didik itu lulus ataukah tidak dalam satu tingkatan pendidikan.

Adapun Manfaat dan Kelebihan Ujian Nasional adalah sebagai berikut :


1. UN dapat menggambarkan indikator kondisi pendidikan di Indonesia
secara umum, artinya lembaga pendidikan internasional (UNESCO dll) dapat
mengetahui kondisi pendidikan di Indonesia melalui UN.

2. UN dapat memacu sekolah, dinas pendidikan (propinsi dan kab/kota)


untuk berkompetisi dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

3. UN dapat memotovasi guru untuk senantiasa meningkatkan kualitas


pembelajaran, sehingga guru senantiasa meningkatkan kompetensinya untuk
menuju guru yang professional.

4. UN juga dapat memotivasi siswa untuk terus belajar sehingga mampu


meraih nilain UN yang tinggi. Artinya disini dengan dilaksanakannya UN dapat
membelajarkan siswa sehingga mampu berkembang secara optimal dalam
mengembagkan potensinya.

Namun disamping kelebihan dan manfaat diatas, pelaksanaan UN juga


memiliki kelemahan dan dampak negative, diantarnya adalah :

1. Standar nilai UN sama di seluruh Indonesia, sementara kondisi baik


sarana prasarana, guru, input siswa di setiap daerah terdapat perbedaan yang
sangat signifikan. Apakah wajar sekolah yang di Jakarta misalnya SMPN 115
jakarta dengan fasilitas dan guru yang sangat lengkap standar kelulusannya
disamakan dengan SMP Hidayatutthullab yang berada di Air Tenggulang Sumsel
yang baik fasilitas maupun guru masih sangat kurang ?

2. Dengan dilaksanakannya nilai UN sebagai syarat kelulusan akan


menimbulkan kompetisi yang tidak sehat. Hal ini terjadi karena UN masih
dijadikan standar apakah pendidikan di suatu sekolah itu berkualitas atau tidak.
Tingginya nilai UN di sekolah atau daerah masih dianggap sebagai gambaran
kualitas pendidikan disekolah/ daerah tersebut. Hal ini akan mendorong
sekolah/daerah melakukan kecurangan UN.

3. Pemanfaatan Anggaran Dana yang mubadzir (sia-sia). Pelaksanaan UN


menghabiskan dana yang tidak sedikit baik dari perencanaan,pelaksanan maupun
monev UN misalnya pencetakan naskah soal, pengawalan naskah soal,
kepengawasan, tim independen, dan lain lain. Sementara hasil yang dicapai UN
tidak mampu menjamin gambaran pencapaian kompetensi peserta didik yang
sebenarnya sesuai dengan tujuan Un itu sendiri.

4. UN merupakan penilaian yang sifatnya temporal (sesaat) dan hanya


menilai 1 aspek saja, namun menentukan kelulusan. Hal ini bertentangan dengan
penilaian berbasis kelas (PBK) yang menitikberatkan penilaian selama proses
pembelajaran yang seharusnya lebih menentukan syarat kelulusan karena
dilaksanakan secara kontinu.

Dari uraian diatas penulis sepakat Ujian Nasional tetap dilaksanakan,


namun masih perlu koreksi dalam hal pelaksanaanya. Pelaksanaan UN seharusnya
adalah sebagai berkut :

1. Nilai UN jangan dijadikan satu-satunya syarat kelulusan karena UN


hanya dilaksanakan beberapa hari, semntara pembelajaran dilaksanakan selama 3
tahun. Dengan tidak dijadikannya UN sebagai syarat kelulusan maka berimplikasi
kepada kejujuran dalam pelaksanaanya sehingga UN akan menilai
kompetensi/kemampuan peserta didik yang sebenarnya.

2. Pelaksanaan UN tidak dicampuri oleh kepentingan politik. Seperti kita


ketahui dengan berlakunya otonomi daerah, kepala daerah (bupati/ walikota dan
gubernur) tidak ingin pendidikan di daerahnya berlebel rendah (tidak berkualitas)
dengan rendahnya rata-rata nilai UN yang dicapai. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya kecurangan-kecurangan dakam pelaksanaan UN. Pejabat seharusnya
tidak mencampuradukkan antara dunia pendidikan dengan dunia politik, karena
pada hakikatnya pendidikan adlah tanggung jawab bersama ( pemerintah dan
masyarakat). Pemerintah bersama masyarakat seharusnya sama-sama berupaya
meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara yang baik, arif, dan benar.
3. Nilai UN dapat dijadikan syarat kelulusan, namun menurut penulis perlu
adanya grade (tingkatan) standar kelulusan di setiap daerah. Artinya syarat
kelulusan di Sumatera Selatan berbeda dengan di Jakarta. Disamping itu syarat
kelulusan nilai UN bisa dikategorikan berdasarkan hasil akreditasi. Sekolah
dengan akreditasi A memiliki standar kelulusan yang bebeda dengan sekolah
dengan akreditasi B.

4. Pelaksananan UN tidak perlu melibatkan banyak pihak yang kurang


bermanfaat sehingga berimpilaksi kepada efisiensi dana. Terlalu banyak pihak
yang terlibat hanya menghamburkan dana sehingga dana yang kurang bermanfaat
dapat digunakan untuk peningkatan kualitas pendidikan pada sektor lain.
Dari uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa Ujian Nasional masih
perlu dilaksanakan agar gambaran riil pendidikan di Indonesia dapat diketahui dan
dapat memotivasi daerah/sekolah untuk senantiasa meningkatkan kualitas
sehingga mencapai 8 Standar nasional pendidikan sesuai dengan PP nomor 19
tahun 2005. Namun yang perlu diperbaiki adalah pelaksanaannya sehingga UN
yang dilaksanakan benar-benar dapat mencapai tujuan UN itu sendiri dan tujuan
pendidikan nasional yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.

B.Perkembangan Kurikulum Di Indonesia

Sejarah mencatat bahwa Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia


yakni kurikulum 1947 sampai kurikulum 2013, kurikulum tersebut mengalami
pembaruan-pembaruan mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang semakin
modern dan tentunya karena faktor perkembangan zaman. Berikut kurikulum dari
dulu sampai sekarang.

1) Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah
dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular
dibanding istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih
bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat
itu dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada
tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum
diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: a. Daftar mata
pelajaran dan jam pengajarannya, b. Garis-garis besar pengajaran.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang
pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan
berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka
pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia
yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran.
Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

2) Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952


Pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama
Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu
sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari
kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi
pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana
Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali, seorang guru
mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar
Depdiknas periode 1991-1995. Pada masa itu juga dibentuk kelas Masyarakat.
Yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah Rendah 6 tahun yang tidak
melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti
pertanian, pertukangan, dan perikanan tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke
jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

3) Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964


Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini
adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilann, dan jasmani.
Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

4) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan kurikulum 1964, yakni
dilakukan perubahan struktur kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum
ini merupakan perwujudan perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis yaitu
mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat
mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat
teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya
pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang
pendidikan.
5) Kurikulum Periode 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien
dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang
manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata
Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode,
materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana
pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi dalam bentuk Tujuan Instruksional Umum
(TIU), Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Guru harus trampil menulis rincian apa
yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

6) Kurikulum 1984, Kurikulum 1975 yang Disempurnakan


Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984
adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas
periode 1980-1986.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-
sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan
secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA.
Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Akhiran penolakan CBSA bermunculan.

7) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999


Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan
dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran,
yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem
caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan
dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran
cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Kurikulum 1994
bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
“Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984,
antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Pada kurikulum 1994 perpaduan tujuan dan proses belum berhasil karena beban
belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi
muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya
bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk
dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super
padat. Kehadiran Suplemen Kurikulum 1999 lebih pada menambal sejumlah
materi.
8) Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum 2004, disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur
pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator
evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan
pengembangan pembelajaran.
Ciri-ciri KBK sebagai berikut:
1.Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual
maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan
keberagaman.
2.Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi,
3.sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
4.Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi.
5.Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan
semester.
6.Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi
menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
7.Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada
setiap level.
8.Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan,
9.Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah
untuk menjawab pertanyaan, Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah
mencapai hasil belajar yang diharapkan?.
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan untuk melakukan kompetensi tugas-tugas tertentu sesuai dengan
standar performance yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa
pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan
perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman
pembelajaran.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar
yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir
dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang
untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002:55).
Kurikulum 2004 lebih keren dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). Setiap mata pelajaran dirinci berdasarkan kompetensi apa yang mesti di
capai siswa. Kerancuan muncul pada alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang
berupa Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional yang masih berupa soal pilihan
ganda. Bila tujuannya pada pencapaian kompetensi yang diinginkan pada siswa,
tentu alat ukurnya lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu
mengukur sejauh mana pemahaman dan kompetensi siswa. Walhasil, hasil KBK
tidak memuaskan dan guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi
yang diinginkan pembuat kurikulum.

9) Kurikulum Periode KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006


Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Disusun oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang selanjutnya ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006. Menurut Undang-undang
nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat 15, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan
pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi serta kompetensi dasar
yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Disamping
itu, pengembangan KTSP harus disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan,
potensi dan karakteristik daerah, serta peserta didik.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP dimana
panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum tingkat
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat
setempat, dan peserta didik.
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta
didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi
yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan
bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,
dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan
dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
Dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur
pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan
permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006
yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol
terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari
desentralisasi sistem pendidikan.
Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk
mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan
kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran,
dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di
bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.
Pada akhir tahun 2012 KTSP dianggap kurang berhasil, karena pihak sekolah dan
para guru belum memahami seutuhnya mengenai KTSP dan munculnya beragam
kurikulum yang sulit mencapai tujuan pendidikan nasional. Maka mulai awal
tahun 2013 KTSP dihentikan pada beberapa sekolah dan digantikan dengan
kurikulum yang baru.

10) Kurikulum Periode 2013


Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan, modivikasi dan
pemutakhiran dari kurikulum sebelumnya. Sampai saat ini pun saya belum
menerima wujud aslinya seperti apa. Namun berdasarkan informasi beberapa hal
yang baru pada kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 sudah diimplementasikan pada tahun pelajaran
2013/2014 pada sekolah-sekolah tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan
secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013. Sesuatu yang baru tentu mempunyai
perbedaan dengan yang lama.

Anda mungkin juga menyukai