TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mayonnaise
Mayonnasse merupakan jenis bahan pangan emulsi setengah padat semi solid
antara minyak nabati dengan cuka atau jus lemon dengan kuning telur sebagai
emulsifier (Ketaren, 1986). Tiga komponen utama pembentukan mayonnaise terdiri
dari larutan asam sebagai medium pendispersi, kuning telur sebagai emulsifier, dan
minyak nabati sebagai medium terdispersi. Winarno (1993) menjelaskan bahwa selain
sebagai komponen gizi yang penting, protein dalam telur memiliki kemampuan untuk
membentuk gel, buih dan emulsi. Pemberian rasa asam selain menggunakan asam sitrat
atau asam asetat, juga dapat menggunakan ekstrak buah-buahan yang banyak
mengandung asam. Mayonnaise adalah emulsi semi solid yang diperoleh dari
campuran minyak nabati, kuning telur, asam (cuka dan sari jeruk), bumbu-bumbu
(garam, mustard, dan paprika), asam sitrat atau asam malat yang fungsinya untuk
mempertahankan aroma dan warna (Chukwu dan Sadiq, 2008).
Prinsip dari pembuatan mayonnaise adalah mencampurkan minyak nabati
dengan cuka, gula, garam, lada, mustard, dan kuning telur sebagai pengemulsi yang
akan membentuk sistem emulsi (Jaya, dkk., 2013). Minyak nabati merupakan salah
satu bahan paling penting dalam pembuatan mayonnaise. Pada umumnya mayonnaise
diproduksi menggunakan minyak kedelai, minyak canola, dan minyak zaitun, tetapi
dapat juga dibuat dengan bahan dasar minyak kelapa sawit. Penggunaan ekstrak dari
buah-buahan harus dapat diketahui terlebih dahulu tentang pH (konsentrasi asam-
basa), dan pengaruhnya terdapat karakteristik produk seperti viskositas, stabilitas
emulsi, bilangan peroksida dan uji organoleptiknya. Umumnya buah-buahan yang
memiliki rasa asam yang kuat yaitu belimbing wuluh, ceremai, jeruk nipis dan jeruk
lemon. Emulsifier yang digunakan dalam pembuatan mayonaise yaitu dengan
menggunakan kuning telur, karena kuning telur mengandung lesitin yang cukup tinggi.
Di dalam kuning telur terdapat sepertiga lemak yang menyebabkan daya emulsifier
yang kuat (Winarno, 1997).
Tabel 2. SNI Mayonnaise
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1. Bau - Normal
1.2. Rasa - Normal
1.3. Warna - Normal
1.4. Tekstur Normal
2. Air % b/b Maksimum 30
3. Lemak % b/b Minimum 65
4. Protein % b/b Maksimum 0,9
5. Karbohidrat % b/b Maksimum 4
6. Cemaran logam
9.1. Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,1
9.2. Tembaga (Cu) mg/kg Maksimum 10,0
9.3. Timbal (Pb) mg/kg Maksimum 1,5
9.4. Seng (Zn) mg/kg Maksimum 10,0
9.5. Raksa (Hg) mg/kg Maksimum 0,3
9.6. timah mg/kg Maksimum 10,0
7. Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,1
8. Cemaran mikroba
11.1. E.coli koloni/10g Negatif
11.2. Salmonella koloni/25 g Negatif
Sumber: SNI : 01-4473-1998
Minyak sawit merah adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa melalui proses
pemucatan (bleaching) dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya.
Metode pengolahan Minyak Sawit Merah pada prinsipnya adalah mempertahankan
kandungan karoten yang sudah terdapat secara alami dalam CPO. Sehingga dalam
proses pemurnian, proses bleaching tidak dilakukan. Proses pemurnian minyak terdiri
dari beberapa tahap yaitu pemisahan gum (degumming), netralisasi (deasidifikasi),
pemucatan (bleaching) dan deodorisasi. Pada proses bleaching inilah komponen minor
terutama karoten dari minyak sawit banyak terbuang dan memang sengaja pada proses
pengolahan minyak untuk mendapatkan minyak goreng yang berwarna jernih.
Sehingga pada proses pengolahan minyak sawit merah, proses bleaching tidak
dilakukan.
Menurut Basiron dan Weng (2004), manfaat dari minyak sawit merah yang
tidak dihilangkan kandungan karotennya selama pengolahan dapat digunakan sebagai
pangan fungsional, karena minyak sawit merah berperan sebagai carrier provitamin A
dan vitamin E untuk konsumen. Minyak sawit merah dapat juga digunakan sebagai
pewarna alami. Minyak sawit merah tidak dianjurkan digunakan sebagai minyak
goreng, karena karotenoid yang terkandung di dalamnya rusak pada suhu tinggi.
Minyak ini lebih dianjurkan sebagai minyak makan sebagai menumis sayur, daging
dan bumbu. Minyak sawit merah juga baik digunakan dalam pembuatan salad oil
(minyak salad), serta dapat digunakan sebagai bahan fortifikan makanan untuk produk
pangan berbasis minyak atau lemak, seperti margarin dan selai kacang (Andarwulan et
al., 2003).
Penggunaan minyak sawit merah pada pembuatan mayonaisse dinilai
menguntungkan karena kandungan karotenoid yang tinggi pada MSM memberikan
warna alami dan kandungan provitamin A pada produk mayonnaise yang dihasilkan.
Sedangkan fat powder yang dibuat dari campuran fully hydrogenated palm oil dan soft
stearin MSM dengan perbandingan tertentu merupakan lemak/ minyak yang telah
mengalami proses pengecilan ukuran sehingga mudah disimpan, mudah ditangani, dan
dapat meningkatkan distribusi lemak dalam adonan sehingga dapat meningkatkan
tekstur, mouthfeel, dan creaminess produk yang dihasilkan. (Nuri et al, 2014). Metode
Pengolahan Minyak Sawit Merah pada umumnya adalah mempertahankan kandungan
karoten yang sudah terdapat secara alami dalam CPO. Sehingga dalam proses
pemurnian proses bleaching tidak dilakukan. (Deni, 2014).