BAB I
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis, suku, budaya dan adat istiadat yang
berbeda-beda. Suku, budaya, etnis, maupun adat istiadat tersebut memiliki corak yang unik,
hanya dimiliki oleh suku yang bersangkutan tersebut dan tidak dimiliki oleh suku lain.
Suku, budaya dan adat istiadat tersebut mempengaruhi gaya dan pola hidup mereka, yang
pada akhirnya membentuk pula tatanan sosial kemasyarakatan masing-masing, dimana
tatanan tersebut akhirnya dipakai dalam pergaulan hidup sehari-hari yang bersifat intern, (
hanya berlaku di dalam suku yang bersangkutan dan hanya di antara mereka saja ).
Ketentuan yang berlaku di dalam tatanan sosial etnis tersebut karena dipakai dalam
pergaulan sehari-hari, dan berlaku secara turun-temurun, akhirnya menjadi ‘kebiasaan’ yang
tidak mencakup peristiwa-peristiwa tertentu. ( misalnya hanya pada peristiwa pernikahan )
namun kemudian mencakup berbagai aspke kehidupan lain, sehingga setiap tatanan,
dipatuhi dan diberlakukan terhadap seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan. Hal
tersebut dikenal dengan sebutan “tradisi, adat istiadat, budaya, atau hukum kebiasaan (
customary law ) “.
a. Bab I Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang, identifikasi masalah, metode pengumpulan
data dan sistematika penulisan.
b. Bab II Pembahasan
Pada bab ini ditemukan pembahasan tentang penjelasan Tentang Sunda, Kebudayaan Suku
Sunda, Sistem Kekerabatan dalam Suku Sunda : Sistem Kekerabatan dalam Suku Sunda,
Sistem Perkawinan dalam Suku Sunda, Sistem Pidana di dalam suku Sunda, Sistem Pidana di
dalam suku Sunda
c. Bab III Penutup
Bab terkhir ini memuat kesimpulan.
d. Daftar Pustaka
Pada bagian ini berisi referensi-referensi dari berbagai media yang penulis gunakan untuk
pembuatan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Tentang Sunda
Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan,
orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju
keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur
(baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan
sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, telah membawa kemakmuran dan
kesejahteraan lebih dari 1000 tahun .
Istilah Sunda kemungkinan juga berasal dari bahasa Sansekerta yakni sund atau suddha yang
berarti bersinar, terang, atau putih. Dalam bahasa Jawa kuno (Kawi) dan bahasa Bali dikenal
juga istilah Sunda dalam pengertian yang sama yakni bersih, suci, murni, tak
bercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, dan waspada. Menurut R.W. van Bemmelen
seperti dikutip Edi S. Ekadjati, istilah Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
menamai dataran bagian barat laut wilayah India Timur, sedangkan dataran bagian tenggara
dinamai Sahul. Dataran Sunda dikelilingi oleh sistem Gunung Sunda yang melingkar (Circum-
Sunda Mountain System) yang panjangnya sekira 7.000 km. Dataran Sunda itu terdiri atas
dua bagian utama, yaitu bagian Utara.yang meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau
karang sepanjang Lautan Fasifik bagian Barat serta bagian Selatan hingga Lembah
Brahmaputra di Assam (India). Dengan demikian, bagian Selatan dataran Sunda itu dibentuk
oleh kawasan mulai Pulau Banda di timur, terus ke arah barat melalui pulau-pulau di
kepulauan Sunda Kecil (the lesser Sunda island), Jawa, Sumatra, Kepulauan Andaman, dan
Nikobar sampai Arakan Yoma di Birma. Selanjutnya, dataran ini bersambung dengan
kawasan Sistem Gunung Himalaya di Barat dan dataran Sahul di Timur. Dalam buku-buku
ilmu bumi dikenal pula istilah Sunda Besar dan Sunda Kecil. Sunda Besar adalah himpunan
pulau yang berukuran besar, yaitu Sumatra, Jawa, Madura, dan Kalimantan, sedangkan
Sunda Kecil adalah pulau-pulau yang berukuran kecil yang kini termasuk kedalam Provinsi
Bali, Nusa Tenggara, dan Timor. Dalam perkembangannya, istilah Sunda digunakan juga
dalam konotasi manusia atau sekelompok manusia, yaitu dengan sebutan urang Sunda
(orang Sunda). Di dalam definisi tersebut tercakup kriteria berdasarkan keturunan
(hubungan darah) dan berdasarkan sosial budaya sekaligus. Menurut kriteria pertama,
seseorang bisa disebut orang Sunda, jika orang tuanya, baik dari pihak ayah maupun dari
pihak ibu ataupun keduanya, orang Sunda, di mana pun ia atau mereka berada dan
dibesarkan. Menurut kriteria kedua, orang Sunda adalah orang yang dibesarkan dalam
lingkungan sosial budaya Sunda dan dalam hidupnya menghayati serta mempergunakan
norma-norma dan nilai-nilai budaya Sunda. Dalam hal ini tempat tinggal, kehidupan sosial
budaya dan sikap orangnya yang dianggap penting. Bisa saja seseorang yang orang tuanya
atau leluhurnya orang Sunda, menjadi bukan orang Sunda karena ia atau mereka tidak
mengenal, menghayati, dan mempergunakan norma-norma dan nilai-nilai sosial budaya
Sunda dalam hidupnya . Dalam konteks ini, istilah Sunda, juga dikaitkan secara erat dengan
pengertian kebudayaan. Bahwa ada yang dinamakan Kebudayaan Sunda, yaitu kebudayaan
yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan orang Sunda yang pada umumnya
berdomosili di Tanah Sunda. Dalam tata kehidupan sosial budaya Indonesia digolongkan ke
dalam kebudayaan daerah. Di samping memiliki persamaan-persamaan dengan kebudayaan
daerah lain di Indonesia, kebudayaan Sunda memiliki ciri-ciri khas tersendiri yang
membedakannya dari kebudayaan-kebudayaan lain. Secara umum, masyarakat Jawa Barat
atau Tatar Sunda, sering dikenal dengan masyarakat yang memiliki budaya religius.
Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo “silih asih, silih asah, dan silih asuh”
(saling mengasihi, saling mempertajam diri, dan saling memelihara dan melindungi). Di
samping itu, Sunda juga memiliki sejumlah budaya lain yang khas seperti kesopanan
(handap asor), rendah hati terhadap sesama; penghormatan kepada orang tua atau kepada
orang yang lebih tua, serta menyayangi orang yang lebih kecil (hormat ka nu luhur, nyaah ka
nu leutik); membantu orang lain yang membutuhkan dan yang dalam kesusahan (nulung ka
nu butuh nalang ka nu susah), dsb.
Kebudayaan adalah adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Budaya
Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya
karakter masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah senyum, lemah lembut, dan
sangat menghormati orangtua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Di dalam
bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua .
Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi
bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Kebudayaan-
kebudayaan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
Keatas Kebawah
1. Kolot
2. Embah (Aki dan Nini)
3. Buyut
4. Bao
5. Janggawareng
6. Udeg-udeg
7. Kakait Siwur 1. Anak
2. Incu
3. Buyut
4. Bao
5. Janggawareng
6. Udeg-udeg
7. Kakait Siwur
Ngaras
Permohonan izin calon mempelai wanita kemudian sungkem dan mencuci kaki kedua
orangtua pelaksanaan upacara ini dilaksanakan setelah upacara ngecagkeun aisan.
Pelaksaannya sebagai berikut:
Calon pengantin perempuan bersujud dipangkuan orang tuanya sambil berkata:
“Ema, Bapa, disuhunkeun wening galihnya, jembar manah ti salira. Ngahapunteun kana
sugrining kalepatan sim abdi. Rehing dina dinten enjing pisan sim abdi seja nohonan sunah
rosul. Hapunten Ema, hapunten Bapa hibar pangdu’a ti salira.”
Orang tua calon perempuan menjawab sambil mengelus kepala anaknya:
“Anaking, titipan Gusti yang Widi. Ulah salempang hariwang, hidep sieun teu tinemu bagja ti
Ema sareng ti Bapa mah, pidu’a sareng pangampura, dadas keur hidep sorangan geulis”
Selanjutnya kedua orang tua calon pengantin perempuan membawa anaknya ke tempat
siraman untuk melaksanakan upacara siraman.
• Pencampuran air siraman. Kedua orangtua menuangkan air siraman ke dalam bokor dan
mengaduknya untuk upacara siraman.
• Siraman. Diawali musik kecapi suling, calon pengantin wanita dibimbing oleh perias
menuju tempat siraman dengan menginjak 7 helai kain. Siraman calon pengantin wanita
dimulai oleh ibu, kemudian ayah, disusul oleh para sesepuh. Jumlah penyiram ganjil; 7, 9
dan paling banyak 11 orang. Secara terpisah, upacara yang sama dilakukan di rumah calon
mempelai pria. Perlengkapan yang diperlukan adalah air bunga setaman (7 macam bunga
wangi), dua helai kain sarung, satu helai selendang batik, satu helai handuk, pedupaan, baju
kebaya, payung besar, dan lilin.
Pandangan hidup orang Sunda senantiasa dilandasi oleh tiga sifat utama yakni silih asih, silih
asuh, dan silih asah atau secara literal diartikansebagai saling menyayangi, saling menjaga,
dan mengajari. Ketiga sifat itu selalu tampak dalam berbagai upacara adat atau ritual
terutama acara ngeuyeuk seureuh. Diharapkan kedua calon pengantin bisa mengamalkan
sebuah peribahasa kawas gula jeung peuet (bagaikan gula dengan nira yang sudah matang)
artinya hidup yang rukun, saling menyayangi dan sebisa mungkin menghindari perselisihan.
Tata cara Ngeuyeuk Sereuh:
1. Nini Pangeuyeuk memberikan 7 helai benang kanteh sepanjang 2 jengkal kepada kedua
calon mempelai. Sambil duduk menghadap dan memegang ujung-ujung benang, kedua
mempelai meminta izin untuk menikah kepada orangtua mereka.
2. Pangeuyeuk membawakan Kidung berisi permohonan dan doa kepada Tuhan sambil
nyawer (menaburkan beras sedikit-sedikit) kepada calon mempelai, simbol harapan hidup
sejahtera bagi sang mempelai.
3. Calon mempelai dikeprak (dipukul pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi nasihat untuk
saling memupuk kasih sayang.
4. Kain putih penutup pangeuyeukan dibuka, melambangkan rumah tangga yang bersih dan
tak ternoda. Menggotong dua perangkat pakaian di atas kain pelekat; melambangkan
kerjasama pasangan calon suami istri dalam mengelola rumah tangga.
5. Calon pengantin pria membelah mayang jambe dan buah pinang. Mayang jambe
melambangkan hati dan perasaan wanita yang halus, buah pinang melambangkan suami
istri saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri. Selanjutnya calon pengantin pria
menumbuk alu ke dalam lumping yang dipegang oleh calon pengantin wanita.
6. Membuat lungkun, yakni berupa dua lembar sirih bertangkai berhadapan digulung
menjadi satu memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan tamu melakukan hal yang
sama, melambangkan jika ada rezeki berlebih harus dibagikan.
7. Diaba-abai oleh pangeuyeuk, kedua calon pengantin dan tamu berebut uang yang berada
di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rezeki dan disayang
keluarga.
8. Kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke perempatan
jalan, simbolisasi membuang yang buruk dan mengharap kebahagiaan dalam menempuh
hidup baru.
9. Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi Sunda akan jumlah hari yang diterangi
matahari dan harapan akan kejujuran dalam mebina kehidupan rumah tangga.
Pada hari yang telah ditetapkan oleh kedua keluarga calon pengantin. Rombongan keluarga
calon pengantin Pria datang ke kediaman calon pengantin perempuan. Selain membawa
mas kawin, biasanya juga membawa peralatan dapur, perabotan kamar tidur, kayu bakar,
gentong (gerabah untuk menyimpan beras). Di daerah Priangan, susunan acara upacara
akad nikah biasanya sebagai berikut:
• Pembukaan:
1. Penyambutan calon pengantin Pria, dalam acara ini biasanya dilaksanan upacara mapag.
2. Mengalungkan untaian bunga melati
3. Gunting pita
• Penyerahan calon Pengantin Pria:
1. Yang mewakili pemasrahan calon pengantin pria biasanya adalah orang yang dituakan
dan ahli berpidato.
2. Yang menerima dari perwakilan wanita juga diwakilkan
• Akad Nikah:
1. Biasanya diserahkan pada KUA
2. Pada hari pernikahan, calon pengantin pria beserta para pengiring menuju kediaman
calon pengantin wanita, disambut acara Mapag Penganten yang dipimpin oleh penari yang
disebut Mang Lengser. Calon mempelai pria disambut oleh ibu calon mempelai wanita
dengan mengalungkan rangkaian bunga. Selanjutnya upacara nikah sesuai agama dan
dilanjutkan dengan sungkeman dan sawer.
Setelah akad nikah, masih dilakukan beberapa upacara, yaitu: Saweran. Saweran merupakan
upacara memberi nasihat kepada kedua mempelai yang dilaksanakan setelah acara akad
nikah. Melambangkan Mempelai beserta keluarga berbagi rejeki dan kebahagiaan. Kata
sawer berasal dari kata panyaweran , yang dalam bahasa Sunda berarti tempat jatuhnya air
dari atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Mungkin kata sawer ini diambil dari
tempat berlangsungnya upacara adat tersebut yaitu panyaweran.Berlangsung di
panyaweran (di teras atau halaman). Kedua orang tua menyawer mempelai dengan diiringi
kidung. Untuk menyawer, menggunakan bokor yang diisi uang logam, beras, irisan kunyit
tipis, permen. Kedua Mempelai duduk berdampingan dengan dinaungi payung, seiring
kidung selesai di lantunkan, isi bokor di tabur, hadirin yang menyaksikan berebut
memunguti uang receh dan permen. Bahan-bahan yang diperlukan dan digunakan dalam
upacara sawer ini tidaklah lepas dari simbol dan maksud yang hendak disampaikan kepada
pengantin baru ini, seperti :
1. beras yang mengandung symbol kemakmuran. Maksudnya mudah-mudah setelah
berumah tangga pengantin bisa hidup makmur
2. uang recehan mengandung symbol kemakmuran maksudnya apabila kita mendapatkan
kemakmuran kita harus ikhlas berbagi dengan Fakir dan yatim
3. kembang gula, artinya mudah-mudah dalam melaksanakan rumah tangga mendapatkan
manisnya hidup berumah tangga.
4. kunyit, sebagai symbol kejayaan mudah-mudahan dalam hidup berumah tangga bisa
meraih kejayaan.
Kemudian semua bahan dan kelengkapan itu dilemparkan, artinya kita harus bersifat
dermawan. Syair-syair yang dinyanyikan pada upacara adat nyawer adalah sebagai berikut :
KIDUNG SAWER
Pangapunten kasadaya
Kanu sami araya
Rehna bade nyawer heula
Ngedalkeun eusi werdaya
Dangukeun ieu piwulang
Tawis nu mikamelang
Teu pisan dek kumalancang
Megatan ngahalang-halang
Bisina tacan kaharti
Tengetkeun masing rastiti
Ucap lampah ati-ati
Kudu silih beuli ati
Lampah ulah pasalia
Singalap hayang waluya
Upama pakiya-kiya
Ahirna matak pasea
Meuleum Harupat ( Membakar Harupat )
Mempelai pria memegang batang harupat,pengantin wanita membakar dengan lilin sampai
menyala. Harupat yang sudah menyala kemudian di masukan ke dalam kendi yang di pegang
mempelai wanita, diangkat kembali dan dipatahkan lalu di buang jauh jauh. Melambangkan
nasihat kepada kedua mempelai untuk senantiasa bersama dalam memecahkan persoalan
dalam rumah tangga. Fungsi istri dengan memegang kendi berisi air adalah untuk
mendinginkan setiap persoalan yang membuat pikiran dan hati suami tidak nyaman.
Buka pintu
Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari
dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin
masuk menuju pelaminan..Dialog pengantin perempuan dengan pengantin laki-laki seperti
berikut ini :
KENTAR BAYUBUD
Istri : Saha eta anu kumawani
Taya tata taya bemakrama
Ketrak- ketrok kana panto
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan,
orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju
keutamaan hidup dan bisa juga juga berasal dari bahasa Sansekerta yakni sund atau suddha
yang berarti bersinar, terang, atau putih
Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku Sunda memiliki kharakteristik yang
membedakannya dengan suku lain. Keunikan kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari
kebudayaan yang mereka miliki baik dari sistem kekerabatan, tata cara perkawinan,
pembagian waris, dan pidana,segi agama, mata pencaharian, kesenian, dan lain sebagainya.
B. Saran
Suku sunda sebagai salah satu suku terbesar di Indonesia haruslah dijaga kebudayaan yang
terkandung didalamnya mengingat keragaman dan keunikan kebudayaan ini sunggulah unik
dan menarik dan merupakan salah satu warisan nenek moyang bangsa indonesia yang wajib
dilestarikan oleh para generasi saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Koentjaraningrat . Pengantar Ilmu Antropologi.Edisi Revisi Rineka Cipta.Jakarta.2009.
Wiranata,I Gede A.B. Hukum Adat Indonesia : Perkembangannya dari Masa ke masa.
Departemen Pendidikan Nasional.Jakarta.2003
Internet :
http://indoculture.wordpress.com/2008/08/13/adat-perkawinan-sunda/
http://kultivar.blogspot.com/2008/02/sistem-kekerabatan-dan-perkawinan.html
http://sakola-sukron.blogspot.com/2007/10/kekerabatan-urang-sunda.html
http://sidaus.wordpress.com/2008/05/28/pembagian-harta-warisan/
http://www.kasundaan.org/id/index.php?option=com_content&view=article&id=53&Itemi
d=82
http://www.forumbebas.com/thread-22622.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Sunda
http://3gplus.wordpress.com/2008/04/10/kebudayaan-suku-sunda-2/