I PENDAHULUAN
FT-IR adalah salah satu instrumen menggunakan prinsip spektroskopi. Prinsipnya
adalah sinar inframerah yang dilewatkan melalui cuplikan suatu senyawa organik, maka
sejumlah frekuensi akan diserap, sedang frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan
tanpa diserap.(Anam et al, 2007) Spektroskopi inframerah berguna untuk identifikasi senyawa
organik karena spektrumnya yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak puncak-puncak
(Chusnul. 2011).
Pada spektroskopi inframerah menggunakan derah bilangan gelombang dari 650 cm-1-
4000 cm-1 (15,4-2,5 µm) daerah dengan frekuensi lebih rendah 650 cm-1 disebut inframerah
jauh dan daerah dengan frekuensi lebih tinggi dari 4000 cm-1 disebut inframerah dekat.
Masing-masing daerah tersebut lebih jauh dan lebih dekat dengan spektrum tampak.
Inframerah jauh memiliki sedikit serapan yang bermanfaat bagi kimia organik dan serapan
tersebut berkaitan dengan perubahan rotasi dalam molekul. Inframerah dekat terutama
menunjukan serapan harmoni overtones dari vibrasi pokok yang terdapat dalam daerah
normal (Sastrohamidjojo, 1991)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan
spektrofotometri infra merah dalam analisa kualitatif, dimana setiap molekul pasti akan
memberikan spektrum yang berbeda. Hal ini dapat dibantu dengan adanya analisis gugus
fungsi. spektrofotometer FTIR sama degan spektrofotometer IR yang membedakannya adalah
pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar inframerah melewati
sampel.Sistem optik spektrofotometer IR dilengkapi dengan cermin diam.Dengan demikian
radiasi inframerah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin
bergerak dan cermin yang diam.Pada sistem optik fourier traansform infared digunakan
radiasi laser yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi inframerah
agar sinyal radiasi inframerah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik (Day,
R.A dan A.L. Underwood. 2002).
Praktikum ini akan dilakukan analisis gugus fungsi parasetamol dengan
spektrofotometer FTIR dengan tujuan untuk memahami prinsip identifikasi senyawa organik
melalui teknik analisa FTIR, dan mampu mengidentifikasi gugus fungsional senyawa organik
dari hasil analisa FTIR.
II TINJAUAN PUSTAKA
Spektrofotometer Infared
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari interaksi gelombang magnetik dengan
benda (Harmita, 2006). Teknik analisis spektroskopi termasuk salah satu tenik analisis
instrumental disamping teknik kromatografi dan elektroanalisis kimia. Teknik tersebut
memanfaatkan fenomena interaksi materi dengan gelombang elektromagnetik seperti sinar-x,
ultraviolet, cahaya tampak dan inframerah. Fenomena interaksi bersifat spesifik baik absorpsi
maupun emisi. Interaksi tersebut menghasilkan signal-signal yang disadap sebagai alat
analisis kualitatif dan kuantitatif. Contoh teknik spektroskopi absorpsi adalah UV/VIS,
inframerah (FT-IR) dan absorpsi atom (AAS) (Giwangkara S, EG, 2006).
Daerah IR dibagi menjadi tiga sub daerah, yaitu : sub daerah ir dekat ( 780 nm 2,5
µm atau bilangan gelombang 14290-4000 cm-1), sub daerah ir sedang (2,5 µm- 15 µm
atau bilangan gelombang 4000-666 cm-1) dan sub ir jauh (15 µm-50 µm atau bilangan
gelombang 666-200 cm-1) (Harmita, 2006).
Setiap molekul memiliki harga energi tertentu. Bila suatu senyawa menyerap energi
dari sinar IR maka tingkatrn energi didalam molekul itu akan tereksitasi ketingkatan energi
yang lebih tinggi. Sesuai dengan energi yang diserap maka yang akan terjadi pada molekul itu
adalah perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi. Interksi
ini terjadi dengan syarat adnya perubahan momen dipol sebagai akibat dari vibrasi. Radiasi
medan listrik berubah –ubah akan berinteraksi dengan molekul dan akan menyebabkan
perubahan amplitudo salah satu gerakan molekul. Selain itu energi yang dihasilkan oleh sianr
IR harus sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom untuk bervibrasi. Senyawa seperti
O2dan N2 tidak memiliki perubahn mimen dipole dalam vibrasinya sehingga tidak dapt
mengadsropsi sinar IR (Earnshaw A, 1997).
Pada suhu biasa molekul-molekul organik dan keadaan vibrasi yang tetap, setiap ikatan
mempunyai rentangan atau stretching dan frekuensi tekukan atau bending yang karakteristik
dan dapat menyerap sinar pada frekuensi tersebut. Vibrasi dua atom yang dihubungkan secara
ikatan kimia dapat disamakan dengan vibrasi dari bola yang dihubungkan dengan pegas,
dengan menggunakan analogi ini, dapat menerangkan sejumlah gambar dan spektra
inframerah, sebagai contoh, untuk merentangkan pegas membutuhkan tenaga yang lebih besar
daripada untuk menekuknya, hingga tenaga dengan rentangan ikatan lebih besar daripada
tenaga untuk menekuk, dan serapan rentangan dari suatu ikatan muncul pada frekuensi yang
lebih tinggi dalam spektrum inframerah daripada serapan bending dan ikatan yang
sama.(Giwangkara, 2006). Pergeseran frekuensi dapat pula terjadi sebagai akibat
konjugasi,mesorasi atau resonansi dan induksi.selain itu frekuensi vibrasi dapat pula bergeser
bila sudut ikatan berbeda atau oleh pengaruh gugus lain melalui interaksi ruang atau pengaruh
ruang (Tjahjandarie Ts, 1991)
Untuk penanganan cuplikan dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung pada sifat
cuplikan yang dianalisis. Sampel padat biasanya diperiksa dalam bentuk bubur, lapisan
transparan atau cakram terkempa (tablet KBr). Persiapan sampel dalam bentuk cakram
terkempa tablet KBr dilakukan dengan mencampurkan cuplikan (kadar 1-2%) dengan serbuk
kering kalium bromida. Pencampuran dilakukan dengan mortar, campuran dikempa dalam
cetakan khusus dengan ditekan. Pada pemeriksaan sampel dengan teknik tablet KBr ini
dituntut pembuatan tablet yang dikempa, transparan, rata dan mempunyai ketebalan cukup,
sehingga dihasilkan spektrum yang mudah dianalisa. (tjahjandarie, 1991).
Parasetamol
Parasetamol merupakan obat yang secara luas digunakan dalam penanganan rasa nyeri
(analgetika) dan demam (antipiretika). Parasetamol memiliki rumnus kimia C6H8NO2 (BM.
15,2) berbentuk kristal atau serbuk berkristal, larut dalam air 1 g dalam 70 mL (Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RU, 1979), larut dalam etanol, metanol,
dimetilformamid, etilen diklorid, aseton, dan etil asetat, sangat sedikit larut dalam kloroform,
sedikit larut dalam eter, praktis tidak larut dalam petroleum eter, pentana, dan benzen.
Spektrum parasetamol pada larutan asam mempunyai panjang gelombang maksimal di sekitar
245 nm (Moffat, et al., 2004).
III METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Percobaan dilakukan pada hari Selasa, 17 April, 2018 di Pusat Laboratorium Terpadu
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Prosedur kerja
a) Preparasi sampel dengan tekbik cakram KBr
Serbuk Parasetamol 0,5-1 mg digerus dan dicampurkan dengan 100-200 mg serbuk KBr
kering dengan lumping agate atau “vibrating ball mill” hingga benar-benar homogen,
kemudian dimasukan ca,puran tersebut ke dalam pencetak khusus menggunakan spatula
mikro dan dihubungkan pencetak dengan handy press. Selanjutnya dilepaskan tongkang
handy press lalu dikeluarkan cakram KBr. Selanjutnya dimasukan cakram ke dalam KBr disc
holder kemudian direkam spektrum dari parasetamol pada range frekuensi 4000-500 cm-1
b) Identifikasi gugus fungsi
Dari spektrum IR yang dihasilkan, ditentukan gugus fungsi yang terdapat pada senyawa
parasetamol dengan melihat serapan yang dihasilkan dan dibandingkan harga frekuensi yang
diperoleh dengan data yang ada di tabel. Kemudian dienteprestasikan data tersebut secara
hati-hati dan terintegrasi hingga area sidik jari. (jika perlu, pilih menu data interpertation yang
ada di dalam softwareuntuk memudahkan interprestasi data.
16 1107.85 625.29
1014.91 603.95
14 2793.22 1172.00 968.49 518.54
796.38 503.49
12 713.55
837.17 685.79
%T 808.33
10
8 1370.20
1327.45 1242.91
6 3325.48 3164.49
1259.77
4 1610.76 1226.64
1506.85
2 1654.28 1564.24 1441.21
-3.0
4 00 0.0 3 00 0 2 00 0 1 50 0 1 00 0 4 50 .0
cm-1
Gambar 2. Spektrum Parasetamol hasil pengukuran
Dengan membandingkan spektrum pada gambar 2 dan gambar 3 dapat dianalisa apakah
sampel yang diukur adalah parasetamol murni atau bukan. Puncak pada gambar 3 ada
perbedaan dengan gambar 2 yaitu pada frekuensi 3055-2854 cm-1 yang artinya sampel yang
diukur tidak 100% murni parasetamol
V SIMPULAN
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa pada frekuensi 3325 cm-1 terdapat gugus
fungsi N-H dengan finger printnya pada frekuensi 808 cm-1 yang muncul sebagai puncak yang
rendah dan terdapat ikatan amida C=O pada frekuensi 1690 cm-1 yang diperkuat dengan
adanya gugus fungsi C-N pada frekuensi 1242 cm-1. Selanjutnya adanya gugus fungsi C-H
pada frekuensi 3164 cm-1 dan terdapat C=C pada frekuensi 1506 cm-1 dengan gugus C-H
sebagai finger print pada frekuensi 713 cm-1 menandakan adanya gugus aromatik. Selanjutnya
pada frekuensi 1226 cm-1 terdapat gugus C-O dan pada frekuensi 685 cm-1 terdapat ikatan O-
H yang menandakan adanya gugus alkohol. Selain itu sampel parasetamol yang diperoleh
tidak 100% murni karena adanya perbedaan dengan spektrum murni parasetamol dari
literatur.
DAFTAR PUSTAKA
Sastrohamidjojo H. 1991. Spektoskopi. Liberty. Yogyakarta, 45. 47-48.
Tjahjandarie Ts. 1991. Optimasi Preparasi Sampel dan Pembuatan Pelet KBr untuk
Analisis Beberapa Senyawa Oranik dengan Spektrofotometer
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Departemen Farmasi FMIPA Universitas
Indonesia. 205-211.
Giwangkara S, EG., 2006, “Aplikasi Logika Syaraf Fuzzy Pada Analisis Sidik Jari
Minyak Bumi Menggunakan Spetrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier (FT-IR
Fatimah, S, Yanlinastuti dan Yoskasih, 2005, Kualifikasi Alat Spektrometer UV-vis Untuk
Penentuan Uranium dan Besi dalam-U30. Hasil Penelitian
Galuh, B.S, Lilis dan Pranjono, 2013, Kalibrasi Alat Carbon Analyzer Leco Type Ir – 212.
Pro Siding Seminar Penelitian Dan Pengelolaan Perangkat Nuklir
Hadi, Anwar., 2005, Prinsip Pengelolaan Lingkungan, Gramedia Pustaka Umum : Jakarta.
ISO. International Standart Operational., 2005, ISO/IEC 17025 (Versi Bahasa Indonesia)
Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium
Kalibrasi.
Saidah, Rina., 2007, Pemastian Mutu Obat Kompendium Pedoman dan bahan bahan terkait
vol 2, EGC : Jakarta
Earnshaw, A. 1997. Chemistry of The Element 2nd Edition. New York: Elsevier
\