Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Klasifikasi tanah adalah cara mengumpulkan dan mengelompokkan
tanah berdasarkan kesamaan dan kemiripan sifat dan ciri-ciri tanah, kemudian
diberi nama agar mudah diingat dan dibedakan antara tanah yang satu dengan
lainnya. Setiap jenis tanah memiliki sifat dan ciri yang spesifik, potensi dan
kendala untuk penggunaan tertentu.
Klasifikasi tanah di Indonesia mulai dikembangkan sejak tahun 1910
melalui pendekatan bahan induk, proses pembentukan dan warna tanah.
Perkembangan pendekatan klasifikasi tanah dan aplikasinya dalam survei dan
pemetaan serta interpretasinya untuk keperluan sektor pertanian terus
dilakukan untuk memodifikasi sistem klasifikasi berdasarkan pengalaman
dan pengetahuan para peneliti. Penggunaan klasifikasi tanah dalam survei dan
pemetaan tanah diharapkan dapat memberikan informasi tentang sifat-sifat
tanah untuk pengelolaan lahan pertanian yang berkelanjutan.
Sistem klasifikasi tanah nasional perlu dibangun dan dimiliki oleh
setiap negara sesuai kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tanah. Sistem klasifikasi tanah yang telah ada sebelumnya, telah
dibuat sesederhana mungkin agar mudah dipahami dan diterapkan oleh para
praktisi lapang di bidang pertanian. Sementara itu, sistem klasifikasi lainnya
seperti Sistem Taksonomi Tanah (USDA) yang merupakan milik dunia
internasional dan sudah digunakan oleh para peneliti dan staf pengajar di
Perguruan Tinggi di Indonesia dapat dilanjutkan penggunaannya sebagai
referensi dan untuk alat berkomunikasi khususnya dengan para pakar tanah
di dalam dan di luar negeri. Sistem klasifikasi tersebut sangat detil dan
memerlukan data analisa tanah lengkap tetapi tidak mudah untuk
mengkomunikasikannya diantara para pengguna dan pelaksana di lapangan.
Oleh karena itu perlu disusun sistem klasifikasi tanah nasional dengan bahasa
yang relatif mudah dipahami.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan klasifikasi jenis tanah nasional dan
bagaimana penggunaannya di Indonesia?
2. Bagaimana penyebaran tanah di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui klasifikasi tanah nasional dan penggunaannya di Indonesia
2. Mengetahui penyebaran tanah di Indonesia
BAB II
ISI

A. Tinjauan Pustaka
Klasifikasi tanah adalah cara mengumpulkan dan mengelompokkan
tanah berdasarkan kesamaan dan kemiripan sifat dan ciri morfologi, fisika dan
kimia, serta mineralogi, kemudian diberi nama agar mudah dikenal, diingat,
dipahami dan digunakan serta dapat dibedakan satu dengan lainnya. Tanah yang
diklasifikasikan adalah benda alami yang terdiri dari padatan (bahan mineral dan
bahan organik), cairan dan gas, yang terbentuk di permukaan bumi dari hasil
pelapukan bahan induk oleh interaksi faktor iklim, relief, organisma dan waktu,
berlapis-lapis dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman, sedalam 2 m atau
sampai batas aktifitas biologi tanah (Soil Survey Staff, 2014).
Pada tahun 1974 dan 1975, mulai diperkenalkan sistem klasifikasi tanah
dunia, yaitu “Soil Unit” dari FAO/UNESCO (1974) dan “Soil Taxonomy” dari
USDA (1975). Praktis sejak tahun 1975 berkembang tiga sistem klasifikasi tanah
di Indonesia. Sistem “Soil Taxonomy” dinilai oleh para pakar memiliki banyak
kelebihan, sehingga lebih banyak dipelajari dan dipromosikan oleh para peneliti
dan staf pengajar perguruan tinggi lulusan dari Amerika Serikat dan Eropa untuk
diterapkan pada kegiatan pemetaan tanah di Indonesia. Gencarnya promosi
penggunaan “Soil Taxonomy” di lembaga-lembaga penelitian dan perguruan
tinggi serta kebutuhan mendesak untuk tujuan survei dan pemetaan tanah, maka
pada Kongres Nasional V Himpunan Ilmu Tanah Indonesia di Medan tahun
1989 telah memutuskan penggunaan “Soil Taxonomy” sebagai sistem klasifikasi
tanah yang formal digunakan secara nasional untuk keperluan survei dan
pemetaan tanah, pendidikan ilmu tanah di perguruan tinggi dan praktek-praktek
pertanian di Indonesia (Hardjowigeno, 1993).
Klasifikasi tanah dibagi dalam 6 kategori, yaitu Ordo, Sub-Ordo, Great
group, Sub-Group, Famili dan Seri (Soil Survey Staff, 2014). Secara umum
taksonomi tanah juga membagi tanah berdasarkan asal bahan induknya menjadi
2 bagian, yaitu tanah organik (Histosol) dan tanah-tanah mineral. Di Indonesia
telah diinventarisir sebanyak 10 Ordo tanah dari 12 Ordo tanah yang ada di
dunia, yaitu: Histosol, Entisol, Inceptisol, Andisol, Mollisol, Vertisol, Alfisol,
Ultisol, Spodosol, dan Oxisol. Hanya dua Ordo tanah yang tidak dijumpai di
Indonesia yaitu: Aridisol, tanah pada daerah iklim sangat kering (aridik), dan
Gelisol, tanah pada daerah sangat dingin (gelik, es).

B. Penyebaran Ordo Tanah di Indonesia


Tanah Alfisol
Tanah ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang
terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat
horison argilik)dan mempunyai kejenuhan basa tinggi
yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari
permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison
bawah ini berasal dari horison di atasnya dan tercuci
kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan
sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah
Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang
juga Podzolik Merah Kuning.
gambar 2.1 tanah Alvisol
Tanah Aridisol
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-
tanah yang mempunyai kelembapan tanah arid (sangat
kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang
dengan horison penciri lain. Padanan dengan
klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil.
Gambar 2.2 tanah Aridisol
Tanah Entisol

Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-


tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat
permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horizon
penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik.
Kata Ent berarti recent atau baru. Padanan dengan
sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial
atau Regosol.
Ciri-ciri :
· Tanah yang baru berkembang
· Belum ada perkembangan horison tanah
· Meliputi tanah-tanah yang berada di atas batuan
induk
· Termasuk tanah yang berkembang dari bahan baru.
Mencakup kelompok tanah alluvial, regosol dan litosol dalam klasifikasi
dudal supratohardjo. Tipe ini di sepanjang aliran besar merupakan
campuran mengandung banyak hara tanaman sehingga dianggap subur. Tanah
Entisol di Indonesia umumnya memberi hasil produksi padi (misalnya :
Kerawang, Indramayu, delta Brantas), palawija, tebu (Surabaya). Entisol yang
berasal dari abu-volkanik hasil erupsi yang dikeluarkan gunung-gunung berapi
berupa debu, pasir, kerikil, batu bom dan lapili. Selain itu berasal dari gunduk pasir
yang terjadi di sepanjang pantai, misalnya diantara Cilacap dan Parangtritis
(selatan Yogyakarta), dan Kerawang.
Tanah Hitosol

Tanah ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan


kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah
bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah
bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan
organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata
Histos berarti jaringan tanaman. Padanan dengan sistem
klasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau
Organosol.

Tanah Inceptisol
Tanah dengan ordo Inceptisol merupakan tanah muda,
tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata
Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti
permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik.
Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga
kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah
Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus.
Ciri-ciri :
· Ada horizon kambik , dimana terdapat horizon
penumpukan liat <20% dari horizon diatasnya.
· Tanah yang mulai berkembang tetapi belum
matang yang ditandai oleh perkembangan profil
yang lebih lemah.
· Mencakup tanah sulfat masam (Sulfaquept)
yang mengandung horison sulfurik yang sangat masam, tanah sawah (aquept) dan
tanah latosol.
Daerah penyebaran tanah jenis ini: Sumatera, Jawa, Kalimantan. Sebagain besar
tanah ini ditanami palawija (jawa) dan hutan/semak belukar (sumatera dan
Kalimantan).

Tanah Mollisol

Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah


dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna
hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%,
kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik,
sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol
berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama
adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll.

Tanah Oxisol

Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua


sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit.
Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga
kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari
16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida
besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapang,
tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak
jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol
Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah
Kuning.
Ciri-ciri :
- Solum yang dangkal, kurang dari 1 meter.
- Kaya akan seskuioksida yang telah mengalami pelapukan lanjut.
- Adanya horizon oksik pada kedalaman kurang dari 1,5 m
- Susunan horison A, B, dan C dengan horizon B spesifik berwarna merah kuning
sampai kuning coklat dan bertekstur paling halus liat.
- Mengandung konkresi Fe/Mn lapisan kuarsa.
Banyak digunakan untuk perladangan, pertanian subsisten pengembalaan dengan
intensitas rendah, dan perkebunan yang intensif seperti perkebunan tebu, nanas,
pisang dan kopi.

Tanah Spodosol

Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah


dengan horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-
oksida dan humus (horison spodik) sedang, dilapisan
atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang
berwarna pucat (albic). Padanan dengan sistem
klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol.

Tanah Ultisol

Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-


tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah,
bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180
cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah
Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf
Kelabu.
Ciri-ciri :
· Kandungan bahan organik, kenjenuhan basa dan pH rendah (pH 4,2-4,8).
· Terjadi proses podsolisasi: proses pecucian bahan organik dan seskuioksida
dimana terjadi penimbunan Fe dan Al dan Si tercui.
· Bahan induk seringkali berbecak kuning, merah dan kelabu tak begitu dalam
tersusun atas batuan bersilika, batu lapis, batu pasir, dan batu liat.
· Terbentuk dalam daerah iklim seperti Latosol, perbedaan karena bahan induk :
Latosol terutama berasal dari batuan volkanik basa dan intermediate, sedang tanah
Ultisol berasal dari batuan beku dan tuff.
Tanah yang paling luas penyebarannya di Indonesia: Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Papua, dan sebagian Jawa . sebaiknya tanah ini dihutankan atau untuk
perkebunan seperti : kelapa sawit, karet dan nanas.

Tanah Vertisol
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah
dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh
horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut.
Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-
pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Grumusol atau Margalit.
Ciri-ciri :
· Tanpa horizon eluviasi dan iluviasi.
· Koefisien mengembang dan mengerut tinggi jika
dirubah kadar airnya.
· Bahan induk basaltic atau berkapur.
· Mikroreliefnya gilgei.
· Konsistensi luar biasa plastis
Di Indonesia jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak
lebih dari 300 meter di atas muka laut dengan topografi agak bergelombang sampai
berbukit, temperatur tahunan rata-rata 25oC dengan curah hujan kurang dari 2500
mm dan pergantian musim hujan dan kemarau nyata.Kandungan bahan organik
umumnya antara 1,5-4%. Warna tanah dipengaruhi oleh jumlah humus dan kadar
kapur. Di pulau jawa banyak digunakan untuk lahan pertanian padi sawah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyebaran tanah di Indonesia sangat beragam, dan dalam
penyebarannya ditentukan oleh penggunaan ordo yang mengacu pada “Soil
Taxonomy” yang digunakan USDA dan akhirnya dikembangkan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian agar penggunaannya
lebih mudah di Indonesia karena nama yang digunakan tidak seperti penamaan
di USDA yang lebih rumit.
Ordo tanah memiliki sifat dan ciri tanah yang berbeda, hal itu
dikarenakan oleh bahan induk penyusun tanah, waktu pelapukan tanah, faktor
biologis di sekitar tanah, iklim dan cuaca serta topografinya.
DAFTAR PUSTAKA

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo.


Jakarta. 274 Halaman

Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional edisi-2/2016, Badan Penelitian dan


Pengembangan Kementerian Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya
Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor

Soil Survey Staff. 2014. Keys to Soil Taxonomy. Twelfth Edition. United States
Department of Agriculture-Natural Recources Conservation Service.
Washington, D.C.

Anda mungkin juga menyukai